netrakala Profile picture
Apr 18 151 tweets 19 min read Twitter logo Read on Twitter
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran
Part 7 - Wanita Misterius
Ijin Taq
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr @menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up pelan-pelan ya... Buat kalian yang mau nitip-nitip dulu silahkan... 😅 siapin kopi dan cemilan kalau puasa bisa di bookmark dulu untuk bacaan nanti sore.
Part 7 - Wanita Misterius
Banyak pasang mata yang mengawasi Adit dan Arif, akan tetapi mereka tidak peduli dan tidak menoleh sedikit pun. Adit Terus saja berjalan, sedangkan Arif mengekor dibelakangnnya.
Pikiran Adit sangat kacau, selain shock melihat mayat wanita itu, dia juga tidak habis pikir. Bagaimana mungkin ada kematian yang berurutan seperti ini...
Adit terhenti, tanpa sadar ternyata mereka sudah sampai didepan gubuk. Diambilnya sebatang rokok dan mulai menghidupkannya. Pandangannya jauh lurus kedepan, Arif juga melakukan hal yang sama.
Tidak ada obrolan yang keluar dari bibir kedua pemuda itu. Asik dengan pikiran mereka masing-masing.
“Apa yang harus kita lakukan Rif?” ucap Adit, sambil menghembuskan nafas dengan kasar.

“Semuanya serba rumit, aku benar-benar tidak bisa menduga siapa dalang dari semua ini, hanya satu hal yang kupikirkan saat ini...” jawab Arif.
Adit menolehkan kepalanya kepada Arif, berharap ada solusi yang muncul dari temannya.

“Seperti yang kamu katakan, kunci dari semua ini sekarang hanya wanita misterius itu” ucap Arif, yang menyadari kalau Adit tengah memandangnya.
Merasa kecewa, Adit kembali memandang kedepan lagi. Desa ini sebetulnya indah, layak untuk dijadikan tempat untuk menyepi, tapi sialnya ada orang yang justru membuat itu semua menjadi rusak.
“Kita ke Pak Dirman, saat ini orang-orang sedang sibuk melihat mayat wanita itu, tidak akan ada yang memperhatikan kita” kata Arif.
“Ayoo...” ucap Adit yang langsung berdiri, melihat semangat Adit, Arif tersenyum. Segera mereka melangkah menuju rumah Pak Dirman. Berharap ada sedikit petunjuk yang bisa mereka dapatkan...
*****
“Assalamualaikum, Pak... Pak Dirman” ucap Arif, sambil mengetuk-ngetukan tangannya kedaun pintu rumah Pak Dirman.

Cukup lama mereka menunggu, sampai terdengar suara pintu yang terbuka. Nampak sekarang wajah Pak Dirman yang setengah tersembunyi dibalik keremangan rumahnya.
“Ngapain lagi kalian” ucap Pak Dirman dengan nada yang terlihat khawatir. Adit yang mengerdar ucapan Pak Dirman cukup kecewa, tidak ada sambutan hangat. Laki-laki didepannya ini seolah sedang kedatangan penagih hutang.
“Ada hal yang ingin kami tanyakan lagi Pak, boleh kami masuk?” ucap Arif. Sedang Adit hanya diam memperhatikan, sesekali kepalanya menengok ke kanan dan kiri untuk mengecek keadaan.
Terlihat mempertimbangkan, akhirnya Pak Dirman mengijinkan mereka untuk masuk.

“Baik, cepat masuk” ucapnya sambil membuka pintu agar Adit dan Arif bisa masuk.
Setelah mereka duduk, buru-buru Pak Dirman menutup pintu rumahnya.
“Apa lagi yang ingin kalian ketahui?” tanya Pak Dirman,

“Langsung saja Pak, siang ini sudah ditemukan lagi, satu mayat wanita didekat sungai, apa Pak Dirman tau?” tanya Arif tanpa basa basi.
Laki-laki tua itu sejenak diam, dia sudah menduga pasti kedua pemuda ini akan datang lagi kepadanya. Tidak langsung menjawab pertanyaan Arif, justru Pak Dirman sibuk meracik rokok tembakau miliknya.
“Aku tau kalian pasti akan mengunjungiku, apalagi dengan adanya kematian ke dua” ucap Pak Dirman.
“Jadi, Pak Dirman juga sudah menduga kalau akan ada kematian lagi?” sambar Arif cepat,

“Tidak kah kau ingat dengan apa yang kuceritakan?, aku pernah merasakan, apa yang temanmu rasakan sekarang, dan jauh lebih baik... kau...” Pak Dirman tiba-tiba saja menunjuk ke adit.
“Pulang sekarang, tinggalkan Desa ini, sebelum semua terlambat” ujar Pak Dirman.

