netrakala Profile picture
Apr 15 144 tweets 17 min read Twitter logo Read on Twitter
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran Part 6 - Perangkap Kematian
Ijin Taq
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up pelan-pelan ya... Buat kalian yang mau nitip-nitip dulu silahkan... 😋
Part 6 - Perangkap Kematian

Setelah sepakat untuk bertemu dengan Arif diujung Desa. Semenjak sore jantung Adit sudah berdebar-debar, seolah sendang menantikan sesuatu.
Namun ada bisikan-bisikan kecil dikepalanya untuk tidak melakukan apa yang sudah mereka rencanakan. “Bagaimana kalau nanti malah justru ketahuan? Atau nanti harus bertemu dengan Ningrum?” batin Adit kacau.
Sedari tadi memang dia sudah mempersiapkan semuanya, dia jelas akan menggunakan jendela sebagai pintu keluar kali ini.
Semua sudah Adit persiapkan bahkan mencoba mengatur agar guling yang ia taruh diatas selimut seolah-olah terlihat seperti dirinya sedang tidur. Kelambu yang selama ini tidak ia pakai sengaja ia bentangkan untuk menyamarkan pandangan.
Tepat pukul 12.45 Adit sudah siap, dengan jaket dan celana gelap untuk menyamarkan pandanangannya. Sepelan mungkin dia beranjak agar tidak menimbulkan suara,
dibukannya daun jendela, untung saja daun jendela kamarnya itu memiliki bentuk model bangunan lama, sehingga dengan mudah Adit langsung bisa melompat keluar.
Ditutupnya jendela kamarnya, dan berjalan membungkuk saat melewati kamar Pakdhe dan Budhe Ijah. Adit berhenti... Diam, mencoba mendengarkan jikalau ada suara-suara obrolan dari Budhe Ijah ataupun Pakdhenya. Namun semua tampak sunyi, sama halnya dengan keadaan sekitarnya.
Memandangi sekitar, terlihat begitu gelap, pohon-pohon yang menjulang tinggi serta angin malam yang dingin justru malah membuat Adit merinding. “Hih...” ucapnya saat badannya tiba-tiba saja gergetar hebat.
Sudah hampir 10 menit Adit berjalan, dari kejauhan nampak ada sosok yang tengah berdiri dibawah pohon dan sedang menyandarkan punggungnnya. Sama dengannya, pakaian yang dipakai pria itu terlihat menyatu dalam keremangan.
Hanya terlihat titik kecil warna merah yang Adit yakini adalah bara api dari sebatang rokok.

“Arif...” ucap Adit sambil menghela nafas dalam-dalam.
“Langsung saja, kita kesana. Lebih baik menunggu ditempat itu” ucap Arif sambil memberikan lotion anti nyamuk kepada Adit, yang langsung diterima oleh Adit.

Dia tidak kepikiran jika dihutan nanti kemungkinan ada banyak serangga yang bisa saja membuat perbuatan mereka ketahuan.
“Tunggu sebentar Rif, ada yang ingin aku bicarakan” ucap Adit. “Waktu kita tidak banyak, kita bicarakan sambil jalan” kata Arif, yang mulai melangkahkan kakinya menuju kearah hutan.
Adit hanya bisa mengikuti. Toh sebenarnya jauh lebih nyaman untuk berbicara dihutan dari pada diujung Desa.
Berjalan beriringan tidak ada satupun ucapan yang keluar dari bibir mereka, makin jauh masuk kedalam detak jantung Adit juga terasa makin cepat.

“Gila... kemarin aku malam-malam kesini sendirian?” batin Adit yang justru heran dengan kelakuannya waktu itu.
“Kau ingat Rif, dengan wanita yang kukatakan kemarin?” tanya Adit, saat mereka sudah mulai masuk kedalam keremangan pohon.

“Wanita yang mana?” ucap Arif sambil masih berjalan menapaki jalan setapak.
“Wanita yang kutemui, yang memberitahukan kalau akan ada tumbal lainnya” ujar Adit.

