Mitologue | Horror, Mitologi, Misteri Profile picture
Jan 11, 2023 144 tweets 16 min read Read on X
~SANTET TALI GHAIB - Menampakkan Diri~

Sosok mahluk dibalik santet ini akhirnya muncul, namun dia tak mau pergi sebelum Maya mati!

@JeroPoint @IDN_Horor #ceritaserem #santet #pocong #setan #dukun #ilmughaib #genderuwo Image
Santet tali ghaib memasuki Babak ketiga! Akankah keluarga Maya bisa terlepas dari terror santet ini?

Bab ini akan terdiri dari 3-4 bagian. Akan di Upload secara berkala.
Namun untuk yang mau baca duluan Santet Tali Ghaib versi e-book dengan gambar ilustrasi atau sekedar mendukung bisa download di link berikut :

Chapter 3 : karyakarsa.com/mitologue/sant…
Chapter 4 (End) : karyakarsa.com/mitologue/sant…
"Sosok yang menjadi perantara santet yang berbicara dalam diri Maya tadi begitu kuat sampai saya kewalahan untuk melawannya."
"Ya ampun!" Tangis Ibu Maya makin pecah. Dia begitu syok dan histeris.
"Jadi, Maya tidak akan pernah bisa terlepas dari gangguan jin itu sampai selamanya, Kang?" tanya Ayah Maya dengan mata berkaca-kaca.
"Saya kewalahan, tetapi bukan berarti saya mengatakan tidak. Maya masih ada harapan besar untuk pulih." Kang Jajang berusaha menenangkan situasi yang mulai tak kondusif.
Tangis Ibu Maya mulai reda. Demikian juga Azis, Ayah Maya dan Nenek. Perkataan Kang Jajang sangat mengobati kecemasan mereka.
"Lalu … apa yang harus saya lakukan agar Kang Ujang jangan terlalu terbebani?" Ayah Maya menatap Kang Jajang serius.
"Sekarang kalian harus mencari media santet yang telah dikirim oleh dukun dari pembenci kamu, Ayah Maya," pinta Kang Jajang pada pria itu. "Kemungkinan benda itu ditanam atau diselipkan di sekitar rumah kamu."
Ayah Maya mengangguk cepat. “Baik!”
"Aku akan ikut membantu." Azis menimpali.
Keduanya beranjak pergi ke pintu.
"Oh, ya! Saya lupa!” Ayah Maya kembali menatap Kang Jajang.

“Kalau kami tidak berhasil menemukannya, apa yang harus kami perbuat sekaligus apa yang akan terjadi pada Maya, Kang? Apa kondisinya akan makin memburuk?" Ayah Maya kembali bertanya dengan mimik serius dan tegang.
"Jika kalian berhasil menemukannya, segera bawa padaku supaya aku langsung memusnahkannya. Dengan begitu, jin itu akan lenyap dari hidup Maya dan tak akan pernah mengusik putrimu lagi.
Namun, jika benda itu tidak ada …," Kang Jajang menghela napas berat. Dia menangguhkan kalimatnya sehingga suasana makin tegang.
"Namun, kenapa, Kang? Apa Maya tidak akan bisa selamat?!" sergah Ayah Maya panik. Seluruh pasang mata menatap Kang Jajang tegang dan ketakutan.
"Jika tidak … aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk memusnahkan jin itu!" Terpancar tekad berapi-api dari sorot mata Kang Jajang.
Suasana mendadak hening.

Mereka semua tertegun sejenak dengan perasaan campur aduk. Antara bimbang, takut dan panik.
Ayah, Ibu dan Nenek sedikit ragu dengan kemampuan Kang Jajang untuk melawan Jin kuat yang sedang bersarang dalam diri Maya, sedangkan hari ini saja Kang Jajang sudah kewalahan hanya untuk mengusirnya.
"Aku tahu kalian ragu padaku, tetapi percayalah … aku akan melakukan segala cara untuk membebaskan Maya dengan mengerahkan segenap kekuatanku agar bisa membinasakan jin pembawa santet itu."
Ayah Maya tersenyum kecil, berusaha menghargai. "Terima kasih banyak, Kang. Aku tidak akan melupakan kebaikan Akang."
"Kalau begitu, cepat pergi dan cari benda-benda kiriman itu di sekitar rumahmu. Bawalah ke sini sesegera mungkin. Karena itu ibarat jantung jin. Jika musnah, otomatis setan itu akan ikut lenyap."
"Baik, Kang. Kami pamit dulu." Tak ingin buang-buang waktu, Azis dan Ayah Maya bergegas pergi menuju rumah keluarga Maya menggunakan motor.
Hanya butuh waktu beberapa menit, keduanya sudah tiba di rumah sederhana namun luas.