“Tidak bisa semudah itu, Dia sudah ditandai” ucap Arif dengan nada yang tegas dan jelas.
Adit kaget dengan apa yang Arif sampaikan. Apa yang Arif ketahui sedangkan dia tidak?, sampai dengan tegas dia mengatakan kalau Adit tidak boleh pergi dari Desa ini.
Pak Dirman dan Arif saling melotot... “Tunggu apa maksudnya aku sudah ditandai” tukas Adit, mendengar itu sontak arif dan Pak Dirman menoleh kearah Adit.
Cukup lama mereka memandangi Adit. Pak Dirman seketika menyeringai, sedang Arif menghela nafas dalam-dalam.
“Tak ingatkah kau, waktu pertama kali kau bertemu dengan mu di bus... saat kau memimpikan sesuatu yang buruk?” ucap Arif.

Deg... Adit kaget, dia lupa pernah memimpikan sosok Dinda yang memintanya untuk pulang.

“Aku masih belum mengerti, tolong jelaskan” ucap Adit memohon.
“Nanti akan kujelaskan, sekarang yang terpenting kita dengarkan dulu cerita dari Pak Dirman. Bagaimana caranya dia bisa lolos dari semua ini” ucap Arif.

“Sudah seberapa banyak yang kamu tau anak muda?” ucap Pak Dirman.
Arif menyeringai mendengar pertanyaan Pak Dirman, sesuatu yang belum pernah Adit liat semenjak dia mengenalnya.

“orang ini juga berbahaya” batin Adit.

“Jika memang bukan dirimu dalang dari semua ini, tolong ceritakan kepada kami apa yang kau ketahui, Pak” ujar Arif lunak.
Bagi temen-temen yang ingin baca versi Ebook bisa langsung mampir ke Karyakarsa ya. Bisa dengan memberikan tips karya atau dukungan. Terimakasih

karyakarsa.com/netrakala/tumb…
“Kalau tujuan kalian mencari tahu bagaimana menghentikan semua ini aku tidak tahu... dan aku sama sekali tidak bisa membantu... Semua teror itu aku juga mengalaminya....
Anak kandung yang kubesarkan, menghantui bapak dan ibunya sendiri dengan kondisi yang mengenaskan” kata Pak Dirman, sekarang nampak sekali ada gurat kemarahan dalam wajah tuanya.
“Tidak, kami hanya ingin tau bagaimana semua ini selesai...” ucap Arif yang masih terus menatap laki-laki tua didepannya. Cukup lama mereka terdiam, Adit sendiri tidak berusaha mendesak biarlah Pak Dirman mempertimbangkan.
“Hari ke tiga setelah kematian Asih, kami berdua benar-benar terpukul... Setiap waktu istriku menangis saat teringat anaknya... Dunia kami terasa hilang,
semua yang sudah kami bangun untuk Asih menjadi tidak berguna sama sekali” ujar Pak Dirman, terlihat kini matanya mulai memerah. Ada rasa iba yang muncul didalam batin Adit.
“Aku masih ingat. Malam itu hujan turun dengan deras sedari sore, bahkan pengajian untuk Asih juga hanya dihadiri beberapa orang saja.
Aminah Istriku sangat terpukul, hingga dia hanya bisa berbaring di atas dipan dikamar kami....” Ucap Pak Dirman, menghela nafas dalam-dalam seolah sedang mencari kekuatan untuk menceritakan sesuatu yang tidak ingin dia ingat-ingat.
“Kami semua larut dalam doa... Namun tiba-tiba saja Aminah meneriakan nama Asih... Awalnya kami berfikir kalau itu adalah bentuk kesedihan. Tapi semakin lama, terlihat ada yang tidak beres.
Saat mengecek kedalam kamar.... Aminah berbaring dengan posisi mengangkang, mirip sekali seperti Asih... saat kami menemukan jenasahnya... Dan dia memukuli perutnya sendiri.” Ucap Pak Dirman mengingat ingat kejadian yang memilukan itu.
“Kami semua tau ada yang tidak beres, aku mencoba untuk mendekatinya dan memenenangkan... Tapi tiba-tiba saja Aminah mendorongku dengan keras sampai aku tersungkur jatuh ke lantai.
Semua orang yang ada disitu tahu kalau Aminah sedang kesurupan, segeralah warga memanggil kakekmu” ujar Pak Dirman, sambil menunjuk Arif dengan menggerakan dagunya.
“Kakek Arif juga berasal dari Desa ini?” batin Adit, “pantas saja Pakdhe dan Pak Prianto terlihat begitu dekat”.
“Beruntungnya, Kakekmu bisa mengeluarkan sosok yang merasuki Aminah. Tentu saja orang-orang yang ada disana berpendapat kalau Asih gentayangan. Kakekmu sudah mencoba untuk memberitahu mereka kalau itu adalah jin yang memanfaatkan kondisi Asih yang meninggal mengenaskan.
Tapi tidak ada satupun orang yang percaya, terlebih lagi paginya warga dihebohkan dengan kejadian Nanik yang mendapat teror dari sosok yang menyerupai Asih”
Pak Dirman, berhenti cukup lama. Menikmati sebatang yang sudah hampir habis. Adit yang terlarut, juga tanpa sadar mengambil rokok nya dan mulai membakar, perasaannya saat ini tidak bisa dijelaskan. Sejenak dia melepaskan kecurigaan kepada laki-laki tua yang ada didepannya.
“Semakin hari, teror semakin menjadi-jadi... Kakekmu berusaha terus menerus mencari pelaku dari semua ini,... Hingga pada suatu pagi Parmin mendatangi ku dan meminta pertanggung jawaban dari semua teror yang dia terima, karena saat itu istrinya Nanik sudah mulai setres.
Bahkan beberapa kali dia hampir saja bunuh diri... bahkan sampai dia dipulangkan ke Desanya, tetap saja teror terus berlangsung. Lebih buruk lagi, warga lain juga mendapat teror yang sama, tapi tidak seekstrem Nanik”
“Aku tetap berpegang teguh dengan keyakinanku, bahwa itu bukan anaku... Disitu Parmin menggila... Warga mulai terhasut, mereka mulai merusak usahaku, rumah...
bahkan mereka juga menjauhi keluarga kami... hingga istriku merasa tertekan dan... Akhirnya meninggal” Ucap Pak Dirman parau.
Adit merasa mual sekarang, membayangkan... “Bagaimana jika dia dan keluarga lainnya juga bernasib seperti Pak Dirman?” batin Adit. Sedangkan Arif sedari tadi terus saja menatap Pak Dirman, seolah sedang mencari celah kebohongan dari cerita yang disampaikan oleh pria itu.
“Sampai akhirnya aku mendengar Nanik meninggal karena dia terus menerus memukuli perutnya, sampai terjadi pendarahan hebat” ucap Pak Dirman,

