netrakala Profile picture
Apr 20 141 tweets 17 min read Twitter logo Read on Twitter
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran
Part 8 - Malapetaka
Ijin Taq
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id
#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up pelan-pelan ya... Buat kalian yang mau nitip-nitip dulu silahkan... 😁
siapin kopi dan cemilan.... kalau puasa bisa di bookmark dulu untuk bacaan nanti sore.
Part 8 - Malapetaka

Semalaman Adit dan Arif berdiskusi seru, menduga-duga tentang siapa dalang dari semua ini. Akan tetapi meskipun satu petunjuk sudah mereka dapatkan namun masih banyak misteri yang tersembunyi.
Paginya mereka dibangunkan oleh Budhe Ijah yang meminta bergabung untuk sarapan.

“Begadang kalian?” tanya Pakdhe, yang melihat kuap kantuk yang sering Adit tampilkan.

“Biasa Pakdhe gak bisa tidur, kalau Arif molornya cepet” jawab Adit.
Pakdhe mengangguk-anggukan kepalanya dan kembali berkata
“Kamu enggak diganggu sama Ningrum lagi kan?”

“Enggak Pakdhe, terus gimana dengan mayat perempuan itu?” tanya Adit penasaran.
“Polisi sudah membawa jenasahnya, semoga pelakunya segera tertangkap.” ujar Pakdhe alakadarnya, seolah dia sedang tidak ingin mendiskusikan penemuan mayat di Desanya.
Mengerti, Adit tersenyum dan kembali memakan sarapannya walau ada sedikit rasa eneg yang muncul saat teringat mimpi tentang kepala dipanci milik Budhenya.
Setelah sarapan, Pakdhe pamitan kepada mereka untuk pergi ke ladang. Awalnya Adit ingin ikut, tapi Arif berinisiatif untuk mengajak Adit pergi ke gubuk yang semalam ditunjukan oleh Pak Dirman.
Saat ini Siti merupakan kunci penting dari semua rentetan kematian para wanita di Desa Renggono. Terlebih mereka ingin memastikan jika memang Siti sudah benar-benar kembali ke gubuk itu.
“Lebih baik kita pergi ke gubuk itu lagi, kita harus memastikan kalau memang Siti masih ada ditempat itu. Terlebih dia satu-satunya orang yang bisa menuntun kita untuk menemukan dalang dari semua ini” ucap Arif saat mereka tengah duduk diteras rumah Nek Harjo.
“Aku masih tidak habis pikir, bagaimana cara si dalang menghamili wanita-wanita itu? Apakah ada ilmu yang bisa melakukan itu semua?” tanya Adit tidak mendengarkan ucapan Arif.
Sejenak ada jeda, mereka berdua sama-sama diam. “Aku tidak tau, ada banyak ilmu hitam yang bisa digunakan. Justru kalau kita bisa menggali informasi dari Siti semua akan jauh lebih mudah” ucap Arif, yang memandang jauh kearah jalan Desa.
“Kita ajak Pak Dirman kalau begitu, sekalian kita pastikan kondisinya” tegas Adit. Sedang Arif hanya mengganggukan kepalanya.
Kini mereka tengah berdiri di depan pintu rumah pak Dirman, sudah puluhan kali Arif mengetuk dan mencoba memanggil lak-laki tua itu, namun tidak ada jawaban sama sekali.
Adit juga berinisiatif untuk mengecek belakang rumah dengan berjalan memutar. Tetapi sama saja tidak ada seorang pun yang terlihat disana.
“Sepertinya Pak Dirman sedang pergi Rif” ucap Adit, yang baru saja sampai di sebelah Arif.
“Kita langsung kegubuk, perasaanku tidak enak sedari tadi” kata Arif sambil melangkah menjauhi rumah Pak Dirman. Tidak ada bantahan yang muncul dari bibir Adit. Langsung saja Adit mengikuti langkah Arif.
“Rif... Apa tidak sebaiknya kita meminta bantuan Pak Prianto?” tanya Adit, saat mereka sudah masuk kedalam hutan. Arif berhenti, kemudian duduk dibonggol pohon yang ada disisi jalan setapak.
Adit perhatikan raut wajahnya menyiratkan kekhawatiran yang selama ini jarang sekali terlihat.
Mengikuti temannya, Adit juga duduk dan menghidupkan sebatang rokok. “Aku juga berfikir demikian. Tapi akan ada banyak resiko jika banyak orang yang mengetahui semua ini.
Bisa saja justru orang terdekat kita yang menjadi dalang dari semua ini” ucap Arif sambil mengusap wajahnya dengan tangan.