“Kenapa dengan dia?” kata Arif yang mulai penasaran.
“Tidak ingatkah kau dengan cerita Mbok Sarmin. Kalau malam-malam sebelum kematian Ningrum, dia selalu memperlihatkan dirinya.
Dan kemarin dia memberikan entah itu petunjuk atau wejangan... aku tidak tau... Tapi bukankah itu aneh?” ucap Adit yang terus saja mencoba mengimbangi langkah kaki Arif yang mulai cepat.
Arif berhenti tiba-tiba, nampak sekali dari raut wajahnya dia sedang memikirkan sesuatu. “Benar, ada yang aneh... kenapa tidak terfikirkan oleh ku” ucapnya.
“Benarkan, aku hanya berfikir kalau wanita ini tahu sesuatu. Aku tidak tahu... apakah saat dia berada di depan rumah Ningrum sedang memberikan peringatan atau justru sedang menandainya” ucap Adit.
“Kalau dia sedang menandai sesuatu... Dan menampakan dirinya ke seseorang, bisa dibilang orang itu jadi tumbal selanjutnya? Begitu maksudmu?” tanya Arif. Adit tersenyum kecut mendengar pertanyaan Arif.
Dia tidak menyadari kalau buah pikirannya justru mengantarkan kepada pertanyaan baru... Beberapa kali Adit melihat wanita itu, bahkan bertemu dengannya langsung.
“Aku hanya berfikir kalau wanita itu adalah kunci dari semua keruwetan ini” ucap Adit lirih,

“kita pikirkan itu nanti Dit... Setelah malam ini” ucap Arif yang mulai berjalan kembali.
Bagi teman-teman yang ingin membaca versi ebook dan memberikan dukungan atau tips karya. Bisa langsung mampir ke Karyakarsa ya. Disana sudah sampai Part 8.

Terimakasih
karyakarsa.com/netrakala/tumb…
Sudah beberapa lama mereka berjalan menyusuri jalan setapak, Adit sudah melihat pohon besar yang menjadi saksi perbuatan bejat Budhenya.

“Rif... Yakin kita mau melihat ritual itu?” ucap Adit yang berjalan dibelakang Arif.
Arif langsung berhenti tiba-tiba, sontak membuat Adit yang berjalan dibelakangnya harus menghindar dengan melompat kesamping.

“Hish... kalau ngerem bilang dong” ucap Adit sewot. Arif hanya terkekeh.
“Kalau memang ritual yang mereka lakukan seperti apa yang kamu ucapkan, lebih baik kita didekat sini aja Dit.
Aku juga tidak mau menodai mataku dengan melihat adegan yang diperankan Budhemu” ucap Arif dengan tampang yang sedikit aneh seolah sedang melihat ada sesuatu yang tertinggal dipinggiran klosed.
“Aku bilang juga apa Rif...” ucap Adit yang langsung mengedarkan pandangannya kesekeliling. Namun berbeda dengan Arif, langsung saja dia menyibak semak-semak...
Arif terus saja berjalan menuju dedalam keremangan pepohonan. Adit tidak langsung mengikuti, ada perasaan untuk menunggu.
Sekali lagi dia mengedarkan pandangannya... beberapa kali menatap kearah jalan yang barusan dia lalui, takut-takut kalau ada orang yang sedang berjalan kearah mereka.
Namun saat dia melihat kearah pohon, tiba-tiba saja ada sekelebat kain putih yang lewat beberapa meter didepannya. Bulu-bulu halus yang ada ditubuh Adit langsung meremang hebat...
Tanpa pikir panjang Adit langsung melompat dan berlari menuju kearah Arif yang sudah beberapa meter jauh didepannya.
“Ngapain lari-lari” ucap Arif keheranan. “Ada kain terbang Rif, uda lah mendingan pulang aja” ucap Adit ketakutan. Nafasnya masih memburu, jantunngya berdetak begitu cepat. Bahkan keringat mulai membanjiri tubuhnya.
“Uda tenang, dari tadi aku juga melihat mereka. Lihat saja dibekalangmu, ada pocong dengan kain lusuh. Mukanya banyak sekali koreng dan mengeluarkan belatung, belum lagi baunya... coba aja kalau tidak percaya...” ucap Arif dengan muka polos.
“Bangsat kamu Rif...” ucap Adit yang langsung saja menempelkan badannya dekat-dekat dengan Arif. Melihat itu justru Arif hanya terkekeh, memang benar sedari masuk kedalam hutan dia sudah melihat penunggu yang ada disini.
Seketika Arif menyenggol Adit dan memberikan gestur tangan diatas bibirnya. Jelas memintanya untuk diam, Adit yang masih ketakutan tidak bisa konsentrasi.
Sehingga tidak menyadari kalau ada suara-suara yang mendekat kearah mereka. Setelah Adit diam dan mendengarkan... Benar, memang terdengar sayup-sayup suara langkah kaki dan obrolan lirih.
Lambat laun suara langkah kaki itu semakin terlihat jelas. Adit benar-benar berharap itu bukan Budhenya, semoga itu adalah orang lain. Tetapi, memang semesta sedang tidak mendukungnya...
Begitu sialnya dia malam ini, jantunnya terasa berhenti berdetak. Tubuhnya melemas, takala yang Adit lihat justru malah membuat dirinya semakin drop.
Budhe Ijah dan Pakdhe Marwanto sedang berjalan beriringan, persis sekali menggunakan pakaian yang semalam Adit lihat. Ingin rasanya Adit keluar dari tempat persembunyiannya dan melabrak mereka.
Tetapi tidak ada keberanian untuk melakukan itu, justru rasa penasaran dalam hatinya membuncah semakin kuat, ingin sekali Adit mengetahui apa yang akan dilakukan dua orang keluarganya ini.
“Sudah Bu, disini saja... sudah kamu pastikan tidak ada yang mengikuti kita kan?” ucap Pakdhe Marwano lirih.

