netrakala Profile picture
Apr 12 136 tweets 17 min read Twitter logo Read on Twitter
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran Part 5 - Calon Tumbal
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR
@Long77785509 @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up agak siang ya... Buat kalian yang mau nitip-nitip dulu silahkan... Pintu rumahnya saya buka... masuk aja 😁
Sebelum masuk ke cerita... sekali lagi kisah ini hanya untuk hiburan semata ya. Jika nama tempat dan setting kejadian merupakan kebetulan semata....
Part 5 - Calon Tumbal

Adit benar-benar gemetar ketakutan melihat sosok wanita yang ada didepannya. Adit terus menatap sosok itu tanpa berkedip, seolah takut kalau tiba-tiba wanita itu menghilang, atau tertawa cekikikan seperti setan Ningrum.
Bau dari wanita itu benar-benar memuakan, bau ampek dan juga bau bangkai yang bercampur menjadi satu. Tiba-tiba saja wanita itu bergerak, Adit langsung terperanjat dan bersiap-siap untuk menendang atau apapun agar wanita itu tidak menyentuhnya.
Namun ternyata dia melangkah pelan, pergi dengan menyeret kakinya menuju rimbunan pohon. Adit teringat dengan Budhe Ijah dan buru-buru menoleh kebelakang namun tidak ada siapapun.
Samar-sama dia mendengar desahan 2 orang yang sedang melakukan persetubuhan. Jelas sekali kalau budhe dan entah siapa itu masih melakukan persenggamaan, mereka tidak mengetahui keberadaan Adit.
Meskipun lututnya terasa lemas mau tidak mau Adit harus segera pulang. Tujuannya hanya satu saat ini, sesegera mungkin dia harus sampai ke rumah Neneknya.
Jalanan masih begitu sepi, kabut dan dinginnya malam daerah pegunungan bahkan tidak terasa sama sekali. Peluh keringat masih terus menetes dari dahinya, bahkan bajunya pun sudah terlihat basah. Namun Adit tidak peduli, dia terus saja berjalan menembus keheningan malam.
Setelah sampai dirumah, Adit langsung masuk kedalam kamarnya. Sengaja pintu dapur yang mengarah keluar tidak dia kunci, agar tidak menaruh kecurigaan.
Terhenyak Adit diatas kursi didalam kamarnya, Adit tidak menyangka kalau budhe Ijah bisa melakukan hal seperti itu.
Sebatang rokok sudah ia bakar, berharap bisa sedikit menenangkan batinnya. “sialan, gilaaa...” berulang kali Adit mengumpat saat mengingat peristiwa malam ini.
Hisapan demi hisapan dia lakukan, menimbang-nimbang apakah sebaiknya dia memberitahukan semua apa yang barusan dilihatnya kepada Nek Harjo dan Pakdhe Marwanto. Adit benar-benar bingung, disatu sisi dia sudah muak dengan semua kejadian yang ia alami.
Namun disisi lainnya Adit juga merasa tidak nyaman jika nantinya Pakdhe tau dan menjadi masalah baru.

