patrick ethnic ☆ Profile picture
Jun 8, 2023 201 tweets >60 min read Read on X
Maret, 2010

“mam, ini foto siapa?”

Tanyaku pada hamam, tapi hamam tak menjawab, ia hanya tersenyum. Aku sedikit bingung, kenapa hamam tiba-tiba tersenyum..

Sampai…
Hamam tiba-tiba berucap lirih...

“foto ini adalah alasanku untuk tetap hidup di neraka dunia, sampai saat ini, hehehe”

Jawabnya singkat dengan tawa kecil namun terpaksa, ada pula sedikit tetesan air mata dari celah rongga mata itu ketika melihat foto yang terselip di dompetnya.
SOSOK KETIGA YANG MENGISI MASA KECILKU DI NERAKA DUNIA INI
(Akar mula sang pemuja pohon belimbing)

- A thread -

@bacahorror @diosetta @IDN_horror
#sosokketiga Image
Disclaimer!

Ini adalah cerita tentang masa kecil hamam yang sempat saya dengar dari hamam langsung ketika di basecamp pendakian.

Masa kecil yang tak akan mau dialami oleh siapapun.

Sudut pandang saya ambil dari hamam, sesuai cerita yang pernah hamam ceritakan dulu.
Selamat membaca, semoga masa kecil kalian tidak seperti "dia" (hamam)

Selamat mengikuti cerita masa kecil sang pemuja pohon belimbing!
Sebelumnya ramaikan dulu ya, jika berkenan. Cerita upload jam 19.30 wib nanti!!!

Sugeng rahayu, maturnuwun 🙏
Nyicil dulu deh biar penasaran, mumpung senggang dan masih sore.
Bissmillah

Januari, 1998

Keos pergolakan antara militer dan salah satu terbesar terjadi. Banyak kerusuhan dimana-mana.

Waktu itu adalah waktu yang cukup mencekam dalam hidupku. Meski tak semencekam kisah hidupku.
Namaku hamam hambali, sebut saja hamam. Sudah enam tahun aku hidup bersama orang tuaku, aku terkadang curiga apakah aku hanyalah anak pungut yang di ambil dari panti asuhan? Haha, mungkin hanya pikiran anak kecilku yang ingin terlihat dewasa.
Setiap hari, aku selalu dihukum dan disiksa jika tak patuh akan ucapan kedua orangtua ku, sekecil apapun kesalahan dan sekecil apapun bantahan, aku akan tetap dihukum dan disiksa.
Terkadang aneh kupikir. Padahal, orang tuaku keduanya bisa dikatakan sebagai manusia yang pandai dalam ilmu agama.
Diluar sana, dengan orang luar sana, dengan tetangga atau pun orang asing selalu baik dan perhatian, tapi kenapa kedua orangtuaku tidak bersikap seperti itu juga denganku.
Aku tahu aktivitas mereka diluar sana, karena aku selalu mengamati mereka dari celah jendela lantai dua rumah kami ini.
Haha, kebaikan mereka itu hanya luarnya saja. Jika sudah di dalam rumah mereka berubah menjadi seperti iblis!
Mereka tidak akan puas jika kekesalan dan amarah mereka belum reda. Mungkin orang tuaku merasa kecewa karena melahirkan anak aneh sepertiku.

Ya, bisa dibilang aku adalah pelampiasan emosi mereka. Sampai terkadang tubuhku payah untuk kugerakkan karena terlalu kesakitan.
Tapi, aku masih cukup beruntung karena masih bisa melihat dunia luar dan bergerak dengan bebas. Karena aku tahu, aku tidak lahir seorang diri, aku lahir kedunia ini bersama dengan adikku bernama hamim. Ya, kami kembar. Kami lahir hanya selisih beberapa menit saja.
Mungkin jika aku dibandingkan, adikku jauh lebih tersiksa, hari ini sudah lewat tiga bulan ia dikurung dan dipasung dibawah rumah. Sebenarnya awalnya kami hidup dengan normal seperti anak pada umumnya. Sampai…
Dulu, pada usia kami yang ke lima tahun, adikku mulai berperilaku aneh. Ia sering berbicara sendiri dan bermain dengan hal yang tak kuketahui.
Awalnya aku membiarkannya, karena jika aku memberi tahu masalah ini pada abi dan umi, aku takut mereka akan marah pada hamim.
Lambat laun pun aku juga terbiasa dengan apa yang dilakukan adikku dan sesekali ikut bermain bersamanya, ia sangat bahagia aku menemaninya bermain, hamim merasa senang temannya bermain jadi bertambah, tidak hanya seseorang yang ia panggil mas hazin kata hamim.
Mas hazin? Siapa dia?  Aku merasa tak kenal dengan nama itu, bahkan pembantu kami juga tak ada yang bernama seperti yang disebutkan hamim, karena kebanyakan seorang wanita, pria pun hanya pak sapto supir kami.
Tapi, hamim bilang ia seorang laki-laki yang lebih tua dari kami, padahal yang aku tahu laki-laki yang lebih tua dari kami selain abi dan pak sapto, hanya mas karni anak pak sapto yang sesekali diajak kesini dan bermain bersama kami.
Kami berdebat kecil, hamim nampak kesal karena aku meragukan jika ia punya teman seperti ciri-ciri yang ia sebutkan.