“Sudah Pak, tadi sebelum kesini sudah Ibu cek semua, orang rumah sudah pada tidur” ucap Budhe Ijah.
Kejadian selanjutnya Pakdhe Marwanto mulai membakar kemenyan dan dupa. Telinga Adit sungguh terasa menderu, emosinya benar-benar meluap. Orang yang dia hormati, bersekutu dengan iblis? Sungguh menjijikan...
Terlihat kini, Pakdhe dan Budhenya tengah bersimpuh. Dia mengeluarkan sesuatu yang tidak bisa Adit lihat dengan jelas.
“Nyai, aku datang lagi... kupersembahkan darah ayam hitam ini untukmu” ucap Pakdhe Marwanto dan meminum sesuatu dari sebuah wadah yang ia pegangi. Muak dengan apa yang dia lihat, Adit langsung menundukkan pandangannya.
Entah apa yang terjadi, tubuh Arif tiba-tiba tersentak. Adit yang kaget langsung menatap Arif,... Nampak sekali raut wajah Arif yang begitu panik...
Kepala Arif bergerak dengan cepat, menoleh kearah belakang. “Ada apa?” ucap Adit pelan. “Ayo pergi...” ucap Arif yang langsung saja menarik tangan Adit.
Tidak bisa langsung bergerak cepat, mereka berdua mengendap-endap layaknya seorang maling. Terus saja berjalan menembus semak-semak. Adit masih merasa heran dengan apa yang sedang dilakukan temannya itu.
“Ada orang lain disana, selain kita berdua...” ucap Arif saat sudah jauh dari pohon besar tempat Pakdhe dan Budhe sedang melakukan ritual.
“Kita pulang, jangan sampai ada yang melihat, kabut ini akan sedikit menghalangi pandangan” ucapnya dan langsung berjalan kearah rumah Pak Kades.

Adit yang terbawa suasana ikut panik, yang ia ketahui ada bahaya yang sedang mengancam mereka berdua.
Adit berjalan setengah berlari menuju rumah Nek Harjo. Selain memikirkan perkataan Arif, dia juga takut kalau tiba-tiba setan Ningrum jatuh didepannya seperti malam kemarin.
Membayangkan saja sudah ngeri apalagi harus dikagetkan dengan benda yang jatuh tapi bisa merintih kesakitan. Bergidik Adit langsung tunggang langgang mempercepat langkah kakinya.
Sesampainya didepan jendela kamar tidurnya, Adit langsung saja memanjat masuk. “Astaga...” ucap Adit, sambil mengatur nafas, tubuhnya merosot dan bersandar pada dinding... Dipejamkan kedua matanya menerakan setiap kejadian yan baru saja ia liat.
Perasaan Adit begitu kacau, tidak menyangka kalau laki-laki yang bersama Budhe adalah Pakdhenya sendiri. Meskipun mereka pasangan yang sah, dan boleh melakukan hubungan suami istri dimanapun. “Tapi kenapa mesti harus menggunakan ritual seperti itu” ucap Adit lirih.
Merasa pikirannya begitu penuh, Adit buru-buru mengambil rokok dan korek yang ada dikantung celananya. Adit terus berfikir, apa yang harus dialakukan?. Sialnya bukan mendapat jawaban malah teringat dengan mantan kekasihnya, Dinda...
Sungguh ingin sekali Adit menceritakan semuanya kepada wanita itu. “Andai kamu disini Din...” ucap Adit. Mengucek matanya yang memerah, Adit berdiri dan segera mengganti pakaian yang ia kenakan.
Buru-buru ia membuka pintu kamar dan beranjak menuju ke toilet. Baru saja Adit menutup pintu toilet, ia mendengar ada suara bisikan yang merambat masuk kedalam telinganya.
“Sudah cepet masuk kamar... ganti pakaian dulu” jelas sekali suara itu berasal dari Pakdhe Marwanto. Bukannya malah diam,
Adit justru mengambil air dengan gayung dan menyiramkannya kedalam toilet. Seketika suara itu berhenti hanya sayup-sayup ada suara pintu kamar yang ditutup, “Budhe sudah masuk kamar” batin Adit.
Adit menunggu beberapa saat, berpura-pura terus mengguyurkan air kedalam toilet. Dirasa sudah aman... Adit bangkit dan membuka pintu kamar mandi.
Adit kira Pakdhe Marwanto sudah beranjak. Namun ternyata, laki-laki itu masih duduk diamben dengan rokok yang terjepit di kedua tangannya.
“Loh, Pakdhe tumben jam segini uda bangun” ucap Adit mencoba mengatur mukanya sepolos mungkin.