"Kamu cari sebelah sana, Om sebelah sini." Ayah Maya menginstruksi.
Azis mengangguk patuh, lalu menelusuri halaman lapang belakang rumah Maya yang ditumbuhi ilalang lebat dan pepohonan rindang, menjelma seperti hutan kecil.
Dia menggeledah semak-semak, tempat-tempat yang sulit dijangkau dan lokasi paling strategis untuk menyembunyikan benda-benda aneh itu.
Sementara Ayah Maya mencari di halaman depan. Parit, tong sampah dan lokasi paling tak masuk akal pun tak luput dari pencariannya.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Matahari mulai tenggelam. Langit biru pun berubah kuning keemasan. Namun, Azis dan Ayah Maya tidak menemukan apa pun. Tidak ada benda mencurigakan di sekitar rumah.
"Apa jangan-jangan disembunyikan di dalam rumah, Om?" Azis memaparkan pendapat.

"Ayo, kita periksa ke dalam."
Keduanya bergegas masuk ke rumah. Mereka menelisik segala sudut bangunan. Termasuk kamar Maya yang kemungkinan besar jadi lokasi benda pusaka pembawa maut itu.
Itu adalah tugas Ayah untuk mengecek kamar anak gadisnya.

Sementara Azis memeriksa hampir seluruh bagian rumah itu, tetapi tak mendapatkan apa pun.
Akhirnya dia kembali menghampiri Ayah Maya yang masih sibuk di kawasan pencariannya.

"Bagaimana, Om? Apa Om menemukan sesuatu?" tanya Azis di belakang pria itu.
"Kurang ajar! Tidak ada apa pun di sini!" Ayah menggerutu, kesal. "Sebenarnya iblis itu menyembunyikan sarangnya di mana?! Aku tak menyangka ia benar-benar licik!"
Azis diam. Dia juga kesal bercampur kecewa karena perjuangannya tak membuahkan hasil.

"Cepat kamu telepon kang Ujang! Bilang padanya kalau kita tidak menemukan apa pun!"

"Baik, Om." Azis segera menelepon Kang Jajang yang berada di rumah Nenek.
"Halo, Kang. Kami tidak berhasil menemukan benda-benda asing yang Kang Ujang maksudkan itu." Azis melapor.
"Apa kamu yakin?" Suara Kang Ujang terdengar terkejut dan heran. Itu membuat Azis tegang. Dia seolah bisa memprediksi hal buruk dari suara dukun sakti itu. "Atau, mungkin kamu kurang teliti mencarinya."
"Aku dan Ayah Maya sudah bersungguh-sungguh mencarinya, tetapi hasilnya tetap nihil!"

Azis mendengar Kang Jajang menghela napas kecewa. "Ya sudah. Sebaiknya kalian berdua kembali ke sini. Aku akan melakukan penyembuhan terakhir."
Azis mendengus pelan. Sebenarnya dia ingin bertanya sesuatu hal penting, tetapi terpaksa ia tahan. "Baiklah. Kami akan segera ke sana."
Azis dan Ayah memutuskan kembali ke rumah Nenek. Setelah duduk di ruang tamu untuk berdiskusi, keduanya memaparkan hasil pencarian mereka pada Kang Jajang.
Bersambung
~ Lanjut lusa ~
untuk yang mau baca duluan Santet Tali Ghaib versi e-book dengan gambar ilustrasi atau sekedar mendukung bisa download di link berikut :

Chapter 3 : karyakarsa.com/mitologue/sant…
Chapter 4 (End) : karyakarsa.com/mitologue/sant…
"Ini benar-benar aneh." Kang Jajang geleng-geleng, heran. "Kasus seperti ini sangat jarang terjadi. Biasanya kalau mengirim santet ada benda sebagai perantara, tetapi kali ini tidak."
Ibu, Ayah, Nenek Maya dan Azis langsung cemas.
"Apa itu berarti pertanda buruk, Kang?" Ibu Maya berkaca-kaca, suaranya bergetar.