Sejenak aku berpikir, siapa mas hazin teman hamim? Karena sangat asing nama itu ditelingaku.
Tapi, aku sedikit menelan ludah karena hamim begitu kekeuh ucapannya tidak berbohong. Dia yakin ia tidak berbohong!
Bahkan, hamim berkata “kak, kalau nggak percaya, kak hamam mau kenalan sama mas hazin?”

Sekujur tubuhku seperti tersengat aliran listrik rasanya ketika mendengarkannya.
Entah, tapi aku merinding ketika adikku mengucapkan itu, seperti nama ini tak baik dan berbahaya. Tapi, aku anggap itu hanya ucapan anak kecil pada umumnya, dan aku iyakan saja karena takut kalau aku masih meragukannya, ia akan membenciku.
Malam hari, hamim menarikku dan mengajakku ke suatu ruangan dibawah rumah, aku sedikit terkejut karena terlambat mengetahui bahwa rumah kami memiliki ruangan bawah tanah.
Aku pun berjalan dituntun oleh hamim sampai disana kulihat ada pintu yang cukup tua, bahkan kurasakan hal aneh seperti sesuatu yang tak bisa aku jelaskan, intinya aku seperti tak mau melihat apa yang ada dari balik pintu itu.
awalnya aku berniat menyalakan lampu, kucari dimana saklar lampu berada agar aku bisa melihat seisi ruangan yang kurasa aneh itu, itupun supaya aku juga bisa memastikan bahwa tak ada apapun yang mungkin membuat kami takut ataupun sesuatu yang bisa mengancam keselamatan kami.
Tapi, hamim melarangku, katanya yang bernama “mas hazin” itu tak suka dengan cahaya terang, hamim pun berkata aku tak perlu risau karena mas hazim orangnya baik dan suka memberikan mainan.
”gpp kok kak, mas hazin itu baik, aku aja sering dikasih mainan, hehe”

ucap adikku dengan polosnya.  Tapi kenapa, kenapa aku malah merasa gentar dan merasa ada yang janggal. Tapi tetap, demi adikku kuberanikan diri ini.
Aku sedikit terkejut dalam beberapa saat, karena ditarik oleh hamim. Ketika masuk, awalnya benar-benar gelap aku tak bisa melihat apapun. Lalu dalam beberapa saat mataku mulai beradaptasi dan sedikit bisa melihat, itu pun karena ada sedikit cahaya masuk dari luar pintu.
Kulihat hamim berjalan menuju ke lemari tua yang cukup besar,

“sini kak ayo hihihi...”

pinta hamim dengan tawa kecilnya.
Gerakan tangan melambai terus ia lakukan sambil berkata; “ayo sini kak”

Tapi kenapa aku tak segera menghampiri adikku satu-satunya itu, malah aku berdiri dan mematung. Sontak, hamim mengampiriku, ia menarikku dengan wajah sedikit kesal.
“kak hamam lama, udah dibilang sini malah diem aja” ucapnya merajuk padaku sambil memamerkan wajah cemberut yang kulihat samar karena kurang penerangan.
Ditariknya aku menuju depan lemari tua besar itu, hamim mengetuk pintu lemari.