“Nanik meninggal?” kata Adit, Pak Dirman mengangguk
“Setelah itu Parmin semakin menjadi-jadi, yang paling parah dia mengatakan kalau melihat ada seorang wanita di dekat rumah ku yang sedang memakan ari-ari bayi.
Dan dia memberikan ciri-ciri yang mirip yang sama persis denggan perawakan adikku... Dan... Mereka membakarnya” kini jelas sekali Pak Dirman mengeluarkan air mata, bahkan Adit tidak tau sudah berapa lama laki-laki memendam cerita ini sendirian.
“Dan Parmin setelah itu menjadi gila dan gantung diri begitu?” ucap Arif mencemooh, Adit yang mendengarnya terheran. Sesadis itu kah Arif sampai dia tidak merasa tersentuh dengan apa yang diceritakan Pak Dirman.
Bentar ya... Malah disuruh ngepel sama nyapu. Upik abu segera kembali... Tuan dan nyonya silahkan rebahan dulu...
yuk lanjut...
Cukup lama Pak Dirman terisak, dia sama sekali tidak terpengaruh dengan perkataan Arif. Air matanya terus menetes.

“Temui aku nanti jam 12 malam, jangan sampai ada orang yang tau” ucap Pak Dirman dan segera meminta mereka untuk pulang.
Mereka berjalan menjauhi rumah Pak Dirman, sesekali mereka menengok keberbagai arah memastikan kalau tidak ada warga yang tau.
“Kita pulang ke rumah Nenekmu, aku akan bilang kalau... kau memintaku untuk menemanimu malam ini. Akan jauh lebih muda bagi kita untuk keluar menemui Pak Dirman jika bersama-sama” ucap Arif.

*****
“Kau masih tidak percaya dengan cerita Pak Dirman, Rif?” tanya Adit saat mereka sudah berada dikamarnya.
“Ada hal-hal yang kamu tidak ketahui Dit, seperti yang ku katakan dulu. Jangan langsung percaya dengan seseorang. Yang kita hadapi saat ini orang yang memiliki kemampuan gaib dan kelicikan yang luar biasa” jawab Arif.
“Tidakah kau paham kalau dalang dibalik semua ini menggunakan cinta kasih dari seseorang dan memanfaatkan itu semua menjadi sebuah kedengkian?” ucap Arif

“maksudnya?” Adit tidak paham apa yang Arif katakan.
Bangkit, Arif berjalan menuju jendela, “Orang akan selalu mencoba untuk membela orang yang mereka sayangi, orang yang mereka cintai... bahkan kadang akal sehat mereka tidak digunakan dengan benar... kita ambil saja contoh dari apa yang diceritakan Pak Dirman...
Dia membela keluarganya mati-matian, tidak mau menganggap kalau itu adalah sebuah aib dan harus segera diselesaikan. Begitu juga dengan Parmin yang merasa bahwa keadaan istrinya menjadi seperti itu karena setan dari Asih, sementara dua orang ini bersiteru...
Dalang dari semua ini memanfaatkan itu semua untuk mencari tumbal baru. Mungkin hanya Kakek ku yang menyadari itu semua... Entahlah aku juga tidak bisa menerka lebih jauh” jelas Arif.
Adit melongo mendengar jawaban yang dilontarkan oleh temannya ini, begitu banyak yang sudah dia pikirkan.

