Netrakala Profile picture
Apr 23 191 tweets 22 min read Twitter logo Read on Twitter
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran
Part 9 - Si Dalang ( END )
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR

#bacahorror #penumbalan
Akhir yang lain lagi... Semoga ga kangen sama Adit ya...

Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Ini kan yang kalian inginkan Tuan dan Nyonya...
Apa daya upik abu cuma bisa menuruti kalean semua...
Kita selesaikan Tumbal Tali Perawan Malam ini...
Bagi yang belum membaca Part sebelumnya bisa langsung ke Index ya 😁

Sekali lagi akhir yang lainnya, terimakasih untuk teman-teman yang sudah memberikan suport sampai dengan part 9 ini. Sekali lagi tulisan ini hanya untuk hiburan semata.
Part 9 - Si Dalang ( END )

Adit berbaring dengan mata masih terpejam. Kepalanya terasa begitu berat, ada perasaan yang mengalir kedalam batinnya yang membuatnya tidak nyaman.
Adit mencoba mengingat-ingat kenapa perasaan menyesakkan ini masih terus hadir didalam batinnya. Ingin rasanya dia terbaring diatas tempat ini, diatas kasur yang begitu empuk dan nyaman... Melupakan semua permasalahan yang tengah dihadapainya.
Lambat laun Adit ingat, kalau semalam dia tengah berlari kearah hutan dan ada sesuatu yang memukul bagian belakang kepalanya.
Mengerjapkan mata berkali-kali, Adit mencoba untuk membuka matanya yang masih begitu berat. Kini Adit tahu kalau dia sudah berbaring diatas kasur didalam kamar bekas Ayahnya...
“Sudah bangun Dit?” ucap suara, yang sangat Adit kenali dan rindukan. “Ibu?” ujar Adit parau, dan masih saja memandang Sinta dengan tatapan keheranan. “Kok Ibu ada disini?” tanya Adit.
“Iya, semalam Nenek menghubungi Ayahmu, jadi kami langsung berangkat kesini, gimana kondisi kamu Dit?” jawab Sinta datar dengan tatapan yang tajam kearah Adit. Ini baru pertama kalinya dia melihat ibunya menatapnya seperti itu.
“Adit, gapapa Bu... Bagaimana Adit bisa sampai disini?. Seingat Adit, semalam Adit pingsan di tengah hutan” kata Adit mencari penjelasan, mengabaikan keheranannya.
“Untungnya, Pak Kades menemukanmu... Dan langsung membawamu kesini, sudah sekarang kamu istirahat dulu” kata Sinta dan langsung beranjak keluar kamar.
Adit masih ingin mendengar penjelasan dari Ibunya, tapi kepalanya begitu pusing. Sesekali dia meraba bagian belakang lehernya yang masih terasa kaku. Tidak kuat untuk bangun, Adit kembali merebahkan tubuhnya dan menutup mata.
“Pulang Dit” seketika Adit membuka mata, celingukan mencari sumber suara yang baru saja dia dengar.

“Arif?” batin Adit. Ya... Jelas sekali itu adalah suara milik Arif, tapi sekarang dikamarnya tidak ada siapapun.
Pelan Adit mencoba beranjak dari tempat tidurnya. Penasaran dengan suara-suara yang muncul dari arah luar. Saat membuka pintu kamar, Adit tercengang. Seluruh anggota keluarganya sudah duduk diruang keluarga rumah Nek Harjo. Semua nampak tersenyum saat melihat Adit.
“Bang... Bang Adit uda sembuh?” tanya Nisa yang langsung berdiri menghampiri Adit.
“Iya sudah Nis... Nisa kok sudah sampai sini, kangen sama abang ya?” tanya Adit gemas sambil mengusap-usap kepala Nisa.
“Dit, duduk sini” melihat kearah sumber suara, Adit tidak berani menolak. Jika Ayahnya sudah meminta sesuatu berarti itu adalah perintah yang mutlak dan harus dikerjakan.

“iya Yah” jawab Adit yang langsung berjalan menuju sofa ruang keluarga.
“Kenapa kamu tidak cerita sama Ayah atau Ibu?” tanya Gunawan lembut. Adit heran, sejak kapan Gunawan, Ayahnya mengeluarkan nada suara lembut seperti itu.

“Eee.. A—adit tidak mau membuat kalian kepikiran” Jawab Adit terbata.
Sebenarnya Adit merasa bahagia karena bisa berkumpul dengan keluarganya di rumah Nek Harjo. Akan tetapi entah kenapa pikiran Adit justru melayang ke arah Arif dan Pak Prianto. Terlebih saat ini ada sesuatu yang membuat Adit heran dengan perilaku kedua orang tuanya.
“Kenapa Dit? Kok melamun” ucap Gunawan yang sedang memperhatikan Adit.
“Eee... Arif dan Pak Prianto gimana Pak?, semalam Adit pergi bersama mereka ke hutan. Mereka baik-baik aja kan?” tanya Adit. Seketika raut wajah mereka berubah, yang awalnya tersenyum bahagia tiba-tiba saja menjadi murung.
“Pak?” tanya Adit sekali lagi. Adit mengerdarkan pandangannya, “Ada kejadian apa saat Adit pingsan tadi?” tanya Adit kesiapapun yang ada disana.
“Arif ditemukan meninggal” ucap Pakdhe Marwanto. Adit terdiam, memandang Pakdhenya dengan tatapan kebingungan.

“Ah Pakdhe jangan bercanda, Semalam Adit liat dia masih sehat kok” kata Adit yang masih tidak percaya dengan ucapan Pakdhenya.
“Kamu yang sabar ya Dit, memang mungkin ini sudah takdirnya. Semalam setelah Pak Kades membawamu ke rumah. Dia meminta bantuan warga untuk pergi kedalam hutan. Saat mereka tiba didepan gubuk. Arif sudah ditemukan meninggal dengan luka sayatan di tubuhnya” jelas Nek Harjo.
Deg... Seketika perasaan Adit menghilang, ada sesuatu yang jatuh turun kedasar perutnya. "Tidak mungkin Arif meninggal” Batin Adit masih tidak percaya.
“Kalian jangan bercanda. Arif tidak mungkin meninggal dia orang yang tangguh” kata Adit dengan suara panik. Namun semua wajah di sekitarnya tidak menunjukkan kalau mereka sedang bercanda.
Kita up pelan-pelan ya. Masih ada tamu yang dateng. Kalian bisa santai-santai dulu, atau tinggalin jejak dulu...
“Setelah ini kamu ikut Pakdhe” ucap Pakdhe Marwanto.