“mas hazin, kak hamam mau ikut main juga. Bolehkan?”

pinta hamim entah pada siapa. Tapi, bukan jawaban iya atau pun ucapan lain.
Melainkan hanya suara eraman yang membuatku merinding begitu luar biasa. Keringat dingin entah kenapa mengucur deras dari tubuh mungilku ini. Badanku gemetaran luar biasa.
“kata mas hazin, kak hamam boleh main sama kita. Bentar aku tutup pintu dulu ya kak. Soalnya mas hazin itu nggak suka cahaya, dia kesakitan kalau kena cahaya”

ucap polos adikku.

"iii...ii.. iyaa dek"

Ucapku dengab gemetaran dan sedikit terbata-bata.
Ceklek... pintu tertutup

Dalam kegelapan, hamim mengeluarkan banyak sekali mainan yang entah ia dapat dari mana. Tapi, samar memang aku sedikit melihat hamim mengambilnya dari dalam lemari tua itu.
Selang beberapa hari, aku pun sering bermain dengan hamim di ruangan gelap itu, meski aku tak pernah melihat siapa itu mas hazin yang disebut oleh adikku.
Lalu, dalam beberapa bulan, tiba-tiba hamim berkata padaku saat kami didapur;

“kak, katanya mas hazin mau main sama kita nanti malam. Biasanya kan mas hazin cuma di lemari karena katanya malu sama kak hamam. Jadi nggak sabar cepet malam deh, pasti seru hehe”
haaa? Aku terkejut bercampur dengan rasa takut karena mendengar ucapan adikku. Tapi kucoba mengatur napas agar tetap tenang.
Sampai pada waktu malam hari, saat kami menuju ke ruangan itu, hamim menarikku. “kak, ayo kak” ucapnya padaku sambil menarik tanganku dengan tergesa-gesa.
Ceklek...

Suara pintu terbuka

Tapi, ketika kami masuk aku merinding luar biasa. Bahkan keringat dingin bercucuran begitu derasnya. Itu bukan tanpa sebab, karena samar aku melihat seseorang duduk di kursi goyang tua di samping lemari tua di ruangan itu.
Meski minim cahaya, entah kenapa aku bisa melihatnya dengan sangat jelas!
***
Maturnuwun teruntuk @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror yang sudah mau meramaikan dan menjadi ruang tuang tulisan untuk para penulis di twitter.

Terimakasih juga untuk pembaca dan kawan penulis lainnya.

Maturnuwun, mari kita lanjutkan kisah ini!
Ditariknya aku menuju depan lemari tua besar itu, hamim mengetuk pintu lemari. “mas hazin, kak hamam mau ikut main juga. Bolehkan?” pinta hamim entah pada siapa.
Tapi, bukan jawaban iya atau pun ucapan lain. Melainkan hanya suara eraman yang membuatku merinding begitu luar biasa. “
kata mas hazin, kak hamim boleh main sama kita. Bentar aku tutup pintu dulu ya kak. Soalnya mas hazin itu nggak suka cahaya, dia kesakitan kalau kena cahaya” ucap polos adikku. Aku hanya meng-iyakan ucapan adikku itu.
Ceklek... pintu tertutup

Dalam kegelapan, hamim mengeluarkan banyak sekali mainan yang entah ia dapat dari mana. Tapi, samar memang aku sedikit melihat hamim mengambilnya dari dalam lemari tua itu. Tapi, ketika kulihat samar tangan besar mengeluarkan mainan dari lemari tua itu
Selang beberapa hari, aku pun sering bermain dengan hamim di ruangan gelap itu, meski aku tak pernah melihat siapa itu mas hazin yang disebut oleh adikku.
Lalu, dalam beberapa bulan, tiba-tiba hamim berkata padaku saat kami didapur; “kak, katanya mas hazin mau main sama kita nanti malam. Biasanya kan mas hazin cuma di lemari karena katanya malu sama kak hamam. Jadi nggak sabar cepet malam deh, pasti seru hehe”
haaa? Aku terkejut bercampur dengan rasa takut karena mendengar ucapan adikku. Tapi kucoba mengatur napas agar tetap tenang. Sampai pada waktu malam hari, saat kami menuju ke ruangan itu, hamim menarikku. “kak, ayo kak” ucapnya padaku sambil menarik tanganku dengan tergesa-gesa.
Ceklek...