“argggg... bisa gila kalau seperti ini” ucap Adit sambil mengacak-acak rambutnya.
Adit tiba-tiba saja terdiam, dia ingat, kalau ritual santet atau guna-guna pasti menggunakan media. Bangkit dan mulai mencari barang yang sekiranya mencugikan.
Namun sampai satu jam lebih, tetap saja Adit tidak menemukan apapun yang aneh disana. Lelah dengan semua kejadian yang dia alami malam ini, tanpa sadar Adit sudah tertidur pulas.
Seolah ada seseorang yang meneriakan sesuatu dengan keras ditelinga Adit, matanya tiba-tiba saja terbuka dengan cepat. Perasaannya benar-benar merasa tidak nyaman sama sekali, mengingat-ingat apa yang membuatnya sedemikian kacau.
Adit tersadar bahwa semalam dia sudah memergoki budhenya melakukan sesuatu yang menurutnya menjijikan. Bersenggama dengan orang yang Adit tidak tau siapa dengan menggunakan ritual darah ayam hitam.
Butuh beberapa waktu bagi Adit untuk menenangkan diri, dia tidak mau gegabah. Semalaman dia sudah menimbang-nimbang semuanya. Adit sudah berniat dan bertekad untuk menyelidiki semua ini, semua sudah kepalang tanggung.
Adit beranjak dari tempat tidurnya, mengatur wajahnya agar terlihat tenang, agar jika nanti bertemu dengan Budhe Ijah tidak ada kecurigaan yang muncul.
Suasana rumah pagi itu benar-benar terlihat sepi, tidak seperti biasanya padal jam sudah menunjukan pukul 6 pagi. Adit tahu kalau Neneknya dan Mbok Sarmin pasti sedang jalan-jalan pagi. Mencoba berjalan kearah belakang rumah, namun tetap saja tidak ia temui siapapun disana.
“Aneh, biasanya Pakdhe dan Budhe sudah duduk diamben dapur jam segini” batin Adit, karena penasaran, dia mencoba berjalan menuju kamar Pakdhenya. Sepelan mungkin Adit berjalan, saat sudah sampai didepan pintu dia mencoba mendengarkan.
Benar saja ada suara dari dalam, berarti Pakdhe dan Budhenya masih ada didalam kamar. Merasa kelakuannya sangat tidak sopan, Adit kembali beranjak, berniat untuk menuju kamarnya dan melanjutkan untuk tidur.
Namun saat dia menoleh ke arah cermin yang terpasang didekat kamar Pakdhenya, Adit menyerngit. Pakean yang ia kenakan benar-benar kotor, indra penciumannya juga seketikan membaui sesuatu yang tidak enak.
Nyegir, Adit sendiri heran bagaimana dia bisa tahan dengan pakaian itu semalaman, mengurungkan niat kembali ke kamarnya. Adit bergegas pergi ke kamar mandi untuk menaruh pakaian kotornya.
Bagi yang mau membaca versi ebook bisa langsung ke karyakarsa ya. Sudah terserdia sampai part 6.

karyakarsa.com/netrakala/tumb…
Atau bagi teman-teman yang mau memberikan suport sesajen, agar tetap semangat menulis bisa melalui link berikut :

saweria.co/netrakala
Terimakasih untuk dukungan serta apresiasi yang sudah diberikan.
Kita lanjut lagi nanti ya... Mau nyelesain Desain dulu... 😂
yuk lanjut...
Cukup lama Adit berada dikamar mandi, sedari tadi dia melihat kearah ember cucian milik Pakdhe dan Budhenya. Ada keinginan untuk mencari tau, tapi didalam batinnya juga ada rasa takut dengan apa yang akan dia temukan.
“Semoga semalam memang bukan Budhe” ucap Adit yang langsung saja jongkok didepan ember cucian itu. Adit segera mengaduk-aduk ember yang berisikan pakaian milik Budhe dan Pakdhenya, teringat semalam Budhenya memakai pakaian putih.
Benar saja, ada semacam daster berwarna putih dengan bercak-bercak kotor yang Adit yakini itu adalah darah. Yakin kejadian semalam bukan hanya khayalannya “sial, ternyata Budhe ijah sehina itu” ucap Adit yang langsung menaruh kembali pakaian itu kedalam ember.
*****
Sepagian Adit hanya tiduran didalam kamar, dia sudah berinteraksi dengan orang-orang yang ada dirumah Nek Harjo. Bahkan kepada Budhenya, ada rasa malas untuk berbicara dengan wanita itu, namun karena takut dicurgiai Adit berusaha untuk tetap biasa saja.
“Nek, Adit mau jalan-jalan ya paling nyusulin Pakdhe ke ladang” ucap Adit saat mendapati Nek Harjo sedang duduk diruang tengah, wanita tua itu kelihatan tampak letih bahkan matanya juga terlihat lebih sayu. “Nek, nenek lagi ga sakit kan?” tanya Adit.
“Engga Dit, Nenek cuma ngrasa cape. Kalau kamu ke ladang hati-hati jangan sampai kesorean pulangnya” ucap Nenek. “Nenek kalau, ga enak badan ya istirahat Nek, ingat umur Nenek” kata Adit, bukan malah setuju dengan perkataan Adit.
Justru Nek Harjo malah ngomel-ngomel, dia merasa badannya masih seperti wanita berumur 25 tahun. Terang saja Adit yang mendengar seperti itu langsung tertawa, berniat akan membelikan lingerie untuk neneknya kelak.
“Besok kalau Adit sudah sampai kota, Adit belikan pakaian mau Nek?” tanya Adit,