Benar kata Arif, selain Pakdhe dan Budhe serta Pak Amar bisa saja justru malah Pak Kades dalang dari semua ini. “Tapi bagaimana kita bisa mencari informasi tentang rumah yang didatangi Siti semalam, tidak mungkin kita menanyakan kepada Nenek ku atau orang lain.
Satu-satu orang yang dengan mudah memberikan informasi itu ya Pak Prianto.” Ucap Adit mencoba menjebarkan pemikirannya.
Arif menggangguk-anggukan kepalanya, “benar, memang sebaiknya aku meminta bantuan dari Pakdhe Prianto untuk bisa memecahkan masalah yang sudah turun temurun ini.
Toh dia juga sudah mengetahui dari cerita kakek” ucap Arif yang kembali berdiri. Tersenyum Adit mengikuti Arif melanjutkan perjalan menuju gubuk yang ditinggali oleh Siti.
Perlu 30 menit lebih mereka berjalan. Dari kejauhan kini mereka sudah melihat gubuk sederhana yang memiliki bau yang sangat memuakkan.
Ada rasa malas yang muncul di batin Adit untuk dekat-dekat dengan Siti. Selain baunya yang membuat tidak nyaman, bulu kuduknya juga sering meremang saat berdekatan dengan wanita itu.
Baru saja Adit melangkahkan kakinya, Arif tiba-tiba saja menyeret lengannya kesamping. “Kenapa?” tanya Adit penasaran. Arif tidak menjawab dan terus saja melihat kearah gubuk.
Adit mengikuti arah pandangan temannya. Jauh didepan mereka ada seseorang yang tengah keluar dari dalam gubuk dan berjalan kearah hutan.
“Itu bukan Pak Dirman, Rif” ucap Adit yang memperhatikan perawakan dari orang tersebut. “Aku tahu, makannya aku menyeretmu untuk bersembunyi” ujar Arif. Setelah dirasa aman, mereka buru-buru melangkah menuju gubuk kumuh itu.
Segera Arif mencoba untuk membuka pintu. “Sial...” umpat Arif saat berada didepan pintu. “Ada apa?” ucap Adit kebingungan.
“Kita tidak menutup pintu ini semalam, semoga saja dia tidak curiga” ucap Arif yang langsung saja menerobos masuk kedalam gubuk. Adit masih diam mematung, otaknya terasa begitu lambat untuk mencerna apa yang Arif maksudkan.
Menahan nafas, Adit ikut masuk kedalam gubuk. Dalam sekali penglihatan, matanya langsung tertuju ke sudut ruangan. Ada perasaan shock dan keheranan.
Bagaimana bisa Siti kembali berada disana, dengan posisi terpasung dan gembok yang terkunci? Padahal jelas Pak Dirman mengatakan kalau dia yang membawa kunci pasungan itu.
Sekali lagi Adit mengedarkan pandangannya, kini semua terlihat dengan jelas saat siang hari. Gubuk itu benar-benar kumuh. Piring-piring yang berjatuhan dan beberapa makanan terlihat sudah menjamur. Belum lagi bau pesing dan semacam kotoran kering menguar dari arah Siti.
“Sopo koe? Mas Dirman neng endi” (siapa kamu, Mas Dirman dimana) terdengar suara parau wanita. Sontak Adit menoleh, dia terkejud ternyata suara itu berasal dari bibir Siti. “Siti?” ucap Arif yang sudah mendekat kearah Siti.
“Tulung, Mas Dirman nengdi?” (Tolong, Mas Dirman kemana?) sekali lagi Siti bertanya... Adit heran, keadaan Siti benar-benar berbeda dengan semalam yang ia lihat.
“Rif...” ucap Adit mencoba mencari jawaban dari temannya. “Aku tidak tau, tadi rumahnya sepi” ucap Arif kepada Siti, mengacuhkan Adit.
“Pergi, selamatkan kalian. Selamatkan Mas Dirman. Orang itu biadab” ucap Siti histeris. “Orang siapa maksudmu?” sambar Arif. Namun sekali lagi, tiba-tiba raut muka Siti berubah seketika,
pandangannya kosong dan berbisik “wadon e wes siap... jokone wes dicepak ke” (perempuannya sudah siap... perjakanya sudah disiapkan).
Adit yang mendengar itu langsung merinding seketika. Arif beranjak, tidak mengucapkan apa-apa dan langsung menarik Adit keluar gubuk. Segera Arif menutup pintu dan berjalan kembali kearah Desa.
“Ada apa Rif?” tanya Adit penasaran. Dia benar-benar tidak bisa menebak apa yang telah terjadi. “Kita harus ketempat Pak Dirman” ucapnya, dengan langkah yang hampir bisa dikatakan setengah berlari. Tidak bertanya lebih lanjut Adit mengikuti apa yang Arif katakan.
