Netrakala Profile picture
May 1, 2023 111 tweets 13 min read Read on X
-A Thread-
Lebur Sukma - Kepingan Misteri ( Part 2 )
@IDN_Horor @bacahorror_id @threadhororr
@menghorror @P_C_HORROR @Long77785509
@karyakarsa_id

#bacahorror #penumbalan #ceritaserem
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Kita up hari Ini ya.... Bagi yang mau ninggalin jejak dulu silahkan... 😅
Part 2 - Kepingan Misteri

“Yah... Ayah?” panggil Dinda saat sudah mendekat kearah Bapaknya. Tidak ada jawaban. Laki-laki itu tetap saja bergeming.
Duaaak... Sontak Dinda langsung menoleh ke arah sumber suara. Jelas sekali telinganya menangkap ada benda yang jatuh. Buru-buru Dinda merapikan selimut yang dikenakan Bapaknya dan berjalan keluar kamar.
Gelap... Semua nampak tenang dan sunyi. Bahkan saat Dinda mencari sumber kegaduhan, dia tidak mendapati apapun yang janggal. Semua barang masih tersusun rapi ditempatnya.
Menghela nafas, Dinda berniat kembali kekamarnya. Dia berfikir mungkin karena terlalu lelah dan banyak pikiran yang membuat seluruh inderanya mengalami halusinasi.
Pagi sudah tiba, suara kokok ayam yang saling bersahutan membuat Dinda terbangun. Matanya menatap keatas, pikirannya kembali melayang ketika kesadaran muncul dimana Dinda berada saat ini.
Seharusnya dia merasa benci dengan Bapaknya... dengan keluarga Sukmaadji. Tapi kenapa ada dorongan untuk tetap berada disini?. Seolah rumah ini memberikan daya tarik yang kuat untuk tetap tinggal... untuk mengerti dan mencari tahu.
Sekali lagi rasa penasaran Dinda membuncah, ingin dia mencari tahu segala bentuk misteri tentang kehidupannya... Masa lalunya...
“Pagi mbok” sapa Dinda saat mendapati Mbok Marni yang sedang sibuk menyiapkan sarapan.

“Pagi Non...” ujar Mbok Marni.
Dinda mendecakan lidahnya “Kan sudah saya bilang Mbok, panggil saya dengan nama saja. Tanpa embel-embel non” ucap Dinda sebal. Berjalan dia Dinda langsung mencoba untuk membantu Mbok Marni.
“Sudah, biar Mbok saja. Dinda tunggu di meja... mbok bikinin teh atau kopi?” ucap Mbok Marni yang melihat Dinda sudah memakai celemek dan mencari bahan-bahan di kulkas.
“Gapapa, Mbok. Di panti saya sudah biasa seperti ini, justru malah aneh kalau cuma liatin Mbok Marni masak” ujar Dinda yang tidak mengindahkan permintaan Mbok Marni.
Sejenak Mbok Marni melihat kearah Dinda. Matanya berkaca-kaca. Hingga saat Dinda menyadari dirinya tengah ditatap dan memalingkan kepalanya kearah Mbok Marni. Buru-buru wanita tua itu menunduk berpura-pura sedang melakukan sesuatu.
“Saya pengen tahu, seperti apa keluarga ini Mbok” ucap Dinda “Mbok uda lama kan kerja disini?”

“Sudah, Din. Semenjak Pak Ahmad masih kecil Simbok sudah ikut Bapak. Kakek kamu” jawab Simbok.
Belum sempat Dinda bertanya lebih. Tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang terbuka. Menoleh, ternyata Pak Kusno yang baru saja masuk dari arah taman belakang.
“Non... Kok malah bantuin Simbok masak?” ucap Pak Kusno heran saat melihat Dinda tengah sibuk didepan kompor.