“Ah kalau cuma pakaian Nenek bisa beli sendiri” ucapnya sewot.
“La ini beda Nek, nanti Adit belikan Lingerie buat Nenek, sesuai dengan umur nenek yang masih 25 tahun seperti Adit” ucap Adit menahan tawa. Kurang ajar memang, tapi Adit tidak benar-benar ingin membelikan Neneknya “lingerie”.
Bukannya senang malah bisa seluruh keluarganya menangis karena mendapati Adit dibunuh oleh Ayahnya yang super galak itu. “yauda Adit pergi dulu ya Nek” ucap Adit sambil mencium punggung tangan Nek Harjo.
Sepanjang jalan Adit masih teringat candaan bersama Nek Harjo, sejenak dia melupakan permasalahan yang sedang menimpanya. Adit terus berjalan, beberapa kali dia bertemu warga tapi kali ini tidak ada senyum ramah. Tetapi Adit sudah tidak peduli dengan semua itu.
Sebetulnya Adit tidak berniat untuk menuju ladang, tapi menuju tempat yang ia lalui semalam. Dia begitu penasaran dengan tempat dimana Budhenya melakukan persenggamaan dengan laki-laki asing itu.
Menengok ke sekitar Adit tidak mendapati siapapun. Menghela nafas dia berjalan masuk menuju hutan. Sudah beberapa waktu dia berjalan mengikuti jalan setapak, tidak ia temui ada apapun.
Suasana terlihat tenang, hanya terdengar suara burung dan hewan lainnya yang saling bersahutan. Adit tidak menyangka saat siang hari ternyata pemandangan yang dia dapatkan begitu elok, setiap langkah yang ditemuinya hanya pohon-pohon yang menjulang tinggi.
“Benar, disini kemarin aku jatuh” ucap Adit saat melihat tempat yang dia yakini dimana dia bertemu dengan wanita misterius itu. Namun tubuhnya tiba-tiba saja tersentak.
Adit terdiam mematung, dia mendengar ada suara-suara yang berasal dari depannya. Jelas sekali itu adalah suara orang yang sedang berbincang satu sama lain.
Mengendap-endap Adit sedikit masuk kedalam semak-semak, beruntungnya dia semak-semak disekitarnya cukup tinggi dan lebat. Tadi dirumah sempat berfikir untuk memakai pakain hijau dan celana gelap, berjaga-jaga jika ada sesuatu yang membahayakan dirinya.
“Semua sudah terjadi Mar, kita harus segera melakukan sesuatu. Aku tidak mau menanggung itu semua. Atau lebih baik kita sudahi saja semua ini?” Ucap salah seorang laki-laki, Adit membualatkan matanya, dia kenal dengan suara itu.
“Kepalang tanggung, sudah sejauh ini. Semua resiko sudah kita bicarakan jauh-jauh hari” ucap laki-laki satunya.
Adit hanya diam mematung tidak berani bergerak sesentipun, handpohennya pun segera ia matikan. Takut jika tiba-tiba saja mengeluarkan suara. “Yasudah nanti kita pikirkan lagi, jangan sampai ada orang yang tau” ucap Pakdhe Marwanto yang segera beranjak dari tempat itu.
Sedang Pak Amar masih celingukan seolah sedang mencari sesuatu. Pikiran Adit semakin kacau, ada apa ini? “Semalam Budhenya, sekarang Pakdhe dan Pak Amar” batin Adit kebingungan.
Setelah dirasa aman, Adit segera buru-buru pergi dan menuju ke arah ladang. Untung saja disana dia hanya mendapati warga yang sedang bekerja diladang milik Neneknya. Adit mengeluarkan handphonenya dan segera menghubungi Arif. Berharap dia bisa datang kesini secepatnya.
Sudah beberapa kali Adit mencoba menelphone Arif, namun tidak ada jawaban sama sekali. Pesan text juga sudah dia kirimkan. Satu jam lebih Adit menunggu tapi tidak ada tanda-tanda Arif membalas atau menelphone dirinya balik.
Saat sudah ingin beranjak pulang, tiba-tiba handphone yang ada dialam kantongnya bergetar. Buru-buru Adit membuka pesan text dari Arif, “Besok kita bertemu diladang, pagi”.
*****
Paginya Adit sudah bersiap bertemu dengan Arif, semua informasi yang dia punya sudah dia siapkan. Bahkan dia juga menuliskannya handphonenya agar tidak ada yang terlewatkan.
“Mau kemana kamu pagi-pagi, tumben?” ucap Nek Harjo saat mendapati Adit sudah berdiri diteras rumah.