Terengah-engah mereka sudah berada didepan rumah Pak Dirman. Sekali lagi Arif mencoba mengetuk dan memanggil-manggil nama Pak Dirman. “Ada yang tidak beres Dit, coba kita cek lewat belakang” ucap Arif.
Mereka buru-buru berjalan memutar, dibelakang juga terlihat suasana sepi. Terlebih rumah Pak Dirman yang agak jauh dari rumah warga lainnya, sehingga mereka juga tidak bisa bertanya kepada tetangga sekitar.
“Apa yang kamu lakukan Rif” ucap Adit, saat melihat Arif mencoba membuka pintu dapur milik Pak Dirman. “Tidak dikunci Dit” kata Arif sambil menengok kearah Adit.
“Yakin kita akan masuk Rif?” ujar Adit yang masih merasa ragu, bagaimana jika Pak Dirman sedang pergi keluar dan melihat mereka mengendap-ngendap memasuki rumahnya, bisa habis mereka dihajar warga Desa.
“Pak,... Pak Dirman...” panggil Arif dengan melongokan kepalanya kedalam rumah. Adit sedikit heran dengan kenekatan Arif. Dia sama sekali tidak mendengarkan perkataan Adit.
Yang justru sekarang sudah melangkah masuk kedalam rumah, sedang Adit menunggu diluar. Takut kalau ada warga yang melihat mereka.
Brukkkk... Adit mendengar jelas ada sesuatu yang terjatuh. Buru-buru dia masuk kedalam untuk mengecek keberaan Arif. Taku-takut kalau Pak Dirman didalam sedang mencelakai temannya.
Adit sudah melangkahi dapur dan menuju ruang tengah. Terlihat Arif sedang tersungkur ditanah dengan menatap kearah kamar yang terbuka.
“Rif... kamu kenapa?” ucap Adit yang langsung berjalan buru-buru ingin menolong temannya. Tidak ada jawaban, hanya tangan Arif yang mengacung kearah dalam kamar. Sontak adit memalingkan pandangannya.
Mata adit membulat sempurna, ingin mengucap istifar. Namun yang keluar hanya suara mirip kumur-kumur yang tidak jelas. Tangannya mencengkeram lengan Arif dengan erat.
Pak Dirman tergantung di dalam kamar salah satu rumahnya....
Tersadar, Arif langsung menarik Adit... “Ayooo...” Adit yang masih gemetaran merasa tidak bisa berdiri dengan benar, tatapannya benar-benar kosong melihat jenazah Pak Dirman yang tergantung seperti itu. “Dit, Ayo...” sekali lagi Arif menarik lengan Adit.
Mereka buru-buru pergi dari rumah Pak Dirman, sedari tadi Adit hanya diam dan terus saja mengikuti Arif. Entah tujuannya kemana Adit tidak tau. “Rif... Pak Dirman Rif...” ucap Adit lirih.
Adit menyentakan tangan Arif, “Rif... Pak Dirman, kenapa kita pergi...” bentak Adit. Arif tidak peduli, dia kembali menarik Adit menjauhi rumah Pak Dirman. “RIFFF...” teriak Adit.
“GOBLOK, kalau mau masuk penjara ya sudah sana balik” ucap Arif yang langsung berbalik meninggalkan Adit. Tertegun, Adit memandang Arif yang sudah berjalan beberapa meter didepannya. Tersadar bahaya sedang mengintai mereka, Adit berlari menyusul temannya.
Kini mereka sudah duduk di rumah Pak Priantro, keduanya terlihat gusar. Kopi yang sudah disediakan oleh Bu Prianto juga tidak tersentuh. Hanya berbatang-batang rokok yang sudah mereka habiskan sembari menunggu Pak Prianto pulang dari kantor desa.
Baru pada pukul 2 siang mereka mendengar suara motor yang terparkir didepan rumah Pak Prianto. “Assalamualaikum” salam Pak Prianto. “Waalaikumsalam” jawab Arif dan Adit bersamaan.
Melihat keberadaan mereka berdua wajah Pak Prianto menyiratkan keheranan. “Tumben Dit, ada apa?” tanya Pak Prianto yang berjalan mendekat.
“Ada yang ingin Arif sampaikan, Pakdhe” ucap Arif. “Ada masalah?” tanya Pak Prianto yang sudah duduk didepan mereka berdua. Sejenak tidak ada yang menjawab, baik Arif maupun Adit ragu untuk memulai. Tatapan tajam Pak Prianto membuat nyali Adit menciut.
“Rif..?” kata Pak Prianto sekali lagi. Arif menghela nafas “ Ini tentang kematian yang terjadi di Desa Renggono” ucap Arif langsung menatap mata Pakdhenya. Pak Prianto diam,
