Perintah dari Bunda Melati bersifat mutlak. Jika dia menginginkan penundaan terhadap ritual yang nantinya akan dilakukan, maka, segala apapun yang diperintahkan harus dijalankan sesuai dengan keinginan dari Bunda Melati sendiri.
Setelah diketahui terkait dengan para pengganggu yang mencoba berkeinginan untuk membongkar rahasia yang sudah lama tertutupi dalam kabut kebohongan,
bunda melati berkeinginan untuk menumpaskan satu persatu orang yang memang secara berkelanjutan ingin menceburkan diri dalam permasalahannya.
Tidak heran, dengan umpan yang dilakukan oleh Bunda Melati terhadap dengan gangguan yang di arahkan kepada Ibu Sri telah memberikan kegaduhan dalam ruang lingkup orang-orang yang telah menunggu momen itu.
Mereka dengan blak-blakan telah bersedia untuk berhadapan dengan maut jika turut campur dengan satu dari banyaknya peristiwa naas yang nantinya akan diciptakan oleh Bunda Melati.
‘’Jangan beritahu ini kepada Bagus. Jika kita berhasil menumpaskan Sri, maka orang-orang yang nantinya turut campur dalam masalah ini akan terungkap dengan sendirinya.’’
Itulah rencana awal dari Bunda Melati. Dia sengaja membuat kegaduhan secara bertahap untuk melihat siapa-siapa saja yang nantinya akan turut campur dalam rencananya.
‘’Baik, bunda. Tapi, ijinkan saya bersama dengan Cici yang mengurusnya. Jika ritual tidak bisa dijalankan cepat, kami berdua yang akan menumpaskan Sri dalam waktu satu hari.’’
‘’Aku ikuti keinginanmu.’’
Bi Imah pamit undur diri. Ia kemudian melewati sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat seorang pria tua yang sudah berada di ambang kematian.
‘’Nasibmu malang sekali, pak.’’
Bi Imah menatap dengan penuh kasihan terhadap seorang pria tua yang dulunya adalah bos kayu terkenal di desa tejo kromo. Kini, dirinya tidak bisa melakukan apapun semenjak Bunda Melati mengambil jiwanya untuk kepentingan pribadinya.
Setelah urusannya dengan Bunda Melati telah usai, bi imah pun kembali pergi meninggalkan desa tejo kromo. Bersama dengan Cici, keduanya sudah terbiasa bersama-sama kemana pun akan pergi.
Baik itu melakukan pekerjaan sebagai perias pengantin, mengunjungi Bunda Melati atau memang ada tugas-tugas tertentu yang masih berkaitan dengan pekerjaannya saat ini.
Akan tetapi, mereka berdua tidak pernah dikenal atau diketahui oleh siapapun warga di desa tejo kromo.
Para warga bahkan menganggap mereka berdua adalah sebagai orang yang memang bekerja di rumah Bunda Melati. Sehingga, para warga tidak pernah sekali pun menaruh kecurigaan terhadap Bi imah dan Cici.
Sebenarnya, hal yang menutupi itu semua adalah karena upaya dari Bunda Melati sendiri. Bunda Melati tidak pernah memperkenalkan mereka berdua kepada para warga.
Hanya saja, ada sesuatu yang tidak bisa diketahui oleh banyak orang terhadap orang yang di balik layar terkait perias pengantin pribadi itu sendiri.
Biasanya, saat pernikahan tiba, keduanya akan mengganti pekerjaannya atas suruhan dari Bunda Melati.
Teruntuk sebelum pesta pernikahan dimulai, biasanya Bunda Melati akan menyuruh Bi Imah menjadi perias pengantin.
Cara ini dilakukan oleh Bunda Melati untuk mengikat calon pengantin dengan apa yang memang sudah siapkan sebelumnya yaitu menjadikan pengantin itu sebagai wadah dari Demit Manten.
