Thread by @prastow

Bu @DokterTifa, mari berargumen menggunakan kaidah. Bu Menkeu bilang aman bukan tanpa dasar. Dengan indikator yg berlaku, khalayak internasional pun bilang posisi utang Indonesia aman. Hanya butuh akal sehat dan sedikit kejernihan utk paham. Coba saya jelaskan #utas

https://twitter.com/DokterTifa/status/1599983512744267778

1) Pertama saya jelaskan dulu kenapa Indonesia harus berutang. Jadi untuk mengejar kemajuan negara lain, menciptakan akselerasi pembangunan nasional, sekaligus menjaga momentum pertumbuhan, pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif.

2) Kebijakan fiskal ekspansif adalah kebijakan yang posisi Belanja Negara lebih besar daripada Pendapatan Negara sehingga menimbulkan konsekuensi yaitu defisit anggaran. Untuk menutupnya, dibutuhkan pembiayaan, antara lain berupa instrumen utang.

3) Utang menimbulkan risiko, maka harus dikelola secara hati-hati, sustain, dan tentu sesuai aturan perundangan. Setiap pertumbuhan utang harus diselaraskan dengan pertumbuhan PDB nominal, UU 17/2003 mengamanatkan rasio utang Pemerintah adalah max 60% dari PDB. Ini pedoman kita.

4) UU 17/2003 juga mengamanatkan agar defisit APBN terus dijaga di bawah 3% PDB. Pada 2017-2019 Pemerintah berhasil mengendalikan defisit APBN dalam batas aman dengan realisasi berturut-turut 2,51%; 1,81%; 2,20% terhadap PDB. Ini wujud tata kelola yg baik.

5) Namun defisit APBN melebar menjadi 6,14% pada 2020, 4,57% pada 2021, dan diperkirakan 3,9% thd PDB pada 2022. Lho kok lebih dari 3%? Tenang, ini pun sesuai dgn amanat UU 2/2020, ingat saat itu belanja naik karena pandemi, pendapatan negara pun turun. Extraordinary.

6) Konsekuensi pelebaran defisit membuat rasio utang jg meningkat dari semula 30,2% pada tahun 2019 menjadi 38,36% pada Okt'22. Namun Pemerintah mampu menahan pemburukan, sehingga pertumbuhan ekonomi kembali positif. Secara rasio pun jg masih aman, jauh di bawah batas 60% PDB.

7) Jadi pemerintah selalu menjaga agar pertambahan utang atau defisit tdk melebihi batas amannya setiap tahun. Bahkan Uni Eropa juga menerapkan batas serupa lho di Stability and Growth Pact/SGP-nya: Tingkat defisit di bawah 3% dari GDP, tingkat utang di bawah 60% dari GDP. Sama!

8) Sesuai amanat UU 2/2020, tahun 2023 Pemerintah berkomitmen melakukan konsolidasi fiskal dgn mengembalikan defisit di bawah 3% terhadap PDB. Ini merupakan langkah penting untuk menjaga keberlanjutan fiskal yg sehat.

9) Seiring kuatnya pemulihan ekonomi dan pendapatan negara, utang 2022 diperkirakan lebih rendah dari target awal. Defisit 2022 diperkirakan hanya sebesar 3,92% dari semula 4,5%. Ini tentu menjadi jembatan menuju konsolidasi fiskal tahun 2023 di mana defisit disepakati di 2,84%.

10) Keberhasilan Pemerintah dalam pemenuhan pembiayaan APBN di masa pandemi Covid-19 menunjukkan kepercayaan pasar keuangan domestik dan global atas prospek perekonomian Indonesia, serta pengelolaan fiskal dan kebijakan makro yang baik dan prudent. Fakta keras!

11) Dunia internasional pun percaya. Peringkat investasi dari 5 lembaga (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I): Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang konsisten menjaga disiplin APBN (fiscal responsibility rules) sehingga masuk kategori negara layak investasi/Investment Grade.

12) Berdasarkan mata uang, utang Pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 70,54%. Ini menjadi salah satu tameng menghadapi gejolak mata uang asing, risiko nilai tukar, serta tentu menimbulkan “sense of belonging” rakyat Indonesia. Aman bukan? 💪👏

13) Terakhir, utang adalah hal yg baik apabila dikelola dengan baik dan aman. Setiap rupiah digunakan utk kegiatan produktif dan investasi jk panjang seperti infrastruktur, pendidikan dan kesehatan yg dlm jangka panjang akan menghasilkan dampak berlipat utk generasi mendatang 🇮🇩

14) Jangan gampang dihasut, apalagi dg cara membandingkan yang tidak tepat. Rekam jejak orang yg gemar menyebarkan ketakutan jg sebaiknya dicek. Terlebih kerap menuding tanpa dasar lantas menghapus sendiri tanpa tanggung jawab. Ngaku belajar filsafat tapi tak paham etika. 😇🙏