gil Profile picture
Feb 16 104 tweets 18 min read
LEMAH KUBURAN (Bab 1)

Pilkades Mekar Sari 1985

@bacahorror_id @IDN_Horor @menghorror #bacahorror #IDNhorror #Menghorror Image
“LEMAH KUBURAN” Bab 1

Pada suatu masa, di sebuah Desa yang cukup luas bernama Desa Mekar Sari, yang mana desa ini terbagi menjadi lima wilayah dusun, yang terbilang cukup subur dan makmur di banding desa-desa yang lain saat itu.
Semua itu tak lepas dari andil seseorang yg bernama Pawiro Atmojo, ia adalah Lurah yang sudah hampir selama tiga dekade memimpin desa ini, dengan segala kecakapannya dalam mengatasi permasalahan, sepertinya berhasil membuat warga2nya tidak menginginkan wajah baru di tampuk-
-kekuasaan di desa Mekar Sari ini.

Itu terbukti di enam kali Pilkades yg telah lalu, yg mana sudah enam kali juga, ia yg kembali Maju menjadi calon tunggal & selalu melawan kotak kosong. Sepertinya ada sesuatu yg membuat orang menjadi urung untuk bersaing dengannya, entah itu-
-wibawanya atau memang kinerja & gaya kepemimpinannya yg tegas namun murah hati.

Mekar Sari, Jawa tengah 1985. Yang mana di tahun inilah jabatan Lurah Pawiro Atmojo harusnya akan segera purna. Wajahnya terlihat lega, akhirnya ia bisa fokus untuk ‘momong’ cucu dan pasti akan-
-punya banyak waktu untuk keluarga bila nanti jabatannya sudah berakhir, apalagi saat ia mendengar sebuah kabar, seorang ‘Juragan’ dari ‘Mekar Wetan’ (salah satu dusun di kelurahan Mekar Sari) akan mencalonkan diri sebagai kepala desa di pemilihan yang akan datang.
“Mungkin ini akhir pengabdianku, Akhirnya ada juga orang yang mau menggantikanku..”. Batinnya yang sudah berencana ingin pensiun dari jabatan yang sudah ia emban selama puluhan tahun ini. Berulang kali juga, Sang Lurah terlihat mewartakan keinginan dia untuk tidak akan--
--mencalonkan diri lagi di Pilkades tahun ini.

Tapi di antara kelegaan itu, ternyata kabar ini cukup menjadi keresahan bagi para perangkatnya, belum diketahui alasannya dan sepertinya masih menginginkan agar Sang Lurah maju kembali dalam pemilihan mendatang.
Semua bujuk rayu lewat orang-orang terdekat, sudah dilakukan, namun nampaknya tekad Lurah Pawiro untuk purna tahun ini, memang sudah bulat.

Sampai akhirnya pada suatu malam, datanglah semua kadus-kadus dari dusun yang ia bawahi, berbondong kerumahnya. Dengan membawa sebuah--
--surat semacam petisi, yang sudah ditanda tangani oleh para perangkat, sebagian tokoh desa dan para kadus-kadus itu sendiri. Yang mana isi dari surat itu tidak lain dan tidak bukan, adalah permintaan mereka agar Sang Lurah, mencalonkan kembali.
“Ora iso!! Pemaksaan iki jenenge!!”.

(Tidak bisa!!! Pemaksaan ini namanya!!). Sentak Pak Lurah kepada para Kadus-Kadusnya, sambil membanting petisi itu diatas mejanya.
“Sak ubengan wae Kang.. Iki sing terakhir”.