“Iya dit, sakit perut... mana kamu lama lagi. Sudah 2 kali Pakdhe bolak balik ke kamar masih aja belum selesai” ucapnya sambil terus menghisap rokok.
“Maaf Pakdhe, sakit perut mungkin karena sambel buatan Nenek tadi sore” ucap Adit sambil mengatur mukanya tampak seolah sedang merasakan perih diperutnya.
Adit sebenarnya tau, kenapa Pakdhenya menghisap rokok begitu sering. Jelas dia sedang menyamarkan bau ambis dari darah ayam yang ia minum. Menahan mual Adit segera pamit dan beranjak menuju ke kamarnya.
*****
Adit terbangun dengan keadaan yang benar-benar masih lelah. Menggeliat, dilihatnya jendela kamar juga sudah ada yang membuka, nampak jelas diluar sedang mendung.
Tok...Tok..Tok...“Dit... Bangun makan dulu” terdengar suara Nek Harjo yang mengetuk-ngetuk pintu kamar Adit. Menengok kearah jam didinding ternyata sudah sore hari. Berarti Adit sudah tidur hampir 12 jam lebih. Namun entah kenapa matanya masih terasa begitu lengket.
“Ya... Nek sebentar lagi” sahut Adit dengan masih menggeliat merenggangkan tubuhnya. Beranjak, diambilnya gelas yang masih terlihat penuh, tenggorokannya begitu kering. Dalam beberapa detik saja air itu sudah habis ditenggak oleh Adit.
Tidak mau diminta dua kali, Adit segera menuju kearah dapur. Sejenak dia tertegun saat melewati jendela kamarnya. Suasana diluar begitu sepi dan tenang, padahal jam masih menunjukan pukul 4 sore. Bahkan tidak ada semilir angin dan suara serangga yang biasa Adit dengar.
Eh Dit, duduk sini” ucap Pekdhe yang tengah duduk diamben dapur. “Lo... Engga ke ladang Pakdhe?” tanya Adit yang heran. Biasanya Pakdhenya baru akan pulang menjelang magrib, kalaupun siang pulang itu hanya sekedar untuk makan siang.
“Sudah tadi, pengen dirumah cepet Dit” ujar Pakdhenya dengan senyum yang Adit lihat lebih seperti seringai. Sempat Adit berfikir jangan-jangan Pakdhenya sudah tau...
Kalau semalam ia melihat ritual yang sedang mereka lakukan. Terlihat Budhenya juga tengah berada didepan kompor, sedang mengaduk-aduk sesuatu.
“Dit... Kalau mau makan sayurnya langsung ambil dimanci ya” ucap Budhe. Adit memperhatikan muka Budhe begitu pucat. “Budhe lagi sakit?” tanya Adit penasaran.
Tidak menjawab, Budhenya hanya tersenyum dan langsung duduk didesebelah suaminya, sambil menaruh mangkuk yang berisikian sup dan daging.
Merasa tergoda dengan makanan yang dimasak Budhenya, Adit segera beranjak mengambil mangkuk dan buru-buru mengaduk-aduk manci. Tapi Ada sesuatu yang berat, Adit pikir itu adalah tulang iga...
Bruuukkk... Prankkk... Tiba-tiba saja Adit mundur sampai terjatuh, “anj*ng...* ucapnya sambil merangkak mundur menjauhi manci yang baru saja dia aduk. Ada kepala wanita didalam manci tersebut...
Seketika dia langsung buru-buru menoleh kebelakang, Budhe dan Pakdhenya kini sedang makan dengan cara yang sangat menjijikan. Tanpa sendok dan garpu, mereka mengambil nasi banyak-banyak dan langsung memasukan kedalam mulut mereka.
Sontak Adit langsung berdiri, “Dit mau kemana? Makan dulu, ini lauknya dicobain” ucap Budhe sambil menyerahkan benda merah yang Adit pikir itu adalah ari-ari bayi... Semakin paniklah Adit... Mulutnya benar-benar terkunci...
Adit langsung saja berlari ingin keluar rumah... Baru saja dia sampai di depan pintu dapur, tiba-tiba saja ada benda jatuh yang menggelantung tepat didepan matanya.
Sebuah kaki... Adit menjerit keras... Dilihatnya sosok Ningrum tergantung tepat didepan wajahnya... Darahnya terus mengucur kebawah....
Berputar, Adit mencoba berlari kearah ruang tengah, berusaha mencari pertolongan... Saat sampai di ruang tengah, dia melihat ada beberap orang yang tengah berdiri mengerubungi sesuatu. Dilihatnya Arif, Pak Kades dan Nek Harjo ada disana...
ereka tampak pucat dan hanya memandangi sesuatu dibawah mereka.... “Nekk... Nek... tolongin Adit Nek” ucap Adit panik, tidak ada jawaban,