Suara pintu terbuka

Tapi, ketika kami masuk aku merinding luar biasa. Bahkan keringat dingin bercucuran begitu derasnya.
Itu bukan tanpa sebab, karena samar aku melihat seseorang duduk di kursi goyang tua di samping lemari tua di ruangan itu. Meski minim cahaya, entah kenapa aku bisa melihatnya dengan sangat jelas!

Jujur, aku takut. Sangat takut!!!
“mas hazin, hayuk main. Hehehe” pinta hamim pada seseorang itu yang masih duduk membelakangi kami.

“mas hazin kok diem, ngomong dong mas. Tuh kan kak hamam jadi takut kalau mas hazin diem aja. Apa mas hazin lagi sakit gigi ya? Hmm, aneh nggak kayak biasanya deh”-
Pinta lagi hamim dengan nada polos anak kecil, pada seseorang itu yang ia panggil mas hazin, tapi bukan jawaban berupa suara yang kudengar.
Tapi, gerakan tangan melambai dengan posisi tubuh yang sama, yang membelakangi kami oleh seseorang itu.

“ehh, itu tangan mas hazin melambai-lambai itu kak. Kita disuruh kesana, ayo kesana kak”, pinta adikku. “
be..ben..tar dek..” cegahku dan sedikit menolak karena merasakan merinding.
***

Rehat dulu, mau ngopi.

Btw kok sepi ya, kemana kemarin yang nungguin lanjutan cerita ini? Haduh, jadi kurang semangat
“ahh lama, ayo kak”

hamim langsung menarikku dan sampai pada posisi depan mas hazin itu. Kembali aku menelan ludah, meski samar aku melihatnya aku langsung ketakutan.
Dalam penglihatanku mas hazin ini memang berwujud manusia pada umumnya, tapi matanya lebih besar dari manusia biasa dengan lingkaran mata hitam yang besar juga.
“tuh kan mas hazim nggak serem. Udah dibilang juga kak hamam nggak percaya” ucap adikku. Mas hazin mengelus kepala adikku, lalu mengelus juga kepalaku. Tak ada suara sama sekali keluar dari mulutnya. Hanya tatapan melotot dengan mata besarnya yang disuguhkan pada kami berdua.
Kemudian, hamim meminta untuk dipangku, entah kenapa mas hazin langsung memangkunya. Sesekali mas hazin juga melihatku. Akunpun juga dipanggku oleh mas hazin. Aku diposisi paha kiri dan hamim di paha kanan.
Ketika aku lihat semakin jelas rupa mas hazin ini, kupingnya sedikit panjang dan meruncing. Dan yang lebih mengejutkanku ketika hamim bertanya apakah mas hazin sedang sakit gigi, lalu hamim sedikit memaksa untuk membuka bibir mas hazin aku dibuat terkejut.
Semua giginya terlihat runcing dan tajam! Hamim terlihat senang, tapi aku sangat ketakutan dan tak tak bisa apa-apa, aku hanya diam. Kemudian, hamim bercerita panjang lebar akan kesehariannya, lama ia bercerita pada mas hazin padahal mas hazin hanya diam tak berkata apapun.
Akupun hanya diam dalam ketakutan yang ku tahan dan sesekali memperhatikan mereka. Sampai, aku merasakan kantuk luar biasa lalu entah kenapa aku seperti kehilangan kesadaranku. Aneh, kenapa ketika terbangun aku sudah di kamarku bersama adikku?
Apakah kemarin hanya mimpi? Pikirku dalam hati, Tapi, “kak, nanti ketemu mas hazin lagi ya! Hehehe” pinta hamim padaku. Dan ternyata kemarin bukanlah mimpi.

Lalu, siapa yang membawaku ke tempat tidur? Tidak mungkin itu si mas hazin kan?

Gemelut banyak pertanyaan dikepalaku
Tapi, aku cuma ternganga ketika bertanya pada hamim dan pertanyaanku dijawab olehnya.

Saat aku tanya adikku. “mas hazin yang bawa kita sampai ke kamar kak”

Kembali aku tak percaya, merinding sekujur tubuhku bersamaan dengan keringat dingin yang mengucur deras
Mataku melotot seakan tak percaya, aku hanya tak mempercayai bahwa mas hazin yang membawaku. Karena aku cukup ragu, apakah mas hazin ini manusia atau makhluk lain yang menyerupai manusia.

Karena pernah aku mendengar cerita bahwa terkadang ada makhluk yang bisa menyerupai
Ahhh...

Bodoh!