"Aku tidak mengatakan hal itu. Hanya saja, jin tanpa ada benda perantara biasanya jin kuat yang sukar ditaklukkan."
Nenek seketika menangis, frustrasi. Demikian Azis dan Ayah Maya tidak bisa menyembunyikan raut ketakutan.

"Kalian tenang saja. Jin kuat belum tentu tak bisa dikalahkan. Aku akan berjuang sekuat tenang untuk menaklukkannya." Kang Jajang berusaha meredam kepanikan yang terjadi.
Setelah bertukar pikiran, mereka semua pergi ke kamar Maya. Azis mendapati Ibu sedang menyuapi Maya sembari bercanda. Namun, matanya sembab dan bengkak, menyimpan kepedihan dan kesedihan mendalam.
"Ayo, Sayang, buka mulutnya, kapal mau masuk. Aaaaa …." Senyum kebahagiaan terpancar di wajah Maya dan Ibu.
"Sepertinya hari ini kita tidak bisa melaksanakan proses penyembuhan Maya karena dia terlihat sangat lemas dan lelah-
-Aku takut jiwanya tidak mampu melawan balik serangan iblis itu sehingga ia malah kalah." Kang Jajang berbisik pada Ayah dan Azis, tak mau mengacaukan keseruan Maya dan Ibu.
"Baiklah, Kang," sahut Ayah Maya lesu. "Terserah bagaimana baiknya Akang saja."

Kang Jajang menepuk pundak Ayah untuk memberikan semangat. "Jangan menyerah. Semua pasti ada jalan keluarnya."

‡‡‡
Hari berlalu begitu cepat. Kang Jajang menyuruh Maya untuk memulihkan energi sampai hari tahap terakhir diadakan.
Azis memarkirkan motor depan teras rumah Nenek, lalu masuk ke dalam. Menjenguk Maya sambil membawa makanan kesukaannya adalah rutinitas wajib bagi pria itu.
Dia memang tak bisa menyembuhkan Maya, tetapi setidaknya dia bisa memberikan semangat dengan memberikan perhatian khusus.
Setelah bercakap pada Nenek dan Ibu sejenak, Azis diizinkan masuk ke kamar Maya. Pria itu memergoki kekasihnya sedang tertawa terbahak-bahak sendiri tanpa ada orang.
Azis mematung di ambang pintu dan meneguk ludah sendiri susah payah. Entah kenapa, kakinya berat untuk masuk menghampiri Maya.
Aura mencekam yang selalu mendominasi kamar Maya kadang membuat Azis enggan untuk dekat-dekat dengan sang kekasih.
"Sayang?" Azis tersenyum manis sembari mendekati Maya.

"Sejak kapan kamu di situ?" Maya heran.
"Baru saja." Azis terpaksa berbohong. Dia tak mau Maya sampai kecewa karena menuding ia sudah menganggapnya sedikit gila.
Azis menaruh kresek berisi makanan di atas nakas lalu duduk di tepi kasur. Hening. Tidak ada pembicaraan di antara kedua sejoli itu.
Maya hanya menunduk, sementara Azis menatap miris kekasihnya. Azis sedih dengan kondisi Maya. Kini gadis itu menjelma bak mumi.
Tubuhnya kurus hingga matanya terlihat cekung. Seluruh tulang gadis itu tampak menyembul dari kulitnya yang terlihat rapuh.
"Bi?"

"Ya." Azis tersenyum.

"Kalau aku mati, gimana? Aku gak mau kamu sedih."
Azis terperangah. "Hush! Kamu jangan ngomong sembarangan. Kamu tidak akan mati, percaya padaku. Aku tahu kamu bukan wanita lemah. Aku yakin kamu bisa melewati semua ini. Kita berjuang sama-sama, ya.”
Maya kembali tertunduk, seolah menganggap ucapan Azis hanya harapan kosong yang tidak mungkin bisa ia gapai.
Maya tahu dia tidak akan pernah bisa sembuh, walau sudah didoakan atau disembuhkan dengan cara apa pun. Mimpi buruk pada saat dia terjebak di kuburan tadi seolah ramalan mengenai nasib masa depannya.
Hati Azis kian hancur melihat Maya tak merespons. Gadis itu malah tampak makin frustrasi. "Kamu tidak mau melihat aku sedih, kan? Karena itu, kamu harus berjuang untuk sembuh demi aku, Ayah, Ibu dan Nenek."
Maya tetap membisu.

