Ketidakadilan yang dirasakan masyarakat daerah dan Kemiskinan Struktural yang sulit dientaskan.
Sudah sering saya katakan. Penyebab persoalan tersebut ada di hulu. #lanyalla@msaid_didu@RamliRizal@mardigu024@NenkMonica
Ada di koridor fundamental. Yaitu Konstitusi kita yang telah meninggalkan konsep yang didisain para pendiri bangsa. Yang telah meninggalka#lanyalla @msaid_didu@RamliRizal@mardigu024@NenkMonica n Pancasila.
Sudah sering saya katakan.
Sudah sering saya katakan. Sistem demokrasi yang dipilih para pendiri bangsa adalah sistem terbaik untuk Indonesia. Karena demokrasi yang berkecukupan. Lengkap.#lanyalla@msaid_didu@RamliRizal@mardigu024@NenkMonica
Semua elemen ada di Lembaga Tertinggi. Ada wakil parpol, ada wakil daerah, ada wakil golongan.
Sudah sering saya katakan. Para pendiri bangsa sudah mengingatkan. #lanyalla@msaid_didu@RamliRizal@mardigu024@NenkMonica
Sistem demokrasi liberal ala barat, tidak cocok untuk Indonesia. Apalagi menjabarkan ideologi individualisme dan liberalisme. Karena hanya akan memberi karpet merah bagi neoliberalisme yang berwatak kapitalis predatorik.#lanyalla@msaid_didu@RamliRizal@mardigu024@NenkMonica
Karena membiarkan hal itu, artinya kita memberi ruang bagi neo kolonialisme dalam bentuk baru. Itu artinya kita telah membegal tujuan dari lahirnya bangsa dan negara ini. #lanyalla@msaid_didu@RamliRizal@mardigu024@NenkMonica
Seperti tertuang dalam naskah Pembukaan Konstitusi kita.
Sudah sering saya katakan. Saya telah sampai pada suatu kesimpulan. Bahwa bangsa ini harus kembali ke Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945.#lanyalla@msaid_didu@RamliRizal@mardigu024@NenkMonica
Untuk kemudian kita sempurnakan bersama kelemahannya. Dengan cara yang benar. Yaitu dengan teknik addendum. Bukan diganti total 95 persen isinya, dan menjadi Konstitusi baru.#lanyalla@msaid_didu@RamliRizal@mardigu024@NenkMonica
Siapa sebenarnya (–meminjam istilah dari Profesor Kaelan dan Profesor Sofyan Effendi) yang melakukan pembubaran terhadap negara Proklamasi 17 Agustus 1945? Siapa sebenarnya yang melakukan kudeta terselubung terhadap NKRI?#lanyalla@msaid_didu@RamliRizal@mardigu024@NenkMonica
Siapa sebenarnya yang menghilangkan Sila Keempat dari Pancasila? Siapa sebenarnya yang meninggalkan mazhab kesejahteraan sosial, sehingga Oligarki Ekonomi semakin membesar? Dan siapa sebenarnya yang berkontribusi merusak kohesi bangsa ini akibat Pilpres Langsung?
Silakan dibaca dalam beberapa buku yang telah terbit dan beredar. Salah satunya buku karya Valina Singka Subekti. Judulnya “Menyusun Konstitusi Transisi : Pergulatan Kepentingan dan Pemikiran dalam Proses Perubahan UUD 1945”.
Setahu saya, intelektual adalah orang yang mampu melihat keganjilan-keganjilan yang tidak pada tempatnya. Untuk kemudian menawarkan solusi. Dengan tujuan meluruskan keganjilan-keganjilan tersebut.
Jika kita tidak merasakan keganjilan bahwa yang terjadi saat ini bukan membangun Indonesia, tetapi hanya pembangunan yang ada di Indonesia, maka kita bukan intelektual. #lanyalla@msaid_didu@RamliRizal@mardigu024@NenkMonica
Jika kita tidak merasakan keganjilan bahwa platform E-commerce hanya dipenuhi produk impor, sementara anak negeri hanya menjadi penjual, maka kita bukan intelektual. #lanyalla@msaid_didu@RamliRizal@mardigu024@NenkMonica
Jika kita tidak merasakan keganjilan bahwa platform E-commerce hanya dipenuhi produk impor, sementara anak negeri hanya menjadi penjual, maka kita bukan intelektual.
Jika kita tidak merasakan keganjilan bahwa Indonesia perlahan tapi pasti menjadi negara yang menjabarkan nilai-nilai individualisme dan liberalisme, sehingga ekonominya menjadi kapitalistik, maka kita bukan intelektual.
Jika kita tidak merasakan keganjilan bahwa Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi sudah kita tinggalkan sejak Amandemen tahun 1999 hingga 2002, karena kita telah mengganti 95 persen lebih isi dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 naskah Asli, maka kita bukan intelektual.
Apakah semua paradoksal tersebut karena kesalahan Presiden Jokowi? Tentu bukan. Karena siapapun presidennya, harus taat dan bersumpah menjalankan Konstitusi dan Peraturan perundangan yang berlaku.
Karena memang faktanya Konstitusi kita telah berubah. Dan perubahan itu makin deras diikuti dengan lahirnya puluhan Undang-Undang yang tidak bermuara kepada cita-cita dan tujuan lahirnya bangsa dan negara ini.
Jadi, sudahlah, jika Anda masih ingin mengikuti Pilpressung tahun 2024 ala demokrasi liberal silakan.
Pekerjaan mengembalikan Negara Indonesia untuk berdaulat, mandiri, adil dan makmur memang berat. Biar saya saja bersama teman-teman yang mau.
Jakarta, 12 Desember 2022
Penulis adalah Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
Publik mempertanyakan transparansi kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait dengan dugaan kecurangan dalam proses verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024 terhadap partai- partai kecil non parlemen #lanyalla#KPU#auditKPU
Pesan kami agar KPU sebagai pihak penyelenggaran pemilu menunjukan kredibilitas dan profesionalisme dan bersikap adil dan transparan terhadap seluruh calon peserta pemilu #lanyalla#KPU#auditKPU
Di Solo, Ketua DPD RI Kunjungi Bangunan Bersejarah Milik Nur Harjanto
SOLO - Di sela-sela menghadiri pernikahan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep dan Erina Gudono, #lanyalla#surakarta#solo
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyempatkan diri mengunjungi bangunan bersejarah di jaman penjajahan Belanda, di Solo, Senin (12/12/2022).#lanyalla#surakarta#solo
Kehadiran LaNyalla disambut langsung sang pemilik, Nur Harjanto. "Sangat senang saya dikunjungi Ketua DPD RI. Lengkap sudah petinggi-petinggi negara ini datang ke rumah saya ini. #lanyalla#surakarta#solo
Badan Kehormatan (BK) DPD RI memutuskan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, tidak terbukti melanggar tata tertib dan kode etik sebagaimana pengaduan yang diajukan anggota DPD RI asal Gorontalo, Fadel Muhammad.