“Kemana Pakdhe?” tanya Adit yang masih memiliki kecurigaan kepada Pakdhenya. Ingatan bagaimana saat laki-laki ini sedang melakukan ritual masih membekas jelas di ingatan Adit.
“Sudah ayo ikut...” ajak Pakdhenya yang langsung saja berdiri dan menarik tangan Adit. Dia memandangi sekitar.
Tidak ada yang mencoba mencegah, bahkan Sinta malah menampilkan senyum simpul dibibirnya. Tidak bisa menolak, Adit mengikuti apa yang ingin ditunjukan oleh Pakdhe Marwanto.
Mereka kini berjalan menyusuri jalanan Desa. Sungguh aneh, Adit tidak melihat seorang pun. Padahal waktu masih menunjukan sore hari, hanya saja memang langit terlihat mendung.
Mereka terus saja berjalan, entah kenapa Adit merasakan perjalanan begitu jauh. Hingga dia sampai disebuah tikungan. Dada Adit bergetar saat melihat ada bendera berwara putih yang diikatkan pada sebatang bambu.
Kini Adit sudah berdiri tidak jauh dari sebuah rumah. Adit berhenti dan terus memastikan bahwa apa yang dia lihat saat ini hanyalah sebuah halusinasi.
“Ayo” ajak Pakdhen Marwano saat melihat Adit yang justru berdiri mematung. Berjalan pelan-pelan, Adit mencoba untuk menguatkan mentalnya.
Suasana di rumah itu sudah ramai dengan orang. Setiap pandangan yang Adit lihat adalah kemurungan dan kesedihan.
“Dit...” ucap Pak Prianto saat melihat keberadaan Adit didepan pintu rumahnya. Seketika Pak Prianto memeluk Adit,

“Maafkan Arif kalau selama ini dia punya salah sama kamu” ucapnya parau.
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Adit. Ia mencoba untuk masuk kedalam rumah. Disana hanya ada beberapa orang, belum juga dia melangkah menuju sosok yang tengah terbujur kaku ditengah ruangan.
Tiba-tiba saja jantungnya berdebar dengan keras.
“N—ningrum?” gagap Adit saat melihat wanita yang sedang berjalan dari arah dapur.
“Kenapa Dit?” tanya Pakdhe yang keheranan dengan sikap Adit. “Itu Pakdhe, Ningrum” kata Adit sambil menunjuk kearah wanita yang sudah beberapa meter didepannya.

“Iya itu Ningrum, memangnya kenapa?” sekali lagi Pakdhe Marwanto bertanya. Namun Adit menggelengkan kepalanya.
“Tidak mungkin, pasti ini mimpi” ucap Adit sambil memukuli pipinya sendiri.

“Adit, kamu kenapa?” tanya Pakdhe Marwanto kebingungan.
“Ningrum... Pakdhe, itu Ningrum... Dia sudah mati... itu setan Ningrum” ucap Adit panik sambil mencoba untuk mundur menjauhi Ningrum. Sedangkan Ningrum hanya menoleh kebingungan kearah sekitar.
“Sadar Dit, sadar...” kata Pakdhe Marwanto sambil memegangi Adit. Takut kalau kematian Arif membuat Adit shock dan berfikir hal yang tidak tidak. Sedang Adit masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Tapi semua terasa nyata, bahkan saat dia menepukan tangan ke pipinya juga terasa perih. Yang berarti memang semua ini bukan lah mimpi.
“Mas Adit kenapa? sebentar saya ambilkan minum dulu” ucap Ningrum yang kembali beranjak menuju kearah dapur. Mendengar itu Adit langsung menolehkan kepalanya kearah Pakdhe Marwanto.

“Ada apa ini sebenarnya Pakdhe?” tanya Adit kebingungan.
“Apanya... yang ada apa Dit? Pakdhe tidak paham dengan ucapanmu” kata Pakdhe yang juga masih kebingungan.

“Pakdhe liat sendiri kan, kalau beberapa waktu lalu Ningrum sudah meninggal. Dia gantung diri dikasau dapur rumahnya?” tanya Adit dengan nafas memburu.
Pakdhe Marwanto jelas sekali melihat Adit dengan pandangan khawatir sekaligus prihatin. “assalamualaikum” sontak Adit langsung berpaling. Kekagetannya tentang Ningrum belum hilang, kini didepannya ada Pak Dirman.
“P—pak Dirman?” tanya Adit gagap tidak percaya dengan apa yang dia lihat. “Iya mas, maaf saya ke Pak Kades dulu” ucap Pak Dirman sambil berjalan menuju kearah Pak Prianto.
Adit mengikuti arah kemana Pak Dirman melangkah, dia benar-benar bingung dengan apa yang sedang terjadi. Melihat keadaan Adit, Pakdhe Marwanto menuntun Adit ke ujung ruangan.
Kini Adit sudah duduk disalah satu ujung ruangan. “Ini mas, minumnya” ucap Ningrum yang menaruh segelas teh hangat didepan Adit. Melihat Ningrum yang sudah ada didekatnya Adit terlonjak kaget.
Merasa sikap Adit yang aneh, Ningrum mencoba untuk duduk disebelahnya, dia mengira sikap Adit yang aneh karena sedih kehilangan temannya.
“Ningrum tahu, Mas Adit dekat dengan Mas Arif. Mas Adit pasti shock mendengar berita tentang Mas Arif. Tapi Mas Adit harus iklas ya Mas” ucap Ningrum mencoba untuk menghibur Adit. Tanpa menunggu jawaban dari Adit, ia kembali beranjak dan duduk disebelah Mbok Sarmin.
Sudah beberapa waktu Adit duduk, dia masih tidak bisa mencerna apa yang tengah terjadi. Kini seluruh anggota keluarganya juga sudah berada di rumah Pak Prianto. Beberapa kali Sinta meminta Adit untuk pulang saja jika memang tidak nyaman berada disini.
“Lebih baik, kamu pulang kalau tidak nyaman disini Dit” ucap Sinta. “Adit belum lihat Arif, Bu. Adit pengen lihat Arif untuk yang terakhir kalinya” ucap Adit yang matanya mulai memanas. Ingatan tentang pertemanan singkat mereka sungguh membekas dikepala Adit.
“Tidak usah, lebih baik kamu pulang sekarang ke rumah Nenek” ucap Sinta tegas dengan tatapan tajam yang mengarah kepada Adit.