Sedangkan yang jarang orang ketahui adalah terkait dengan peran Cici yang sangat pasif ketika pernikahan itu dimulai. Pekerjaan Cici adalah melakukan hal penting dari proses yang nantinya akan dilakukan yaitu merias pengantin tepat di hari pernikahan tiba.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa, keduanya memiliki pekerjaannya masing-masing di waktu yang berbeda. Bi Imah melakukan keterikatan antara demit manten dengan calon pengantin sebelum pernikahan tiba dengan tujuan menjadikan calon pengantin itu sebagai wadah dari demit pengantin.
Sedangkan Cici, dia adalah bagian eksekusi terpenting dengan merias pengantin tepat di hari pernikahan tiba.
Dalam artian, ketika calon pengantin itu sudah dijadikan wadah oleh demit pengantin, maka, tugas cici adalah merias calon pengantin di hari pernikahan agar demit manten bisa mengambil alih wadah yang baru yaitu calon pengantin itu sendiri.
Pertukaran inilah yang disebut dengan ngunduh jiwo. Istilah yang dimaksud bertujuan untuk mengambil jiwa dari wadah yang akan dijadikan sebagai demit pengantin selanjutnya.
Saat mereka berdua keluar dari rumah Bunda Melati, mereka melihat banyak sekali bunga melati yang bertaburan di sisi rumah.
‘’4 hari dari sekarang, apakah semuanya akan sesuai dengan rencana di 1 tahun yang lalu?” Tanya Cici kepada Bi Imah
‘’Bulan pengantin sebentar lagi tiba, ya. Rahayu (Demit Manten) sebentar lagi akan tergantikan.’’
Mereka pun meninggalkan rumah Bunda Melati dengan senang hati. Entah siapa yang memiliki ide segila ini. Akan tetapi, semua akan sirna ketika waktu yang telah ditentukan akan tiba.
Desa Wongso,
Rumah Mbah Sur
Mereka masih saling berbincang-bincang terkait dengan apa yang harus mereka lakukan sebelum nantinya korban berjatuhan.
Jika dilihat dari beberapa kejadian yang telah terjadi, mbah sur sangat mengkhawatirkan keadaan Ibu Sri.
Pasalnya, apa yang terjadi kepada Ibu Sri lebih ganas dan memberikan dampak kematian yang lebih besar di banding dengan apa yang terjadi kepadanya saat berusaha untuk menghalang-halangi pernikahan dari Rahayu.
‘’Sudah hari ketiga (Empat hari sebelum pernikahan), tapi dampaknya mengerikan seperti ini. Apakah Wanita Iblis itu sengaja untuk membuat kegaduhan?’’ Tanya Mbah Sur
Ibu Sumi dan Pak Sumardi juga sama-sama saling menelaah lebih dalam akan berbagai kejadian yang sudah diceritakan oleh Mbah Sur terhadap terror yang menimpa Ibu Sri.
‘’Mbah Sur? Berapa lama Mbah Sur mengalami terror sebelum Rahayu dinikahkan oleh Bagus?’’ Tanya Ibu Sumi
Mbah Sur berpikir sejenak. Ia seperti mengingat-ingat kejadian 1 tahun yang lalu saat terror yang sama juga menimpat dirinya sebelum har pernikahan tiba.
‘’Biasanya, hari kedua semua sudah usai. Karena aku yakin, terror itu bertujuan untuk memberikan ketakutan saja.’’ Jawab Mbah Sur
Ibu Sumi merasa aneh dengan pernyataan Mbah Sur. Jika memang terror yang berjalan hanya sampai 2 hari saja, kemungkinan besar, ada sesuatu yang sedang mereka incar dan sedang mereka inginkan sebelum hari pernikahan tiba.
Terlepas dari terror yang sangat aneh yang di alami Ibu Sri, mbah sur juga memiliki pemikiran yang sama seperti apa yang dipikirkan oleh Ibu Sumi terkait dengan kejanggalan dari rencana yang dijalankan oleh Bunda Melati.
Mereka saling terdiam sejenak. Tidak disangka, jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Mereka sepertinya sangat asyik untuk membicarakan kasus ini lebih dalam.
Terlebih lagi, mbah sur adalah orang yang selamat dalam kasus ini. Ibu Sumi juga masih memiliki banyak pertanyaan terhadap kejanggalan-kejanggalan yang lain dari fenomena ngunduh jiwo ini.