(Satu putaran saja kang, untuk yang terakhir..). Jawab Barjo, Kadus Mekar Wetan, sebagai orang yang umurnya paling sebaya dengan sang Lurah.
“Iki saktenane yo dudu karepku tok, tapi karepe para wakil masyarakat kabeh sing ra setuju, nek ‘Juragan Wiryo’ dadi lurah, aku sakjane karo kanca-kanca sakjane wes golek cara lan calon liya, tapi nek tak pikir-pikir, sing iso ngalahke kae, yo mung sampean kui kang”.
(Ini juga bukan kemauan saya dan teman-teman saja, tapi juga keinginan dari para wakil masyarakat yang tidak setuju kalau ‘Juragan Wiryo’ jadi kepala desa, kami sebenarnya juga sudah mencari cara dan calon lain, namun setelah kami pikir matang-matang, sepertinya yang--
--bisa mengalahkan dia hanya sampean kang..). Kata Barjo lagi, seraya menjelaskan perihal orang yang nanti juga ikut dalam pencalonan ini, yang kalau dilihat dari pembicaraannya, sepertinya ‘Juragan Wiryo’ atau calon lurah itu, adalah sosok yang mempunyai kesan tidak baik.
Namun Lurah Pawiro tak goyah dengan pernyataan dan petisi itu, ia tetap kekeh untuk tidak mencalonkan lagi dengan alasan yang cukup masuk akal, membuat para kadus pun sepertinya juga mulai tak berani memaksa lagi dalam pertemuan itu, Tapi semua berubah, ketika seseorang datang.
“Asalamualaikum”. Ucap orang itu seraya masuk ke dalam rumah Lurah Pawiro dan duduk berbaur diantara para kadus. Wajah Sang Lurah seketika berubah, “Duh!!”. Batinnya sambil menggaruk kepalanya ketika melihat kedatangan orang itu.
Orang itu adalah Mbah Gotro, seorang kakek yang hampir berumur 80 tahun, yang mana beliau adalah salah satu orang yang paling berjasa mengantar sang Lurah sampai pada titik ini. Beliau juga termasuk orang yang paling Lurah hormati dan paling selalu ia dengarkan pendapatnya.
Kedatangannya malam itu seketika membuat semua hening, dan Mbah Gotro yang baru saja duduk pun langsung berkata kepada Lurah Pawiro, tanpa ada basa-basi.

“Pisan meneh Mas”.

(Sekali lagi Mas). Kata Mbah Gotro singkat, yang seketika membuat sang Lurah menghela nafasnya.
“Wah!! Bagaimana caranya saya menolak kalau Mbah Gotro yang meminta?”. Batin sang Lurah dalam hatinya.

“Nopo niki panci kudu Mbah?”.

(Apa ini memang harus ya Mbah?). Tanya Lurah Pawiro, yang segera dijawab juga oleh Mbah Gotro.
“Kudu Mas, Wiryo ki terlalu kuat nek dudu kowe sing nglawan”.

(Harus Mas, Wiryo itu terlalu kuat kalau bukan kamu yang melawannya..). Kata Mbah Gotro, membuat Lurah Pawiro kembali menghela nafasnya dengan wajah pasrah.
“Emange tingnopo Mbah, bilih Wiryo ingkang dados Lurah?”.

(Memangnya kenapa Mbah, Kalau nanti Wiryo yang akan menjadi kepala desa?). Tanya Sang Lurah yang sepertinya mulai menunjukkan sinyal yang berbeda.
“Eh..eh!! Kowe ki asline, ngerti opo etok-etok ora ngerti?”.

(Eh..eh!! Kamu itu sebenarnya tahu apa pura-pura tidak tahu?). Tanya Mbah Gotro dengan sedikit keras, yang segera membuat Lurah Pawiro sedikit tertunduk.
“Nggih Mbah, kawulo mangertos, nanging nopo mboten wonten tiyang sakliyane kula?”.

(Iya Mbah, saya mengerti, tapi apa tidak ada orang selain saya?). Sanggah Sang Lurah dengan pelan.


(Cont) karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
“Akeh asline sing gelem ganteni kowe, nanging raono sing iso nglawan wong kae, kecuali kowe, nek wong anyar mesti bakal kalah, aku yakin deknen mesti ngobong duit sak akeh-akehe ning pilihan iki, tur geneh kowe opo lilo yen desa sing wis mbok bangun apik-apik iki bakal dicekel--
-karo juragan ‘Dadu’?”.