“Tapi Adit mau lihat Arif, Bu... Sebentar saja” kata Adit yang sudah mau beranjak dari tempat duduknya.
Namun belum juga dia berdiri. Sinta sudah memegangi tangan Adit dan memintanya untuk duduk.
“Kenapa Bu?” tanya Adit keheranan.

“Sudah, tidak usah. Sekarang kamu pulang ke rumah Nek Harjo” ucap Sinta tegas.
Tetapi Adit tidak mau, walau dia baru sebentar berteman dengan Arif. Tapi Adit merasakan kalau Arif sudah seperti saudaranya sendiri. Kini semua pasang mata melihat kearah Adit. Tatapan mereka sungguh tidak bisa dibayangkan. Semua melotot, bahkan Pak Dirman hampir terlihat marah.
“Pulang...pulang...pulang” serempak mereka semua mengatakan hal yang sama. Bahkan Sinta dan seluruh anggota keluarganya juga mengatakan hal serupa. Gaung suara yang ditimbulkan oleh paduan suara orang-orang ini begitu membuat Adit kebingungan.
Nafas Adit terengah, dia berusaha untuk menutup telinga dan menjernihkan kepalanya. Tapi tetap saja... Semua pandangan warga dan suara itu membuat Adit hilang arah. Hingga tiba-tiba saja semua berhenti.
Adit terdiam mematung. Kesunyian yang dirasakannya jauh lebih mencekam dibandingkan dengan apa yang dia rasakan saat dihutan. Ruang tamu milik Pak Prianto benar-benar terasa sunyi.
Belum sempat Adit bertanya kepada Sinta apa yang sedang terjadi. Angin tiba-tiba saja berhembus dengan kencang, sampai membuat daun jendela dan pintu bergoyang-goyang.
Tiba-tiba saja kain yang menutupi jenazah ditengah ruangan tersibak. Sekarang dengan jelas Adit bisa melihat jenazah Arif yang terbujur kaku. Perasaannya tidak bisa tergambarkan dengan jelas. Pandangannya tiba-tiba saja terasa kabur dengan tumpukan air mata yang siap meleleh.
“Arif...” ucapnya lirih, perlahan Adit mencoba untuk mendekati jenazah itu. Tidak peduli dengan semua tatapan yang dia dapatkan. Adit hanya ingin melihat Arif untuk yang terakhir kalinya.
Saat dia sudah sampai di pinggir jenazah Arif. Tangisnya pecah, tidak ada suara yang muncul, hanya lelehan air mata yang terus keluar tanpa bisa dibendung.
Didepannya kini wajah pucat Arif yang sudah dipocong terlihat dengan jelas. “Maafkan aku Rif, seharusnya aku yang meninggal. Bukan kamu” ucap Adit sesenggukan. Tidak kuat melihat kondisi Arif, Adit berniat untuk menutup kembali jenazah Arif dengan kain.
Namun, kejadian itu tiba-tiba saja terjadi... Seolah memang Adit sudah mengetahui kalau semua yang dilaluinya saat ini begitu aneh. Mata Arif terbuka dengan sempurna, membuat Adit yang melihatnya langsung melompat mundur.
Bagai sebuah roll film yang diputar lambat, Jenazah Arif mulai bangkit perlahan.Panik Adit melihat sekitarnya. Namun semua warga disana seolah tidak melihat apa yang tengah terjadi. Justru mereka sedang menatap Adit dengan tatapan yang tajam.
“Mas Adit pulang ya..” ucap Ningrum yang tiba-tiba saja sudah berada dibelakang Adit. Sontak Adit langsung berpaling. Begitu kagetnya dia, penampilan Ningrum sudah berubah. Kembali Ningrum terlihat seperti setan yang selama ini mengganggu Adit.
Buru-buru Adit menjauh dari Ningrum. “Dit Pulang!!!” ucap Pak Dirman yang juga sudah berpenampilan mengerikan.
Adit menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berharap ini semua hanya imajinasi karena efek benturan yang ada dikepalanya. Namun sialnya saat dia membuka mata... semua masih terlihat sama.
Adit segera menoleh kearah Arif. Kini jenazah itu sudah memalingkan wajahnya kepada Adit. Wajah pucat penuh dengan sayatan itu terlihat murung. “Dit pulang sekarang...” ucap lirih suara Arif, “Dit pulang sekarang... PULAAANG” gelegar Arif.
Tersentak kaget, Adit terengah-engah. Jantungnya masih berdetak dengan teras, bahkan bayang-bayang pocong Arif dan suara teriakannya masih menggema dikepalanya.

“Mimpi?, benar tadi hanya mimpi” batin Adit yang merasa lega.
“Cckck... tak kusangka kamu juga punya perewangan Dit” ucap suara seorang laki-laki. Adit yang kaget mencoba untuk bergerak melihat siapa yang tengah berbicara kepadanya.
Namun, ternyata tangan, kaki dan perutnya sudah di ikat dengan sebuah plat besi yang begitu kuat. Sekali lagi dia mencoba bergerak tetapi percuma, dia sama sekali tidak bisa bergerak.
“Jangan buang-buang energimu Dit” ucap laki-laki itu dengan suara yang terlihat bosan.