‘’Apakah karena memang ada sesuatu yang sebenarnya telah atau akan ditawarkan oleh pihak keluarga Bagus?” Tanya Ibu Sumi
‘’Tawaran?’’
‘’Benar. Tawaran. Aku menemukan tiga perbedaan dari tiga korban.’’
Ibu Sumi mulai meringkas tiga perbedaan yang ia temukan terhadap tiga kasus yang berbeda juga.
1.Kasus kematian dari Rahayu yang jangkauan terrornya bukan hanya kepada si pengantin melainkan juga kepada si orang tuanya sendiri yaitu Mbah Sur.
Dalam kasus ini, hanya rahayu yang meninggal dunia. Sedangkan Mbah Sur, dia bisa selamat walau memiliki luka seumur hidup yang tidak bisa dilupakan sampai masa tuanya kelak.
2.Kasus kematian dari Kusumawati (Wati) yang jangkauan terrornya hanya menimpa kepada dirinya saja. Namun, yang membedakan adalah kasus yang menjadi korban ke-8 ini memiliki perbedaan dari kasus-kasus yang lain.
Dimana tubuh dari Almh. Wati menekuk dan sulit untuk diluruskan hingga membutuhkan waktu yang lumayan lama. Orang tua dari Wati juga dalam keadaan sehat wal ‘afiat. Begitu juga dengan adik dari Wati yang bernama Jeka. Semuanya benar-benar dalam keadaan selamat.
3.Kasus yang sedang berjalan dan masih belum diketahui dengan pasti adalah kasus dari Dini. Dalam kasus ini, mbah sur menjelaskan bahwa adanya perbedaan dalam terror yang terjadi kepada dirinya dan juga kepada kedua yang sudah disebutkan.
Jika memang dalam setiap korban memiliki perbedaan, itu berarti ada sesuatu yang memang ikut serta dalam ritual ataupun rencana yang dilakukan oleh Bunda Melati sebelum melakukan penumbalan terhadap korban-korbannya.
Teka-teki yang belum terungkapkan akan jalan rencana yang dilakukan oleh Bunda Melati benar-benar telah membingungkan Ibu Sumi dan juga Pak Sumardi.
Mereka terus dihantui oleh ketakutan yang terus menerus datang tatkala tidak bisa membongkar semua rencana selanjutnya dari Bunda Melati.
‘’Jika memang ada orang lain yang bekerja sama dengan Bunda Melati, bisa dipastikan dia adalah orang yang menerima tawaran itu.’’
Desa Tejo Kromo,
Rumah Almh. Wati
Seorang pria berjalan penuh dengan ketakutan. Langkahnya sedikit terburu-buru mana kala dirinya belum kembali ke rumah. Sudah beberapa hari ini, pak wikto selalu keluar tanpa ijin dari isterinya.
Entah pekerjaan apa yang dilakukan oleh pak wikto, namun, semenjak meninggalnya wati, pak wikto sering keluar rumah dengan keperluan yang jelas.
Akan tetapi, kesibukan yang dilakukan oleh pak wikto ternyata tidak diketahui oleh Jeka dan ibunya. Kesibukan Pak Wikto dinilai sangat dirahasiakan sampai-sampai tidak ada satu pun dari keluarganya yang mengetahui terkait dengan motif pekerjaan yang tiap hari dikerjakannya.
Sesampainya di rumah, pak wikto langsung membersihkan tubuhnya dan bertolak menuju ke kamar mandi.
Seperti biasa, sehabis mandi, pak wikto langsung mencuci seluruh pakaian yang baru ia kenakan. Padahal, tugas mencuci pakaiannya ada pada isterinya. Namun, pak wikto sudah biasa melakukan hal ini semenjak sang anak (Wati) meninggal dunia.
Setelah mencuci pakaiannya, pak wikto langsung menjemur pakaian itu di tempat yang terpisah. Ia biasa menjemur pakaian di bagian belakang rumah dan tempat itu memang dikhususkan untuk pakaiannya sendiri.