"Aku janji akan ajak kamu jalan-jalan ke mana pun kamu mau jika kamu berhasil sembuh! Bagaimana?" bujuk Azis tersenyum semringah, berusaha membohongi mata sendu yang kini sedang menatapnya.
Maya tersenyum, mengangguk.

Esok harinya, Azis kembali datang ke rumah Maya. Hari ini dia akan mengajak Maya jalan-jalan sesuai permintaan gadis itu.
Besok adalah hari yang sangat berat bagi Maya, karena besok dia harus menjalani tahap terakhir dari penyembuhan pengusiran jin.

Maya dan Azis tak tahu apa yang terjadi nanti.
Namun, yang pasti, Maya akan berjibaku dalam kubangan mimpi buruk yang mengerikan untuk sekian kalinya.
Akibatnya, ketakutan selalu melanda Maya sampai dia sulit tidur. Dia tegang, takut mimpi buruk itu akan jadi kenyataan. Karena itulah Maya ingin pergi menghabiskan waktu berdua dengan Azis untuk menghilangkan rasa takut.
"Kita mau ke mana, Sayang?" tanya Azis sembari mengendarai motor.

Maya menggeleng pelan. "Aku tidak tahu."

Azis berpikir keras. "Bagaimana kalau kita pergi ke danau dekat sini?"

Maya tidak menolak. "Iya."
Azis merasakan pelukan Maya begitu erat, seolah tak mau kehilangannya. Bahu gadis itu bersandar di pundak Azis menimbulkan rasa geli.
Itu membuat pria itu bahagia bercampur sedih. Rasanya sangat aneh karena Maya bersikap tak seperti biasanya.
Azis melirik Maya dari kacau spion. Wajah Maya sangat pucat pasi. Apalagi ketika matahari menerpa wajah cantiknya.
Perasaan Aziz mendadak tak enak, tetapi berusaha ia tahan. Perjalanan kali ini terasa menyedihkan. Maya lebih banyak diam dan hanya mengangguk. Namun, Azis berusaha berpikir positif. Mungkin dia kelelahan.
Setelah bermain sejenak di danau, Maya mengajak Azis mengelilingi kampung sembari berbicara mengenai hari-hari indah yang pernah mereka lalui bersama.
Azis berharap dengan mengenang masa-masa indah mereka mampu mengobati kesedihan Maya. Dia hanya tak ingin melihat kekasihnya selalu memikirkan masalah berat yang sedang ia hadapi.
"Besok aku akan menjalani proses terakhir, ya, Bi?" tanya Maya lirih.

Azis terdiam sesaat. Dia bisa merasakan ketakutan yang besar dari suara Maya. Jujur, dia juga takut dengan apa yang akan terjadi nanti.
Apalagi dia sudah menyaksikan sendiri betapa kuat jin yang merasuki tubuh Maya.
Azis meraih tangan sang kekasihnya sambil tersenyum. "Kamu jangan takut, Sayang. Tidak ada yang perlu kamu cemaskan. Semuanya akan baik-baik saja. Aku akan selalu menemani kamu, apa pun yang terjadi."

Maya hanya mengangguk.
Azis sangat sedih dengan perubahan sikap maya. Maya lebih irit bicara dan tak ada rona kebahagiaan. Hanya senyum kecil yang dipaksakan.

‡‡‡
Bersambung

untuk yang mau baca duluan Santet Tali Ghaib versi e-book dengan gambar ilustrasi atau sekedar mendukung bisa download di link berikut :

Chapter 3 : karyakarsa.com/mitologue/sant…
Chapter 4 (End) : karyakarsa.com/mitologue/sant…
Akhirnya, hari paling mendebarkan dalam sejarah hidup Maya tiba. Dia tidak tahu harus menjabarkan perasaannya seperti apa. Hari ini dia akan diobati lagi oleh Kang Jajang.
Namun, kali ini, lebih menyakitkan karena Kang Jajang akan melakukan metode yang berbeda dari sebelumnya. Pengusiran paksa dengan cara membuka mata batin.
Maya tak tahu apakah tubuhnya akan sanggup menahan serangan brutal makhluk keji itu. Lebih menakutkannya lagi, jika pocong itu menyeretnya ke dimensi lain.
"Sayang, apakah kamu sudah siap? Orang-orang sudah datang, loh. Mereka semuanya sedang menunggumu, termasuk Azis" tanya Ibu dari balik pintu.
"Iya, Bu! Bentar lagi Maya selesai, kok." Maya berseru sembari buru-buru merapikan kerudungnya yang sedikit berantakan, lalu memberanikan diri ke luar.
Maya mendapati banyak keluarganya sedang duduk bersila di atas karper. Di tangan masing-masing, mereka memegang Al-Quran.
Maya segera menghampiri Azis dan duduk di sebelahnya.

