Tak banyak yang menyita perhatian. Namun ada ucapan dari sosok ketiga yang mengusik rasa penasarannya.
"Kamu tidak akan hidup tenang! Setiap detik dia akan terus mengganggumu!"
Lola terdiam. Mencoba mencerna ucapannya dengan seksama. Sialnya, dia tak menemukan jawaban. Perempuan yang belum di kenalnya pun berlalu.
***
Belum masuk hitungan tahun, sejak Lola memutuskan untuk membeli rumah di sebuah pedesaan. Dia langsung jatuh hati.
Lola lelah, melacak setiap informasi mengenai rumah yg di jual. Dan ini adalah rumah yang kesekian kalinya ia datangi. Lola percaya, rumah itu
adalah jodohnya.
Bangunan itu tampak tua, tapi masih terlihat kokoh. Hanya saja, cat di beberapa bagian sudah mengelupas dan kaca jendela yang sudah buram. Wajar kalau rumah ini lama tak dihuni. Pikir Lola.
Ada rasa nyaman hadir ketika Lola memasuki rumah itu. Dia juga tak harus meminta pendapat siapa pun. Status janda yang disematkan padanya memudahkan mengambil keputusan.
Lola merombak seluruh bangunan dan hanya menyisakan tanah seluas 3x3 di halaman belakang dan di bangun sebuah gazebo kecil.
Setelah melakukan ritual selamatan, Lola segera menempati rumah itu. Dia butuh
menyesuaikan diri dengan keadaan.
Dan satu hal yang membuatnya senang adalah kesunyian. Hanya kicauan binatang malam terdengar dari balik pohon besar di taman belakang.
Sebatang rokok menemani malam itu. Lola sedang bersandar di Gazebo kecil, sesekali dia bersenandung. Sampai ia teralihkan oleh ucapan seseorang yang ada disampingnya.
"Gak ilok nembang bengi-bengi,Buk!" (Gak baik nembang malam-malam) ucapannya pelan, namun mampu membuat Lola menoleh ke arah anak pertamanya.
Lola bahkan menyimpulkan, kalo anaknya tengah berbisik.
"Kenapa, Nak?"
"Yo gak ilok!" Selalu itu jawaban anaknya, setiap menjawab sesuatu yang mengusik
keingintahuan Lola.
Namun setelah peristiwa itu, Lola menemukan jawabannya. Lola tertawa! Dia teringat dengan satu peristiwa, di mana, Lola di tuduh selingkuh oleh suaminya. Hingga anak keduanya di bunuh oleh suaminya sendiri dengan cara di santet!
Hal itu yang membuat Lola selalu menembang setiap malam. Berharap, dengan cara itu dia bisa mengundang sosok ketiga dari alam lain.
Suara gemersik mengganggu lamunannya, ada binatang bermoncong runcing beterbangan dari balik pohon. Lola kemudian mencium bau kawat terbakar. Ia bergegas memeriksa ruangan, tapi tak ada apa pun yang terbakar.
Lagi-lagi Lola tersenyum, teringat ucapan
Mamahnya, bahwa bau sesuatu yang terbakar pertanda kehadiran makhluk tak kasat mata.
Lola kembali, dia kemudian menyesap kopi. Ada bayangan berkelebat. Lola menajamkan pandangannya.
Namun, tak ada yang tertangkap oleh matanya. Lola beranjak, melangkah
masuk ke dalam kamar.
***
Lola berpikir, dia tak mau terbebani oleh pikiran aneh yang berkaitan dengan peristiwa dulu.
Pagi itu, Lola terbangun setelah mendengar tawa dari luar. Perlahan dia melangkah, menyingkap tirai jendela. Seorang gadis kecil tengah tertawa.
Lola bingung, tak ada teman bermain di sisinya. Lola lalu bergegas keluar kamar,
memastikan. Dari jarak dekat, Lola melihat gadis kecil dengan rambut di kepang dua tengah berbincang sendiri. Begitu seru, sampai ia tak melihat kehadiran Lola.
“Hai cantik,” sapa Lola pelan.
Gadis itu kemudian tersenyum lebar, membuat Lola begitu terpesona oleh keramahannya.
“Tante, Kak Nina mana?"
“Siapa?” Lola balik bertanya, tak mengerti.
Dia belum menjawab. Lola bengong melihat gerakannya yang sangat cepat berlari ke taman belakang. Seperti mengenal setiap sudut rumah ini.
Dia kemudian duduk berselonjor kaki di
gazebo. Ini yang kedua kalinya Lola di buat takjub.
Dia berbincang sendiri. Tangannya
seolah bergerak memeluk ruang hampa. Berkali-kali nama Nina terucap. Kemudian terdengar kidung menyayat hati terlantun dari bibir mungilnya. Dia menembang dengan cara yang luar biasa.
Lola di buat merinding mendengar sayup-sayup suara lain menimpali kidungnya. Lalu gadis itu terkekeh. Mendadak hawa dingin menjalar ke seluruh tubuh Lola. Sebelum keanehan itu terjawab, terdengar suara parau memanggil dari gerbang depan.