“Bagaimana dengan kejadian saat di Bus?” tanya Adit saat teringat dengan perkataan Arif tadi.
“Tidakah kau mau memberikan tamu mu secangkir kopi Dit? Karena sepertinya kau tidak berniat untuk menyuguhkan itu semua” ucap Arif, tenggorokannya begitu kering, saat di rumah Pak Dirman pun mereka tidak disuguhi apapun.
Adit nyengir, dia lupa belum membuatkan minuman untuk Arif. “Sebentar” ucap Adit yang langsung keluar kamar.
“Jadi bagaimana dengan kejadiaan saat di Bus?” tanya Adit, saat meletakan seteko kopi dan cangkir di meja kamarnya.
“Aku melihat ada sesuatu yang mencoba menghalangimu pergi, saat itu aku mengira bahwa itu ada sosok pengganggu. Tapi aku sadar dia sedang mencoba menolongmu...” ucap Arif.
“Jangan tanya siapa, aku juga tidak tahu Dit... Prioritasku sekarang adalah keselamatanmu dan menyelesaikan apa yang kakeku belum selesaikan” lanjut Arif. Kini mereka termenung dengan pikiran masing-masing.
Otak Adit begitu buntu hingga sampai sore menjelang dia hanya duduk memandang keluar dan menghabiskan berbatang-batang rokok. Sedang Arif sudah tertidur pulas dikasur milik Adit.

*****
Mereka berdua tengah bersiap untuk pergi ke rumah Pak Dirman. Saat sore tadi, Adit sudah meminta Neneknya agar Arif boleh menginap dirumahnya. Pakdhe dan Nenek tidak masalah, justru mereka senang kalau ada orang yang menemani Adit. Takut Adit mendapatkan teror lagi.
“Sudah jam 12, kita setelah ini kita pergi kesana, jangan lupa kunci kamarmu” ujar Arif yang sudah nangkring diambang jendela dengan posisi jongkok.

“lagakmu mirip seperti maling Rif” ucap Adit. Saling tatap mereka terkekeh bersamaan.
“Rif...” tanya Adit saat mereka sudah berjalan menyusuri jalanan Desa yang sepi dan berkabut. “Ya?”
“Bagaimana kalau ternyata Pak Dirman meminta kita datang ke rumahnya malam-malam dan dia mencoba membunuh kita karena sudah menceritakan itu semua” tanya Adit gelisah,
dia benar-benar penasaran apa tujuan Pak Dirman meminta mereka untuk datang kerumahnya tengah malam seperti ini.
Arif berhenti dan menengok kebelakang menatap Adit, bibirnya menyeringai sama seperti yang dia lihat siang tadi.
“Sebelum dia membunuh kita... kita hajar dulu sampai orang itu koma, baru kita bunuh” ucapnya lansung berbalik dan berjalan kembali. Adit hanya mematung kerheranan
“Biadab, hatinya sudah mati rasa” ucap Adit dan segera menyusul Arif.