(Sebenarnya ada banyak yang mau menggantikanmu, tapi tidak ada yang bisa melawan orang itu kecuali kamu, karena kalau orang baru pasti akan kalah, saya yakin kalau dia pasti akan membakar uang sebanyak-banyaknya dalam pemilihan ini, lagian apa kamu--
--rela kalau desa yang sudah kamu bangun baik-baik ini akan dipegang oleh “Juragan Dadu”?). Jelas Mbah Gotro sedikit menekan sang Lurah, membuatnya kini terdiam dan mulai mengendorkan prinsipnya.
Memang sudah tak menjadi rahasia lagi, tentang bisnis yang dijalankan oleh Juragan Wiryo, yang mana seperti yang sudah dikatakan oleh Mbah Gotro barusan, Juragan Wiryo adalah seorang bandar judi kawakan dan termasuk orang terkaya di desa Mekar Sari ini. Bagai bisnis waralaba,-
-ia menjadi pemodal untuk puluhan bandar-bandar kecil yang tersebar diseluruh kota.

“Wes intine, aku makili akeh masyarakat sing isih pengen kowe mimpin desa iki, lan uwong-uwong sing ragelem due pemimpin sing ora barokah”.

(Sudah intinya, saya mewakili banyak masyarakat--
--yang masih menginginkan kamu untuk memimpin desa ini, dan orang-orang yang tidak mau mempunyai pemimpin yang tidak berkah). Ucap Mbah Gotro yang ternyata kembali di jawab oleh Sang Lurah.
“Emang, nopo sami pun yakin, nek Wiryo bakalan menang ting pilihan tahun niki?”.

(Memang, apa semuanya sudah yakin, kalau Wiryo pasti akan menang di pemilihan tahun ini?). Tanya Lurah Pawiro yang segera di sela oleh Pak Tunggul, salah satu kadus yang kebetulan tinggal di satu--
--lingkungan yang sama dengan juragan Wiryo.

“Jelas, nek niku Pak Lurah, kula kalian rencang-rencang mbotene bakal mriki nek dereng ngertos niku, nek njenengan pengen ngerti, sakniki mawon, Juragan Wiryo pun mulai ngobong duit, lan pun katah tiyang-tiyange dewe, sing sakniki--
--pun jejagongan wonten mrika”.

(Jelas, kalau itu Pak Lurah, saya dan teman-teman juga tidak akan kemari kalau belum mengetahui itu, kalau panjenengan ingin mengerti, sekarang saja Juragan Wiryo sudah mulai membakar uangnya, bahkan sudah banyak orang-orang kita yang saat ini--
--membelot kesana). Sela Pak Tunggul di tengah pembicaraan itu, yang kali ini langsung ditimpa oleh Wicak, salah satu kadus yang juga hadir dalam pertemuan itu.

“Nggih, Pak Lurah, nek panjenengan mboten maju, saget tak pastekke, Wiryo, mesti bakalan nglawan kotak kosong,--
--kula sebagai rencange deknen nalikane jaman mlarat, ngertos sanget nopo sing wonten ting uteke deknen”.
(Iya betul Pak Lurah, kalau panjenengan tidak maju, bisa saya pastikan, Wiryo pasti akan melawan kotak kosong, saya sebagai teman dia ketika jaman masih miskin, sangat--
--tahu apa yang ada diotaknya). Kata Wicak yang membuat Lurah Pawiro semakin tersudut.

Disini Mbah Gotro juga kembali menambahkan, kalau pencalonan Wiryo ini juga patut untuk dicurigai, bahwa dibaliknya pasti ada niat terselubung, bagaimana bisa seorang Wiryo yang sudah kaya--
--raya itu mau menjadi Lurah, yang hanya digaji dengan tanah bengkok saja?, yang mana kalau dibandingkan dengan pendapatannya saat ini sangatlah terlalu jauh. Apa lagi yang Wiryo kejar, kalau bukan kekuasaan?.
“Kowe kabeh yo ngerti to? Omah Bordil sing ning ‘Mangir’ (Sebuah desa di dekat perkotaan) kae nggon deknen?, nek Wiryo ndue kuasa, ‘Sarang Genggek’ kae, isa-isa pindah mrene”.

(Kalian semua juga pasti sudah tahu kan? Rumah Bordil yang ada di desa Mangir itu adalah miliknya-
-juga? Kalau Wiryo punya kuasa, bisa-bisa sarang pelacur itu pindah kesini). Tukas Mbah Gotro yang sebenarnya terdengar agak berlebihan.