Gadis itu kembali melesat bagaikan petir. Lola pun sampai berlari untuk mengikuti. Di sana, perempuan setengah baya yang pernah Lola temui dulu, tersenyum. Ada ucapan maaf terucap, sebelum menggandeng gadis kecil itu berlalu.
Sejak pertemuan dengan gadis itu, pikiran Lola bercabang. Antara percaya dengan
keberadaan dunia lain dan yakin itu hanya ilusi semata. Lola harus berbuat sesuatu. Setelah cukup lama bertanya ke tetangga, akhirnya Lola berhasil menemui Ibu Tari.
Perempuan yang pernah mengungkap soal teror. Kini Lola mulai mengerti. Gadis kecil itu bernama Sari. Sosok gadis indigo. Lola lega setelah mengetahui sisi gelap rumah yang di belinya.
Malam berikutnya, teror di mulai. Sepanjang malam, suara ketukan pintu di kamar tak pernah sepi. Bahkan suara perempuan memanggil pun tak luput dari pendengaran Lola. Ia memberanikan diri untuk membuka pintu, namun tak ada siapa pun di sana.
Bahkan, anak lelakinya masih tertidur pulas, seakan tak terganggu oleh suara berisik yang di dengar Lola. Seakan suara itu mempermainkan Lola. Tiba-tiba, ada bayangan berkelebat. Lola segera menghentikan aktivitas. Rasa penasaran
telah melunturkan ketakutannya.
Ia kemudian mencari di setiap ruangan yang ada di rumahnya. Sampai ketika ia berjalan ke halaman belakang, lampu taman tiba-tiba berputar, ada suara tawa dari arah gazebo. Lola diam, peluh dingin mulai membasahi tangan.
“Si-siapa, kamu!” Lola membuka percakapan. Mencoba menenangkan ketakutannya.
Angin berhembus, menyusup ke celah-celah bajunya. Seketika tubuhnya meremang. Kini suara tawa itu berubah menjadi suara serak tengah menembang, membuat Lola terusik.
Ia seperti terhipnotis mendengarnya. Sedetik kemudian, Lola tersadar. Suara itu bukan dari dunianya!
***
Dua bulan berlalu. Teror ketukan pintu dan suara-suara aneh memenuhi kamarnya. Lola hanya mampu mendengar tanpa melihat wujudnya.
Mengapa setelah satu tahun di rumah
itu, masalah datang?
Lola harus menghentikan semuanya. Ia tahu pada siapa harus meminta bantuan.
Ibu Tari menyambut ramah, seperti mempunyai firasat, dia tahu maksud kedatangannya.
Seperti yang di bicarakan orang, perempuan yang ada di hadapannya ini, memiliki ilmu spiritual yang sangat mumpuni.
Lola ingin membuka mata batin, agar dia mampu berkomunikasi dengan makhluk ghaib penunggu rumahnya. Lola tak minta lebih. Semua teror itu harus ia selesaikan, karena Lola butuh kenyamanan di rumah.
Bu Tari menajamkan pandangannya, seolah tak yakin dengan niat Lola.
Ia kemudian memohon, memegang erat tangannya. Ini adalah pertama kalinya Lola mengemis bantuan. Keangkuhannya, membuat Lola tak bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri.
Malam itu tiba. Lebih tepatnya malam jumat kliwon. Malam paling di keramatkan. Seluruh hawa negatif akan datang, menguji iman. Lola tak sabar menunggu saat-saat paling mendebarkan.
Ada perempuan duduk di gazebo belakang. Namun Lola tak bisa melihat wajahnya.
“Aku sudah menunggumu!”
Suaranya terdengar berat dan serak. Dia memalingkan muka kemudian menatap lurus ke arah Lola sedang berdiri.
"Astaga! Tatapan itu kosong. Wajahnya pucat, ada lingkaran hitam di matanya. Sedangkan rambutnya di biarkan tergerai. Selebihnya tak ada gambaran menyeramkan dari sosok itu.” desis Lola penuh penasaran.
Lola tak boleh takut, karena ketakutan akan melemahkan tujuannya.
“Aku tak pernah mengganggumu. Lalu kenapa kau menerorku, Nina!”
Lola menguatkan suaranya. Sosok itu seakan kaget dengan sapaannya. Lola sengaja menyebut namanya, berharap dia
tersentuh.
“Kau merebut rumahku! Dan ini adalah peninggalan yang paling berharga!”
Lola tersentak. Ia tak pernah tahu asal-usul rumah ini. Ia hanya berhubungan dengan calo tanpa mempersoalkan sejarah rumah maupun yang lainnya.
Mereka terlibat perbincangan, seolah tak ada jarak yang memisahkan. Ada rasa kesedihan terdengar dari kisah hidupnya.
Masa lalu yang kelam, membuat keluarganya memutuskan tali persaudaraan. Bahkan setelahnya, hubungan terlarang dengan lelaki terhormat berbuah janin.