Asalkan adikmu itu bahagia, apapun itu takkan kupedulikan. Karena hanya adikkulah yang aku sayangi dan akan selalu aku jaga. Ya, seumur hidupku.

Pikirku dalam hati
Hari demi hari berganti dan aku sudah tak takut lagi dengan mas hazin, bahkan kami sering bermain bersama. meski aku tahu dengan sadar. Bahwa mas hazin bukanlah manusia, entah itu makluk apa.
Tapi, asalkan adikku bahagia aku tak apa. Karena hidupku hanyua untuk kebahagiaan adikku satu-satunya.

Ya, bahkan sempat berpikir. Jika hanya iblis pun yang bisa membuat adikku bahagia. Aku akan tetap bersamanya. Ya, Seumur hidupku.
Hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan berganti bulan aku lewati. Kehidupan ku dan hamim selalu ceria di rumah tua bangunan Belanda ini.

Kehidupan kami penuh kebahagiaan dan keceriaan. Dan, itu semua karena mas hazin yang bersama kami.
Bagiku dan hamim, mas hazin sudah seperti pengasuh bagi kami, selalu ada jika kami merasa kesepian dan ketakutan di malam hari. Sosok yang memang bukan manusia, tapi seolah menggantikan peran orang tua. Tapi, kehidupan yang ceria kami bersama mas hazin tak berlangsung lama.
Sampai pada suatu hari, ada tamu yang datang kerumah kami. Namanya adalah mbah sabdo, kakek tua dengan jenggot putih panjang dan rambut yang panjang. Beliau selalu berpakaian jubah panjang yang berwarna gelap, suaranya berat dan juga serak.
Setahuku, mbah sabdo adalah guru spiritual kedua orangtuaku. Karena mereka sering memanggil beliau dengan kata; “mbah yai”.
Seperti biasanya aku dan hamim sedang bermain di lantai bawah bersama mas hazin. Tapi, tiba-tiba kami dikejutkan dengan suara dobrakan pintu, dan benar yang mendobrak pintu adalah mbah sabdo dan kedua orangtuaku.
“laknat! Kenapa kamu mengganggu kedua anak ini?!” teriak mbah sabdo dengan suara gelegar yang manakutkan.

Hamim bahkan sampai menangis karenanya. Abi dan umi langsung menyeret kami.
"Bawa anak-anakmu keluar!"

Ucap lagi mbah sabdo dengan nada tinggi, di tariklah kami dari ruangan itu. Kami di peluk oleh orangtua kami

“jangan sakiti mas hazin, dia nggak jahat, dia teman hamim!” teriak hamim dan meronta dari pelukan umi.
Akibat hamim yang meronta, mbah sabdo langsung mengusap mata kami dan membacakan entah doa-doa apa. Aku tak mengerti!

Dan ketika tangan mbah sabdo lepas dari wajahku, aku semakin tak mengerti! Aku bingung harus berekspresi seperti apa. Kulihat mata orang tua kami terbelalak
Kedua orangtua kami nampak khawatir dan tidak percaya akan apa yang dilihatnya, aku juga sedikit ragu apakah itu mas hazin. Karena setelah dibacakan kembali beberapa kalimat oleh mbah sabdo wujudnya itu berubah menjadi lebih menyeramkan!
Matanya mungkin sepert manusia, tapi sedikit besar dan semuanya berwarna hitam. Semua giginya taring, lekuk wajahnya tak beraturan, kulitnya sedikit kehitaman, ia juga memiliki tanduk yang amat panjang. Dan, yang lebih menyeramkan matanya buta sebelah dan ada tanda dikepalanya
“jangan sakiti mas hazin, dia nggak jahat, dia teman hamim!” kembali teriak hamim dan meronta dari pelukan umi.
“hamim diam nak, itu bukan teman kamu itu makhluk jahat!” ucap umi sembari memeluk hamim lebih erat. Bahkan saking eratnya sampai hamim hampir tak bisa benapas,
“umi jangan meluk adek kenceng-kenceng, kasihan umi!” ucapku agar umi melonggarkan pelukannya pada adikku.

“hamam, diam kamu, kamu masih kecil tidak tahu apa-apa!” ucap abi juga memelukku dengan sangat erat dan kasar.

