Setiap malam Natal, Gusmin selalu ingat dengan sosok Riyanto, seorang anggota Banser yang wafat ketika menyelamatkan ratusan manusia yang sedang beribadah di Gereja Eben Haezer, Mojokerto, tahun 2000 silam.
Utas
Muslim, kok, jaga gereja? Mungkin itu yang banyak dipertanyakan orang. Bahkan beberapa tokoh menyebut tindakan menjaga gereja adalah tindakan yang berlebihan. Mengapa harus jaga gereja jika kita punya aparat keamanan?
Orang yang pertama kali menginstruksikan agar Banser menjaga gereja adalah Gus Dur. Perintah Gus Dur ini merupakan respons dari pembakaran gereja di Situbondo, Jawa Timur, pada 1996. Pasca kejatuhan Soeharto, stabilitas keamanan semakin menjadi pekerjaan rumah bangsa Indonesia.
Ada banyak kelompok garis keras yang awalnya menunduk, kemudian berani terang-terangan. Konflik pun meletus di mana-mana.
Salah satu konflik terbesar pasca lengsernya Orde Baru terjadi di Ambon. Saat itu terjadi pertikaian antara umat Kristen dan muslim. Ribuan nyawa melayang.
Banyak pihak yang menyeru agar Gus Dur mengirim Banser ke wilayah konflik untuk membantu kekuatan umat Islam di sana. Sebuah desakan yang langsung ditolak Gus Dur.
Kenapa? Sebab akar masalahnya bukanlah Kristen versus Muslim. Ada persoalan kompleks yang harus disikapi secara arif. Alih-alih mempertarungkan kekuatan, sudah seharusnya konflik dilerai.
Gus Dur menggunakan pendekatan dialog agar kedua belah pihak bisa saling mengutarakan pendapat, lalu bisa berdamai.
Konflik meletus kurang lebih selama 4 tahun. Konflik diakhiri dengan perjanjian Malino II pada Februari 2002.
Meski demikian, ketenangan yang bertahan cukup lama kembali pecah pada 2011. Penyebabnya, seorang tukang ojek muslim yang mengalami kecelakaan tunggal tewas di 'wilayah' Kristen.
Masyarakat pun menduga bahwa itu pembunuhan, bukan kecelakaan.
Konflik pun meletus lagi, meski sifatnya lokal dan jumlah korban jiwa tak sebanyak dulu. Akan tetapi, satu nyawa sudah terlalu banyak.
Beberapa saat kemudian, kesadaran mulai muncul. Konflik itu melelahkan.
Banyak tokoh kemudian berkumpul dan meneguhkan semangat pela gandong yang diwariskan secara turun menurun. Masyarakat pun berdamai. Hubungan Kristen dan Muslim bisa lebih harmonis.
Ketika banyak konflik terjadi, Gus Dur memerintahkan Banser untuk menjaga gereja agar para pihak menyadari bahwa konflik yang terjadi bukanlah konflik agama. Nyatanya, di wilayah yang lain, umat muslim menjaga ibadah saudara Kristiani.
Hal ini sekaligus menjadi harapan agar umat muslim yang minoritas di beberapa tempat mendapat perlindungan dari umat yang mayoritas.
Saat konflik terjadi di mana-mana, keterlibatan Banser semakin penting untuk menunjukkan bahwa masyarakat kita saling menjaga.
Peristiwa 24 Desember 2000 adalah buktinya. Di saat ratusan warga Kristiani sedang khusyu' menjalankan misa, seseorang menaruh bom peledak yang bisa menghancurkan gedung dan membunuh orang-orang tak berdosa di dalamnya.
Melihat bingkisan mencurigakan itu, Riyanto tergerak untuk mengecek. Ia terkejut melihat paket bom yang berada tepat di matanya. Ia pun membawa paket itu keluar gereja. Saat berusaha mengamankan itulah bom meledak dan membuatnya syahid.
Saat peristiwa itu terjadi, mungkin Riyanto berpikir bahwa ada banyak manusia yang perlu diselamatkan. Namun kita menyadari bahwa tindakannya adalah hal yang besar bagi Indonesia dan kemanusiaan.