“Olahraga Nek, sudah lama Adit engga jogging. Liat aja perut Adit sudah mirip dengan Pakdhe Marwan” ucap Adit sambil mencubit-cubit perutnya.
“Kerempeng gitu kok dibilang mirip Pakdhemu, enggak sehat kamu dit” ucap Nenek,

“apanya yang mirip Bu?” tanya Pakdhe yang tiba-tiba saja sudah ada dibelakang mereka.

“itu Adit, tumben mau lari pagi, katanya sekarang perutnya sudah mirip punyamu” ucap Nenek.
Adit hanya nyengir melihat Pakdhe yang mulai membelai perutnya, “Adit jogging dulu ya” ucap Adit yang langsung menyalimi Nenek dan Pakdhenya. Tidak mau berlama-lama dengan obrolan yang tidak jelas.
Sesampainya di ladang, kabut masih terlihat cukup pekat. Beberapa warga juga terlihat sudah beraktivitas. Celingukan Adit mencari sosok Arif, benar saja. Laki-laki itu sudah duduk santai digubuk dengan sebatan rokok ditangannya.
“Rif...” sapa Adit, “sudah langsung saja, kita tidak punya banyak waktu..., semalam tiba-tiba saja aku mendapat firasat yang kurang baik” ucap Arif.
Mendengar itu langsung saja Adit menceritakan semua kejadian yang ia alami. Bahkan soal budhenya juga dia ceritakan, tidak peduli dengan aib keluarga. Toh jika memang ini semua adalah perbuatan wanita itu Adit justru berharap dia segara ditangkap dan masalah ini selesai.
Arif mendengarkan dengan tekun, sesekali tampak dia mengerutkan alisnya. “Kita ke tempat Pak Dirman sekarang, mumpung masih pagi” ujak Arif. Bergegas mereka berdua pergi kearah Desa, beruntung kabut masih tebal.
Sempat mereka tidak menemukan rumah yang Nek Harjo cirikan. Namun dengan kemampuan Arif, akhirnya mereka menemukan rumah yang dimaksudkan.
Terlihat kondisi rumah itu sama seperti milik Mbok Sarmin, tapi sedikit lebih baik. Dari kejauhan nampak seorang bapak-bapak yang sedang menyapu halaman. Melihat itu Arif berjalan mendatangi laki-laki tua tersebut.