‘’Padahal sudah berumur, tapi darahnya masih saja berceceran di sekitaran pakaianku.’’ Ucap Pak Wikto sambil berusaha membersihkan noda darah di bagian celana dalamnya.
Semenjak kematian dari Wati, keluarga dari jeka ini sedikit hancur. Walaupun dalam kesehariannya mereka tercukupi, namun ada beberapa hal yang dirasa tidak masuk akal.
Isteri Pak Wikto yang bernama Ibu Heni tidak bisa bergerak sama sekali.
Dia bahkan harus berada seharian di atas ranjang dan mengandalkan Jeka (Anak bungsunya) dalam mengurusi pekerjaan rumah tangganya seperti menyiapkan makanan, mencuci baju, mebersihkan rumah dan lain sebagainya.
Sudah 1 tahun semenjak kematian dari Wati, jeka masih belum menemukan titik jelas terkait dengan kematian kakaknya tersebut. Selain itu, dia juga mencurigai Bapaknya yang terkadang membawa banyak uang sehabis pulang bekerja.
Uang yang dibawa oleh Bapaknya ini dalam hitungan hari bisa mencapai jutaan rupiah. Hanya saja, yang membuatnya tidak habis pikir adalah uang tersebut cepat habis dalam hitungan hari saja.
Maklum, mereka juga berupaya untuk bisa menyembuhkan Ibu Heni yang masih terbujur sakit yang sudah berbulan-bulan lamanya.
Setiap kali Pak Wikto pulang, jeka enggan menanyakan terkait dengan pekerjaannya. Komunikasi antara keduanya juga menjadi minim. Belum lagi,
permasalahan ekonomi yang terus menggerus kehidupannya membuat Jeka tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima semua kehendak yang telah diberikan dalam kehidupannya.
Saat itu, pak wikto kebetulan sedang berada di dapur. Ia sedang memasak sayur kesukaannya sendirian. Sayur dengan potongan buah nangka dan dibuat seperti layaknya gudeg menjadi makanan favorit keluarganya.
Bersamaan dengan Pak Wikto sedang masak, jeka menuju dapur untuk menanyakan terkait dengan makanan yang sudah habis.
‘’Pak … Ibu mau makan. Beras kita habis.’’
‘’Bapak lagi masak. Nanti biar bapak yang nyuapin ibu.’’
‘’Iya, pak.’’
Pak Wikto menengok ke arah belakang untuk memastikan jika Jeka sudah tidak berada lagi di belakangnya. Lalu, dia mengambil kantong kresek yang sudah ia siapkan dari sakunya dan mengambil sesuatu dari kantong kresek tersebut.
Dengan cepat, pak wikto memasukkan tiga buah bunga melati dan dia masukkannya ke dalam sayur yang sedang ia masak. Pak Wikto mengaduk-aduk sayur itu hingga bunga melati yang ia masukkan sudah tercampur dengan sayur yang ia masak.
Sembari menunggu masakan selesai, jeka menyiapkan nasi yang baru saja matang. Ia bergegas menuju dapur untuk mengambil piring dan alat makan lainnya. Namun, saat dimana Jeka tiba di dapur, dia justru mendapatkan omongan yang menyakitkan dari Bapaknya sendiri.
‘’Kan sudah bapak bilang. Bapak saja yang siapkan.’’
Jeka merasa ada yang aneh dengan sifat Bapaknya yang tidak biasa. Biasanya, setelah masak,
dirinya menyiapkan itu semua dan sudah biasa ia lakukan semenjak ibunya sakit. Namun, baru kali ini Jeka mendapati sebuah perkataan yang membingungkan dari Bapaknya tersebut.
‘’Tapi, pak. Aku takut bapak kerepotan.’’
‘’Kamu beresin depan rumah aja. Biar Bapak yang siapin ini.’’
‘’Baik, pak.’’
Jeka pun menyerahkan itu semua kepada Bapaknya. Ia kemudian beranjak pergi dari dapur dan menuju ke bagian depan rumah untuk membersihkan halaman dan sekitarannya.
Tepat saat dimana Jeka tiba di depan rumah, ia melihat banyak sekali bunga melati yang sudah bertaburan di depan rumahnya. Jeka merasa ada yang tidak beres dengan penebaran bunga melati yang masih segar itu.