"Apakah semuanya sudah berkumpul semua? Apa kalian masih menunggu anggota keluarga yang lain?" tanya Kang Jajang, memastikan. Raut tegang terpancar di wajah dukun itu.
Di sampingnya, Kyai dan ketiga anak didiknya duduk sebagian pembantu.

"Sudah, Kang!" Ayah menyahuti.

"Baiklah. Kita akan mulai ritual mengusirnya. Semuanya harus bersiap." Kang Jajang berpaling pada Kyai. "Ustaz bisa membimbing mereka membaca ayat-ayat suci Al-Quran."
Kyai mengangguk, lalu mengaji diikuti oleh anggota keluarga Maya dan Azis. Termasuk Maya. Suara Maya terdengar terbata-bata, terkadang dia terbatuk-batuk.
Napasnya tercekat dan berat padahal ia baru saja membaca beberapa lajur. Demikian juga, dadanya terasa panas seperti terbakar api.
Apa yang terjadi denganku?

batin Maya ketakutan. Makin dia memaksa baca, tubuhnya makin terasa tersengat api.
"Bi," Maya meringis tertahan sambil menepuk tangan Azis.

Azis langsung berhenti. "Ada apa, Sayang? Kamu kenapa?" Pria itu panik saat melihat wajah Maya sangat pucat dan bibirnya pecah.
"Badanku terasa tidak enak. Kepalaku juga mulai pusing," keluh Maya lirih.

"Ada apa, Maya?" tanya Kang Jajang menyadari gelagat Maya mulai aneh.

"Kata Maya, badannya sakit semua, Kang," Azis yang menjawab.
Wajah Kang Jajang terlihat tegang. "Ya sudah. Jangan dipaksakan kalau memang sepenuhnya pulih. Sebaiknya kamu cepat bawa Maya ke kamar supaya dia bisa istirahat."

"Baik, Kang." Azis mengangguk patuh, lalu segera memapah Maya masuk ke kamar dan membaringkannya di kasur.
"Berbaringlah." Azis tersenyum manis sambil menyelimuti tubuh Maya.

Maya hanya menatap kosong ke langit-langit kamar, tak menjawab sepatah kata.

"Sayang?" tanya Maya hati-hati.

Maya tetap membisu.
Meski agak bingung dengan perubahan sikap kekasihnya, Azis berusaha tetap berpikir positif lalu ke luar.

Setelah memastikan bahwa Maya baik-baik saja, Azis melenggang hendak pergi melanjutkan mengaji. Namun, langkah Azis seketika terhenti saat mendengar tangis memilukan.
Azis terkejut dan segera memeriksa Maya. "Sayang! Kamu kenapa?! Apa yang sakit?!"

Teriakan Azis mengundang semua orang berkerumun di depan pintu. Kang Jajang dan Kyai segera masuk. "Ada apa?!"
"Maya tiba-tiba menangis, Kang!"
Namun tiba-tiba Tawa Maya seketika membahana.

"Astagfirullah! Maya kerasukan!" pekik Kyai.

"Siapa kamu?! Apa tujuan kamu merasuki gadis tak berdosa, hah?!" bentak Kang Jajang, murka.
Maya tersenyum genit pada Kang Jajang sambil mengedip-ngedipkan mata. “Ah, saha we moal beja beja."
(Siapa… aja, Ga akan di kasih tau!”)

"Cepat keluar!"

"Tidak, ah!" Maya cengar-cengir.
Kang Jajang segera mengeluarkan setan itu dengan menekan jidat Maya.

“SAKIT!! SAKIT!!! ENGGEUS HAMPURA MOAL DEUI...”.

("SAKIT! SAKIT! AMPUN! SAYA JANJI TIDAK AKAN PERNAH MENGANGGUNYA LAGI! TAPI TOLONG LEPASKAN SAYA!" )
"Oke! Cepat pergi!"