Lurah Pawiro, yg sebenarnya masih tidak mau pun, kini mulai berpura-pura dengan mengajukan syarat jika ingin dia maju kembali dalam pilkades--
--mendatang, Yang mana ia tidak akan mengeluarkan satu peserpun uang untuk keperluan pencalonan dan kampanyenya.

Namun ternyata ia salah beranggapan, yang semula ia pikir syarat itu akan sulit untuk orang-orang itu penuhi, malah berbalik menjebaknya, yang mana permintaan itu--
--langsung di iyakan oleh Mbah Gotro.

“Yoh!!! Gampang kui!! Tak urusi seko mangkat tekan rampung!!”.

(Iya!!!! Gampang kalau masalah itu, saya yang akan menanggungnya dari awal sampai akhir!!). Ucap Mbah Gotro yang seketika membuat sang Lurah menggelengkan kepalanya dan--
--segera bersepakat meski dengan terpaksa.

“Tenang Wae Kang, aku karo kanca-kanca, sing bakal bergerak, sampean trimo njagong wae sesuk nek pas coblosan”.

(Tenang saja Kang, saya dan teman-teman yang nanti akan bergerak, sampean terima jadi, dan tinggal duduk nanti saja nanti-
--waktu pencoblosan sudah tiba). Ucap Barjo yang beberapa saat setelah itu, ditutup oleh Mbah Gotro.

“Pokokke ‘Urip kudu gawe Urup’, Kowe nglakoni iki ora mung kanggo awakmu, nanging gawe poro warga sing tresna marang desa iki”.

(Pokoknya ‘Hidup harus menghidupi’, kamu mela--
--kukan ini tidak hanya untuk dirimu, tapi untuk para warga yang sayang dengan desa ini). Ucap Mbah Gotro, menutup pembicaraan itu.

Waktu sudah menunjukkan sekira pukul 11 malam, bersamaan dengan setelah pulangnya orang-orang itu, Lurah Pawiro tampak tak beranjak dari tempat--
--duduknya. Seraya menyalakan sebatang rokok dan mengepulkan asapnya ke awang-awang, ia kembali menggelengkan kepalanya.

“Aduh.. Jika memang ini kehendak Tuhan, Semoga saja saya bisa menjalani ini dengan ikhlas”. Batin Sang Lurah yang pasrah.
Lamunan itu pun segera terpecah,--
--beberapa saat kemudian oleh Bu Sundari, istri Lurah Pawiro yang keluar membawa teh hangat dan langsung duduk di samping suaminya itu.

“Wes, lakoni wae to Pak, aku krungu kabeh kok, mau seko njero, bersyukur wae, isih akeh uwong sing percoyo karo njenengan”.
(Sudah.. Jalani saja to Pak, saya sudah dengar semua kok, tadi dari dalam, syukuri saja, masih banyak orang yang percaya dengan kemampuan panjenengan). Kata Sang istri lembut.
“Ho’o ya buk, teko lakoni wae, mugo-mugo paringi lancar”.

(Iya Buk, akan saya jalani saja, semoga diberi kelancaran). Jawab Sang Lurah, menutup malam itu.

Hari pun silih berganti, bersamaan dengan warta majunya kembali sang Lurah dalam pilkades mendatang yang sudah-
--terhembus kencang menyebar di setiap dusun di Desa Mekar Sari ini.

(Cont) karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Kabar itu pun tentu akhirnya sampai juga ditelinga Juragan Wiryo, yang mana awalnya itu cukup membuatnya sedikit kecewa, karena sempat berangan dia akan melawan kotak kosong. Tapi itu tidak serta merta mengecilkan hatinya, karena melihat pendukungnya yang setiap hari kian--
--banyak saja, Juragan Wiryo merasa optimis akan menang dalam Pilkades mendatang, dengan ulasan-ulasan yang selalu terdengar cukup mengintimidasi.
Salah satunya yang paling menjadi andalan adalah..