*****
Sesampainya mereka didepan rumah Pak Dirman, ternyata laki-laki itu sudah menunggu dengan membawa sebuah senter dan lampu petromak. “Ayo cepat...” ucapnya dan beranjak.
Tanpa diduga Pak Dirman mengajak mereka kearah hutan, namun jalan yang dilalui bukan seperti yang pernah Adit tahu. Jalan itu tepat berada di sisi ladang, tempat dimana Arif pernah muncul dari dalam hutan.
Terus mereka berjalan masuk sampai pohon-pohon terlihat rapat, Adit mulai diliputi rasa resah, suasana di hutan itu begitu sepi dan mencekam. Akhirnya Pak Dirman berhenti.
Didepan mereka nampak sebuah bangunan sederhana yang terbuat dari kayu. Indra penciuman Adit sedikit terganggu dengan bau yang menyengat padahal jarak mereka masih cukup jauh.
“Tempat milik siapa ini, Pak?” tanya Arif, Pak Dirman yang mendengar itu berpaling. Dia menatap Arif sejenak.
“Milik ku” jawab Pak Dirman.
“Untuk apa Pak Dirman membangun gubuk ditengah hutan seperti ini?” ucap Arif masih terus memandang kearah gubuk didepannya.
Tidak menjawab justru Pak Dirman malah melangkah mendekat ke gubuk itu dan segera membuka gembok pintu dengan kunci yang ia bawa.
“Ayok” ajak Pak Dirman saat mendapati Arif dan Adit masih ditempat yang sama.
Mereka berdua berjalan, sesekali Adit melihat kearah Arif. Nampak sekali wajahnya juga diselimuti kewaspadaan.
“Benar kata Arif kalau Pak Dirman mencoba membunuhnya. Lebih baik dihajar sampai koma terlebih dahulu” batin Adit.
Didalam itu hanya ada satu ruang yang tidak luas. Semua nampak gelap... ada beberapa barang yang Adit kira adalah almari kecil... Sampai Adit melihat sesuatu yang bergerak diujung ruangan.
Reflek dia langsung mundur selangkah, ada seseorang disana sedang duduk dilantai dengan pasung dikakinya.
“Siapa itu Pak?” tanya Arif, mengamati orang tersebut lekat-lekat.
“Adik ku... Siti...” mendengar jawaban Pak Dirman keduanya terdiam, Kebingungan...
“Siti? Bukannya Siti sudah meninggal?” batin Adit menolehkan kepalanya kearah Pak Dirman yang sedang sibuk menyalakan lampu petromak yang dia bawa.
“Adik...? bukannya Pak Dirman bilang kalau Siti sudah meninggal?” tanya Adit, menahan nafas.

“Untungnya aku dan Kakek mu” ucap Pak Dirman sambil menoleh kearah Arif “Dia membantuku menyelamatkan Siti pada waktu yang tepat”.
Kini ruangan itu sudah nampak jelas, walau masih ada sudut-sudut gelap yang belum terjangkau cahaya. “Dia menjadi gila setelah tuduhan yang diberikan Parmin dan perlakuan dari warga Desa yang begitu menyakitkan, terpaksa aku harus memasungnya.
Kalau warga Desa ada yang tau dia masih hidup, jelas mereka akan langsung ramai-ramai membakarnya hidup-hidup” ucap Pak Dirman, yang melangkah menuju kearah Siti adik perempuannya.
Adit mengamati sekitarnya lagi, nampak ruangan itu benar-benar suram dan lembab. Belum lagi bau jamur dan pesing yang menguar menjadi satu. Indra penciuamannya tiba-tiba seperti mengenali bau yang sekarang dia cium. Tapi Adit lupa dimana pernah mencium bau busuk ini...
Kembali Adit memperhatikan Pak Dirman yang masih jongkok didepan Adiknya, sehingga menutupi wajah Siti.
“Jadi apa tujuan Pak Dirman menunjukan ini semua kepada kami?” tanya Arif, masih saja dia memandang lekat-lekat kearah Pak Dirman.
“Untuk membuktikan kalau aku bukan pelaku dari semua ini, aku tidak akan pernah membunuh anggota keluargaku.... Darah dagingku.... hanya demi kekayaan.” ucap Pak Dirman sambil berdiri. Saat itulah Adit melihat jelas sosok wanita yang ada didepannya dengan jelas.
Adit memekik dengan keras, “Dit... Ada apa?” tanya Arif kaget. “W—wanita itu Rif... wanita itu yang sering aku lihat” ucap Adit gemetar sambil menunjuk kearah Siti.
“Tidak mungkin, jangan bercanda kamu Dit” bentak Pak Dirman yang langsung mengecek pasung yang dipakai dikaki Adiknya.
“Serius kamu dit?” tanya Arif keheranan. “Lihatlah, gembok ini masih tertancap. Dan hanya aku yang membawa kuncinya. Tidak mungkin dia bisa melepaskan gembok ini” ujar Pak Dirman keheranan.
Adit yang masih shock hanya diam mematung, seharian ini dia sudah dikagetkan dengan banyak kejadian yang menurutnya benar-benar diluar akal manusia. Arif seketika memandang Pak Dirman curiga...
“Kikikikiki.... Mulihhh” (Kikikikiki.... pulang) bentak Siti sambil melotot kearah mereka semua. Suasana menjadi hening... Bulu kuduk Adit meremang dengan hebat...
Braaakkkk... jendela yang ada digubuk itu tiba-tiba saja terbuka dan bergoyang-goyang, diiringi dengan angin kencang sampai membuat rambut Adit berterbangan.
Kini Siti mulai bersenandung lirih, tembang-tembang jawa terucap dari bibirnya... sesekali mengatakan “wadon e wes siap... jokone wes dicepak ke” (perempuannya sudah siap... perjakanya sudah disiapkan).
Sementara itu mereka semua masih shock dengan kejadian yang barusan mereka alami. Sreeekkk... Spontan Adit dan Pak Dirman menoleh kearah jendela.
Disana ada sosok yang tengah berdiri menyamping... Lalu perlahan berjalan menuju belakang gubuk. Adit benar-benar ketakutan sekarang. Adit menoleh kearah Arif yang ternyata dia sudah duduk bersila dan memejamkan matanya.
“Mass... Mas Adit tolong Ningrum Mas...” tersentak Adit langsung merapatkan tubuhnya kearah Pak Dirman.
“Siapa itu” ucap Pak Dirman.
Namun sepertinya Adit sudah mengetahui siapa pemilik suara... bagaimana mungkin dia tidak mengenali suara Ningrum kalau hampir setiap hari dia mendengar kalimat permintaan itu.
Duarrrr... Terlonjak, Adit dan Pak Dirman sama-sama memandang sumber suara yang mirip sekali dengan petasan... Sebuah percikan api muncul begitu saja dibelakang Siti... Arif segera bangkit dan berjalan menuju rak yang ada di ujung ruangan.
Dia sedang mencari-cari sesuatu... “Dari mana ini Pak?” ucap Arif sambil menunjukan keris kecil segenggaman tangan.
Pak Dirman diam, dia tidak seperti Adit yang ketakutan. Bahkan seperti sudah biasa dengan kejadian seperti ini. “Kakekmu” ucapnya singkat...