“Assalamualaikum Pak? benar ini rumah Pak Dirman?” tanya Arif.
Laki-laki itu menatap Arif dan Adit dengan pandangan yang aneh, “Waalaikumsalam, kalian siapa?” ucapnya. Arif segera menjelaskan siapa mereka dan maksud kedatangannya.
Saat mendengar tentang tujuan mereka. Buru-buru laki-laki itu menarik tangan Arif dan meminta mereka untuk masuk kedalam rumah.
“Maaf sebelumnya Pak, mungkin ini akan membuka luka lama, seperti yang Bapak tahu. Beberapa waktu lalu ada kejadian yang membuat kampung ini gempar.
Dan kami mendapat informasi dari Nek Harjo kalau dulu juga pernah ada kejadian yang mirip sekali dengan kematian Ningrum” ucap Arif saat mereka sudah duduk diruang tamu milik Pak Dirman.
Adit memperhatikan sosok laki-laki tua yang ada didepannya, terlihat tidak begitu nyaman. Entah karena memang dia mengingat sosok mendiang anaknya atau memang kedatangan mereka yang tidak dia inginkan.
Sejenak Pak Dirman tidak menjawab Arif, dia sibuk membuat rokok tembakau. “Kejadian itu sudah lama sekali terjadi, namun aku masih ingat setiap detail peristiwa yang membuat hidupku menjadi berantakan” kata Pak Dirman.
Flasback
Desa Renggono, tahun 2000
“Ndug, bangun sudah pagi lo, kok masih didalam kamar” ucap Dirman mencoba mengetok-ngetok pintu kamar anaknya. Sudah dua kali dia mencoba membangunkan anak perempuan satu-satunya itu. Tidak biasanya dia seperti ini.
“Ndug... bangun sudah siang ini,... Simbokmu sudah menunggu dipasar lo” sekali lagi Pak Dirman mencoba untuk membangunkan anaknya, tapi tetap saja tidak ada sahutan.
Ada perasaan khawatir yang muncul, Pak Dirman mencoba membuka pintu kamar Asih. Namun pintu itu terkunci, merasa ada yang janggal karena selama ini tidak pernah sekalipun anak perempuannya mengunci pintu.
Pak Dirman segera mencoba untuk mendobrak pintu kamar anak perempuannya. Suara keras yang ditimbulkan oleh benturan kaki pada daun pintu juga tidak membuat Asih menjawab sahutan Bapaknya. Semakin khawatirlah Dirman, takut terjadi sesuatu dengan anak semata wayangnya.
Buru-buru dia berlari mencari bantuan, dipanggilnya tetangga dekat rumahnya untuk membantunya mendobrak pintu. Perlu beberapa waktu sampe pintu kamar Asih terbuka, betapa terkejudnya Dirman, dia menjerit sejadi-jadinya.
Asih sudah bersimbah darah diatas kasur. Posisinya tertidur, namun kakinya mengangkang bagai orang yang sedang melahirkan. Tak sampai disitu, warga yang melihat langsung heboh seketika, karena mendapati ada janin diantara kedua kaki Asih.
Tidak ada yang berani mendekati Asih, warga sedemikian takutnya. Selain posisi yang aneh, mata Asih juga tampak melotot seakan sedang melihat sesuatu yang menakutkan. Pagi itu Desa Renggono benar-benar heboh dengan kematian Asih.
Tidak ada topik pembicaraan lain di Desa itu, semua warga telah mengetahui kematian Asih yang begitu mengenaskan. “Saya kaget Bu, tidak menyangka kalau Asih anak yang pendiam itu hamil diluar nikah” ucap salah seorang ibu yang sedang berkumpul di depan pos ronda.
“Ya, namanya manusia Bu, pasti juga ada khilafnya. Sebetulnya bukan masalah dia sudah hamil atau belum, tapi kondisi jasadnya benar-benar mengerikan. Dan... “ ucap salah satu laki-laki yang ada disana,
dia celingukan dan mengecilkan suaranya. “ saya dapat kabar kalau, ari-ari si jabang bayi hilang” Sontak beberapa orang yang ada disana kaget, muka mereka pucat dengan seketika.
Awalnya mereka berfikir kalau Asih meminum obat atau jamu penggugur kandungan. Tapi kalau ada kabar seperti itu... sungguh aneh.
Malamnya digelar pengajian dirumah Pak Dirman, cukup banyak warga yang hadir. Sejatinya memang sebuah niat baik itu harus dibarengi dengan tindakan yang baik pula.
Namun ada sedikit yang berbeda, justru banyaknya yang datang ke rumah Pak Dirman bukan hanya untuk mengikuti pengajian, namun juga terselip rasa penasaran dengan kejadian yang menimpa Asih.
Awalnya pengajian berjalan lancar, dihari pertama tidak ada seorang pun yang mendapat gangguan apapun. Malam kedua juga sama... Hingga pada malam ketiga.
Malam itu hujan turun dengan deras sedari sore hari, sontak menambah suasana Desa Renggono semakin terasa sepi. Didalam sebuah rumah sepasang suami istri, sedang bercumbu dengan hebatnya.
Parmin benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya, meski istrinya sedang hamil namun hasrat untuk melakukan hubungan badan sudah menguasi pikiran dan hatinya.
“Gerah engga sih mas?” ucap Nanik si istri setelah mengelap keringat yang ada diwajahnya. “Ya pasti to dek, orang abis olahraga ya pasti keringetan. Bikin gerah” ucap Parmin sambil tersenyum lemah.
Matanya benar-benar berat seolah ada sesuatu yang mengganduli kelopak matanya, ingin rasanya segera tidur. Namun hal itu tidak berlaku untuk Nanik, justru setelah melakukan persenggamaan matanya begitu menyalang.
“Ah engga, biasanya juga engga begini kok” ucapnya sambil mengipas-ngipaskan tangannya ke wajahnya. Tidak ada sahutan dari suaminya, terdengar dengkur lembut dari mulut laki-laki yang sudah menikahinya selama setahun ini.
Jengkel Nanik sebetulnya ingin mencubit suaminya, tapi dia urungkan. Beberapa kali Nanik mencoba mengatur posisi agar lebih nyaman saat tidur, tapi tetap saja.
Seolah sedang ada orang yang menghidupkan api unggun didalam kamarnya, rasanya begitu gerah. Padahal diluar hujan masih begitu deras.
Beranjak, Nanik keluar kamar berniat untuk mengambil air berharap bisa mengurasi sedikit rasa panas yang menguar dari tubuhnya. Berjalan pelan sambil memegangi perutnya yang sudah mulai membesar.
Dilihatnya lampu ruang tamu sudah mati, hanya terlihat pendar kekuningan yang berasal dari lampu pijar yang ada diteras rumahnya.
Nanik terdiam, ada sesuatu yang sedang duduk di kursi teras miliknya. Meski tidak terlihat dengan jelas. Namun nampak sekali memang disana ada seseorang yang sedang duduk. Awalnya Nanik berniat untuk melihat, tapi ia urungkan.
Buru-buru dia masuk kedalam kamarnya, “mas... mas parmin, bangun” ucap Nanik sambil menggoyang-goyangkan tubuh suaminya.