“Mbok, tolong kasih tahu Pak Kusno. Kalau manggil saya itu gimana” kata Dinda sambil memonyongkan bibirnya.
Dia benar-benar risih dengan panggilan yang diucapkan oleh Mbok Marni dan Pak Kusno. Melihat itu Mbok Marni tersenyum dan segera memberi tahu suaminya.
“Wah... saya ndak berani, kalau Bapak tahu bisa dimarahin saya” ujar Pak Kusno, entah itu adalah nada bercandaan atau sebuah keseriusan Dinda tidak peduli.
Dinda membalikan badannya, tatapannya lurus kearah Pak Kusno yang justru malah terlihat menunduk. Bahkan raut muka Mbok Marni juga terlihat khawatir jika Dinda meledak marah. Walau dia belum tahu sifat Dinda tapi rasa khawatir itu tiba-tiba saja muncul didalam batinnya.
“Kalau Ayah sudah bangun!!! Dan dia marah-marah.. karena anaknya tidak ingin di spesialkan. Bilang sama saya” ucap Dinda lantang.
Pak Kusno tertegun, sepersekian detik dia melihat bayangan Sukmaadji di mata Dinda. Tidak mau membuat keributan Pak Kusno segera meminta ijin untuk mengecek kondisi Ahmad.
“Emang, dia tidak pernah bangun ya Mbok?” tanya Dinda yang sudah tidak bisa menahan diri. Mbok Marni bingung saat Dinda mengatakan dia.
“Ayah maksud Dinda” kata Dinda yang langsung paham dengan kebingungan Mbok Marni.
“Bangun kok Din. Cuma diwaktu-waktu tertentu Bapak bisa tertidur lama. Bahkan dulu pernah, Bapak enggak bangun selama seminggu... Sampai Pak Hamdan mesti kasih infus ke Bapak” jawab Mbok Marni. Dinda hanya mangguk-mangguk.
Sejenak dia ingin menceritakan apa yang dialaminya, saat Bapaknya mengucapkan kalimat yang menurut Dinda sedikit aneh dan juga wanita dengan baju putih yang sudah dia lihat 3 kali dalam sehari.
Namun dia urungkan, tidak mau terlalu gegabah. Toh dia juga belum terlalu kenal dengan Mbok Marni dan Pak Kusno.
*****
Bagi temen-temen yang mau baca versi ebook di karyakarsa sudah sampai part 3 ya, boleh juga jika berkenan teman-teman bisa memberikan dukungan atau tips karya. Terimakasih

karyakarsa.com/netrakala/lebu…
“Non, Bapak sudah bangun” ucap Pak Kusno saat masuk ke dapur. Badan Dinda seketika menengang, ada perasaan ingin segera menemui Bapaknya, tapi dia juga ingin segera pergi dari tempat ini. Perasaannya benar-benar tidak menentu.
“Pak Kusno sudah memberitahu Ayah, kalau Dinda sudah disini?” tanya Dinda.

“Belum Din, Bapak masih belum tahu” jawab Pak Kusno, sambil menggelengkan kepalanya.
“Biar nanti saya saja yang bilang langsung. Boleh saya minta tolong?” tanya Dinda sekali lagi. Pak Kusno hanya mengangguk. Buru-buru Dinda beranjak pergi ke kamarnya.
“Tolong belikan saya rokok ya Pak” ujar Dinda sambil menyerahkan selembar uang kepada Pak Kusno dan kembali duduk di ruang makan, yang mendapat tatapan dan mulut melongo dari Mbok Marni dan Pak Kusno. Mereka tidak tahu kalau Dinda seorang perokok.
Sudah beberapa waktu Dinda duduk termenung, sudah beberapa batang rokok pula dia hisap. Sebenarnya dia bukan seorang perokok. Tapi Dinda ingat dengan perkataan laki-laki itu.
“Kalau mas lagi pusing, banyak pikiran ya larinya ke rokok” kenangnya. Seketika Dinda merasa rindu dengan laki-laki konyol yang menyebalkan itu.
“Din..” sapa Pak Kusno takut-takut. Dinda menolehkan kepalanya. “Sini Pak duduk sama saya” ujar Dinda.
“Saya enggak tahu kalau Dinda perokok” kata Pak Kusno. Mendengar itu justru Dinda tersenyum dan menggeser bungkusan rokok dan korek api kearah Pak Kusno.
“Bapak ngerokok kan?” kata Dinda yang kembali menoleh kearah taman mawar didepannya. Sungkan menolak akhirnya Pak Kusno mengambil satu batang dan membakarnya.
Lama mereka terdiam, terbenam dalam pikirannya masing-masing. “Pak Kusno suka wayangan?” tanya Dinda.