Pada 2011, sosok Riyanto menginspirasi karakter Soleh dalam film "?" yang disutradarai Hanung Bramantyo. Soleh diperankan oleh aktor Reza Rahardian.
Selamat Natal, saudara-saudari Kristiani Gusmin. Mari kita terus jaga persatuan dan persaudaraan ini. Riyanto adalah teladan kita semua bahwa kita adalah saudara sebangsa yang harus saling melindungi.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Siapa yang tidak mengenal kalimat Tuhan Tak Perlu Dibela”? Kalimat itu terkenal sekali, hingga menjadi judul buku dan sampai sekarang masih dikutip, jadi kaus, jadi meme, jadi status Facebook, bahkan jadi “dalil”.
Ya, kalimat Gus Dur itu mungkin yang paling terkenal, setelah “gitu aja kok repot”. Dari manakah kalimat itu berasal?
Ternyata, Gus Dur memarnya dari kalimah seorang sufi agung, al-Hujwiri. Berikut ini kalimat lengkapnya:
“Bila engkau menganggap Allah itu ada hanya karena engkau yang merumuskan, hakikatnya engkau sudah kafir. Allah tidak perlu disesali kalau Dia mnyulitkan kita. Juga tidak perlu dibela jika orang menyerang hakikat-Nya.”
Lima Rekomendasi Jaringan GUSDURian untuk Indonesia
A thread
Pada Jumat hingga Minggu 14-16 Oktober 2022, Jaringan GUSDURian menyelenggarakan Temu Nasional GUSDURian (TUNAS) di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya.
TUNAS merupakan agenda pertemuan rutin tiga tahunan yang diadakan untuk mengonsolidasikan komunitas dan jejaring GUSDURian.
Acara tersebut dihadiri oleh keluarga, sahabat, murid, pengikut, serta pengagu, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dari berbagai kalangan.
Beberapa tokoh yang hadir di antaranya istri Gus Dur Sinta Nuriyah, Alissa Wahid, Inaya Wahid, budayawan Zawawi Imron, Menteri Agama RI 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Ketika Gus Dur Meminta Maaf atas Pembantaian Massal 1965-1966
Salah satu peristiwa kelam yang pernah ada di Indonesia adalah pembantaian terduga simpatisan PKI kurun 1965-1966. Luka itu sempat ditutup rapat, terutama oleh pemerintah Orde Baru. Pada 1995, Gus Dur membukanya.
Meski demikian, perbincangan terkait isu tersebut masih sangat terbatas, bahkan pasca Orde Baru sekali pun. Padahal, kejatuhan Soeharto menandai era keterbukaan. Khusus kasus 1965-1966, isu ini masih dianggap sangat sensitif.
Dalam konteks dan derajat tertentu, upaya pengaburan fakta tentang pembantaian massal bahkan dijadikan komoditas politik. Wacana yang digulirkan Orde Baru selama tiga dasawarsa—bahwa pembantaian dilakukan atas inisiatif rakyat karena kebiadaban PKI di masa lalu—masih diteruskan
Juli 2001 situasi Ibu Kota memanas. Gus Dur dipaksa keluar dari istana. Massa pro & kontra berkumpul di depannya. Moncong panser di lapangan Monas pun sudah diarahkan ke gedung.
Gus Dur masih bertahan. Ia baru keluar setelah mendapat 'surat sakti' dari Lurah Gambir.
Hal ini pernah diceritakan oleh Mas @PSambadha, ajudan Gus Dur. Permintaan sang presiden bahkan sampai membuat Lurah Gambir nyaris pingsan. Mungkin sang lurah tidak menyangka bahwa tanda tangannyalah yang membuat seorang presiden akhirnya meninggalkan istana ya wkwkwk.
Dalam sebuah wawancara, Gus Dur pernah berkelakar. Bahwa dalam Islam, jika diusir dari rumah, harus melawan. Namun karena perintah pengosongan rumah berasal dari pemerintah setempat yang sah, maka kewajiban melawan pun 'gugur'. Urusan selesai. Gitu aja kok repot.