“Iki Kelurahan, dudu Kerajaan, kita butuh wajah baru untuk memimpin desa ini”. Pekik Kang Bajul , sang juru warta dari kubu Juragan Wiryo, sebagai bentuk sindiran kepada Lurah Pawiro yang dirasa sudah menjabat terlalu lama.
Sementara itu, kubu sang petahana juga tidak bisa diremehkan, selain banyak juga dukungan dari warga biasa, bisa dikatakan hampir seluruh golongan priayi di Desa ini, merapat di kubu Lurah Pawiro. Itu semua salah satunya karena Kontrasnya latar belakang antara Lurah Pawiro--
--atmojo dan juragan Wiryo, yang berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh para tim sukses sang petahana. Dan berhasil juga membuat kesan kepada para pendukungnya bahwa ini adalah pertarungan antara hitam dan putih. Hitam di kubu Juragan Wiryo, dan Putih di kubu Lurah Pawiro.-
--Yang mana itu cukup manjur untuk membelokkan orang-orang netral yang tak mau disebut sebagai pendukung dari seorang juragan dadu.

Ini adalah pilkades terpanas yang pernah berlaku di desa ini, membuat Lurah Pawiro mulai merasa kawatir dengan dampak yang akan ditimbulkan.-
-Saat itu Ia benar-benar merasakan bahwa di pemilihan tahun ini, sepertinya banyak warga yang sudah terpolarisasi.

Bagi Lurah Pawiro, kini tak ada hitam atau pun putih, semua kubu memiliki kelicikannya masing-masing untuk meraup suara, di kubu Juragan Wiryo dengan caranya--
--yang intimidatif, di kubunya pun tak kalah busuknya karena selalu menyerang pribadi lawan dan menstigma pendukung Juragan Wiryo sebagai golongan warga yang susah diatur.
Hingga tibalah dimana kekawatiran itu akhirnya benar-benar terjadi, semua berawal dari perdebatan di sebuah warung kopi di Mekar Kulon, dusun dimana Juragan Wiryo berada.
Kang Bajul adalah pemantiknya, juru warta Juragan Wiryo itu tak bisa mengendalikan emosinya, ketika berdebat dengan Jayus, anak Pak Tunggul, kadus di Mekar Kulon yang justru menjadi pendukung sang petahana. Adu argumen itu berubah menjadi pengeroyokan, dan berakhir dengan Jayus--
--yang mendapatkan 20 jahitan dikepalanya. Perkelahian itu tentu tak seimbang, Jayus yang sendirian, dikeroyok oleh Kang Bajul dan teman-temannya.
Sumbu sudah menyala, hari itu juga kabar pengeroyokan Jayus, sampai pada telinga Kang Kuriman, salah satu preman besar yang berada di kubu petahana. Kang Kuriman, yg merupakan ketua ranting dari sebuah ormas yang cukup besar kala itu. Tanpa ‘Babibu’ langsung menggerakkan masanya.
Begitu juga dengan pendukung Juragan Wiryo, yang sudah kepalang tanggung memulai semua ini, kala itu tampak bersiap dengan segala senjata yang ada, untuk menunggu aksi pembalasan itu.
Sampai akhirnya perang pun pecah di Mekar Kulon, batu-batu berterbangan di langit sore di Dusun itu, baku pukul dan baku pedang tak lagi bisa terelakkan, beruntung aparat cepat datang, dengan dua kompi mobil tentara, akhirnya semua bisa dikendalikan, Sebelum dusun Mekar Kulon,--
--menjadi porak-poranda karena itu.

Banyak korban yang mengalami luka-luka, baik dari kubu Juragan Wiryo maupun dari kubu Lurah Pawiro. Yang mana beruntungnya, hampir semua bisa ditangani oleh medis.
Namun diantara semua korban, ada satu pemandangan yang menjadi pertanda--
--bahwa semua ini masih akan panjang berlanjut, yaitu penampakan Kang Bajul yang terkapar di dalam parit, dengan luka bacok di tengkuk dan kepala. Kopral Rohmat yang pertama kali menemukannya, sempat melihat sengal nafas Kang Bajul untuk beberapa saat, namun itu segera berhenti--
--tak lama kemudian, setelah juru warta Juragan Wiryo itu di angkat keluar dari parit.

Pada akhirnya, dalam peperangan yang sangat tidak perlu ini, merenggut satu nyawa, yaitu dari Kubu Juragan Wiryo. Yang mana sudah menjadi hukumnya bila ada nyawa yang hilang, harus ada--
-- orang yang diadili.