Sambil menjerit kesakitan, jin itu ke luar meninggalkan raga Maya sehingga pingsan.

Anggota keluarga Maya menonton ngeri kejadian itu dari ambang pintu. Sementara Ibu, Ayah dan Nenek menangis.
Sedetik kemudian, Maya melonjak berdiri di atas kasur dan bertingkah seperti monyet. Dia menggaruk-garuk tubuhnya sembari meloncat-loncat kegirangan.
Kyai dan kedua anak didiknya kembali melantunkan selawat diiring oleh seluruh anggota keluarga Maya.
Suara mereka terdengar ketakutan dan sesekali memekik syok saat Maya bertindak di luar nalar. Sementara Kang Jajang melakukan tugasnya dan merapal mantra yang bisa mengempas gangguan itu dari jiwa Maya.
Setelah makhluk kera itu ke luar, Maya kembali bertindak aneh seperti kakek-kakek. Dia membungkuk sembari seolah-olah memegang tongkat.
"Apa tujuanmu merasuki gadis tak berdosa ini, hah?!" bentak Kang Jajang.

Dukun itu tahu bahwa makhluk itu bukanlah biang kerok utama dari banyak penderitaan Maya. Mungkin ia hanya salah satu antek-antek pocong yang dikirim untuk menambah beban Maya.
"Seharusnya aku yang bertanya padamu, kenapa kalian masuk ke kamarku tanpa izin? Dasar manusia tak malu!" Maya sambil mengunyah. Padahal dia tidak memakan apa-apa.
"Kamarmu, katamu?!" ulang Kang Jajang. "Apa kau buta? Ini adalah kamar wanita! Bahkan kau sedang merasuki seorang gadis!"
"Seorang gadis?" Kakek itu memandang sekelilingnya, dingin. Dia tak kaget atau bingung. Wajahnya tetap datar.
Kang Jajang jengkel. "Kau sudah mati! Cepat kau pergi dan kembali ke alammu! Jangan ganggu Maya lagi!" Pria itu memerintahkan.
"Aku sudah mati? Sejak kapan?" tanya Kakek berlagak polos.

"Tidak usah sok polos! Aku tahu kau adalah antek-antek pocong itu."

"Pocong?!" Semua orang di rumah itu terperanjat. Mereka bergidik ngeri.
"Aku ketahuan." Kakek itu terkekeh lepas. "Baiklah. Aku akan pergi. Lagian pocong itu tidak membayarku. Dah!" Kekek itu tertawa terbahak-bahak sambil meninggalkan raga Maya sehingga ia ambruk ke tanah.
Azis dan lainnya segera menghampiri Maya untuk membantunya.

"Tunggu! Jangan mendekatinya! Itu berbahaya!" Kang Jajang memekik cepat.
Namun, belum selesai Kang Jajang bicara, Maya tiba-tiba bangkit berdiri tegak dan mematung. Dia tidak melakukan apa pun selain menatap Ayah Maya penuh kebencian. Perlahan ia melangkah mendekati pria itu.
Ayah menganga syok, hingga kakinya terpancang di tanah.

"Awas!" Kang Jajang refleks mendorong Ayah Mayat saat makhluk yang merasuki tubuh Maya berniat menerkam Ayah Maya. Ayah Maya terbentur dinding begitu keras sehingga orang yang sedang menonton menjerit syok.
"Kau jangan berani-berani menyakiti mereka! Lawanmu adalah aku!" teriak Kang Jajang murka sambil mencabut keris pusaka dari sarung yang terikat di pinggangnya.
"Ah, saya mah teu gaduh urusan jeung didinya!." Suara Maya berubah seperti laki-laki.
("Aku tidak punya urusan denganmu.")
"Tentu saja kau berurusan denganku jika kamu berniat melukai mereka! Aku tidak akan membiarkan kamu menyakiti Maya maupun kedua orang tuanya, segores pun!"
“Abi mah karunya Ka budak ieu, di nyeunyeuri wae, tos we bade di bawa ku Abi meh teu di nyeunyeuri wae”.