“Suka Din, dulu Pak Sukmaadji sering ngajak saya pergi liat wayangan”
“Oh Pantes, semalam saya dengar suara wayangan” kata Dinda. Sejenak pak Kusno terkesiap, tubuhnya seperti menegang.

“S—semalam?” tanya Pak Kusno terbata.
“Iya, saya pikir ada acara wayangan di sekitar sini, soalnya suaranya jelas banget” ujar Dinda. Pak Kusno sama sekali tidak menjawab, raut wajahnya terlihat tegang.
“Kenapa Pak?” tanya Dinda yang heran melihat reaksi Pak Kusno.

“Eh.. gapapa Din, iya semalam ada acara wayangan di kampung. Kedengeran ya sampai rumah?” tanya Pak Kusno.
Dinda tersenyum, dia tahu persis Pak Kusno sedang berbohong. Jelas sekali kemarin suara dalang wayangan itu berasal dari dalam kamar Bapaknya.
“Saya mau ketemu Ayah, Pak!!!” ucap Dinda sambil beranjak meningalkan Pak Kusno yang masih terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Sarapan buat Ayah, Mbok?” tanya Dinda saat melihat Mbok Marni tengah memegangi nampan yang berisikan makanan.

“Iya, Din... Buat Bapak, barusan minta dibawain makanan”
“Ayah gak ada penyakit jantung kan?” kembali Dinda bertanya. Mbok Marni hanya menggeleng kepalanya menjawab pertanyaan Dinda.

“Biar saya saja yang bawa” kata Dinda yang langsung saja mengambil nampan dari tangan Mbok Marni.
Jantung Dinda berdebar dengan keras, bahkan rasanya telinganya juga mendengar detak jantungnya sendiri. Dinda tengah berhenti didepan pintu kamar Bapaknya. Menghela nafas, sejurus kemudian Dinda mengetuk pintu kayu yang ada didepannya.
“Ya, Mbok... Masuk” seketika jantung Dinda berdesir, untuk pertama kalinya dia mendengar suara Bapaknya secara sadar. Perlahan Dinda mendorong pintu kayu dan segera masuk ke dalam kamar.
Kini dia bisa melihat dengan jelas. Ahmad Sukmaadji, tengah duduk bersandar diatas kasurnya. Mata Dinda memanas, ingin rasanya menghambur kedalam pelukan orang yang sudah membuangnya.
“Ajeng?” ucap Ahmad saat melihat Dinda tengah berjalan mendekat kearahnya.

“Bukan, kamu bukan Ajeng... Mbok... Mbok Marni” teriak Ahmad lantang. Tidak merasa terganggu dengan teriakan Bapaknya, Dinda terus saja melangkah dan duduk dikursi disamping termpat tidur.
Dinda mendengar suara langkah kaki tergopoh-gopoh memasuki kamar Bapaknya. Dia tahu langkah kaki itu milik Mbok Marni dan Pak Kusno.
“Mbok siapa dia?” ucap Ahmad sambil menunjuk Dinda menggunakan dagunya. Dinda tersenyum, terus saja dia melihat laki-laki yang memiliki rahang tegas dan juga tatapan yang tajam.
“Kenapa Mbok Marni bawa masuk orang sembarangan?” bentak Ahmad, Mbok Marni tidak menjawab, matanya sesekali mengarah ke Dinda mencoba untuk berinteraksi dengannya. Namun tatapan Dinda masih terus tertuju pada Bapaknya.
“Saya mau bicara berdua, Mbok” ucap Dinda tegas, tanpa menoleh kearah Mbok Marni yang masih diam mematung. Tidak berani menolak, Mbok Marni hanya mengiyakan dan segera menutup pintu kamar.
Ahmad kebingungan, belum pernah sekalipun Marni membantah ucapannya. “Siapa kamu?” ucap Ahmad. “Sebentar” kata Dinda yang langsung menaruh nampan di meja dan segera beranjak keluar ruangan.
Beberapa saat kemudian Dinda kembali ke kamar Bapaknya. Tanpa banyak bicara dia langsung menaruh dua foto usang dipangkuan Ahmad.
“Maaf, saya lupa” ucap Dinda mengambil foto itu dan memperlihatkan kepada Ahmad. Dia lupa kalau Bapaknya tidak bisa menggerakan tangannya.
“Kamu tahu ini siapa?” ucap Dinda saat menunjukan foto saat dirinya masih bayi. Tidak menjawab justru Ahmad terlihat sendu dan air matanya mulai berlinang.
“Dari mana kamu mendapatkan foto ini?” tanya Ahmad parau.