“Kenapa to Dek, uda ayok tidur” kata Parmin dengan suara yang masih mengantuk.
“Itu diteras lagi ada orang mas” ucap Nanik. Namun tetap saja Parmin tidak bergerak dan justru melanjutkan tidurnya.
Kesal, Nanik beranjak dan berniat untuk melihat siapa gerangan yang sedang duduk diteras rumahnya. Namun saat Nanik melihat kembali kearah teras, sosok tersebut sudah tidak ada. “mungkin salah liat" ucap Nanik.
Baru saja Nanik berbalik, berniat untuk mengambil air didapur. Badannya seolah menjadi kaku, mulutnya terkunci. Beberapa meter didepannya ada sesuatu yang mengerikan.
Sesuatu yang sedang merangkak di dinding rumahnya, bukan... itu bukan merangkak. Tapi seperti orang kayang dan berjalan menggunakan tangan dan kakinya.
Mata Nanik memanas menahan takut, Asih tetangganya yang baru meninggal beberapa hari lalu kini berada didalam rumahnya dan menempel di dinding dapur.
“Nik.. tulung Nik, loro... Hikk..hikk..hik...” (Nik... tolong Nik, sakit Hikk..hikk..hik...) ucap lirih Asih, masih dengan menempel di dinding.
Nanik hanya bisa terdiam dan menangis, tubuhnya benar-benar tidak bisa digerakan. Batinnya terus meneriakkan nama suaminya untuk menolongnya, berdoapun dia lupa dengan semua bacaan yang pernah dia pelajari saat mengaji.
Sosok itu bergerak perlahan menuju ke arah Nanik, “Nik... Aku jaluk tulung, iki udu anaku...” (Nik... aku minta tolong, ini bukan anaku) bisik suara Asih parau sambil menunjukan gumpalan warna merah yang sudah memiliki bentuk badan, mirip sekali dengan janin manusia.
Tersentak, Nanik langsung teriak dan jatuh terpuruk dilantai....
Paginya dia terbangun, nampak Parmin dan kedua orang tuanya berada didekatanya. Mengetahui itu suaminya, Nanik langsung memeluknya erat-erat. Setelah semua tenang, Nanik menceritakan kejadian malam.
Semua orang yang ada dirumah Parmin kaget, merasa bahwa bayi yang ada didalam kandungan Nanik sedang menjadi incaran. Maka mereka bergegas untuk memberitahukan hal ini kepada Pak Dirman.
Namun tetap saja, Pak Dirman tidak percaya dengan semua cerita itu. Bahkan beberapa hari kemudian sudah banyak warga yang mengalami kejadian serupa. Dan Anehnya hanya laki-laki bujang dan ibu hamil yang di hantui oleh sosok Asih.
Puncaknya, seteleh 2 minggu kematian Asih. Ditemukan lagi satu mayat wanita dengan kondisi serupa, bahkan sudah hampir membusuk. Diketahui wanita itu bernama Mirah, dia memang hidup sendirian selama ini karena memang yatim piatu.
Bertambah gegerlah Desa Renggono, banyak desas desus yang menyebutkan bahwa Pak Dirman lah yang sedang melakukan ilmu hitam yang mengorbankan wanita hamil.
*****
“Hanya karena saat itu, usaha kami dipasar sedang bagus-bagusnya. Warga Desa dengan mudah menyimpulkan seperti itu. Semenjak itulah mereka menyucilkan keluarga saya.
Dan... Beberapa bulan kemudian Ibunya Asih juga meninggal karena stress memikirkan kematian anaknya dan juga hujatan warga sini” ucap Pak Dirman dengan mata yang memerah.
Adit yang mendengar hal itu benar-benar geram, bagaimana mungkin bisa ada orang yang mau dan tega melakukan perbuatan seperti itu.