("Aku Cuma kasian sama dia, di sakitin terus!, udah sini aja mau aku bawa biar ga di sakitin terus.")
"Pembohong! Tidak ada makhluk jahat yang bisa berkata jujur! Jangan kau pikir kau bisa mengelabuhiku! Cepat katakan, apa maksudmu merasuki Maya terus, hah?! Siapa yang sebenarnya yang ingin kamu celakai?!"
"Justru aku kasihan dengan gadis ini karena ia terus sakit-sakitan, makanya aku selalu merasukinya agar aku bisa membawanya bersamaku supaya penderitaannya berakhir."
"Jangan berani kau melakukan itu! Kalau kamu memang kasihan dengan Maya, detik ini juga, cepat tinggalkan gadis ini! Karena kau adalah biang keladi dari penderitaan Maya!" Kang Jajang memelototi mata merah Maya yang dirasuki makhluk itu.
"Baiklah, jika kamu tidak mengizinkanku. Aku akan pergi." Jin paling santai dan tak keras kepala pun meninggalkan raga Maya tanpa perlawanan berarti.
Maya pingsan dan terkulai lemas di kasur. Namun, tidak ada seorang pun yang berani mendekati Maya tanpa izin dari Kang Jajang.
"Apakah setannya sudah keluar semua, Kang?" tanya Ayah seusai menunggu beberapa saat karena Maya tetap tidak beraksi.
Kang Jajang menggeleng, mengamati Maya dengan saksama. Dia harus memastikan semuanya aman terkendali.
Sesaat kemudian, Maya meringis kecil lalu beranjak duduk. Dengan lemah, dia bersandar ke kepala kasur dan menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong.
Kang Jajang mendekati Maya. Dia bisa merasakan aura berbeda dari gadis itu, tetapi anehnya Maya tampak normal seperti biasa.
"Apakah ini dengan Maya?" Kang Jajang menyentuh pundak Maya.

Mata berpaling sambil tersenyum, tetapi senyumnya berubah bengis sehingga Kang Jajang sontak melompat mundur.
"Awas! Dia bukan Maya!"

Tawa Maya menggelegar memenuhi kamar. Suaranya melengking hingga memekakkan telinga.
"PERCUMA KAMU MAU MENGUSIR SAYA DARI TUBUH GADIS INI! GADIS INI TIDAK AKAN PERNAH AKU LEPASKAN! SAMPAI KAPAN PUN!" Teriakan Maya menggema di kamar kecil itu.
"Astagfirullah! Bertobatlah! Manusia ini bukan milik kamu! Bahkan anak ini tidak punya salah padamu! Sebaiknya kamu cepat keluar dari badan anak ini atau saya keluarkan kau secara paksa!" kecam Kang Jajang tak main-main.
“TEU SUDI!!!”

("AKU TIDAK SUDI!")
"DASAR KERAS KEPALA!" Kang Jajang naik pitam.

“AING MOAL KALUAR SAACAN JELEMA IEU PAEH!!!”

("SAYA TIDAK AKAN KELUAR SEBELUM MANUSIA INI MATI!")
"SUDAH AKU BILANG, 'CEPAT TINGGALKAN RAGA GADIS INI! APA KAU MENANTANGKU?!"
"AKU TIDAK TAKUT! APALAGI TAKLUK PADA MANUSIA LEMAH SEPERTI KAU! LAGI PULA, BUKAN KAU YANG MEMBERI AKU MAKAN, MELAINKAN MAJIKANKU! JADI KAU TAK BERHAK MEMERINTAHKU!" Jin itu bersikukuh dengan tekadnya untuk bersarang di raga Maya.
"BAIKLAH! KAU YANG MULAI DULUAN! JANGAN SALAHKAN AKU JIKA AKU HARUS MENGIRIMMU KE NERAKA!"

***
Santet Tali Ghaib - Menampakkan Diri

Selesai

Bagian Terakhir menyusul
untuk yang mau baca duluan Santet Tali Ghaib versi e-book dengan gambar ilustrasi atau sekedar mendukung bisa download di link berikut :

Chapter 3 : karyakarsa.com/mitologue/sant…
Chapter 4 (End) : karyakarsa.com/mitologue/sant…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Mitologue | Horror, Mitologi, Misteri

Mitologue | Horror, Mitologi, Misteri Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @mitologue

Oct 20, 2023
Pernah dengar Ritual Jual Anak ? …

Jenis Pesugihan dari ‘laut’ yang masih menggeliat di sekitar kita.
Menumbalkan anak yg berujung pada petaka satu keluarga dan darah turunan.