“Satu dari panti asuhan, satu dari Pak Hamdan” kata Dinda datar.
Seketika Ahmad menolehkan kepalanya. “Tidak, Ajeng selalu bilang kalau Anaku sudah mati” ujar Ahmad yang mulai terlihat kebingungan.
“Kalau begitu, tanyakan pada istrimu kenapa dia sampai tega membuang anaknya di panti asuhan” ucap Dinda dengan nafas memburu, amarahnya mulai bangkit.
“Dinda” kata Ahmad lirih, suasana hening. Bahkan Dinda tidak menjawab panggilan Bapaknya. Braaakkk... tiba-tiba saja jendela kayu terbuka dengan keras, angin mulai masuk kedalam kamar.
Sontak mereka berdua memalingkan kepalanya kearah sumber suara. Sepintas mereka melihat seorang perempuan tengah berjalan melewati kamar tidur Bapaknya.
“Pergi... Pergi ndug, kamu tidak boleh ada disini” ucap Ahmad panik masih memandangi jendela kamarnya. Sedang Dinda yang masih shock dengan apa yang dia lihat langsung berpaling kearah Ahmad. Dia benar-benar tidak menyangka kalau Bapaknya sebegitu tidak menginginkan dirinya.
Tapi Dinda bergeming. Dia masih saja menatap Ahmad. “Kenapa aku tidak begitu kau inginkan?” rasa sakit dihati Dinda bertambah berkali-kali lipat saat mengucapkan kalimat itu.
Air matanya menetes, darahnya berdesir. Emosinya memuncak. Sedang Ahmad terus saja menggelengkan kepalanya.
“Jawab...” Bentak Dinda keras, “20 tahun. 20 tahun, saya tersiksa, 20 tahun tidak ada seorangpun yang mencari saya. Kenapa kalian begitu jahat?” jerit Dinda. Ahmad terdiam, dia terus saja menggelengkan kepalanya.
Dinda menghenyakan tubuhnya ke punggungan kursi, nafasnya tersenggal-senggal, bercampur dengan isakan tangis. “Baik saya akan pergi” ucap Dinda berdiri sambil mengusap air matanya.
“Tunggu... Ayah mau bicara sama Hamdan” Dinda berhenti melangkah “Tenangkan dirimu, setelah Ayah bicara dengan Hamdan... Ayah ingin bicara dengan anak Ayah” ucap Ahmad. Dinda menatap lekat-lekat mata Bapaknya, Tidak menjawab. Dinda hanya menggangguk dan berjalan keluar kamar.
Berjalan kearah dapur, Dinda mendapati Pak Kusno dan Mbok Marni tengah duduk dengan raut wajah khawatir.