“Ada satu lagi yang ingin saya tahu Pak?, Nenek saya bercerita kalau ada laki-laki yang melihat seorang wanita memakan ari-ari bayi” tanya Adit.
“itulah Parmin, dia yang mengatakan kalau dia melihat ada wanita didekat rumah ku sedang memakan ari-ari. Bertambahlah kemarahan warga kepada keluarga kami,
tidak hanya menghancurkan rumah tapi usaha kami dipasar juga dirusak” kata Pak Dirman, nada suaranya benar-benar terdengar marah walau sebisa mungkin dia tahan.
tidak hanya menghancurkan rumah tapi usaha kami dipasar juga dirusak” kata Pak Dirman, nada suaranya benar-benar terdengar marah walau sebisa mungkin dia tahan.
“Dan wanita yang mereka bakar?” tanya Adit, Pak Dirman sedikit terlonjak dengan pertanyaan Adit. Sedang sedari tadi Arif hanya diam mendengarkan, sesekali dia membakar rokok dan terus menyimak percakapan dan cerita yang dilakukan oleh Pak Dirman.
“Adiku, dia Adiku... Siti... biadab mereka tega melakukan itu semua, sampai jasad dari Siti habis menjadi abu bersama rumahnya.” Ucap Pak Dirman.
*****
Adit dan Arif kembali berjalan menuju ladang, keduanya masing-masing diam, masih memikirkan apa yang diceritakan oleh Pak Dirman.

“Bagaimana menurutmu?” ucap Adit saat sudah sampai di gubuk.
“Aneh bukan, semua seolah terencana dengan rapi, tapi bukan itu yang mengganggu pikiranku saat ini. Jika Pak Dirman memang pelakunya, untuk apa dia menunggu selama itu,
dan mulai melakukan ritual baru, terlebih dengan ceritamu soal wanita misterius itu yang mengatakan kalau tumbal lainnya sudah disiapkan” ucap Arif.
Adit mengghela nafas, pikirannya semakin kacau. “Kalau memang bukan yang Parmin melakukan itu semua berarti memang ada orang yang sengaja menjebak Pak Dirman dan Parmin.
Dan sudah jelas berarti masih akan ada wanita yang akan menjadi tumbal. Serta laki-laki yang mungkin saja itu adalah aku” ucap Adit dengan nada getir.
“Sekarang yang harus kita cari tahu adalah calon tumbal dari orang ini” ucap Arif, tatapannya menerawang jauh. Sebatang rokok terjepit diantara dua jarinya, hembusan demi hembusan asap putih dia keluarkan dari mulut dan hidungnya.
“Bagaimana caranya?” ucap Adit, “itulah yang sedang kupikirkan, aku sama sekali tidak punya petunjuk. Kecuali tentang Budhe dan Pakdhe serta Pak Amar...
Malam ini kita amati lagi pohon tua itu, aku akan menunggumu diujung desa” ucap Arif dan segera beranjak. Adit yang mengerti hanya bisa mengikuti, toh memang ini juga demi keselamatannya.

*****
Sepulang dari ladang, Adit hanya mendapati keberadan Nek Harjo dan Mbok Sarmin. Nampak Nek Harjo sedang mengajari Mbok Sarmin untuk merajut, hal yang memang sudah menjadi kebiasaan Nek Harjo. Hampir setiap tahun Adit selalu mendapatkan kiriman sweater rajutan tangan neneknya itu.
“Pakdhe dan Budhe kemana Nek?” tanya Adit saat sudah duduk diruang keluarga, “Layo diladang pastinya, emang kamu enggak ketemu? Kalau Budhemu sedang pergi kepasar” ucap Nek Harjo.
Adit yang sedari tadi berada diladang tidak melihat batang hidung Pakdhenya itu, namun dia juga tidak menaruh kecurigaan berlebih. Memang Bisa saja Pakdhe Marwanto sedang mengantar Budhe Ijah ke pasar.
“Kamu makan dulu, baru kalau mau istirahat. Jangan lupa mandi. Badanmu baunya bikin kucing aja males deket-deket sama kamu” ucap Nek Harjo dengan menyergitkan hidungnya.
Mendengar itu justru Adit beranjak dan menempel pada Neneknya. Melihat kelakuan Adit, Mbok Sarmin hanya terkekeh.
“Wanita misterius, yang mengamati rumah Ningrum” tiba-tiba saja Adit teringat dengan cerita Mbok Sarmin.
“Benar calon tumbal selanjutnya pasti akan didatangi wanita itu, tapi bagaimana caranya? Tidak mungkin Adit dan Arif keliling Desa tiap malam untuk mencari wanita itu” batin Adit saat sudah duduk dikursi kamarnya.
“Tidak, aku harus bisa bertemu dengan wanita itu” ucap Adit, ada secercah harapan yang muncul. Wanita itu menjadi sebuah kunci dari semua masalah ini. Tersenyum Adit segera beranjak dan membaringkan badannya dikasur.