“Kita bicarakan dibelakang, Pakdhe ganti baju dulu” ujarnya dan langsung bangkit meninggalkan ruang tamu. Adit yang hanya tamu hanya mengekor mengikuti Arif menuju teras belakang rumah.
“Langsung saja ceritakan apa yang kalian ketahui” tegas Pak Prianto. Segera Arif mencerikatan kejadian beberapa belakangan ini, saat dimana Adit selalu mendapatkan teror terus menerus dari Ningrum. Tentang Nek Harjo yang menceritakan bagaimana dulu kejadian serupa pernah terjadi.
Hingga saat Arif ingin menceritakan tentang Pak Marwanto dan istrinya. Sejenak Arif memandang Adit dia meminta persetujuan. Adit yang menangkap maksud tatapan Arif hanya menggangguk.
“Malam itu kami juga membuntuti Pak Marwanto dan istrinya... Mereka...” ucap Arif, “Mereka kenapa Rif?” dorong Pak Prianto, nampak sekali dia sedang menahan emosinya.
“Mereka melakukan satu ritual di pohon yang ada didalam hutan dan setelah itu bersenggama” ucap Arif yang masih saja terus menatap Pakdhenya. Bagi Adit itu sungguh keberanian, karena dia sendiri merasa ciut dengan sorot tajam dari Pak Prianto.
“Brengsek...” umpat Pak Prianto kaget, “Terus apa lagi yang terjadi?” Kembali Arif menceritakan akan pertemuannya dengan Pak Dirman, yang menceritakan tentang Asih serta Nanik dan Parmin.
Terus saja Arif bercerita, hingga saat mereka diminta untuk datang malam-malam, pergi bertemu dengan Pak Dirman.
“Dan Kalian bertemu dengan Siti? Siti masih hidup?” ucap Pak Prianto tidak percaya. Kini sudah berbatang-batang rokok yang habis terhisap dimulut laki-laki itu. Adit tahu pasti pikiran Pak Prianto begitu semrawut dengan cerita yang didapatkannya dari Arif.
“Benar, tapi ada sesuatu yang aneh...” kembali Arif menceritakan tentang bagimana dengan kondisi Siti. Bagaimana dia menemukan pusaka yang ditinggalkan Kakeknya. Serta Bagaimana kejadian saat pasung yang tiba-tiba terlepas.
“Kalau benar, apa yang kamu ucapkan kita harus segera memberi tahu kepada warga yang rumahnya kau kunjungi bersama Siti, selain itu kita juga harus bertemu dengan Pak Dirman” ujar Pak Prianto cepat dengan sekali tarikan nafas.
Adit benar-benar tidak bisa berucap banyak saat itu, otaknya benar-benar tidak bisa diajak kerjasama. Bayangan kematian dari Ningrum hingga Pak Dirman terus saja menggelantung didepan matanya.
Sejenak Arif diam, “Pak Dirman sudah mati” ucapnya datar. Mendengar jawaban Arif, Pak Prianto terdiam kebingungan “apa maksudmu? Bukannya semalam kalian masih bersama?” tanya Pak Prianto.
Kembali Arif menceritakan bagaimana tadi siang mereka berdua pergi ke gubuk... Melihat ada seorang laki-laki yang tengah berdiri dan meninggalkan gubuk Siti...
Serta permintaan Siti yang aneh... Karena tersadar ada sesuatu yang aneh buru-buru Arif pergi, berniat mengecek rumah Pak Dirman.
“Hingga, saat Arif mencoba menendang pintu kamar. Jasad Pak Dirman sudah tergantung dikamarnya...” ucap Arif, yang kini Adit juga melihat matanya sedikit memerah. “Goblok, Kamu Rif” bentak Pak Prianto yang langsung menyandarkan punggunggnya ke kursi.
Adit hanya tertunduk, tidak berani menyucapkan apa-apa. Sesekali dia mencoba melirik kearah Arif yang kini juga sudah menyandarkan punggunggnya. Meski matanya memerah tapi expresinya benar-benar datar.
“Selain kalian siapa saja yang sudah mengetahui kalau Pak Dirman sudah meninggal?” ucap Pak Prianto setelah sekian lama diam. “Tidak ada, hanya kami berdua.
Dia selalu bilang kalau dia dan keluarganya dijauhi oleh warga Desa. Ada kemungkinan kalau belum ada yang mengetahui” ucap Arif, yang kini mulai membakar sebatang rokok.
“Sudah kuberitahu untuk tidak sembrono, dan jangan mencoba menyelesaikan semua sendiri. Tapi sepertinya omongan Pakdhemu ini memang tidak pernah kau dengarkan” geram Pak Prianto.