“Siapa kamu” tanya Adit. Kepalanya begitu pusing, pikirannya masih mencerna dengan kejadian yang barusan dia alami.
“Aku tidak mengira kalau dirimu punya perewangan, padahal aku sudah menyesatkan sukmamu untuk bisa terus di alam itu” ucap laki-laki itu.

“Apa maksudmu?” tanya Adit yang terus saja mencoba untuk melepaskan dirinya.
Yah, tidak ada salahnya untuk mendongengimu, toh tidak ada orang yang tau dimana kita saat ini” ucap laki-laki itu. Langsung saja Adit mendengar sebuah kursi yang diangkat serta langkah kaki yang mendekatinya.
“PAK AMAR!!!” pekik Adit kaget, saat melihat wajah dari laki-laki itu sudah ada didepan matanya.

“Kenapa Dit? Bukannya kamu juga sudah mencurigaiku? atau Pakdhemu justru lebih mencurigakan?” ucap Pak Amar terkekeh.
“Bajingan... lepas...” ucap Adit sambil terus memberontak. Mendengar umpatan Adit, seketika Pak Amar terdiam dan mengambil pisau yang ada dimeja dibelakangnya.

“Siapa yang Bajingan Dit?” ucap Pak Amar lirih sambil mengoles-oleskan ujung pisaunya kepipi Adit.
Adit terdiam, posisinya saat ini sedang tidak beruntung. Tidak mungkin dia melawan Pak Amar. Otak Adit terus berikir.
“Kenapa diam? Takut akan kubunuh seperti aku membunuh Ningrum dan yang lainnya?” ucap Amar yang terus saja masih mengelus-elus pipi Adit dengan pisau yang ia pegang.
“Nah sekarang saat kita sudah bisa mengatur emosi, aku akan mendongengimu sebelum kita melakukan ritual” kata Amar dengan senyum tanpa kebahagiaan. Adit hanya diam, tidak menjawab perkataan dari laki-laki gila yang ada disampingnya.
“Berpuluh-puluh tahun yang lalu, mungkin kau belum lahir. Ada sebuah keluarga kecil yang hidup dengan kemiskinan... Ah pasti kau tidak pernah tau kan Dit, rasanya menahan lapar?. Ya itu adalah keluargaku. Hari-hari aku hidup dengan keadaan serba kekurangan, dan kau tau Dit?
Apa yang dilakukan oleh Ibu ku yang tercinta? Dia tidak betah dengan keadaannya. Dan pergi meninggalkan anak dan suaminya” ucap Amar dengan menampilkan wajah seolah-olah sedang sedih.
“Terus apa hubungannya denganku, bajingan” geram Adit yang sudah mulai tidak tahan dengan kelakuan Amar.
“Stttt... tunggu dulu aku belum selesai cerita, pasti kau juga ingin mengetahui alasan kenapa kau disini sekarang kan?” tanya Amar dengan seringai yang menyebalkan.
“Kita lanjutkan, beberapa waktu Bapakku merasa terpukul dengan kepergian Ibu. Hampir kami tidak makan selama berhari-hari. Tidak ada seorang pun yang peduli dengan kami. Bagi warga Desa kami hanyalah sampah yang memang semestinya tidak layak untuk diberikan pertolongan.
Kau tau kenapa? karena orang tuaku sering berhutang kepada mereka hahaha.... Aku masih ingat sore itu, Bapak pulang dengan kondisi raut wajah yang benar-benar sedih dan marah.
Setelah itu baru aku tau kalau istri Dirman baru saja memaki-maki Bapakku karena mau meminjam beras untuk kami makan. Maka mulai malam itu, bapak pergi ke hutan” jelas Amar, ada sedikit jeda...
Adit melihat Amar menghela nafas dan matanya terlihat menerawang. Seolah dia sedang mengingat kejadian yang benar-benar menyakitkan untuk diulang kembali.
“Singkatnya, Bapak pulang dengan sesuatu yang berbeda. Dia mulai melakukan ritual Tumbal Tali Perawan. Tapi ada masalah yang belum bisa dipenuhi oleh Bapaku...
Salah satu syarat untuk melakukan ritual ini adalah dengan menggambil ari-ari dari wanita yang hamil akan tetapi belum menikah atau tidak bersuami. Jelas disitu Bapak ku mendapatkan kendala, bagaimana dia bisa mendapatkan syarat tersebut?
karena tidak mungkin dia menghamili warga Desa. Tapi bapakku tidak kurang akal. Maka Bapak membuat suatu ritual pemindahan janin” ucap Amar.
“Pemindahan janin?” ucap Adit heran sampai dia lupa kalau nyawanya sedang terancam. “HAha apa Arif tidak pernah menceritakan kepadamu? Aku yakin dia sudah menyadari.
Ya ritual pemindahan janin. Bapak melakukan sebuah ritual memindahkan janin dari rahim perempuan yang sudah menikah ke gadis yang masih perawan...
Tentu ini menjadi sebuah dilema, siapa yang tau kalau ada wanita yang tengah hamil muda... Tapi untungnya sosok itu selalu memberikan kisikan siapa saja yang pantas untuk menjadi tumbal dari lelaku yang Bapakku perbuat”