“Dia minta untuk bicara dengan Pak Hamdan” ucap Dinda yang langsung saja lanjut berjalan kearah taman belakang.
Sudah beberapa waktu Dinda diam termenung. Berbatang-batang rokok sudah ia hisap. “Kalau kamu tahu aku ngerokok pasti bakal bawel setengah mati, mas” kata Dinda sambil terkekeh.
“Boleh simbok duduk?” ucap Mbok Marni yang sudah ada disamping Dinda. “Boleh Mbok” kata Dinda yang masih saja mengepulkan asap rokok dari mulutnya.
“Mbok tahu, pasti berat buat Dinda. Tapi simbok juga tahu betapa tersiksanya Bu Ajeng dan Pak Ahmad dengan semua ini” Dinda termenung mendengar ucapan Mbok Marni.
“Saya tidak tahu, mereka tersiksa atau tidak, bahkan tadi saat dia tahu siapa saya, orang itu langsung meminta saya untuk pergi” ujar Dinda. Keduanya terdiam.
“Orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, apalagi dengan semua yang ada dirumah...” ucapan Mbok Marni terputus.
Pak Hamdan tengah berdiri didekat pintu dan memanggil Dinda. “Rumah ini kenapa Mbok?” tanya Dinda. Tidak menjawab Mbok Marni justru tersenyum dan beranjak pergi.
“Saya sudah bicara dengan Ahmad, maafkan dia. Dia tidak bermaksud untuk mengusirmu, sekarang dia ingin bertemu dengan mu” ucap Hamdan.
Mudah bagi Pak Hamdan untuk mengucapkan hal seperti itu, tapi tidak bagi Dinda. Tidak mau banyak berinteraksi, segera Dinda pergi kekamar Bapaknya.
“Ya masuk” ucap Ahmad saat mendengar ketukan dari arah pintu kamarnya. Dinda berjalan dengan langkah gontai, wajahnya lesu. Jantungnya pun tidak seperti saat pertama bertemu dengan Ahmad. Semua nampak biasa saja.
“Tutup pintunya Din, Ayah pengen bicara berdua sama kamu” pinta Ahmad. KLeek... Pintu tertutup, Dinda segera berjalan dan duduk dikursi samping tempat tidur Bapaknya.
Beberapa detik atau menit Dinda tidak tahu, keduanya sama-sama diam. Melihat kearah masing-masing. “Maafkan Ayah, sudah meninggalkanmu selama ini” ucap Ahmad.
Dinda menyeringai, tidak mudah untuk mengiyakan apa yang Bapaknya ucapkan. “Ayah tahu kamu tersiksa. Tapi Ayah benar-benar tidak tahu kalau kamu masih hidup”
“Kalau begitu kenapa Pak Hamdan bisa sampai menemukan Dinda?” tanya Dinda mencoba merangkai apa yang sedang dia pikirkan.
Kalau memang Bapaknya tidak tahu dia masih hidup, kenapa Pak Hamdan bisa sampai mencari tahu keberadaan anak dari temannya yang sudah dianggap mati semala ini.
“Hamdan sudah menceritakan semuanya. Dia sengaja mencarimu saat mengetahui kalau kamu masih hidup. Selama ini Ayah tidak pernah tahu jurnal bahkan foto-foto dirimu yang disimpan oleh Ajeng, dan baru hari ini Ayah melihatnya” ujar Ahmad.
“Tapi kenapa Ibu sampai tega membuang Dinda, apa memang Dinda tidak diharapkan untuk dilahirkan?” Ahmad menggelengkan kepalanya keras-keras
“Percayalah, ibumu orang yang paling baik dan paling berani yang pernah Ayah temui. Salahkan Ayahmu ini yang tidak pernah bisa tegas sebagai kepala keluarga” Kata Ahmad dengan expresi tersiksa diwajahnya.
“Dinda masih belum mengerti” ucap Dinda kebingungan.
“Ayah tidak bisa bercerita banyak, tapi yakinlah Ayah dan Ibu selalu menginginkanmu. Dulu mungkin Ajeng yang berusaha untuk menyelamatkan mu. Tapi sepertinya takdir berkata lain. Sekarang memang Ayah yang harus benar-benar memutuskan ikatan dengan wanita itu” ujar Ahmad
“Maksudnya? Wanita, wanita siapa? Ikatan apa yah?” tanya Dinda kebingungan. Sekali lagi Ahmad menggelengkan kepalanya.