“Aku tidak butuh ocehan, kalau memang Pakdhe bisa membantu. Bantulah, kalau memang tidak akan kucari sendiri jalan keluarnya” kata Arif. Yang membuat bola mata Adit membulat. “Bocah ini memang sudah gila” batin Adit shock.
Sejenak mereka saling melotot satu sama lain. “Kalau bukan amanah dari Bapaku, sudah ku tenggelamkan kau jauh-jauh hari Rif. Tunggu disini kalian berdua dan jangan kemana-mana.
Adit bilang ke Pakdhemu kalau kau ingin menginap di rumah ku” ucap Pak Prianto yang langsung pergi meninggalkan ruangan. Sedang Arif hanya tersenyum kecut.
“Apa yang akan dilakukan Pak Prianto Rif?” tanya Adit takut-takut. Arif menoleh kepada Adit, dahinya mengerut “Kenapa nada suaramu takut-takut seperti itu?” ucap Arif terkekeh. Adit melongo, “Keluargamu benar-benar mengerikan Rif” ucap Adit kagum.
“Yah, menurutku Pak Prianto akan mencoba memberitahu warga kalau Pak Dirman sudah meninggal. Dia Kepala Desa, dengan mudah bisa memberikan alasan yang lebih masuk akal dari pada kita.
Sekarang kita tunggu disini dan menunggu kabar selanjutnya” ucap Arif. Mengerti, Adit segera menyambar rokok dan langsung membakarnya.
*****
Lama mereka menunggu, tidak ada candaan yang keluar dari mulut keduanya. Adit sedari tadi juga hanya terdiam dan melamun. “Apa akhirnya aku akan mati seperti mereka Rif?” kata Adit yang memandang jauh ke depan.
“Entah kenapa semua terjadi padaku, pernikahanku yang gagal. Dinda yang pergi meninggalkan ku. Dan sekarang nyawaku terancam karena alasan yang tidak aku ketahui”
Arif memandang Adit cukup lama. “Tidak ada yang perlu ditakutkan dari kematian, tapi kalau bisa memilih... aku memilih untuk mati dengan cara yang wajar... dan kalau ada orang yang berusaha membunuhku... Aku akan melawan sekuat tenagaku” kata Arif.
Adit menolehkan kepalanya, kini Arif melihat dengan jelas kalau ada air mata di bola mata milik laki-laki yang ada disampingnya. Tidak mau melihat kelemahan seseorang, Arif memalingkan wajahnya. Dia tahu apa yang sedang dirasakan oleh temannya itu.
“Yah, setidaknya kalau kau mati duluan. Bisakah kau menyampaikan salam dari ku... untuk kedua orang tuaku?” ujar Arif polos. “Bangsat kamu Rif” umpat Adit, sejenak mereka saling pandang dan terkekeh bersamaan.
*****
Tepat pukul 5 sore, kembali mereka mendengar ada suara motor yang berhenti didepan rumah. Jantung Adit berdebar dengan kuat, takut mendengar informasi yang dibawa Pak Prianto. Terdengar pintu yang terbuka dan langkah kaki yang mendekat kearah mereka.
Pak Prianto tidak mengatakan apapun, dia terus saja menatap Arif dan Adit bergantian. “Dalam 2 hari ada dua mayat yang ditemukan dengan kondisi yang sangat tidak wajar” ucap Pak Prianto gusar.
Adit dan Arif tidak menjawab. “Kini warga Desa akan semakin heboh dan panik, kalian tau apa yang aneh dengan kematian PaK Dirman?”
Mereka hanya menggeleng, karena benar-benar tidak memperhatikan kondisi terakhir dari jasad Pak Dirman. “Alat kelaminnya hilang” kata Pak Prianto, dengan helaan nafas panjang.
Adit yang mendengar itu benar-benar shock. “Apanya yang hilang?” Tanya Adit dengan suara nyaring. “Si pembunuh sengaja memotong kemaluan Pak Dirman” jawab Pak Prianto.
“Aku tau apa yang kalian pikirkan, Nanti malam kalian tunjukan kepadaku rumah warga yang kalian temui semalam, dan...
Antarkan aku bertemu dengan Siti” ujar Pak Prianto yang langsung beranjak masuk kedalam rumah. Adit memalingkan pandangannya kepada Arif. Kini Arif diam seperti sedang menahan amarah.
*****
Mereka bertiga kini tengah siap, jam sudah menunjukan pukul 12 malam. “Kalau ada seseorang yang mencurigakan jangan segan untuk memukulnya. Jauh lebih baik dia yang sekarat daripada kalian yang mati.
Kita berangkat sekarang” ucap Pak Prianto. Bagai mendapat komando, tanpa menjawab pernyataan Pak Prianto, Adit dan Arif mengikuti laki-laki itu menembus kabut malam.