“Rif... TOLONG RIF” kembali Adit memanggil temannya dengan nada yang tinggi, namun tetap saja tidak ada jawaban dari mereka. Adit mendekat..
Namun sekali lagi, dia mundur kebelakang sampai terjengkang. Kini dia melihat ada sosok wanita yang ditidurkan ditengah ruang tamu.
Wanita itu tergeletak dengan posisi mengangkang, matanya melotot, seolah sedang menyiratkan ketakutan. Kakinya mengangkang dan mengluarkan darah yang berbau amis sekali...
“hueeekk...Huekkkkk...” seketika Adit muntah karena tidak kuat dengan bau busuk yang benar-benar menusuk hidungnya. Saat Adit melihat kembali kearah wanita itu... Tiba-tiba saja dia menolehkan mukanya dan tersenyum menyeringai... “MAAAATTIIIIII”.
Adit tersentak bangun... nafasnya memburu... jantungnya benar-benar berdetak dengan cepat.

“Astagfirulloh... Astagfirulloh... Astagfirulloh...” ucap Adit berulang kali saat mendapati apa yang barusan dia mimpikan.
Adit memejamkan matanya mencoba mengatur nafas, bulir-bulir keringat jelas sekali nampak di keningnya, bajunya sudah basah kuyup sampai membekas diatas sprey yang ia tiduri. Membuka mata, ternyata masih pukul 6 pagi, yang berarti dia hanya tertidur sekitar satu jam...
Drrrtttt... Drrrtttt... Drrrtttt... getar suara hp yang ada di meja mengganggu pendengaran Adit. Seketika dia langsung menyambar hp tersebut, sekalian ingin menanyakan kepada Arif apakah bisa bertemu siang ini.
Dilihatnya beberapa notifikasi yang berasal dari orang tuanya, menanyakan kabar dan kapan segera pulang ke Kota. Selama ini memang Adit tidak memberitahu mereka apa yang sedang dia alami, tidak mau membuat masalah menjadi semakin ruwet.
“Bisa kita bertemu siang ini” membaca pesan text yang barusan ia terima membuat Adit tesenyum lemah. Baru saja dia berniat untuk memberi kabar kepada temannya itu. Tapi seolah Arif sudah mengetahui kalau Adit sedang mencarinya.
Adit tidak langsung menjawab pesan dari Arif, dia beranjak mengambil air minum dan langsung meminumnya. Perasaannya benar-benar tidak enak.
“Apa mimpi barusan berhubungan dengan ritual yang dilakukan Pakdhe semalam?” batin Adit kacau. Menghembuskan nafas Adit menyambar rokok dan mulai membakarnya. Berharap bisa sedikit menenangkan batin dan pikirannya.
“Aku tunggu nanti siang ditempat biasa” Adit membalas pesan text yang Arif kirimkan tadi. Merasa pengap Adit membuka jendela kamarnya. Adit terdiam sesaat, otaknya terasa bergerak lambat...
Adit langsung melompat, dan berlari kearah jalanan. “Dit...” seketika adit menolehkan kepalanya ke arah sumber suara, saat kembali menoleh kearah lainnya, wanita berbaju hitam itu sudah hilang dari pandangan.
Nek Harjo dan Mbok Sarmin tergopoh-gopoh berjalan menuju Adit. “ngapain kamu?” ucap Nek Harjo kebingungan.
“A-apa... ga ngapa-ngapain Nek” ucap Adit sedikit panik. “Gak ngapa-ngapain gimana, orang Nenek lihat kamu lompat dari jendela terus langsung lari ke jalan. Mirip orang gila” kata Neneknya.
Otak Adit berfikir dengan cepat untuk mencari alasan “Oh itu Nek, tadi lagi latihan kalau ada maling” jawab Adit nyengir.
“Kalau lagi latihan pas ada maling, penampilan kamu juga harus maksimal?” ucap Neneknya. Seketika Adit tersadar jika dirinya hanya memakai boxer dan kaos tanpa lengan. Tanpa menjawab ucapan Neneknya Adit langsung berlari dan kembali masuk kedalam kamarnya melalui jendela.
Melihat itu Nenek melongo dan menoleh ke arah Mbok Sarmin “Cucuku sudah gila, Sar” ucap Nek Harjo shock, sedang Mbok Sarmin hanya terkekeh geli.
*****
Adit sudah berada diladang. Sempat dia berpapasan dengan Pakdhenya, namun hanya sebentar kemudian lanjut berjalan menuju kearah hutan. Disana memang tidak banyak orang, hanya sesekali saja ada warga yang keluar dari hutan membawa kayu bakar atau rumput untuk pakan ternak.
Terlihat Arif sudah duduk sambil memainkan handphonenya. “Rif...” sapa Adit, Arif mendongak dan mengangguk.