Kini Adit paham, kenapa Pak Dirman dan Mbok Sarmin bersikeras kalau anak-anak mereka memang tidak pernah dekat dengan laki-laki. Amar yang ada dihadapannya ini benar-benar pembunuh berdarah dingin.
“Nah, kita lanjutkan... Kenapa expresimu seperti itu Dit? Apa kau sudah tidak betah? Tapi tunggu kau harus tahu semua sebelum ini berakhir. Nah karena Bapak tidak mau ada warga Desa yang tahu, maka dia membuat rencana untuk mengecoh mereka...
Kau juga sudah pasti tau kan, tentang cerita Nanik dan Parmin. Ya itu semua Bapaku yang membuatnya. Tapi sialnya ada satu orang yang paham, dia bersikukuh kalau semua ini tidak ada sangkut pautnya dengan Asih yang gentayangan. Maka dibuatlah Nanik dan Parmin sebagai umpan,
hingga warga Desa percaya... Sayangnya orang tua itu dan Dirman berhasil menyelamatkan Siti pada saat-saat terakhir. Kau tau siapa laki-laki tua itu? Bapaknya Prianto...” ucap Amar dengan nada kesal.
“Saat itu Bapakku berhasil dengan ritual yang dilakukannya, tiba-tiba saja hidup kami berubah. Hingga pada suatu hari dia dimintai lagi oleh sosok itu...
Karena tidak mau akhirnya Bapak mati dengan perjanjiannya sendiri. Dan disinilah aku, sebagai penerusnya... Aku harus mengabdi padanya untuk bisa terus bertahan hidup, butuh beberapa tahun bagiku untuk bisa menerima itu semua.” Ucap Amar tersenyum
Ada jeda lama, Amar kembali diam seolah dia sedang mempertimbangkan sesuatu “Nah, sepertinya aku sudah cukup banyak bercerita. Bagaimana kalau kita mulai ritualnya Dit?” tanya Amar.
Seketika Adit panik, dia mulai menggerak-gerakan badannya lagi. Namun percuma ikatan yang ada ditangan dan kakinya begitu kuat.
Amar mulai bangkit, dan menyumpal mulut Adit dengan kain. “Lebih baik kau diam karena aku harus berkonsentrasi untuk memanggilnya” ucap Amar, yang sudah berjalan ke sisi ruangan dan mulai menghidupkan lampu petromax. Sekarang Adit bisa melihat dengan jelas.
Ruangan itu tidak besar, hanya sebuah ruangan kecil dengan satu jendela. Disekitarnya Adit melihat ada beberapa benda yang membuatnya bergidik ngeri. Jejeran toples-toples berwarga merah gelap,ayam cemani serta ada kepala kerbau yang sudah dikuliti.
Amar mulai menghidupkan dupa dan mempersiapkan sesajen. Ayam cemani dan kepala kerbau dia ambil dan diletakan diantara tampah yang berisi kembang setaman. Adit makin panik, dia tidak tahu bagaimana lagi caranya untuk kabur.
“Sudah siap Dit? Tolong sampaikan permintaan maafku untuk Ningrum dan yang lainnya” ucap Amar dengan nada memelas. Adit semakin jengkel... Dia benar-benar merasa jijik dengan laki-laki yang ada dihadapannya.
Amar kembali berjalan mendekati Adit. Kini dia berdiri ditengah-tengah tubuh Adit. Entah apa yang sedang dilakukannya Adit tidak bisa melihat. Kepalanya masih begitu sakit ketika digerakan. Ditambah dengan sumpalan kain yang ada dimulutnya.
Tersentak... Adit merasakan Amar sedang memelorotkan celananya. Bukan hanya celana jeans yang dia pakai, tapi benar-benar seluruh celana Adit diplorotkan hingga sampai ke ujung betisnya.
“Apa yang ingin dilakukan bajingan ini?” batin Adit geram. Kini ia hanya bisa berpasrah... jika memang saat ini dia harus mati. Setidaknya dia sudah berusaha untuk tetap hidup.
“Ah punya mu besar dan gemuk, pasti Jenggolosewu akan suka sekali menyantap hidangan penutupnya” kata Amar dengan terkekeh.
Kembali Amar berjalan menuju meja disisi ruangan. Dia seolah sedang mencari-cari sesuatu. Saat berbalik, Adit melihat kalau Amar memegangi salah satu toples yang memiliki warga merah gelap. Adit terus saja meronta-ronta, berharap apa yang akan dilakukan Amar tidak akan berhasil.
Amar sudah kembali berada disisi Adit, kini dia merasakan ada cairan kental yang menyentuh kulit dibagian kelamin dan terus saja merembet hingga pangkal pahanya.
“Kau tau Dit, sebenarnya aku sudah bisa melakukan ritual Tumbal Tali Perawan sejak kematian Ningrum. Tapi ketika aku mendapatkan kabar dari Marwanto. Aku berfikir,
jika memang dulu mereka memiliki kebahagiaan berupa keluarga yang lengkap dan harta berlimpah. Setidaknya sekarang mereka bisa merasakan bagaimana tidak memiliki seorang anak” ucap Amar.
“Apa maksudmu? Apa hubungannya dengan keluarga kami?” ucap Adit saat dia bisa melepas sumpalan kain yang ada dimulutnya.