“Aku sudah meminta istriku untuk tidak keluar kamar sebelum aku pulang, dan kau apa sudah melakukan apa yang aku minta, Rif?” tanya Pak Prianto saat mereka sudah berjalan masuk kedalam hutan.
“Sudah... Aku sudah memagari rumah dengan pagar gaib. Tidak ada demit yang bisa masuk, focus saja dengan apa yang ada didepan kita” ucap Arif.
Tidak terdengar jawaban dari mulut Pak Prianto, mereka terus saja berjalan menembus gelapnya malam. Kali ini Adit merasas lebih berani, entah kenapa dengan kehadiran Pak Prianto membuat batinnya sedikit lebih tenang.
Setelah beberapa saat, Arif berhenti. Gubuk yang ditinggali siti sudah nampak. Tidak ada penerangan sama sekali. Bahkan dari jarak sejauh ini Adit hampir merasakan bau busuk yang muncul dari gubuk itu.
“Lebih baik kita matikan senter kita, kalau ada seseorang disana selain Siti. Langsung saja kita hajar orang itu” ucap Arif yang sudah mematikan senternya.
Selama ini Adit selalu hidup dengan tenang dan tidak pernah mendekati masalah. Dulu mungkin ketakutannya hanya pada sosok Bapaknya yang mirip sekali dengan Pak Prianto.
Dengan tatapan tajam dan tidak banyak bicara. Bahkan sempat Adit bertanya kepada Sinta, kenapa mau menikah dengan manusia berdarah dingin seperti Gunawan.
Tersadar dari lamunannya, Adit juga ikut mematikan senter yang ia pegang. Jantungnya berdetak dengan keras menanti apa yang akan terjadi selanjutnya. Tanpa ada yang mengkomando, mereka bertiga serentak berjalan menuju ke arah Gubuk.
Sesampainya didepan Gubuk, suasana terlihat begitu tenang. Bahkan tidak ada suara pergerakan atau suara Siti yang meracau tidak jelas. “Ada sesuatu yang aneh, kalian bersiaplah” ucap Arif.
Belum juga dia mendorong pintu kayu... Tiba-tiba saja ada angin yang berhembus dengan kencang, hawa disekitar mereka berubah menjadi lebih mencekam. Adit merasa diri nya sedang dilihat oleh ribuan mata.
Sempat Arif memandangi sekitaran gubuk. Dari keremangan Adit bisa melihat seringai yang muncul dari bibir Arif. Sedangkan Pak Prianto tetap terlihat tenang tapi waspada. Kreeek... kini Arif sudah membuka pintu gubuk.
“Wanita itu sudah tidak ada, kita terlambat” ucap Arif, sambil membalikan badannya. “Maksudnya? Siti sudah pergi?” tanya Adit yang juga mengecek dengan melongokan kepalanya kedalam gubuk.
“Kemana kira-kira wanita itu pergi?” tanya Pak Prianto menatap Arif tajam. “Hanya ada satu kemungkinan, dia sedang berada di Desa” jawab Arif yang langsung melangkah buru-buru kembali kearah Desa.
Namun baru saja dia berjalan beberapa meter. Ada seseorang yang tengah berdiri didepan mereka. Nampak Siti dengan rambut awut-awutan, berdiri mematung melihat mereka, terdengar juga suara senandung lirih.
“Siti...” ucap Pak Prianto, suaranya terdengar sedikit gemetar. Pak Prianto mencoba mendekat kearah Siti. Namun langsung dihadang oleh Arif dengan merentangkan tangannya. “Tunggu Pakdhe, ada sesuatu yang aneh” kata Arif.
Benar pikir Adit ada sesuatu yang aneh, dia memang tidak bisa merasakan atau melihat hal gaib tapi saat ini tangan siti sedang mencengkeram sesuatu. “Apa yang sedang dipeganginya Rif?” tanya Adit, sambil meletakan tangannya di bahu Arif.
“Aku tidak tahu, tapi sosok yang semalam kita lihat sekarang ini sedang menatap nyalang kepada kita” ujarnya.
“Siti kesurupan maksudmu?” tanya Pak, Prianto yang juga tengah memandangi Siti dengan serius. “Bukan hanya kesurupan, tapi tubuh dan pikirannya sudah dikendalikan olah makhluk...” belum juga Arif selesai bicara.
Angin kembali berhembus dengan kencang, bahkan pohon-pohon yang ada disekitar mereka bergoyang-goyang dengan cepat.
Adit sedikit tersentak, kini Siti berjalan kearah mereka. Sangat pelan dan terus saja mengucap sesuatu yang sama “wadon e wes siap... jokone wes dicepak ke” (perempuannya sudah siap... perjakanya sudah disiapkan).