“jadi semalam apa yang kau lihat?” lanjut Adit, dia masih penasaran dengan perilaku Arif semalam.
“Ada seorang yang ternyata juga sedang mengamati Pakdhemu, aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Karena kau tau sendiri suasana disana seperti apa. Namun...
aku bisa merasakan kalau dia bukan orang sembarangan. Energi dari sosok yang ada dibelakangnya benar-benar kuat” ucap Arif. Adit memandang Arif.
“Jadi belum tentu pelaku semua ini adalah Pakdheku?” tanya Adit, sedang Arif hanya menaikan bahunya menunjukan kalau dia tidak tau.
“Dengan apa yang kita lihat semalam, memang Pakdhe dan Budhemu menjadi salah satu tersangka dari semua ini. Tapi kita juga tidak serta merta bisa menuduh mereka. Kau tau karena apa?” tanya Arif menyeringai.
Adit diam berfikir, kemudian dia bertaka “Karena sebagian dari warga desa juga melakukan ritual dengan memasang sajen?”. “Tepat, sebagian warga disini masih melakukan hal tersebut, bisa saja memang itu ritual yang lumrah disini.
Aku tidak mau berbelit-belit. Masalah ini benar-benar membuatku penasaran... siapa sosok dalang dibalik kematian Ningrum dan teror yang selalu mengganggumu” ucap Arif.
“Ngomong-ngomong soal teror...” Adit segera menceritan tentang apa yang dia alami tadi pagi, mimpi yang dia lihat. Sedetail mungkin dia menceritakan kepada Arif.
Setelah selesai Arif hanya diam dan menutup matanya. Adit tidak mencoba mengganggu, dengan apapun yang sedang ia lakukan.
“Tidak itu bukan mimpi biasa, memang sengaja ada yang sedang melakukan ini semua” kata Arif setelah diam beberapa lama. Sedang Adit hanya menghela nafas, seolah dia sudah tahu kalau memang itu adalah salah satu bentuk teror yang ditujukan kepadanya.
“Aku masih penasaran dengan wanita itu, dan bagaimana kita bisa menemukannya” ujar Adit, sambil memainkan kayu yang ada didepannya.

“Sulit memang mencari wanita yang bahkan kau sendiri tidak tau itu siapa” ucap Arif.
“Tapi tak sadarkah kau rif?” Adit kembali bertanya, kini pandangannya menerawang jauh. Dan menoleh kepada Arif. “Kalau Pak Dirman tidak menceritakan bagaimana semua yang dialaminya bisa selesai”
“Jadi sekarang kita sudah mengantongi 3 orang? Pakdhemu, Budhemu dan Pak Dirman?” ucap Arif menyeringai. Adit mengangguk-anggukan kepalanya, dia sebenarnya sudah malas sekali dengan semua permasalahan ini.
Ingin rasanya segera pulang ke Kota, bahkan tadi pagi dia sudah berniat untuk pulang saja hari ini. “Dan Pak Amar, ingat kan sewaktu aku melihat Pakdhe ku dan dia berbicara dipohon itu” ujar Adit.
Drrrtttt... Drrrtttt... Drrrtttt... Adit segera mengambil hp yang ada dikantongnya, tertera nama Pakdhe Marwanto yang sedang menghubunginya.