Ia kemudian mengawasi sekitaran rumahnya. Siapa tahu, ada orang yang benar-benar usil dan sengaja melakukan ini demi keruntuhan dari keluarganya sendiri.
Dan yang membuat Jeka merasa aneh lagi adalah terkait dengan arah bunga melati itu yang membuat seperti barisan hingga ke bagian belakang rumah. Jeka penasaran dengan kejanggalan semacam ini.
Sebelumnya, dia tidak pernah melihat kejanggalan aneh selain sebelum kematian dari Kakaknya yaitu Wati yang mendapati bunga melati di sekitaran rumahnya.
Namun, sudah 1 tahun lamanya semenjak terror aneh ini terjadi, jeka menemukan kejadian yang sama.
Jeka kembali melangkahkan kakinya hingga ke bagian belakang rumah sembari mengikuti jejak dari bunga melati yang membentuk barisan memanjang hingga ke tempat dimana Bapaknya menjemur pakaiannya.
Dan saat dimana Jeka tiba di bagian belakang rumah, dia terkejut saat melihat seorang wanita menggunakan pakaian seperti pengantin sedang terduduk membelakanginya sembari menjilati celana dalam Bapaknya.
Lidahnya memanjang saat menjilati pakaian dalam Bapaknya yang tampak dengan jelas ada noda merah di sekitarannya. Tiba-tiba, jeka merasakan hawa merinding yang begitu besar saat wanita tersebut menengok ke arahnya.
Tatapan dari wanita pengantin itu benar-benar mengerikan. Di sekitaran bagian matanya benar-benar menghitam.
Lalu, bagian pipi dan mulutnya terdapat kerutan dengan dagu yang runcing. Belum lagi bagian kuku-kukunya yang sangat panjang dengan jari jemari yang sudah memucat pasi layaknya mayit.
Wanita itu tersenyum ke arah Jeka sembari mengatakan sesuatu,
‘’Nggolek opo nang kene, cah bagus?’’
(Cari apa di sini, anak ganteng?)
Jeka tidak bisa berkata-kata. Ia berusaha menggerakkan tubuhnya dan mencoba untuk menghindari kontakan mata dengan sosok pengantin itu. Untungnya, dia masih punya kekuatan dari tenaganya untuk bisa melarikan diri dari bagian belakang rumahnya.
Jeka pun kembali ke bagian depan rumah. Nafasnya naiuk turun bersamaan dengan perasaan takutnya yang benar-benar meningkat saat melihat tatapan seram dari sosok pengantin tersebut.
Sembari bertanya-tanya dalam pikirannya sendiri, jeka seperti mengingat sesuatu akan sosok yang sering dibicarakan oleh Bapaknya tersebut usai kematian dari kakaknya, wati.
‘’Demit manten?’’
Ia kemudian segera masuk ke kamar untuk memastikan jika Bapaknya sudah menyuapi ibunya yang masih berada di dalam kamar. Dan memang benar. Saat dimana Jeka membuka kamar Ibunya, dia sudah melihat Bapaknya sedang menyuapi Ibunya.
‘’Jeka? Sudah dibereskan bagian depan rumah?’’
‘’Su—sudah, pak.’’
‘’Oh, iya. Besok jangan lupa panggil Ibu Sumi sama Pak Sumardi, ya.’’
‘’Ibu Sumi dan Pak Sumardi? Yang tukang mandiin jenazah itu, pak?’’
‘’Iya, benar. Nanti panggil mereka berdua ke rumah.’’
‘’Loh kenapa memangnya, pak?’’
‘’Bapak mau silaturahmi aja.’’
Aneh. Tidak seperti biasanya Pak Wikto memanggil Ibu Sumi dan Pak Sumadi jika memang tidak ada keperluan yang benar-benar sangat khusus. Terakhir kali pertemuan itu berlangsung saat dimana Pak Wikto membeberkan rahasia terkait dengan sosok yang bernama Demit Manten.