“A THREAD”

#CeritaHorror
Image
Image
Sebelum kita mulai cerita, sehabis membaca capture di atas, barangkali kalian punya saran untuk narasumber atau pernah mengalami kejadian serupa, boleh reply di bawah ya,

Nanti malam kita mulai ceritanya
Maaf telah menunggu lama, kisah-kisah janggal yg terjadi pada narsum masih terjadi sampai saat ini, ngeri bgt emg ni pesugihan.

Untuk itu, thread ini ‘terinspirasi’ dari beberapa kisah pelaku pesugihan Getih Anak/yg lebih dikenal dgn nama lain ‘Jual anak’

MARI KITA MULAI. Image
Read 156 tweets
May 14, 2023
Kerasukan saat sedang mengaji, dan sosok hantu Ninik Tini berdiri di depan imam saat sedang shalat ghaib mencari jasadnya yang hilang.

"40 Hari Setelah Kematian : Bab 3-4"

A Thread
@IDN_Horor @bacahorror @JeroPoint @bagihorror #bacahorror Image
Untuk yang baru datang, sila baca bagian sebelumnya (Bab 1-2) di sini :
BAB 3 : KEDATANGAN

Ninik Tini duduk bersila menatap janah yang napasnya mulai tersengal karena ketakutan.
Read 45 tweets
May 12, 2023
Aku magang sebagai perawat di RSJ, ketemu orang gangguan jiwa udah biasa ya, tapi di RS ini ada 'sosok suster' tanpa kepala yang kerap meneror sampai para pasien mengamuk, ada yang kerasukan, bahkan satu waktu pernah sampai angka kematian meningkat dalam satu malam.

A Thread Image
thread kali ini ditulis langsung oleh narasumber,
kita mulai agak malaman ya, silahkan tandai, RT, like atau markah dulu judul thread di atas agar nggak kelewatan,

silahkan tinggalkan jejak,
****
Panggil aja aku Sarah,
aku di sini gak akan menyebutkan tempat apalagi nama dari RSJnya, karena sampai saat ini masih beroperasi
Read 19 tweets
May 9, 2023
Di kampungku setiap ada orang yang meninggal sebelum 40 hari, dia pasti datang menjemput orang lain untuk ikut mati.

Itu selalu terjadi, kali ini, tanda-tandanya ada pada ibuku, tolong...

"40 Hari"
-A Thread- Image
Selama perjalanan libur lebaran, aku mendapat cerita dari narsum tentang betapa mengerikannya kampung tempat dia tinggal,
Namanya, kampung layat, sebab kampung ini amat sering mengalami kematian setelah kematian, dan kematian kedua biasanya dari para pelayat.
Konon, dia diajak oleh almarhum untuk ikut dengannya, hal ini sudah terjadi sejak turun temurun, kepercayaan yang menjelma nyata menjadi momok yang menakutkan bagi setiap warga desa.

Bagaimana bisa?
Read 85 tweets
Apr 11, 2023
"Kamu boleh berhenti bermain ketika kamu sudah menemukan jasadnya!"

ANAK PEREMPUAN DI JENDELA
Thread Horror

@JeroPoint @IDN_Horor #ceritamisteri #horor #ceritaserem #ceritasetan Image
Halo berjumpa lagi dengan gue Mito! Kali ini gue akan berbagi kisah tentang seseorang yang membeli rumah tua di desa.
Namun, setelah membeli rumah itu, yang dia dapat bukan hanya Rumah, namun dia juga mendapatkan segala memori dan tragedi kelam yang terjadi rumah tersebut.
Read 214 tweets
Feb 5, 2023
SANTET TALI GHAIB - USAI
(Bagian Terakhir)

Maya sedang berada Di Ambang Kematian. Mampukah Maya bertahan untuk memperjuangkan Hidupnya??

@JeroPoint @IDN_Horor @bacahorror_id @diosetta @qwertyping Image
Halo, Sekarang kita berada di babak terakhit Santet tali Ghaib. Untuk kalian yang sudah mengikuti dari awal perjalanan Maya, ini adalah kisah yang disampaikan oleh Azis dan seluruh Cerita ini ia dengar dari mulut Ibu maya sendiri.

Bagaimana Kabar maya?
Sebelum Lanjut, Mohon Bantuan Re-tweet, Like dan Follow akun @mitologue

Terimakasih.
Read 146 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(