Siti terlihat berhenti, jantung Adit berdebar keras sekali. Bahkan mungkin Arif juga merasakan kalau tangannya juga gemetaran. Jelas sekali sosok Siti yang ada dihadapannya saat ini, bukan seperti Siti yang kemarin malam dia lihat.
Hingga tiba-tiba saja, Dia berlari menerjang. Mereka semua kaget... Bahkan Pak Prianto sampe teriak karena tidak menyangka Siti bisa berlari secepat itu. “Apa itu Rif...” ucap Adit gemetar terengah-engah, menjauhi sosok Siti yang terus saja menembang.
“Sialan, kalian bilang kalau dia tidak bisa berjalan normal. Kenapa Siti bisa berlari secepat itu. Dan lihatlah apa yang dia bawa” ucap Pak Prianto yang sudah berada disamping mereka. “Ini Gila... Sudah tidak masuk akal, seharusnya kita membawa warga Desa”
Adit sekarang bisa melihat dengan jelas apa yang dipegang oleh Siti. Nampak sekali benda itu terlihat menggelambir dan berbau sangat amis bercampur bau busuk yang menusuk. “Ari-ari bayi” ucap Arif datar.
“Tidak ada gunanya lagi disini, kita harus segera kembali ke Desa... Kita cari bantuan...” ucap Pak Prianto. Namun perkataannya terputus. Sreeekkkk... Deg... jantung Adit langsung mencelos, suara langkah itu mengingatkan dirinya kepada Ningrum.
Sreeekkk.... sekali lagi suara itu terdengar jelas berasal dari arah samping mereka. Adit yang pertama kali melihat sosok itu.
Ningrum tengah berjalan menyeret kakinya dengan kain jarit yang melilit lehernya. Belum lagi bentuk rupanya yang mengerikan. Mata melotot dan lidah yang terjulur keluar.
“Astagfirulloh...” ucap Pak Prianto, yang juga sudah melihat Ningrum berjalan mendekat kearah mereka. Sekarang Adit dan Pak Prianto terfokus kepada Ningrum sedang Arif masih terus saja memandang Siti yang ada didepannya.
“PP—pakk apa yang harus kita lakukan” ucap Adit gagap. Dirinya benar-benar ketakutan saat ini. “Jangan tanya aku Dit... Aku juga tidak tau harus berbuat apa jika berhadapan dengan setan” kata Pak Prianto. Kini nada suaranya juga terlihat bergetar.
“Rif...” panggil Pak Prianto yang masih saja memandangi sosok Ningrum. Namun belum sempat Arif menjawab. Adit merasakan ada sesuatu yang menyentuh pundaknya,.Tidak mungkin itu tangan dari Pak Prianto maupun Arif. Terlonjak Adit langsung menengok kebelakang.
“Dit... tolongin Bapak Dit...” “ASTAGFIRULLOH...” teriak Adit kencang yang langsung berlari menuju kearah hutan. Sedang dalam waktu yang bersamaan. Siti juga berlari menerjang Arif... “Dit...” teriak Arif yang menyadari kalau Adit berlari meninggalkan mereka.
“Goblok...” umpat Arif keras yang masih mencoba untuk melepaskan cengkraman tangan Siti. Berkali-kali kedua laki-laki itu berusaha melepaskan Siti dari atas tubuh Arif, tapi seolah tenaga yang dimiliki Siti benar-benar kuat sekali.
“Pakdhe kejar Adit sekarang, jangan sampai dia sendirian” ucap Arif terengah-engah. “Tapi Rif...?” tanya Pak Prianto ragu.
Dia tidak bisa meninggalakan keponakannya disini sendirian saat diserang oleh orang gila seperti Siti. “Cepat Pak...” bentak Arif. Mau tidak mau Pak Prianto berbegas berdiri dan berlari menyusul Adit.
Adit terengah-engah. Dia benar-benar ketakutan. Jantungnya serasa mau lepas. Sosok Pak Dirman benar-benar mengerikan. “Sial... Dimana ini?” ucap Adit yang baru menyadari kalau dia berlari terlalu jauh dari Arif dan Pak Prianto.
Sreeekkk... Adit langsung menoleh, jelas sekali ada sesuatu yang sedang berjalan dibelakangnya. “Sial..sial...siall” ucap Adit merutuki kebodohannya. Tidak mau berlama-lama ditempatnya berdiri, Adit mencoba kembali melangkah.
Tanpa ada penerangan, dia terus saja mencoba menyibakan semak-semak yang ada didepannya.
“Adiittt...” sayup-sayup Adit mendengar seseorang yang sedang meneriakan namanya. Sedikit merasa lega. Baru saja dia ingin membalas suara itu... Tiba-tiba saja ada sesuatu yang menghantam keras tengkuk Adit. Dan semua menjadi gelap...