Sakit, ini bukan pelukan. Tapi, ini meremuk badanku!
Doa-doa dan kalimat-kalimat yang tak ku ketahui dibacakan oleh mbah sabdo, mas hazin berteriak sangat kerasa kesakitan. Suara bahkan terdengar menggema memenuhi ruangan bawah tanah ini.
“musnahlah kamu wahai setan jahanam!” ucap mbah sabdo dengan nada kasar.
Hamim meronta-ronta, “udah mbah, kasihan mas hazin, udah... uhukk uhukkk..” ucap hamim dengan nada memelas berbarengan dengan tangisan. Tapi, mbah sabdo malah membacakan kalimat-kalimat yang diucapkan semakin lantang.
Suara teriakan ma hazin semakin menjadi-jadi bahkan aura pekat keluar dari tubuh mengerikannya.

“’ahhhh... jahanam! Terkutuk manusia jahanam! Inikah balasan kalian? Aku sudah merawat anak-anak yang kalian telantarkan, tapi inikan balasan kalian wahai manusia jahanam! Akhhh!!!”
Suara itu membuat semua orang disana ketakutan, kecuali mbah sabdo. Hamim menangis sangat kencang dibutanya karena merasa kasihan pada mas hazin. Pada kahirnya selang beberapa waktu wujud mas hazin hilang entah kemana, bak hilang ditelan bumi
Tapi, sebelum hilang mas hazin berkata dan membuatku merinding begitu luar biasa;

“dan tunggulah, akan datang yang lebih mengerikan untuk membalas perbuatan kalian! Tunggu saja! Aku bersumpah pada sang akhir zaman, bahwa salah satu dari anak ini akan menjadi pelayannya! Akhh!!”
***
Nyicil itu dulu, lanjut pagi
Mbah sabdo mengela napas panjang,

“sudah selesai, tapi aku cukup kecewa dengan kalian berdua karena menelantarkan kedua anak ini. Harta tidak selalu membahagiakan anak, tapi kehadiran orangtua yang terkadang dibutuhkan anak kalian. Mengerti?!”

Ucap mbah sabdo.
iya mbah, maaf kami lalai” ucap abi dan umi

"Hazin, ia yang samar, ia yang muram dan ia yang kesepian. Aku seperti sedikit melalukan kesalahan, tapi tak apa, kalian tak perlu khawatir. Aku akan selalu menjaga keluarga ini. Bahkan sampai aku mati"

Ucap tegas mbah sabdo
Setelah kejadian itu. Aku dan hamim, diminta menginap dirumah mbah sabdo. Kedua orangtuaku juga ikut. Kami sekeluarga menyiapkan semua kebutuhan guna keperluan disana.

Dalam perjalanan itu, mobil keluargaku mengikuti mobil mbah sabdo. Jaraknya dengan rumahku lumayan jauh.
Jalan menuju kediaman mbah sabdo sampai melewati beberapa batas kota. Itupun aku menyadarinya ketika melihat plang hijau di jalan, yang kulihat dari balik layar kaca mobil.

Sampai...
Jalan aspal mulai sirna, hanya jalan dengan berbabu yang beraneka ragam. Jalan yang sama sekali sudah tak layak dilewati menurutku.

Tapi, dijalan rusak itu terbentang sawah dan bukit yang menghijau. Banyak para pengangon bebek yang kulihat di jalan itu.
Sampai, terlihat sebuah gapura desa bernama "lemah layat"

Kami lewati gapura mengikuti mobil mbah sabdo. Disana terlihat aneh, semua orang disana seperti menyambut kami.

Penduduk disana melambai-lambaikan tangan pada mobil kami.
"Abi, mereka kenapa?" tanyaku polos pada abiku.

"Udah, gpp. Mereka itu penduduk desa, itu sambutan kalau ada yang bertamu kesini. Kamu jangan takut mam"

Ucap abi menenangkanku
Laju mobil pun melambat melewati desa itu lalu berhenti di suatu rumah yang besar, sebuah rumah joglo jawa yang besar dengan pendopo yang luas. Aku kira sudah sampai. Tapi, mobil mbah sabdo hanya berhenti didepannya. Lalu, mbah sabdo turun dari mobil.
Klakson dibunyikan oleh mobil mbah sabdo. Tapi, bukan dibunyikan secara sembarangan. Dalam pendengaranku, klakson itu dibunyikan dengan senggang waktu, apa itu sebuah isyarat?