“Ah, ya aku lupa... Aku sangat membenci kebahagian yang terpancar dari keluarga kalian. Setiap waktu aku iri dengan Prianto dan Pakdhe
serta Bapakmu yang memiliki kehidupan yang layak. Sudah lama sekali semenjak aku ingin mereka merasakan apa yang aku rasakan.
Yah setidaknya aku bisa membuat Marwanto tidak memiliki anak. Dan Gunawan kehilangan anaknya. Adil kan seorang teman harus sama-sama merasakan penderitaan satu sama lainnya” kata Amar.
“Kau... jadi kau yang menjebak Pakdhe Marwanto dan Budhe Ijah?” tanya Adit tidak percaya.
“Yah mereka memang goblok, tidak tau saja Marwanto itu... kalau selama ini istrinya sudah sering hamil. Tapi selalu hilang atau keguguran. Kau tahu kenapa Dit?
karena janinnya kupindahkan atau kujadikan sebagai tumbal untuk santapan Jenggolosewu” kata Amar dengan tawa tanpa kebahagiaan.
“Kau pikir janin yang ada didalam rahim Ningrum milik siapa? Hahah itu milik budhemu. Ku atur dan terus saja ku hasut agar Marwanto mau melakukan persetubuhan dihutan.
Awalnya dia tidak mau, tapi karena Ijah yang selalu merengek agar bisa memiliki anak. Akhirnya dia luluh” lanjut Amar.
Adit benar-benar tidak habis pikir, bagaimana bisa ada orang yang sekeji ini didunia. Memanfaatkan dan membunuh orang demi untuk kepuasan pribadinya. Ingin sekali rasanya dia menghajar dan membuat Amar mati pelan-pelan.
Kini Adit melihat Amar berjalan kearah tampah yang sudah terisi sesajan. Sesaat dia melepaskan semua pakaiannya dan membelitkan kain disekitar pinggannya.
“Kita mulai Dit, sebentar lagi aku bisa menjadi lebih sakti. Dan keluarga kalian akan merasakan apa yang aku rasakan. Urusan Prianto nanti setelah ini, Istri dan anaknya juga akan menjadi targetku” ucap Amar tersenyum mengerikan.
“Bajingan kau...” umpat Adit yang benar-benar sudah muak dengan apa yang dilakukan oleh Amar.
Amar mulai duduk bersila, aroma kemenyan dan dupa mulai menyeruak di hidung Adit. Kepanikan benar-benar sudah menjalari seluruh tubuh Adit. Kini Adit melihat Amar mulai menyembelih ayam cemani hitam yang ada didepannya.
Betapa mualnya Adit, saat dia melihat Amar menuangkan darah ayam cemani hitam itu ke tenggorokannya dan menuangkan sebagian kekepala kerbau yang sudah dikuliti.
Nafas Adit memburu, dia terus saja bergerak mencoba mengendorkan kaitan plat besi yang mengikat tangan dan kakinya. “Arrrgggg” tiba-tiba saja Adit merasakan panas dialat kelaminnya dan area yang terkena dengan darah yang dituangkan oleh Amar.
BRukkkk... angin tiba-tiba saja berhembus dengan kencang. Bahkan daun jendela yang tertutup rapat kini mulai tersibak dan bergoyang-goyang dengan cepat.
Sekujur tubuh Adit meremang dengan hebat. Inilah akhir riwayat dari hidupnya, tidak pernah Adit membayangkan akan dijadikan mangsa seperti ini.
Sekali lagi Adit melihat kearah Amar. Tapi ternyata pilihannya salah. Betapa mualnya Adit, dia benar-benar tidak menyangka...
Amar orang yang dia kira berteman dengan Pakdhe dan Pak Prianto begitu busuk dan memuakkan. Kini Amar sedang membuka salah satu toples dan mengambil sesuatu yang merah dan kembali berjalan kearah Adit.
“Kau tau ini apa?” ucap Amar yang memperlihatkan gumpalan daging yang seperti terikat dengan sesuatu.
“hehehe ini adalah Ari-ari dari Ningrum, ada darah dari keluargamu juga disini. Kau tidak mau mencicipi sepupumu Dit?” tanya Amar tanpa dosa. Adit yang melihat itu hanya memalingkan mukanya.
“Kau tidak mau Dit? Kalau tidak mau kita sudahi saja sekarang” ucap Amar, sekali lagi dia berjalan kearah sesajen dan duduk bersilah. Dia letakan Ari-ari itu didepannya.
Kembali suasana menjadi mencekam. Ditambah angin dingin berhembus dengan kencang. Seketika pintu terbuka dengan keras, baik Adit maupun Amar sontak langsung menolehkan kepalanya. Siti tengah berdiri dengan tatapan kosong dan terus saja menembang lagu jawa.
“Kau sudah membereskan bocah itu, Siti?” ucap Amar menyeringai. Tidak ada jawaban dari Siti. Dia hanya diam dan mengangguk.
“Bagus, sekarang sudah tidak ada penghalang lagi, Arif temanmu sudah menyusul Ningrum dan Pak Dirman, Dit. Sebentar lagi giliran mu” lanjut Amar yang langsung saja meneruskan ritualnya.
Kekuatan Adit melemah, dia tidak menyangka kalau Arif juga sudah menjadi korban dari kebiadaban Amar. Semua sudah berakhir. Tidak ada lagi orang bisa membantunya kali ini.
“Grrrrrr” Adit kaget... jelas sekali, jelas sekali dia mendengar ada suara geraman yang muncul. Ada sesuatu yang sedang berdiri didepan Amar. Disaat bersamaan alat kelamin Adit yang terkena darah makin terasa panas. “Siaaalll” umpat Adit ketakutan.
Pelan tapi pasti, kini Adit melihat dengan jelas. Sosok yang kemarin ada dibelakang Siti, tengah berdiri menatap nyalang kepadanya. Bentuknya sungguh mengerikan, seluruh badannya berbulu serta taring yang mencuat tidak beraturan disekitar bibirnya.
“Ndoro, sampun kulo siapke sedanten” (Tuan, sudah saya siapkan semua) ucap Amar sambil duduk menyembah sosok yang ada didepannya. “Grrrrr” geram sosok tersebut dan langsung berjalan menuju kearah Adit.
Adit sudah benar-benar pasrah sekarang. Sosok itu sudah tepat berdiri disamping Adit, kulit diselangkangannya semakin terasa panas. Lelehan air mata juga sudah tidak bisa dia bendung lagi. Dan yang lebih mengerikan lagi.
Sosok yang bernama Jenggolosewu mulai memainkan tangannya dikelamin Adit. Terasa sekali rasa ngilu yang muncul. Padahal Jenggolosewu hanya sekedar menyentuhnya. Hingga tiba-tiba saja Jenggolosewu menarik tangannya dan menggeram.
“Bajingan koe bocah...” ucapnya sambil menatap kearah Amar dengan tatapan yang tajam dan mengerikan. Melihat itu sontak Amar terpaku dan gemetaran.