“Sepertinya adikmu memang sengaja dibuat menjadi gila seperti ini” ujar Arif.
“maksudmu?” tanya Pak Dirman kaget, selama ini dia mengira kalau Siti adiknya menjadi seperti ini karena fitnah dari warga Desa. Bahkan Kakeknya Arif pun tidak mengatakan apa-apa.
“Aku melihat ada dua sosok didalam tubuh Siti, tapi jelas sekali energinya berbenturan. Kalau benar ini dari Kakek ku. Berarti selama ini dia sedang mencoba menahan agar Siti tidak dikendalikan sepenuhnya oleh sosok itu” ucap Arif.
“wadon e wes siap... jokone wes dicepak ke” (perempuannya sudah siap... perjakanya sudah disiapkan). Ucap Siti terus terusan saja dia mengatakan kalimat itu dan terus menembang. Entah ada dorongan yang muncul didalam diri Adit untuk terus melihat kearah Siti.
Kondisinya benar-benar mengenaskan, pantas saja dia berjalan dengan menyeretkan kakinya.
“Tapi bagaimana mungkin dia bisa bergerak, dan berjalan-jalan ke Desa kalau kunci yang memasung kakinya dibawa Pak Dirman?” batin Adit.
Belum juga pikiran itu Adit utarakan kepada Arif maupun Pak Dirman. Kejadian itu terjadi dengan cepat. Pasung kayu yang mengikat kaki Siti tiba-tiba saja terbuka dengan bunyi debam keras. Semua yang ada diruangan itu terlonjak.
Bukan hanya itu saja, Adit juga melihat ada sosok hitam besar dengan mata merah serta taring yang mencuat tidak beraturan ditempat yang Adit pikir adalah bibirnya.
“Astagfirulloh” teriak Adit yang langsung memeluk tangan Pak Dirman.
Tidak menolak pelukan Adit, laki-laki tua itu juga justru ikut memegangi Adit dengan erat. Sepertinya Pak Dirman juga melihat apa yang Adit lihat. Arif tentu dia masih berdiri ditempatnya dengan pandangan lurus menatap Siti.
“wadon e wes siap... jokone wes dicepak ke” (perempuannya sudah siap... perjakanya sudah disiapkan). Ucap Siti yang sedang berusaha untuk berdiri, matanya nampak terlihat kosong.
Namun kini Adit melihat dengan jelas. Wajah dari wanita itu, terlihat memiliki bekas luka bakar yang mengerikan.
Siti melangkah pelan, baunya benar-benar membuat hidung Adit terasa mati rasa. “MULIH” bentaknya saat melihat Adit...
“Sit... Siti... ada apa?” ucap Pak Dirman mencoba untuk menanyai saudara perempuannya.
Bukan malah menjawab pertanyaan Pak Dirman, Siti malah berjalan pelan menuju kearah pintu. “wadon e wes siap... jokone wes dicepak ke” (perempuannya sudah siap... perjakanya sudah disiapkan), terus saja ucapan itu keluar dari mulut Siti.
Adit berdiri gemetaran, dia takut kalau-kalau Siti tiba-tiba langsung menerjangnya. Tidak ada seorangpun yang mencoba menghalau Siti. Bahkan gilanya Arif malah meminta mereka untuk mengikuti Siti. “Ayok...” ucapnya yang sudah berada di ambang pintu.
Tersadar dari keterkejutan, Adit dan Pak Dirman buru-buru mengikuti Arif yang sudah keluar dari gubuk. Mereka terus melangkah ke menuju ke arah Desa, tidak tau apa yang akan dilakukan oleh wanita itu.
“Rif... Benar kita ikuti wanita itu? Bagaimana kalau dia berbahaya?” bisik Adit lirih agar tidak didengar oleh Pak Dirman.