-TBC-
Bagi yang ingin membaca duluan. Di karyakarsa sudah update sampai part 9 ya yang jadi last part dari cerita ini. Terima kasih

karyakarsa.com/netrakala/tumb…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with netrakala

netrakala Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @netrasandekala

Apr 23
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran
Part 9 - Si Dalang ( END )
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR

#bacahorror #penumbalan
Akhir yang lain lagi... Semoga ga kangen sama Adit ya...

Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Ini kan yang kalian inginkan Tuan dan Nyonya...
Apa daya upik abu cuma bisa menuruti kalean semua...
Kita selesaikan Tumbal Tali Perawan Malam ini...
Bagi yang belum membaca Part sebelumnya bisa langsung ke Index ya 😁

Read 191 tweets
Apr 23
-A Thread-
Labuh Mayit - Sebuah Peringatan ( Part 2 )
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id
@ceritaht

#bacahorror
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya. Danke... Image
Sebelumnya Netra mau mengucapkan Minal Aidzin walfaidzin... Mohon maaf lahir batin.
Yuk kita nanti update kelanjutan kisah Bima dkk...
Bagi yang belum baca chapter 1 bisa langsung mampir ke index klik thread dengan judul "cerita tentang mereka" biar bisa mengikuti alurnya ya.

Read 117 tweets
Apr 18
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran
Part 7 - Wanita Misterius
Ijin Taq
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr @menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up pelan-pelan ya... Buat kalian yang mau nitip-nitip dulu silahkan... 😅 siapin kopi dan cemilan kalau puasa bisa di bookmark dulu untuk bacaan nanti sore.
Read 151 tweets
Apr 17
-A Thread-
Labuh Mayit - Pembawa Petaka
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id
@ceritaht

#bacahorror
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya. Danke... Image
Kita Up pelan-pelan ya. Bagi yang belum baca Cerita Tentang Mereka disarankan untuk membaca terlebih dahulu. Karena cerita ini merupakan Chapter 2 dari kisah Bima dkk.
Chapter sebelumnya bisa dibaca di Index dengan judul Cerita Tentang Mereka

Read 147 tweets
Apr 15
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran Part 6 - Perangkap Kematian
Ijin Taq
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up pelan-pelan ya... Buat kalian yang mau nitip-nitip dulu silahkan... 😋
Read 144 tweets
Apr 14
-A Thread-
Tanda Teluh
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR
#bacahorror #penumbalan

Selingan sambil nunggu Tumbal Tali Perawan ya.
Danke... Image
Kisah ini semata-mata hanya untuk hiburan semata. Jika ada nama, lokasi, dan setting cerita yang sama, itu hanya sebuah kebetulan.
Sebelum masuk ke cerita, bagi yang mau membaca Tumbal Tali Perawan di Karyakarsa sudah sampai part 7 ya.

karyakarsa.com/netrakala/tumb…
Read 117 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(