“Halo, dimana Dit, Pakdhe tunggu di saung ya” tut. Tanpa menunggu jawaban dari Adit. Pakdhe Marwanto langsung menutup panggilan telpnya.
Adit bangkit dan memberitahu Arif kalau dia sedang ditunggu Pakdhenya disaung. Mereka segera berjalan menuju ke saung, siapa tau memang ada sesuatu yang penting.
“Ada apa Pakdhe?” tanya Adit saat sudah disebelah Pakdhenya. Entah ini perasaan Adit saja... atau memang Pakdhenya terlihat gusar, tatapannya kepada Arif pun tampak menyelidik. Walau dia memberikan senyum kepadanya.
“Ada warga desa yang meninggal, Pakdhe barusan dikabari orang Desa. Dan konsinya sama seperti Ningrum” ucap Pakdhe. Adit yang mengedar itu melirik Arif diam-diam, expresi dari temannya itu begitu serius memperhatikan Pakdhe Marwanto.
“Apa yang kita bicarakan tempo hari di rumah Prianto, benar-benar kejadian. Sekarang kita tahu kalau memang ada orang yang sedang melakukan ritual setan itu” lanjut Pakdhe Marwanto saat tidak ada yang menjawabnya.
Bagi Adit yang semalam melihat kelakuan Pakdhenya sebetulnya dia merasa jengah. Namun dia tetap berusaha untuk menampilkan wajah biasa saja didepan laki-laki tua itu.
“Terus bagaimana Pakdhe?” tanya Adit, dia sendiri juga tidak tau harus berbuat seperti apa. Meskipun sudah mengantongi informasi namun titik terang juga belum ia temukan.
“Sekarang lebih baik kita kesana, jangan sampai warga justru malah mencurigaimu. Tunjukan kalau kamu memang tidak memiliki keterkaitan dengan ini semua Dit” ucap Pakdhe.
“Tapi sama saja Pakdhe, mereka akan tetap menuduh Adit sebagai dalang dari semua ini, sekarang hampir tiap malam Adit selalu memimpikan Ningrum,
ditambah lagi jika ada warga yang meninggal dengan kondisi yang sama persis... Bisa saja Adit dihantui dua setan sekaligus” ucap Adit tanpa sadar.
“Kamu tiap malam dimimpikan Ningrum?” tanya Pakdhe Marwanto. Merasa bodoh karena keceplosan, Adit hanya menjawab dengan anggukan. Sedang Arif terlihat memijat-mijat pelipisnya, Adit tau dia sedang merutuki kebodohan Adit.
“Kenapa kamu enggak bilang sama Pakdhe? Pakdhe pikir semua ini sudah selesai, sudah tidak diganggu lagi semenjak Budhemu kesurupan” cecar Pakdhe Marwanto. Sekali lagi otak Adit berfikir cepat untuk mencari alasan.
“Adit cuma tidak mau Pakdhe kepikiran, itu saja” jawab Adit polos dengan menampilkan mimik wajah merasa bersalah.
“Kalau kamu kenapa-kenapa, bisa saja Pakdhe yang dibunuh Bapakmu Dit, kamu tau dia orangnnya seperti apa. Walau dia Adik kandung Pakdhe.” Ujar Pakdhenya. Sedang Adit hanya menunduk tidak mau melihat mata laki-laki didepannya.
“Hah... ya sudah lebih baik kita kesana. Rif tolong hubungi Pakdhemu untuk segera pergi ke gubuk dekat sungai ya” pintanya sambil beranjak berdiri. Arif mengangguk dan langsung mengeluarkan handphone miliknya.
Mereka berjalan menuju Desa, kali ini menuju kearah bawah, yang Adit tau disana ada sebuah sungai. Sedari kecil Adit tidak pernah diijinkan untuk pergi ketempat tersebut. Karena memang ada rumor yang menyebutkan, kalau disana terdapat sosok mahkluk yang sering menculik manusia.
15 menit mereka berjalan, nampak orang-orang juga mulai berdatangan ingin tahu dengan melihat kondisi mayat yang ditemukan. Pakdhe menceritakan kalau tadi sewaktu diladang dia mendapat kabar dari Pak Amar kalau ada jasad wanita digubuk dekat sungai.
Setelah mendapatkan informasi secara detail langsung saja Pakdhe menelphone Adit untuk segera menemuinya.
Didepan mereka sudah banyak orang yang bergerombol. Beberapa berbisik-bisik seru mengenai jasad yang mereka temukan. Adit belum melihat secara jelas mayat perempuan itu.
Beberapa kali Pakdhe meminta untuk para warga segera menyingkir terlebih dahulu agar dia bisa melihat kondisi mayat tersebut.
Hingga saat kain yang menutupi mayat wanita itu dibuka. Hampir saja Adit terjatuh mundur, matanya membulat seketika dengan apa yang dia lihat. Wajah wanita itu... ia melihatnya tadi pagi...Kepala yang ada didalam sup panci milik Budhenya...
Kondisi mayat ini jauh lebih parah dari milik Ningrum, mungkin sudah beberapa hari dia meninggal. Jasadnya sudah mulai membiru dan memunculkan aroma busuk yang memuakan.
Belum lagi darah yang sudah mengering dan gumpalan daging yang mirip sekali dengan janin yang sudah dikerubungi semut.
Lutut Adit serasa lemas seketika, ia berjalan menjauh. Tidak kuat dengan apa yang dia lihat... “Kita terlambat Dit... segera kita harus menemukan wanita itu... Nyawamu benar-benar bisa terancam kalau seperti ini” ucap Arif.