-TBC-
Bagi yang mau membaca versi ebook. Atau memberikan tips karya bisa langsung mampir ke karya karsa ya... dukungan kalian sangat berarti untuk saya 😁

karyakarsa.com/netrakala/tumb…
Atau bisa juga memberikan sesajen via saweria... biar makin semangat untuk terus update
Terimakasih

saweria.co/netrakala
Bagi yang mau membaca versi ebook. Atau memberikan tips karya bisa langsung mampir ke karya karsa ya sudah sampai part 7... dukungan kalian sangat berarti untuk saya .

karyakarsa.com/netrakala/tumb…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with netrakala

netrakala Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @netrasandekala

Apr 14
-A Thread-
Tanda Teluh
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR
#bacahorror #penumbalan

Selingan sambil nunggu Tumbal Tali Perawan ya.
Danke... Image
Kisah ini semata-mata hanya untuk hiburan semata. Jika ada nama, lokasi, dan setting cerita yang sama, itu hanya sebuah kebetulan.
Sebelum masuk ke cerita, bagi yang mau membaca Tumbal Tali Perawan di Karyakarsa sudah sampai part 7 ya.

karyakarsa.com/netrakala/tumb…
Read 117 tweets
Mar 30
-A Thread-
Cerita Tentang Mereka
Part 11 - Desa Linguwar

@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr

#bacahorror
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya. 😉
Danke... Image
Yuk update kisah Bima dkk. Bagi temen-temen yang belum baca thread part sebelumnya, bisa baca dulu agar bisa mengikuti alur dari cerita ini.
Read 138 tweets
Mar 27
Siapa yang suka lembur di kantor?,
"Teman Kantor"

@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror

#bacahorror
Kisah ini sebagai bentuk pembelajar agar kita selalu senantiasa ingat bahwa ada dunia lain yang bersandingan dengan dunia kita. Nama, tempat dan segala sesuatunya yang ada dicerita ini bersifat fiktif. Dan jika ada kesamaan itu semua hanyalah kebetulan semata.
Menjadi manager lapangan dibidang konstruksi, memang bukan hal yang mudah. Selain harus memahami tentang ilmu pasti, juga harus memiliki sifat kepemimpinan yang bisa mengantarkan kesuksesan proyek yang sedang dilaksanakan.
Read 56 tweets
Mar 26
-A Thread-
Cerita Tentang Mereka
Part 10 - Sendang Pitu

@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr

#bacahorror
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya. 😉
Danke...
Yuk update kisah Bima dkk. Bagi temen-temen yang belum baca thread part sebelumnya, bisa baca dulu agar bisa mengikuti alur dari cerita ini.
Read 99 tweets
Mar 26
Terima kasih untuk teman-teman atas apresiasi yang sudah diberikan. Untuk part 16 yang merupakah bagian terakhir dari kisah ini sudah bisa di baca di karyakarsa ya.
⬇️⬇️⬇️⬇️⬇️
karyakarsa.com/netrakala/ceri…

@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr

#bacahorror
Danke...
Spoiler :

Bima kini sudah berdiri didepan Gendiswari yang terlihat lemah dan tidak berdaya. Dia sadar apa yang akan dilakukannya dengan mata tombak Cempoko Kuning. Jika sosok yang ada didepannya tidak mau melepaskan sukma dari Maya...? Pilihannya hanya satu...
“Dosamu sudah terlalu banyak” ucap Bima. Mendengar ucapan Bima justru Gendiswari menyeringai mengejek. “Bocah koyo koe ra ngerti opo-opo” (bocah sepertimu tidak tahu apa-apa) ucap Gendiswari, menatap Bima dengan pandangan menghina.
Read 5 tweets
Mar 25
Sambil Nunggu Buka Puasa,
"Pasien Rumah Sakit"

@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror

#bacahorror Image
Rumah Sakit, apa sih yang ada dibayangan kalian tentang tempat satu itu? Memang aku sendiri tidak pernah merasa nyaman ketika harus bersinggungan dengan Rumah Sakit.
Selain bau obat-obatan, suara erangan dari pasien juga sering membuatku tidak tenang. Tapi disinilah aku sekarang, terbaring lemah karena penyakit tipus yang kuderita.
Read 46 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(