Dalam pertikaian singkat sore itu, banyak saksi-saksi dari kubu Juragan Wiryo yang mengatakan bahwa mereka sempat melihat Kang Kuriman beradu parang dengan Kang Bajul. Yang mana untuk meredamkan suasana, ditariklah konklusi dari semua ini, dengan di--
--tangkapnya Kang Kuriman, sebagai tersangka yang menyebabkan hilangnya nyawa Juru warta Juragan Wiryo itu.

Semua berlanjut dengan dipertemukannya Lurah Pawiro dan Juragan Wiryo oleh pihak kepolisian. Sebagai langkah formalitas untuk menebalkan anggapan masyarakat bahwa--
--sebenarnya tak ada permusuhan di antara dua calon kepala desa itu.

Seiring hari yang terus berganti, suasana yang sempat memanas pun kini melandai dingin, para warga yang sudah sadar akan perpecahan ini, sekarang lebih memilih menghindari topik bahasan tentang pilkades ini.
Begitu juga dengan Lurah Pawiro, yang mulai mewanti-wanti para pendukungnya agar lebih bijak dalam bertindak dan berbicara.

“Iki ki mung ibarat lomba, dudu perang sing kudu mbok bela mati-matian”.

(Ini itu hanya ibarat seperti lomba, bukanlah perang yang harus kalian bela--
--mati-matian!!). Kata Lurah Pawiro dalam sebuah ulasan beberapa hari setelah ia dipertemukan dengan Juragan Wiryo.

Hari berganti bulan, sepertinya suasana sudah mulai kondusif, itu semua terlihat dengan mulai ramainya kembali, rumah para calon-calon kepala desa itu. Namun--
--seiring dengan hari pencoblosan yang sudah mulai dekat, keanehan demi keanehan pun terjadi, yang mana untuk kali ini, semua keanehan itu menimpa hanya pada Kubu Lurah Pawiro saja.
Berawal dari suatu malam..
Waktu itu, sekira pukul 01.30 dini hari, ketika satu per satu orang mulai berpamitan dari rumah Lurah Pawiro. Malam itu terasa tak biasa, dgn suasana yg gerah & panas, harusnya sudah menjadi penanda kejanggalan di Desa yg biasanya berhawa dingin itu.
Suasana rumah Lurah Pawiro yang tadi ramai pun, mendadak menjadi sepi, kini tampak sang Lurah yang masih belum beranjak. Seraya menyalakan sebatang rokoknya, terlihat juga wajahnya yang seakan sudah lelah memikirkan politik yang pelik ini.

(Cont) karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
“Mugo-mugo wae paringi aman, lancar lan ikhlas”.

(Semoga saja, diberikan keamanan, kelancaran dan keikhlasan). Batinnya di antara kepulan asap rokok kreteknya itu.

Malam itu berulang kali pandangannya selalu tertuju ke arah jendela, yang mana saat itu Sang Lurah seperti--
--merasa ada orang yg tengah berlalu-lalang di teras depan rumahnya. Awalnya ia mengira kalau itu hanya salah lihat saja, sampai akhirnya anggapan itu pun segera terpatahkan ketika bayangan orang yg mondar-mandir di teras depan rumahnya itu kembali berulang untuk ke tiga kalinya.
Siapa itu!!. Batin Lurah Pawiro yang dahinya mulai mengrenyit dan masih beranggapan kalau itu adalah sisa dari warga yang tadi berkumpul dirumahnya.

“Sopo yo?”.

(Siapa Ya?). Kata Lurah Pawiro seraya berjalan dan hendak keluar dari rumahnya.
Yang mana baru saja setelah membuka pintu, ia langsung disambut oleh bau bangkai yang diantar oleh angin kencang yang menerpa wajahnya.