"Bukannya kamu bilang kalau wanita itu akan menandai rumah yang akan menjadi calon tumbal?” ucap Arif tak kalah lirihnya. Adit terkesiap, benar juga siapa tau sosok Siti memang menunjukan calon tumbal selanjutnya.
Lama mereka berjalan, entah kenapa kabut menjadi semakin pekat. Jarak pandang mereka saat ini hanya beberapa meter kedepan. Kini mereka sudah berdiri disalah satu rumah, Siti masih saja terus meracau... Diam mematung memandang rumah itu.
“Apa yang akan kita lakukan Rif, kalau ada warga yang melihat habislah kita” ucap Adit panik, sekaligus khawatir kalau-kalau ada warga yang melongok dari jendela rumah mereka.
Arif diam tidak menanggapi, dia terbuai dengan rasa penasarannya. Sedang Pak Dirman juga sama dengan Adit, sesekali dia menengok ke arah kanan dan kirinya.
Tiba-tiba saja Arif menarik Adit dan Pak Dirman dan meminta mereka untuk jongkok didalam keremangan. Bahkan saking kuatnya tarikannya Adit sampai terjengkang kebelakang.
“Diam...”ucap Arif, sambil menunjuk kearah jalan...
Jauh dari tempat mereka berdiri, adit melihat dengan jelas. Ada seorang yang berdiri. Ditengah kabut yang pekat, membuat pandangan mereka terbatas hingga tidak tahu siapa gerangan yang tengah mengamati mereka.
Beberapa waktu mereka terdiam, lolongan anjing juga terdengar entah dari mana. Angin gunung turut serta menemani mereka malam itu. Siti? Dia masih tetap memandangi rumah yang entah milik siapa, Adit pun tidak tau.
“Kalau memang benar berarti tumbal selanjutnya ada didalam rumah itu” batin Adit.
Siti bergerak, sejenak menoleh kearah mereka dengan seringai yang mengerikan. “MULIH” bentaknya dan langsung berjalan kembali kearah hutan. Pak Dirman yang melihat itu ingin menyusul Adiknya. Namun Arif menahan dan meminta untuk segera pulang.
“Biarkan... jangan diikuti, ada orang lain disana” ucap Arif.
“Tapi...?” kata Pak Dirman sangsi, dia khawatir dengan keadaan Adiknya.
“Kalau benar, dia sudah sering seperti ini. Dia akan langsung kembali ke gubuk... Hanya makhluk dengan kekuatan besar yang bisa membuka pasung seperti itu, jangan sia-siakan nyawa Pak Dirman” ucap Arif. Adit hanya mengangguk-angguk menyetujui ucapan temannya.
Dengan terpaksa mereka menyingkir dan kembali kerumah masing-masing. Tidak ada pembicaraan yang terjadi, Adit dan Arif berpisah dengan Pak Dirman di persimpangan jalan. Setelah sosok Pak Dirman tidak kelihatan, segera Arif buru-buru berjalan menuju rumah Nek Harjo.
Kini mereka berdua sudah berada di kamar Adit, pakaian kotor mereka sudah ditaruh dikamar mandi. Bau yang berasal dari badan Siti menempel kuat di pakaian yang tadi mereka pakai, untungnya Adit membawa banyak pakaian jadi dia bisa meminjamkannya kepada Arif.
“Dari mana kau mempelajari itu semua Rif?” tanya Adit sambil menyerahkan secangkir teh hangat untuk Arif.
“Mempelajari apa?” tanya Arif kembali. Sebetulnya Arif sudah tau, kalau Adit menanyakan soal kemampuan yang dimiliknya.
“Itu tadi yang kamu lakukan pas di gubuk...” jawab Adit yang langsung bergidik mengingat sosok yang ada dibelakang Siti.