“Percayalah dengan Pak Kusno dan Mbok Marni, mereka orang baik. Dan satu lagi... Kalau kamu melihat, mendengar sesuatu yang aneh pada waktu tengah malam. Abaikan. Meski itu sebuah teriakan atau permintaan tolong dari Ayah, paham?” kata Ahmad dengan tatapan tajam dan dalam.
Dinda terdiam, dia benar-benar bingung dengan apa yang disampaikan Bapaknya. Seolah ada satu misteri yang memang bersangkutan dengan dirinya dan rumah ini.
“Maafkan Ayah, tadi Ayah tidak bermaksud mengusirmu” ujar Ahmad saat melihat Dinda masih diam termenung.
Menghela nafas, Dinda mencoba untuk melapaskan semua beban yang ada dihatinya. Meski semua masih membingungkan akan tetapi sekarang, saat ini. Salah satu impiannya sedari kecil sudah terwujud. Tersenyum, Dinda menganggukan kepalanya.
“Boleh, Ayah peluk anak gadis Ayah?” tanya Ahmad takut-takut, seolah dia sudah menahan kalimat itu semenjak Dinda masuk kedalam kamarnya.
Tidak menjawab, justru Dinda menggelengkan kepalanya, kini nampak sekali raut wajah Ahmad yang penuh dengan kekecewaan.
Dinda beranjak. Selama sepersekian detik, Ahmad mengira kalau Dinda akan pergi meninggalkannya. Namun tanpa disangka-sangka justru malah Dinda bergerak merangkak naik keatas kasur dan langsung memeluk Ahmad dari samping.
“Biar Dinda yang peluk Ayah, kalau Ayah yang peluk Dinda. Takut butuh waktu lama lagi” ucap Dinda. Terkekeh Ahmad menggangguk-anggukan kepalanya. Perasaannya benar-benar bahagia saat ini.
“Ayah sejak kapan sakit seperti ini?” tanya Dinda yang masih saja menggelayut di lengan Bapaknya.
“Semenjak kematian Ibumu... Kata dokter karena depresi berat yang menyebabkan syaraf-syaraf di tubuh Ayah tidak bekerja dengan semestinya. Tapi Ayah tahu, bukan karena itu...” Ahmad menghentikan kalimatnya.
Dinda menunggu, penasaran dengan apa yang akan diucapkan oleh Bapaknya. Namun setelah beberapa waktu, memang Ahmad tidak berniat melanjutkan perkataannya.
“Apa ini berhubungan dengan hal gaib?” tanya Dinda teringat dengan ucapan Bapaknya tadi dan juga kejadian yang menimpanya semalam. Sekali lagi Ahmad tidak menjawab, namun kepalanya mengangguk-angguk menandakan kalau apa yang ditanyakan Dinda memang benar.
“Mulai sekarang, Ayah ikuti apa yang Dinda minta, kalau tidak Dinda akan pergi dari rumah ini sekarang juga”.
Mendengar ucapan Dinda, Ahmad mengerutkan dahinya, kemudian berujar “20 tahun lebih Ayah tidak pernah dimintai sesuatu sama anak Ayah. Sekarang apa saja kemauanmu Ayah turuti” ucap Ahmad tersenyum senang.
*****
“Wah, sepertinya kamu sudah mendapat pawang baru Mad” ucap Hamdan dari arah saung saat melihat Ahmad duduk di kursi roda berjalan kearah taman.
“Alhamdulilah, bapak sudah mau keluar kamar” ucap Mbok Marni yang melihat kehadiran Dinda dan Ahmad. Sedang Pak Kusno hanya tersenyum bahagia.
“Memang sudah berapa lama Ayah tidak keluar kamar?” tanya Dinda penasaran, menatap Mbok Marni yang justru malah nampak ketakutan.
“Dari semenjak Ajeng meninggal, Din. Dan dia tidak mau berobat sama sekali” ucap Hamdan sedikit teriak dari arah saung.
“Mulutmu kalau tidak bisa diam, akan kubuat tubuhmu sama lumpuhnya sepertiku, Dan” sungut Ahmad karena jelas pasti omongon Hamdan akan memicu kemarahan Dinda.
“Pak Hamdan, bisa minta tolong dicarikan terapis untuk Ayah?” tanya Dinda saat tahu ternyata selama ini memang Bapaknya tidak pernah mau berobat.
“Nanti saya carikan” ucap Hamdan tersenyum.
Sore itu mereka semua duduk disaung belakang rumah. Membicarakan tentang masalalu dan kehidupan Dinda, semua nampak normal dan mungkin itu sore terakhir dari tawa lepas yang muncul dibibir mereka.
*****