“Wush!!”. “Uhuk”. Membuat nya sedikit terbatuk karena bau itu.
Karena itu, sontak Lurah Pawiro langsung kembali menutup pintunya, dan disitulah mulai timbul firasat dalam hatinya, bahwa sepertinya ada sesuatu yang tidak beres telah berlaku.
Buru2 ia mengunci pintu, & segera berjalan menuju kamarnya. Sampai akhirnya ketidakberesan itu pun terjawab setelah beberapa tapak ia melangkah, dgn diawali oleh suara tirai yg tersingkap dan di susul ketuk jentik jemari yg sepertinya berasal dari kaca jendela ruang tamunya itu.
“Srekkk!!!Tek!!tek!!tek..tek..tek..tek!!”. Suara itu terdengar jelas ditelinga Lurah Pawiro.

Yg secara spontan membuatnya membalikkan badan. Tampak Tirai yg tadi sudah ditutup, kini telah tersingkap sebagian, seakan memberi ruang, untuk satu sosok yang kini terlihat berdiri--
--di balik jendela rumahnya itu.

Sosoknya adalah seorang wanita, berbaju lusuh, rambutnya panjang terurai, dan matanya yang terlihat seperti mengeluarkan cahaya, sambil tersenyum tipis, sosok itu menatap tajam ke arah pasang mata Lurah Pawiro Atmojo. Image
Untuk sejenak, Sang Lurah hanya bisa tertegun, otaknya seakan masih mencoba untuk mencerna, atas apa yang kini dilihatnya itu, sampai akhirnya terucaplah satu kalimat dari sosok itu, yang seketika menyadarkan sang Lurah atas ketakutannya.
“AKU TAK MAMPIR YA!!”.

(SAYA MAMPIR YA!!). Ucap sosok wanita yang berada dibalik jendela itu, yang seketika langsung membuat Sang Lurah berlari masuk ke kamarnya.

“ALLAHUAKBAR!!”. Teriaknya sambil berlari masuk dan melompat ke atas ranjang, itu membuat istrinya terbangun.
“Ono opo to Pak!?”.

(Ada apa sih Pak!?). Tanya Bu Sundari yang terkejut atas guncangan di ranjang tidurnya itu.

“Wewe buk!! Ono wewe buk”. Jawab Lurah Pawiro dengan wajahnya yang tertelungkup.
Bu Sundari yang memang tak begitu percaya dengan hal-hal seperti itu pun segera bangkit dan keluar dari kamarnya, dengan langkah cepat ia berjalan menuju ruang tamu namun sesampainya disana, nyatanya ia tak melihat apapun selain tirai di jendelanya yang tersingkap.
“Opo to Bapakne ki, kesayahen mesti!!”.

(Apa sih bapak itu, kecapekan pasti!!). Ucap Bu Sundari seraya menutup tirai di jendelanya.

Namun apa yang terjadi sungguh tak pernah disangka, yang mana ketika Bu Sundari berbalik langkah, didepannya kini, sudah samar berdiri sosok--
--yang mungkin tadi dikatakan oleh suaminya itu. Sosok itu Tersenyum lirih dan menatap Bu Sundari seraya berkata.

“SENTHONGKU SEBELAH NGENDI YO!??”.

(KAMAR SAYA SEBELAH MANA YA!!?). Ucap sosok yang berwujud wanita itu. Image
Bu Sundari pun terpaku seketika, pikirannya mendadak kacau, seakan tak percaya dengan apa yang kini dilihatnya. “Hmmm..hmmmmm”. Mulutnya seakan terkunci, teriakan yang sudah ia coba dengan sekuat tenaga, hanya keluar dengan wujud gumaman-gumaman payah dari mulutnya.
Sampai akhirnya, Setelah beberapa saat bertahan, perlahan pandang matanya mulai kian gelap, dan Bu Sundari yang sudah tidak kuat dengan ketakutannya itu pun, berakhir limbung tak sadarkan diri dan jatuh di lantai ruangan itu.
Sementara itu, di dalam kamar, Lurah Pawiro masih terjaga dalam ketakutannya. Dan seperti tadi, ia masih tampak menelungkupkan wajahnya ke dalam bantal, seraya terus mengucapkan do’a apapun yang ia ingat.
Seiring dengan ketakutannya itu, perlahan Lurah Pawiro mulai menyadari kalau istrinya belum terlihat masuk kedalam kamar lagi, setelah keluar beberapa saat lalu. Membuat ia yang agak kawatir pun, mulai menata sisa-sisa keberaniannya untuk keluar dari kamar itu.
Dengan payah dan gemetar Sang Lurah pun bangkit dan beranjak, berjalan dengan langkah yang ragu, ia kini memberanikan diri untuk keluar dari kamarnya.
Di luar suasana tampak senyap, dengan jantungnya yang berdegup kencang, Sang Lurah melangkah menuju ruang tamunya sambil memanggil-manggil istrinya.