Dan pemanggilan yang diusung oleh Bapaknya ini menimbulkan banyak pertanyaan dalam diri Jeka. Pasalnya, ibu sumi dan Pak Sumardi akan datang ke tempat warga jika memang ada pernikahan, kematian atau memang ada keperluan mendesak.
Jika memang bukan karena pernikahan, lalu mengapa Pak Wikto memanggil keduanya? Apakah Pak Wikto ingin memberikan pekerjaan dengan keduanya terkait dengan adanya orang yang meninggal tepat di esok hari? Atau kedatangan keduanya dikhususkan untuk keperluan tertentu.
‘’Baik, pak. Nanti besok aku panggil mereka berdua.’’
Jeka melihat ibunya memakan makanan yang diberikan oleh Bapaknya dengan sangat lahap. Tidak seperti biasanya, kini, ibunya memegang makanan itu dengan kedua tangannya sendiri. Aneh. Banyak keanehan yang terjadi saat Pak Wikto datang kembali ke rumah.
Malam harinya, jeka tidak bisa tidur. Ia hanya terjebak dalam pikirannya yang berlebihan dengan kemunculan demit manten yang berada di rumahnya. Belum lagi, bapaknya meminta untuk memanggilkan Ibu Sumi dan juga Pak Sumardi yang merupakan dua orang yang sering memandikan jenazah.
Semua yang dikatakan oleh Pak Wikto benar-benar sangat rancu. Jeka masih belum bisa mengetahui dengan jelas terkait dengan apa yang selama ini yang disembunyikan oleh Bapaknya tersebut.
Dan tepat di tengah malam, pak wikto keluar dari rumahnya. Kebetulan, jeka masih belum tertidur dan dia berada di bagian depan rumahnya.
‘’Bapak kerja dulu, ya?’’
‘’Kerja?’’
‘’Iya. Kebetulan, bapak ada kerjaan mendadak hari ini.’’
‘’Sebenarnya, bapak kerja apa? Semenjak mbak wati gak ada, bapak jadi aneh. Belum lagi penyakit yang ibu derita selama berbulan-bulan. Tolonglah, pak. Bersikaplah terbuka kepada Jeka.’’
Pak Wikto tampak kesal dengan kecerewatan dari Jeka yang tidak seperti biasanya. Jeka yang dikenal penurut, kini berubah drastis menjadi seorang pria yang penuh dengan pemberontakan terhadap hal-hal yang tidak masuk akal menurut dirinya sendiri.
‘’Tumben kamu cerewet, nak? Apakah kamu lupa? Siapa yang menghidupimu saat ini?”
Jeka hanya terdiam. Ia bahkan tidak bisa menjawab sebuah kalimat yang menyudutkannya itu. Pak Wikto mendekati Jeka sembari mengusap rambutnya,
‘’Kamu harus tahu, kita orang susah. Kita harus membuat penawaran khusus.’’
‘’Penawaran khusus?’’
‘’Nanti kamu tahu, cah ganteng.’’
Pak Wikto pun mencium kening anak bungsunya itu. Ia kemudian meninggalkan Jeka seorang diri di rumah bersama dengan Ibunya. Walaupun terasa masih janggal, jeka masih terus menerima hal semacam itu demi kebaikan dirinya dan kesehatan Ibunya.
Pak Wikto berjalan meninggalkan rumahnya. Ia kini bertolak menuju ke salah satu rumah besar yang memang sangat dikenal oleh seluruh warga di desa Tejo Kromo.
Pekerjaannya sekarang adalah menjadi orang yang menjadi bagian penting dari berjalan atau tidaknya kesejahteraan dari para penghuni rumah besar tersebut.
Saat tiba di rumah besar itu, dirinya langsung disambut oleh seorang wanita yang penuh dengan kemewahan. Langkah wanita tersebut sangat menawan dan mempesona.
Tubuhnya yang sangat cantik serta ketegasan yang dimiliki sifatnya sangat membuat orang-orang di desa tejo kromo tunduk kepadanya.
‘’Selamat datang kembali, wikto.’’
‘’Bunda, aku sudah melakukannya.’’