-TBC-
Bagi temen-temen yang mau baca versi ebook di karyakarsa sudah sampai part 3 ya, boleh juga jika berkenan teman-teman bisa memberikan dukungan atau tips karya. Terimakasih

karyakarsa.com/netrakala/lebu…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Netrakala

Netrakala Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @netrasandekala

Apr 15
-a thread
KEPATEN - Part 4
Bagaimana jadinya jika sebuah ritual budaya meminta tumbal nyawa warga desa
Ijin taq
@bacahorror @IDN_Horor
#ceritaseram #ceritahoror Image
Part 4

“Kenapa mbak?” Tanya Bapak penjual nisan.

“Lebih baik nisan ini dibawa pulang saja. Di desa kami tidak ada yang meninggal hari ini” Pinta ku.

“Loh, gimana to? La terus ini gimana?” Jelas Bapak itu.
Read 136 tweets
Mar 27
-a thread
KEPATEN - Part 3

Bagaimana jadinya jika sebuah ritual budaya meminta tumbal nyawa warga desa
Ijin taq

@bacahorror

@IDN_Horor

#ceritaseram #ceritahoror Image
Kepaten - Part 3

Aku dan Mas Suroso menatap Bapak tidak percaya. Bagaimana mungkin dia membiarkan kami melakukan ritual itu?

Aku hampir beranjak mengikuti langkah Bapak.

“Sebentar, saya masih belum paham. Air mandi jenazah mana yang bakal di pakai?” Tanya Mas Suroso.
Read 143 tweets
Mar 17
A thread -

Kepaten - Part 2
Bagaimana jadinya jika sebuah ritual budaya meminta tumbal nyawa warga desa

Izin taq @bacahorror @IDN_Horor
#ceritahoror #ceritaseram Image
“Wih wangi, bikin laper” Ujar Mas Suroso.

Sebatas ku lirik orang itu, lalu melanjutkan mengaduk bumbu yang sudah tercampur dengan minyak.

“Kok cemberut, kenapa to Widuri kesayangku? Nanti gosong lo” Lanjut Mas Suroso.
Read 192 tweets
Feb 29
-a thread
KEPATEN

Bagaimana jadinya jika sebuah ritual budaya meminta tumbal nyawa warga desa

Ijin taq
@bacahorror @IDN_Horor
#ceritaseram #ceritahoror Image
Disclaimer!
Tidak diizinkan untuk share dalam bentuk tulisan atau vidio tanpa izin Netrakala.
Kepaten - Part 1

Desa Keranjan - 1993

Ramai! Tak biasanya lapangan Desa begitu penuh. Kumpulan manusia berdesakan, saling sikut dan dorong. Warga desa tetangga pun ikut datang berduyun. Banyak pula pedagang dengan semangat menjajakan jualannya.
Read 168 tweets
Feb 25
Berawal dari iseng, justru dapat cerita yang menurut gw sama sekali ga masuk akal.

Izin taq
@IDN_Horor @bacahorror #horror #ceritahoror Image
Ok sebelum mulai, gw disclaimer dulu. Gw ga izinin siapapun untuk share dalam bentuk tulisan dan vidio.
Berawal dari rasa penasaran, gw mulai cari-cari informasi soal Kuyang.

Gw pikir ga masuk akal banget ada manusia bisa misahin kepalanya. Dan teeengg...

Beruntung gw dapat narsum yang emang tahu seluk beluk dari setan ini.

Kita up pelan-pelan ya.
Read 9 tweets
Jan 29
A Thread- Di Perbatasan
Maut - Part 10 Sehelai Rambut
Ijin taq
@bacahorror @IDN_Horor @bacahorror_id
@Long77785509 @karyakarsa_id
@Penikmathorror @ceritaht

#bacahorror #KaryakalaMinta #ceritaserem #ceritahoror Image
Kita Lanjut Part 10 ya. Sebelumnya seperti biasa minta bantuan teman-teman untuk RT/QRT, like share biar yang lain juga ikut membaca.
Read 109 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(