Keduanya bukan dari Eropa, tapi sama-sama didominasi pemain kulit putih.
Kalau Australia kita sepertinya udah paham, tapi kenapa Argentina begitu?
Kami bahas di utas kali ini 🧵
23 November 2022 lalu, kami sempet ngobrol sama Nur Iman Subono atau Mas Boni, dosen Ilmu Politik di UI.
Penjelesan secara umum dari beliau kira-kira begini:
Kita coba bedah ngikutin dua faktor yang udah dijelasin Mas Boni.
Pertama soal dampak paling mengerikan, yaitu conquista (penaklukan) Eropa ke wilayah Amerika Selatan.
Bukan cuma rusaknya tatanan hidup penduduk asli (indegenous), tapi juga menghadirkan malapetaka demografi.
Data dari buku Mas Boni ini, penduduk asli Meksiko bahkan berkurang sampai 95% dalam rentang 1519-1605 akibat genosida, perang, dan wabah penyakit.
Para conquistador itu kemudian untuk menutupi kekurangan penduduk mulai mendatangkan budak-budak dari Afrika.
Mereka dikirim melalui sisi utara seperti Brasil dan Kepulauan Karibia.
Jadi, gak heran misal di Brazil kita bisa nemuin banyak black communities.
Sementara itu, di Buenos Aires 🇦🇷 dan Montevideo 🇺🇾 perbudakan juga terjadi, tapi di wilayah itu lebih banyak dihuni oleh Peninsulares (orang kulit putih dari Eropa).
Di dua tempat 🇦🇷🇺🇾 tersebut, jumlah indigenous juga relatif sedikit:
Elaborasi dikit. Secara umum dulu dikenal stratifikasi etnis ini di Amerika Latin:
- Peninsulares: Orang kulit putih yang datang dari Eropa ke Amlat
- Kreol: Orang kulit putih yang lahir di Amlat
- Mestizo: Orang kulit putih yang melakukan perkawinan campur dengan penduduk asli
Identitas sifatnya dinamis, penjelasan di atas pengantar saja. Sekarang bisa jadi pencampurannya jauh lebih rumit.
Lalu, faktor kedua soal imigran Eropa ke Argentina. Konteksnya suasana setelah Perang Dunia II.
Yang jadi kontroversi, Juan Domingo Perón, Presiden dan pemimpin populis 🇦🇷, banyak memberikan ruang kepada eks NAZI di Argentina.
Kalo seneng baca fiksi, mungkin tahu kalau Roberto Bolaño di novel ensiklopediknya ini banyak nyeritain tokoh dari Argentina dan settingnya di Buenos Aires.
Boleh diakui dua faktor tadi (sejarah conquistador dan gelombang imigran Eropa) itu cukup bisa menjelaskan dari dominasi orang kulit putih di Argentina, tapi ada juga faktor struktural dan politis yang turut menentukan.
Belakangan banyak sejarawan dan aktivis Argentina yang angkat bicara soal erasure/penghapusan secara sistematis orang-orang kulit hitam dalam sejarah Argentina.
Salah satu kritik terkait diskriminasi orang kulit hitam di Argentina sering diarahkan kepada mantan Presiden Domingo Faustino Sarmiento yang menjabat selama 1868-1874.
Dia punya sentimen rasis yang kental. Sebelum jadi Presiden, Domingo Sarmiento pernah nulis buku yang membedakan antara "beradab" dan "barbar".
Keturunan Afrika dalam pandangannya berada di skala barbar paling bawah.
Pandangan rasis itu juga tercermin dalam kebijakan politik Sarmiento.
Dari segregasi yang bikin black communities jauh dari fasilitas kesehatan sampai perang (Paraguayan War) yang banyak menempatkan warga kulit hitam Argentina di garda depan.
Soal sentimen dan pandangan rasis itu sialnya masih terus berlanjut ke generasi berikut dan berikutnya.
Carlos Menem mantan Presiden Argentina pernah bilang "Di Argentina tidak ada orang kulit hitam, itu masalah Brazil."
Aku tau akun aku kecil, tapi apa aku harus beli kaos atau kalender @neohistoria_id dulu baru adminnya mau membaca ulang Dalih Pembunuhan Massal karya John Roosa dan memberikan tanggapan atas narasi keliru yang dia sebarkan?
Piala Dunia 1978 🇦🇷 jadi bukti sejarah ketika sepakbola jadi alat politik bagi rezim paling bejat sekalipun, FIFA malah tetap bungkam & menutup mata.
🧵 SEBUAH UTAS 🧵
Dua tahun sebelumnya, tepatnya 24 Maret 1976, Jenderal Jorge Rafael Videla memimpin kudeta militer.
Selama tujuh tahun Junta berkuasa, 30.000 orang dihilangkan paksa.
Dalam periode terorisme negara "Dirty War"di 🇦🇷 ada 340 kamp konsentrasi yang tersebar di penjuru negeri.
Hal paling ironis? ESMA, salah satu kamp, jaraknya hanya sekitar 2,5 km dari Stadion El Monumental tempat berlangsungnya Piala Dunia termasuk laga final.