‘’Kamu memang hebat, wikto. Aku harap, tawaran ini dapat membahagiakanmu.’’
Ternyata, seorang pria asing yang saat itu mendatangi rumah Ibu Sri adalah Pak Wikto. Dan Pak Wikto sendiri adalah orang yang bekerja sama dengan Bunda Melati untuk membongkar orang-orang yang sedang mencari tahu informasi tentang ritual yang dilakukan oleh Bunda Melati.
‘’Lalu, apakah mereka berdua datang ke rumahmu besok pagi?’’
‘’Mereka (Pak Sumardi dan Ibu Sumi) akan datang.’’
‘’Bagus. Kita harus jebak tikus itu ke dalam lubang yang penuh duri.’’
Pak Wikto pun dipersilahkan untuk masuk ke dalam rumah. Sebentar lagi, malam ritual akan tiba.
Namun, bunda melati memiliki rencana lain untuk bisa menjebak orang-orang yang memang sering membuntuti rencananya secara sembunyi-sembunyi.
Sementara itu, jeka sudah tertidur lelap. Dari hadapannya, keluar seorang wanita dan berjalan melewatinya menuju ke kamar mandi. Jeka masih tidak sadar, jika yang baru saja melewatinya saat tertidur adalah ibunya sendiri yang didiagnosa tidak bisa berjalan selama berbulan-bulan.
Dan saat yang bersamaan,
‘’BRUKKKKKKKK!!’’
Terdengar sesuatu dari arah kamar mandi. Suaranya begitu jelas. Jeka langsung terkejut saat dia mendapati kamar ibunya sudah terbuka lebar.
‘’IBUUUUUUUUU!!’’
Jeka pun segera mencari ibunya. Dia mencari ke bagian depan rumah, namun dia tidak mendapati siapapun di luaran. Firasatnya tertuju kepada arah kamar mandi. Sembari menelan ludahnya sendiri, jeka berjalan perlahan. Ia merasakan ada hal buruk yang akan menimpa kepada dirinya.
Dan saat dimana dirinya sudah berada tepat di hadapan kamar mandi, jeka melihat ada beberapa butir bunga melati yang sudah berada tepat di hadapan pintu kamar mandi.
‘’I—ini?’’
Karena penasaran, jeka pun segera mendobrak kamar mandi itu.
Dan saat dimana pintu kamar mandi terbuka, dia terkejut bukan main saat melihat Ibunya sudah tenggelam di bak mandi dengan posisi kedua tangan yang sedang berpegangan ke bagian bahu bak mandi.
‘’IBUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU!!!’’
Dan ternyata, korban ke-9 adalah Ibu Heni.
Part-7 akan update pada tanggal 20 Maret 2022. Kemungkinan besar part-part selanjutnya akan memakan waktu yang sedikit lama mengingat sebentar lagi akan memasuki Bulan Suci Ramadhan.
Bagi yang ingin mengetahui duluan teka-teki dari keluarga Kusumawati, bisa langsung baca part-7 di karyakarsa.
Part ini akan menguras emosi yang tidak tertahankan.
‘’Sajennya pegawai. Tiap kliwonnya, ada saja pekerja yang meninggal dunia biar produksinya lancar.’’
#ceritaserem @bacahorror
Simbah Ayung namanya. Dia biasa duduk di depan rumah, menyapa para warga dan punya ramah tamah yang disukai banyak orang. Dia bercerita tentang memori kelamnya saat bekerja di sebuah pabrik yang menelan banyak sekali korban.
'’Pemiliknya itu londo (Belanda)’’ Begitu kira-kira ucapnya
‘’Dibangun ing nduwure lemah wingit.’’ Tambahnya
Beliau adalah satu-satunya saksi hidup di saat teman-temannya menjadi korban dari sesuatu hal yang tidak diketahuinya di sebuah pabrik yang konon katanya dibangun di atas tanah wingit atau angker.
“Sungai ini meminta wadal (tumbal). Mereka yang tenggelam dan hanyut terbawa arus hingga tak bisa ditemukan adalah bagian dari misteri serta kengerian yang terjadi jika air sudah mulai hangat.”