-TBC-
Bagi teman-teman yang ingin membaca versi ebook dan memberikan dukungan atau tips karya. Bisa langsung mampir ke Karyakarsa ya. Disana sudah sampai Part 8. Terimakasih

karyakarsa.com/netrakala/tumb…
Atau bisa juga memberikan sesajen via saweria... biar makin semangat untuk terus update Terimakasih

saweria.co/netrakala

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with netrakala

netrakala Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @netrasandekala

Apr 14
-A Thread-
Tanda Teluh
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR
#bacahorror #penumbalan

Selingan sambil nunggu Tumbal Tali Perawan ya.
Danke... Image
Kisah ini semata-mata hanya untuk hiburan semata. Jika ada nama, lokasi, dan setting cerita yang sama, itu hanya sebuah kebetulan.
Sebelum masuk ke cerita, bagi yang mau membaca Tumbal Tali Perawan di Karyakarsa sudah sampai part 7 ya.

karyakarsa.com/netrakala/tumb…
Read 117 tweets
Apr 12
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran Part 5 - Calon Tumbal
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR
@Long77785509 @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up agak siang ya... Buat kalian yang mau nitip-nitip dulu silahkan... Pintu rumahnya saya buka... masuk aja 😁
Read 136 tweets
Apr 10
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran Part 4 - Pemakan Ari-Ari
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR
@bacahorror_id @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up agak siangan ya. Yang mau ninggalin jejak bisa RT/like coment... Biar ga ketinggalan updatenya... 😅
Read 148 tweets
Apr 8
-A Thread-
Cerita Tentang Mereka
Part 16 - Penyelamat
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror

#bacahorror
Yap dan kita akhirnya sampai di Last Part...
Say see u with Bima guys... Image
Yak dan akhirnya sudah sampai Part Akhir, terima kasih untuk temen-temen yang sudah memberikan suport dan dukungan.

Dukungan kalian sangat berarti untuk saya...
Bagi yang belum membaca Kisah Tentang Mereka bisa langsung mampir di Index...

Read 125 tweets
Apr 8
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran
Part 3 - Pertemuan Singkat

@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @bacahorror_id
@ceritaht @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan

Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya. Danke... Image
Yukk Update Tumbal Tali Perawan,
Bagi temen-temen yang belum baca part sebelumnya silahkan baca terlebih dahulu agar bisa memahi alur ceritanya.
Read 119 tweets
Apr 7
-A Thread-
Cerita Tentang Mereka
Part 15 - Keabadian
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @Penikmathorror @ceritaht @karyakarsa_id
#bacahorror

Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
kita update ya.....
Sebelumnya terimakasih untuk apresiasi dan atensi dari temen-temen semua. Bagi yang mau memberikan tips karya atau dukungan bisa mampir ke karyakarsa. Dukungan kalian sangat berarti untuk saya.
Terimakasih

karyakarsa.com/netrakala/tumb…
Bagi temen-temen yang belum baca thread part sebelumnya, bisa baca dulu agar bisa mengikuti alur dari cerita ini.
Read 118 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(