“Oh, tiba-tiba saja bisa... aku tak tahu, keturunan mungkin...” ucap Arif dengan mengangkat bahunya. Tapi Adit yakin kalau temannya tidak sepenuhnya jujur.
“Kenapa memangnya?” tanya Arif yang mulai menghidupkan rokok.

“Yah tidak ada masalah, hanya ingin tahu. Kadang aku merasa kau bisa membaca pikiran ku. Itu saja” jawab Adit yang juga mengikuti teladan temannya, membakar sebatang rokok.
“Pikiran bukan buku yang bisa dibaca setiap saat Dit, mereka yang bisa menerjemahkan frekwensi getaran... yang ditimbulkan oleh otak si lawan bicara... yang bisa menerka apa yang sedang lawan bicaranya pikirkan” jelas Arif.
Adit melongo mendengarkan ucapan temannya “Apa itu? Apa nama semacam penyakit Rif?” ucap Adit kebingungan.

“Sudah lupakan, kujelaskan kau juga tidak akan paham, dengan otakmu yang kecil itu sebaiknya kita focus dengan masalah yang kita hadapi” tukas Arif tajam.
Inilah salah satu hal yang Adit suka dari Arif, tidak pernah bertele-tele dan sedikit bermulut pedas. Cocok sekali jika dijadikan sebagai orang yang bisa memancing keributan.
“Aku tidak tahu, kalau Kakekmu juga berasal dari Desa ini, Rif?” tanya Adit, “Yah, tidak sama sepertimu, semenjak kecil memang aku dibesarkan oleh Kakek ku... Tapi waktu umurku 10 tahun aku pindah ke kota sebelah” jelas Arif. Pantas saja Adit tidak pernah melihat Arif sebelumnya.
“Jadi kita sudah menemukan si wanita misterius itu, kalau memang benar. Berarti tumbal selanjutnya adalah wanita yang ada dirumah itu, benar?” ucap Adit memastikan.
“Tapi kita juga harus berhati-hati karena dalang dari semua ini sepertinya sudah sadar kalau kita mengetahui tentang keberadaan Siti.
Aku sedikit curiga justru Sitilah yang digunakan untuk membunuh mereka, jelas dengan kejadian tidak masuk akal tadi. Semua bisa saja menjadi mungkin” ujar Arif.
“Sekarang yang harus kita lakukan adalah, mencari tahu siapa pemilik dari rumah itu. Dan bagaimana cara dia memilih tumbal selanjutnya, apakah dengan hari kelahiran, atau hanya sekedar belum menikah. Kalau memang si pelaku melancarkan aksinya dengan menghamili si wanita...
itu akan jauh lebih mudah untuk menangkapnya” lanjut Arif. Adit benar-benar takjub dengan pemikiran temannya ini. Sama-sama tersenyum, mereka sepakat untuk mencari informasi dari pemilik rumah yang tadi mereka kunjungi bersama Siti.

-TBC-
Bagi temen-temen yang ingin baca versi Ebook bisa langsung mampir ke Karyakarsa ya. Bisa dengan memberikan tips karya atau dukungan. Terimakasih

karyakarsa.com/netrakala/tumb…
Bagi teman-teman yang berkenan juga bisa memberikan sajen via saweria.... biar makin semangat untuk terus update Terimakasih

saweria.co/netrakala
Lupa mau taq wkwkw @Long77785509 markah doloe sambil ngadon

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with netrakala

netrakala Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @netrasandekala

Apr 17
-A Thread-
Labuh Mayit - Pembawa Petaka
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id
@ceritaht

#bacahorror
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya. Danke... Image
Kita Up pelan-pelan ya. Bagi yang belum baca Cerita Tentang Mereka disarankan untuk membaca terlebih dahulu. Karena cerita ini merupakan Chapter 2 dari kisah Bima dkk.
Chapter sebelumnya bisa dibaca di Index dengan judul Cerita Tentang Mereka

Read 147 tweets
Apr 15
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran Part 6 - Perangkap Kematian
Ijin Taq
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up pelan-pelan ya... Buat kalian yang mau nitip-nitip dulu silahkan... 😋
Read 144 tweets
Apr 14
-A Thread-
Tanda Teluh
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR
#bacahorror #penumbalan

Selingan sambil nunggu Tumbal Tali Perawan ya.
Danke... Image
Kisah ini semata-mata hanya untuk hiburan semata. Jika ada nama, lokasi, dan setting cerita yang sama, itu hanya sebuah kebetulan.
Sebelum masuk ke cerita, bagi yang mau membaca Tumbal Tali Perawan di Karyakarsa sudah sampai part 7 ya.

karyakarsa.com/netrakala/tumb…
Read 117 tweets
Apr 12
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran Part 5 - Calon Tumbal
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR
@Long77785509 @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up agak siang ya... Buat kalian yang mau nitip-nitip dulu silahkan... Pintu rumahnya saya buka... masuk aja 😁
Read 136 tweets
Apr 10
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran Part 4 - Pemakan Ari-Ari
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR
@bacahorror_id @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up agak siangan ya. Yang mau ninggalin jejak bisa RT/like coment... Biar ga ketinggalan updatenya... 😅
Read 148 tweets
Apr 8
-A Thread-
Cerita Tentang Mereka
Part 16 - Penyelamat
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror

#bacahorror
Yap dan kita akhirnya sampai di Last Part...
Say see u with Bima guys... Image
Yak dan akhirnya sudah sampai Part Akhir, terima kasih untuk temen-temen yang sudah memberikan suport dan dukungan.

Dukungan kalian sangat berarti untuk saya...
Bagi yang belum membaca Kisah Tentang Mereka bisa langsung mampir di Index...

Read 125 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(