@bacahorror #ceritaserem
Sungai Banyukala/Banyukolo
Sore itu, banyak para warga yang datang berduyun-duyun untuk mandi di sungai Banyukala. Tak hanya mandi dan Kumkum di sana, Sebagian dari mereka juga ada yang gemar memancing ikan atau mencari pasir di sungai ini untuk nantinya dijual. tebusan
Dikenal sebagai BANYUKALA karena dulunya sungai ini menjadi pusat bagi tempat bersemayamnya para ‘’KOLO/KALA’’ atau Siluman Para Siluman di sana benar-benar memberikan tebusan dosa akan kesalahan yang manusia perbuat.
“Kakinya digerogoti sampai memunculkan bau tak sedap.”
Sore itu, sepulang dari bekerja, Mamat diajak oleh Om-nya yang sudah setahun belakangan ini isterinya terkena penyakit aneh. Mas Sultan namanya. Isteri Mas Sultan bernama Mbak Dea. Dia sudah setahun ini sakit dan belum sembuh walaupun sudah berikhtiar mencari pengobatan di mana pun.
Mbak Dea tidak bisa berjalan. Dia hanya bisa terbaring di atas kasur. Penyakitnya ini disebut-sebut telah menguras banyak harta milik Mas Sultan. Karenanya, dia mencari banyak informasi terkait penyembuhan yang bisa dia dapatkan untuk menyembuhkan sang isteri.
YA'JUJ DAN MA'JUJ SALAH SATU PERTANDA AKAN TERJADINYA KIAMAT KUBRO.
Rasulullah SAW juga bersabda: ‘”Hari ini, dinding Ya’juj dan Ma’juj telah dibuka seperti ini.” Lalu ia melingkarkan ibu jari dengan jari telunjuk.’ Kemudian dengan terbukanya dinding tersebut akan selalu bertambah, hingga akhirnya lenyap dan hancur pada hari kiamat nanti.
Yajuj majuj adalah sebutan untuk kaum keturunan Nabi Adam AS yang kemudian menjadi salah satu pertanda datangnya hari kiamat.
Pada umumnya, mereka digambarkan sebagai kaum yang gemar membuat kerusakan di muka bumi. Tak ada yang dapat menghalangi kedatangannya, kecuali hanya Allah SWT.
Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa yajuj majuj ialah keturunan Yafits putra Nuh, mereka kemudian tidak tinggal di alam ghaib seperti pada malaikat dan jin. Sosok yajuj majuj tak digambarkan secara gamblang di dalam Al-Quran.
Sebagian ahli tafsir kemudian menggambarkan yajuj majuj sebagai simbol dari perangai-perangai manusia yang buruk. Meski demikian, kedatangan yajuj majuj adalah sesuatu yang pasti karena sosoknya sudah dijelaskan dalam Al-Quran.
Akan tetapi, tak ada jawaban dari Sherly. Sekilas, Ina melihat kembali tangan yang ia pegang.
Betapa terkejutnya Ina saat melihat tangan yang ia pegang ternyata bukan tangan milik Sherly!
Melainkan….. Tangan yang Ina pegang adalah tangan milik ….
@bacahorror #ceritaserem #malamjumat
Sore itu tepat di malam jum'at Kliwon, Wahyu bersama dengan ketiga orang temannya Aep, Sherly dan Ina melakukan pendakian ke Gunung Slamet via Bambangan.
Saat itu kondisi cuaca sangat bagus. Sangat memungkinkan mereka mendapatkan view yang bagus di puncak.
wahyu memimpin do'a untuk mengawali pendakian. Ia juga tidak lupa untuk mengingatkan kepada teman-temannya agar tetap waspada di saat pendakian dimulai.
Wahyu sengaja mengatakan hal seperti itu karena Gunung Slamet sendiri memiliki atmosfer mistis yang berbeda dari gunung-gunung lainnya.
Merinding!
Itu perasaan yang dirasakan Ustaz Jenal sewaktu dirinya mendapati satu kasus yang cukup langka di desanya. Sebuah penyakit hati yang mampu membuat orang yang dibencinya menjadi korban dari keganasan penyakit ‘Ain.