“Bbbuk...Buk.... Bune..!!”. Panggil sang Lurah dengan sedikit terbata.
Tak ada sahutan dari istrinya atas panggilan itu, membuat Lurah Pawiro mulai berpikir yang macam-macam.

“Bbukkk...Bukkkk”. Panggilnya sekali lagi, yang mana tetap tak ada respon dari istrinya itu.
Mau tak mau Lurah Pawiro harus terus berjalan, memikul rasa takutnya, demi memastikan keadaan istrinya yang tak menjawab panggilannya itu. Seraya menepuk dadanya, Sang Lurah berusaha untuk bersiap menghadapi keganjilan yang mungkin sudah menantinya saat itu.
Sampai beberapa tapak langkah setelah itu, akhirnya ia sejenak dibuat lega, ketika ia melihat seseorang yang berdiri di antara gawang pintu penghubung antara ruang tengah dan ruang tamunya. Ia yang berpikir itu adalah istrinya pun, segera memanggil seraya berjalan menghampiri.
“Bukkkkk!! Gek opo to nang kono, tak undang-undang kok ra semaur!!”.

(Bukkk!! Lagi apa disitu, saya panggil-panggil kok tidak menjawab!!). Kata Lurah Pawiro agak membisik.

Tapi lagi-lagi istrinya tak menjawab panggilan itu. Membuat Lurah Pawiro yang mulai ragu, menjadi--
--urung untuk melangkah maju. Dahinya kini mengrenyit mencoba untuk mencermati sosok itu. Yang mana semakin ia mencermati, rasanya ia semakin yakin kalau sosok yang tengah berdiri di antara gawang pintu itu bukanlah istrinya. (Cont) Image
Sampai akhirnya, dengan sisa-sisa keberaniannya, Sang Lurah pun memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu.

“Sssopo kowe!??”.

(Sssiapa kamu!??). Ucapnya dengan gagap, yg mana tak lama setelah itu, keraguannya itu pun terjawab dengan ucapan dari sosok itu.
“AKU SUMIRAH.. SEKO TEGAL SARI!! AKU DISAMBAT KON MAMPIR NING KENE!!”.

(SAYA SUMIRAH... DARI TEGAL SARI!! SAYA DI MINTA UNTUK MAMPIR KEMARI!!). Ucap sosok itu, dengan suara parau dan menggema. Menyebut kata ‘Tegal Sari’ yang mana itu adalah nama salah satu makam di desa ini.
Benar saja, sosok itu bukanlah istrinya, melainkan lelembut yang tadi sempat ia lihat di luar jendela. Sang Lurah hanya bisa terdiam, berharap ini tidak benar-benar terjadi, sampai akhirnya seperti yang istrinya alami, Lurah Pawiro pun terhuyung jatuh tak sadarkan diri.
Lemah Kuburan Bab 1 selesai disini, semoga cukup sebagai pembuka cerita yang sepertinya akan cukup panjang ini..

Baca duluan lanjutannya disini:
Bab 2. karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Bab 3. karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with gil

gil Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @AgilRSapoetra

Jan 27
MARNIWONGSO 11# (Akhir)

~ Legenda Hantu Desa

@bacahorror_id @menghorror @IDN_Horor
Hi.. Tidak terasa kita sudah sampai di bagian terakhir ya :)), terimakasih sudah mengikuti sampai bagian ini..

Mungkin di Part ini akan sedikit lebih panjang dari sebelumnya, jadi mohon bersabar, dan beri saya waktu untuk menceritakannya sampai akhir, di tengah kesibukan sy ini.
Buat yang mungkin tidak sabar, bisa juga nih, mendukung saya dengan cara download bagian ini di Karyakarsa, berikut linknya >> karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Read 200 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(