“Ngapunten ndoro?” (maaf tuan?) ucap Amar mencoba berani untuk bertanya.
“Aku wes omong golekno, tutupan sek ijeh perjoko” (Aku sudah bilang carikan, penutup yang masih perjaka).
Belum sempat Amar menjawab. Tiba-tiba Siti langsung menerjang Amar dengan keras, mereka bergulat seru. Tidak menyangka Siti memiliki kekuatan sebesar itu.
Tapi kenapa? kenapa Siti menyerang Amar? Tapi Adit tidak peduli. Sebelum dia berfikir lebih jauh, ada sosok yang tiba-tiba saja muncul.
“Arif...?” ucap Adit parau, dia benar-benar tidak menyangka. “Sudah jangan brisik, biarkan saja mereka bergulat” kata Arif yang mulai melepaskan ikatan yang ada ditangan Adit.

“Tapi bagaimana Rif?” tanya Adit.
Arif tidak menjawab, dia terus saja mencoba melepaskan Adit. Setelah semua terlepas buru-buru Adit memakai celananya kembali. Kini sosok berbulu itu hanya melihat dan menggeram memperhatikan mereka. Bergidik ngeri Adit dan merapatkan tubuhnya kearah Arif.
“Aku sudah menduga, pelakunya adalah kau?” ucap Arif. Mendengar ada suara lain, Amar seketika menendang Siti dengan kuat dan langsung bangkit berdiri. “Kauu... bagaimana bisa...?” kata Amar kaget melihat keberadaan Arif.
Arif tersenyum menyeringai. “Jangan meremehkan ku, kalau hanya sebatas demit kelas teri seperti dia... aku masih bisa menghadapi” ucap Arif yang justru malah tertawa dan menunjuk kearah Jenggolosewu.

“Sombong, dasar bocah” ucap Amar geram.
“Sombong? Katamu aku sombong? Bukannya sedari tadi kau yang sudah menyombongkan dirimu? Beranggapan kalau semua tipu dayamu itu berhasil. Tak inginkah kau tahu? Sejak kapan aku mencurigaimu lebih daripada yang lain?” ucap Arif dengan mencemooh.
Kini Siti juga sudah berdiri, tidak ada tembang jawa yang muncul dari bibirnya. Tatapannya penuh dengan kebencian yang ditujukan kepada Amar. “Sebentar lagi selesai, seperti apa yang kau inginkan Mar” ucap Siti.
Amar yang mendengar itu terkejud, sejak kapan Siti bisa berbicara normal seperti itu.

“Apa semua pengaruh Jenggolosewu sudah hilang?” batin Amar yang lansung saja menatap Jenggolosewu yang masih saja terus menggeram.
“Percuma kau memerintahnya, tuannya sudah berubah?” ucap Arif yang seolah tau apa yang sedang dipikirkan oleh Amar.
“Nah sekarang, seperti yang kau ucapkan kepada Adit tadi. Sebelum semua selesai aku juga akan menceritakan sesuatu. Biar nanti ruh mu bisa tenang dan mendapatkan balasan dari orang-orang yang sudah kau cilakai” ucap Arif yang melangkah menuju ke arah Amar.
Awalnya Adit ingin memberikannya peringatan. Tapi ada sesuatu yang membuatnya mengurungkan niat. Tidak ada satupun perlawanan yang Amar berikan. Bahkan ketika Arif menyeretnya dan meletakan dimeja yang tadi mengikat Adit, Amar tetap bergerming.
“Apa yang terjadi?” ucap Adit kebingungan. Tidak ada jawaban, Adit sekarang malah justru ngeri melihat Arif yang mulai mengikat tangan dan kaki Amar dengan plat besi yang ada dimeja itu.
“Nah, sekarang aku akan menceritakan kenapa aku bisa sampai disini” ucap Arif dengan nada datar. Adit justru berdigik mendengarnya.
“Bajingan kau, lepaskan aku?” umpat Amar yang melotot kearah Arif. Mendengar itu Arif tidak marah. Namun berjalan menuju kearah meja dan mengambil salah satu toples berwarna merah.
“Apa kau bilang tadi? Bajingan? Sepertinya kau harus mencuci mulutmu” ucap Arif yang sudah kembali berada di sisi Amar.
Seketika Adit membulatkan matanya, tidak menyangka kalau Arif bisa berbuat hal seperti ini. Perut Adit mual, saat melihat Arif dengan sengaja menuangkan carian merah itu ke mulut dan kepala Amar.
“Semoga darah ini bisa sedikit membersihkan mulut dan pikiran mu yang busuk itu” hina Arif serta melemparkan toples yang dia pegang. “Nah kita lanjutkan, setelah kita sama-sama bisa mengatur emosi kita...
Kau tau Mar, aku sudah mencurigaimu saat aku melihat Pak Marwanto dan istrinya melakukan persetubuhan di hutan. Bagi Adit yang tidak bisa merasakan dan melihat mereka mungkin akan terlihat mencengangkan.
Tapi bagiku itu merupakan hal yang bodoh, karena dengan jelas sekali aku tidak melihat satu sosok demit pun yang hadir saat mereka melakukan ritual itu.” Ucap Arif tersenyum penuh kemenangan.
Adit benar-benar tekesima sekarang, dia hanya bisa melihat Arif yang sedang duduk dikursi yang tadi pernah dipakai oleh Amar saat menceritakan masalalunya kepada Adit.
“Nah, jika kau bertanya bagaimana aku bisa sampai disini. Mungkin kita harus berterima kasih kepada Siti, orang yang sudah kau gunakan layaknya anjing peliharaan” ucap Arif.
Sepersekitan detik tidak ada yang mengucapkan sesuatu hanya suara geraman yang muncul dari sosok yang ada dibelakang Arif. Adit masih shock dengan apa yang dia lihat.
Siti hanya terus diam memandangi Amar dengan pandangan kesumat dan Arif terlihat seperti sedang mempertimbangkan sesuatu.
“Mungkin ini yang terbaik, semua perbuatanmu sudah membuat banyak orang sengsara. Kau tak ubahnya seperti makhluk yang ada dibelakang ku, biarlah dia yang menyelesaikan semua” ucap Arif murung. Adit panik mendengar apa yang temannya ucapkan. Apa yang akan dilakukan oleh Arif?
Arif berdiri. Melangkah kebelakang menambil satu toples lagi dan kembali berjalan tepat didekat paha Amar. Sejenak Adit melihat ada expresi jijik dari wajah Arif.
Tanpa diduga-duga Arif melepaskan kain yang dipakai oleh Amar. Adit seketika paham apa yang dilakukan oleh temannya itu.