Dia tak ingin menambah dosa dengan membunuh janin yang di kandungnya. Lalu
memutuskan untuk tetap mempertahankan buah cinta terlarang itu. Saat putus asa mendera, ada hati perempuan lembut yang senantiasa menguatkan. Dia, pengasuhnya
semenjak kanak-kanak.
Setelah kelahirannya, Nina merawat penuh kasih, sebagai ungkapan rasa tobatnya. Namun, tak semua orang bisa menerima. Ketika mencoba melangkah di jalan lurus, justru cemoohan datang bertubi-tubi, menghancurkan asa yang susah payah ia bangun.
Lelaki yang paling bertanggung jawab menjauh, menghadiahi sebuah nada penuh ancaman.
“Menjauh dari hidupku, sebelum aku membunuhmu!”
Sungguh ucapan yang sangat berbeda, ketika lelaki itu melumat kesuciannya. Nina pasrah menerima buah dosa.
Sampai kemudian, ia ditemukan terbujur kaku. Kematian tragis merenggut hidupnya. Tak ada yang bisa di salahkan. Dia, memilih mengakhiri hidup dengan cara pengecut. Bunuh diri!
Lola mengusap air mata, ia tak sepenuhnya merasakan kepedihan hatinya yang paling dalam. Lola tak pernah berada di posisinya. Satu hal yang tak pernah ia duga, terkuak. Gadis kecil yang selalu bertanya Nina itu, adalah putri perempuan dari dunia lain.
Bu Tari, merawatnya penuh kasih seperti merawat Nina kecil dulu.
Semenjak percakapan malam itu, kini Nina tak lagi datang mengusik. Seolah memberi
isyarat agar Lola menjadikan putrinya, bagian dari hidup Lola, jika Bu Tari di jemput ajal kelak.
Kini Lola terikat perjanjian tak tertulis dengan #SosokKetiga. Lola tak keberatan, jika gadis kecil itu mampu menggantikan anaknya yang sudah mendahuluinya dulu. “Aku akan merawatmu, Nak!”
-SELESAI-
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Tapi ada lho warung makan yang pake begituan. Contohnya, ada salah satu teman saya yang gak sengaja melihat si pemilik warung menjilat pinggiran piring, dan gak lama, mungkin sepersekian detik, warung jadi banyak yang beli.
Berawal dari, sebut saja namanya Ridwan. Dia bersama ketiga temannya baru saja balik dari kampus. Karena lapar, mereka memutuskan untuk mampir di warung itu.
Sosoknya kurus kering, kaki dan tangannya panjang. Dia dlm posisi tiduran ngangkang. Di depannya ada lelaki telanjang yg sesekali bergoyang maju-mundur.
"Itu adlh ritual pesugihan lendir yg menurut saya menjijikkan."
Spoiler dikit.
Ini adalah cerita pesugihan yang begitu menjijikkan dan bikin mual (kalo menurut saya)
Di pedalaman hutan, di tempat yang tak bisa saya sebutkan.
Bayangkan, ada sosok perempuan jangkung, wajahnya hancur, rambut panjang kusut, tangan dan kakinya di rantai di atas ranjang besi di dalam ruangan seperti penjara.
"Matanya melotot, lidah menjulur, lehernya hampir putus, itu adalah Merri. Sosok perempuan yg menjadi korban pembunuhan pacarnya. Ia meneror gedung bioskop, tempat di mana ia di bunuh."
Sosok perempuan berdarah campuran. Di masa hidupnya, Merri adalah sosok perempuan yang cantik, namun setelah tragedi itu, kecantikannya berubah menjadi teror yang mengerikan.
Bukan Merri, tapi ini pengalaman seorang OB yang pernah bekerja di Bioskop tersebut.
MERRI
TEROR HANTU BIOSKOP
Bising suara kendaraan terdengar ramai. Agus yang berjalan gontai di atas jalanan aspal, sesekali berteriak lantang. Meluapkan amarah emosinya ke udara. Seakan suara bising itu tidak terdengar sama sekali.
Dari judulnya sudah tidak asing lagi bagi telinga kita. Ya, itu adalah sebuah atraksi yang menampilkan sebuah silinder kayu berbentuk tabung atau kerucut, dan terbuat dari papan kayu.
Di bagian dalamnya para pengemudi sepeda motor atau mobil menyetir di sepanjang tembok vertikal dan mementaskan pertunjukan.
Ini adalah pengalaman narasumber ketika melakukan perjalanan wisata ke dieng bersama beberapa temannya. Kebetulan waktu mereka sampai di sana, itu sudah magrib. Dan itu membuat mereka semua mengalami kejadian menyeramkan.
Percaya gak percaya, tapi ini benar terjadi. Berawal dari ketidakpercayaannya, wanita 35 tahunan ini kehilangan anak dalam kandungannya setelah melanggar pantangan dan tradisi.
Memang, dalam tradisi di keluarganya, siapa pun itu, entah Ibu, adik perempuan atau menantu yang sedang hamil tidak diperbolehkan untuk keluar rumah ketika menjelang maghrib hingga isya.