“Apa harus seperti ini Rif?” tanya Adit. Disisi lain bola mata Amar membulat seketika, dia tahu apa yang akan dilakukan oleh bocah Arif itu.
“Tidak... jika kita membiarkan dia pergi. Suatu hari dia akan mengulanginya lagi. Terlebih dia sudah melakukan Tumbal Tali Perawan untuk kebadabiannya. Biar Ingon-ingonnya yang mengakhiri semua ini” kata Arif murung.
Tanpa menunggu jawaban Adit, langsung saja Arif menuangkan cairan merah darah itu kearah selangkangan Amar.
“Bajingan kau bocah... liaat saja suatu hari kau akan mendapatkan balasan lebih dari ini” ucap Amar penuh dengan amarah.

“Aku tunggu” balas Arif yang langsung saja berjalan dan menarik Adit dan Siti keluar ruangan.
Mereka berjalan cepat meninggalkan bangunan yang dipakai Amar untuk melakukan ritual. Sayup-sayup mereka mendengar suara teriakan yang menggema dihutan Desa Renggono.
“Kita mau kemana Rif?” tanya Adit yang mulai terlihat kelelahan.

“Rumahmu, mereka semua sudah menunggu” ucap Arif yang terus saja berjalan menembus semak-semak.
Tidak ada obrolan yang muncul selama perjalanan menuju rumah Nek Harjo, baik Adit, Arif maupun Siti hanya diam berkutat dengan pikiran masing-masing. “Apa aku harus ikut?” ucap Siti yang saat sudah berada dijalan Desa yang sepi.
“Mereka tidak akan menyakitimu, biar aku dan Adit yang memberikan penjelasan” jawab Arif. Sedang Adit hanya diam dan mengikuti kemauan temannya ini, dia tidak mau menyanggah. Takut membuat Arif marah dan bisa saja Adit bernasib sama dengan Amar.
“Adit....” pekik Nek Harjo saat melihat Adit tengah berjalan menuju rumahnya. “Adit kamu gapapa kan?” kata Nek Harjo yang tiba-tiba saja terisak.
“Gapapa Nek, tapi Adit pengen mandi, badan Adit lengket semua” ucap Adit lemas dan ingin sekali dia segera merebahkan tubuhnya diatas kasur.
Semua orang kini tengah berkumpul. Bahkan juga Siti turut bergabung bersama setelah Nek Harjo dan Mbok Sarmin membantunya membersihkan badan. Adit dibantu Arif menjelaskan semua yang sudah terjadi malam ini.
Baik Pak Kades sampai Budhe Ijah benar-benar kaget dengan apa yang sudah dilakukan oleh Amar. “Maafkan Pakdhe Dit, Pakdhe sudah membuatmu hampir cilaka” ucap Pakdhe yang tertunduk malu dengan semua perbuatan yang dilakukannya.
Adit tersenyum dan tidak menyalahkan apa yang dilakukan oleh Pakdhenya. “Sudah Pakdhe, lupakan. Yang penting sekarang kita sudah tahu dalang dari semua ini” ucap Adit sambil menikmati sebatang rokok.
Malam itu akhirnya semua misteri yang menimpa Adit terkuak, tidak ada yang merasa sedih atas kematian Amar. Semua sudah memafkan bahkan Adit juga sudah bisa melepaskan semua masalah yang ada dihidupnya.
-Tamat-
Buat teman-teman yang mau membaca versi ebook bisa langsung mampir ke karyakarsa ya. Atau jika berkenan bisa memberikan suport berupa dukungan atau tips karya.
Terimakasih

karyakarsa.com/netrakala
Lupa haha @Long77785509

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Netrakala

Netrakala Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @netrasandekala

Apr 23
-A Thread-
Labuh Mayit - Sebuah Peringatan ( Part 2 )
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id
@ceritaht

#bacahorror
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya. Danke... Image
Sebelumnya Netra mau mengucapkan Minal Aidzin walfaidzin... Mohon maaf lahir batin.
Yuk kita nanti update kelanjutan kisah Bima dkk...
Bagi yang belum baca chapter 1 bisa langsung mampir ke index klik thread dengan judul "cerita tentang mereka" biar bisa mengikuti alurnya ya.

Read 117 tweets
Apr 20
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran
Part 8 - Malapetaka
Ijin Taq
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id
#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up pelan-pelan ya... Buat kalian yang mau nitip-nitip dulu silahkan... 😁
siapin kopi dan cemilan.... kalau puasa bisa di bookmark dulu untuk bacaan nanti sore.
Read 141 tweets
Apr 18
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran
Part 7 - Wanita Misterius
Ijin Taq
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr @menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up pelan-pelan ya... Buat kalian yang mau nitip-nitip dulu silahkan... 😅 siapin kopi dan cemilan kalau puasa bisa di bookmark dulu untuk bacaan nanti sore.
Read 151 tweets
Apr 17
-A Thread-
Labuh Mayit - Pembawa Petaka
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id
@ceritaht

#bacahorror
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya. Danke... Image
Kita Up pelan-pelan ya. Bagi yang belum baca Cerita Tentang Mereka disarankan untuk membaca terlebih dahulu. Karena cerita ini merupakan Chapter 2 dari kisah Bima dkk.
Chapter sebelumnya bisa dibaca di Index dengan judul Cerita Tentang Mereka

Read 147 tweets
Apr 15
-A Thread-
Tumbal Tali Pewaran Part 6 - Perangkap Kematian
Ijin Taq
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Bagi yang belum baca part sebelumnya bisa mampir ke index netrakala

Kita up pelan-pelan ya... Buat kalian yang mau nitip-nitip dulu silahkan... 😋
Read 144 tweets
Apr 14
-A Thread-
Tanda Teluh
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR
#bacahorror #penumbalan

Selingan sambil nunggu Tumbal Tali Perawan ya.
Danke... Image
Kisah ini semata-mata hanya untuk hiburan semata. Jika ada nama, lokasi, dan setting cerita yang sama, itu hanya sebuah kebetulan.
Sebelum masuk ke cerita, bagi yang mau membaca Tumbal Tali Perawan di Karyakarsa sudah sampai part 7 ya.

karyakarsa.com/netrakala/tumb…
Read 117 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(