Kulihat mbah sabdo berdiri bersandar di mobilnya, sambil menghisap rokok ditangan kirinya.
Dalam beberapa saat, mbah sabdo melempar rokoknya. Padahal, rokok itu masih menyala. Bukan karena alasan, tapi yang kulihat adalah mbah sabdo melempar rokoknya jauh-jauh karena ada seseorang yang keluar dari rumah itu.
Seseorang dengan pakaian adat Jawa, dengan keris yang ia selipkan di bagian belakang. Meski memakai "beskap" atau pakaian formal adat jawa, tapi anehnya orang itu tak memakai blangkon
Aku lihat, mereka berdua berbincang tapi dengan muka serius. Tak ada sama sekali kesan santai melihatnya. Meski aku masih kecil, aku tahu beberapa hal tentang orang dewasa. Meski itu hanya aku ketahui di buku yanh sering aku baca di ruang kerja abi dan umi di rumah.
Aku sekilas melihat adikku, dia hanya diam saja dari awal perjalanan hingga sampai di tempat asing ini. Entah, aku tak bisa mengetahui apa yang ia pikirkan. Andai saja aku bisa tahu isi pikirannya, aku ingin sekali menghiburnya.
"Dek, lihat dek. Itu ada itik banyak banget"

Ucapku, agar adikku mau sedikit bicara. Tapi, itu tak berhasil. Hamim hanya sekilas melihatku dengan tatapan kosong. Lalu kembali lagi mengacuhkanku. Aku sedikit sedih, kenapa adikku yang selalu ceria berubah menjadi pendiam
Keanehan kembali muncul, ada orang lain yang keluar dari rumah itu. Tapi, pakaiannya sangat berbeda. Dan wajahnya pun tak seperti wajah orang pribumi. Orang itu lebih putih dan tinggi, hidungnya pun mancung. Yang aku sadari, pakaiannya hampir mirip mbah sabdo.
Orang itu, tapi marah. Ia berbicara dengan nada tinggi dan keras tapi bukan bahasa pribumi. Melainkan seperti bahasa ketika aku di ajari ngaji oleh umi.

Dalam akhir tiba-tiba mbah sabdo berteriak dengan lantang, "min ayyin!" itu yang kudengar
Lalu, orang yang bukan pribumi dan orang yang memakai pakaian adat jawa masuk. Itupun selang beberapa menit ketika mbah sabdo berteriak lantang.

Kulihat mbah sabdo seperti orang yang putus harapan, mungkin.
Mobil mbah sabdo bergerak kembali, mobil kami pun mengikutinya dari belakang. Jalan kian semakin rusak, bukan batu kecil dan sedang lagi yang ada didepan. Tapi beberapa batu besar hanya diletakkan begitu saja dan tak tertata.
Kurang lebih, setengah jam kami melewati jalan itu. Pemandangan disamping adalah bukit kecil dengan terasiring yang dibawahnya mengalir sungai kecil nan jernih. Indah sekali, tak jemu-jemu aku melihat pemandangan ini. Sampai...
Ada tanah lapang yang lumayan luas, disana mobil mbah sabdo berhenti tepat dibawah pohon rambutan dan sejejer pohon belimbing yang buahnya sudah kuning keemasan.
Mobil kami berhenti dibelakangnya, disamping pohon belimbing yang paling besar.

Mbah sabdo pun turun dari mobilnya dan berjalan mendekat ke mobil kami.

Tok tok tok

Mbah sabdo mengetuk kaca mobil, dan kaca mobil dibuka oleh abi.
"Kita turub disini, perjalanan berikutnya kita harus berjalan kaki. Siapkan diri kalian karena jaraknya lumayan jauh"

Ucap mbah sabdo dan iyakan oleh orang tua kami.
Perjalanan ternyata belum selesai sampai disini, kami diminta untuk berjalan kaki.

Entah, tempat apa yang akan kami tuju. Dan seperti apa rupanya.

Dan...
***
Bismillah aja dulu ya, sebenernya saya nggak mau kasih tahu warning apa yang diberikan hamam. Tapi, saya udah janji cerita ini akan tetap saya selesaikan. Meski resiko terburuknya sudah di ucapkan hamam.

Jam 20.00 saya lanjut 😁🙏
Bismillah...

Kami pun diminta segera turun dan membawa yang sekiranya perlu kami bawa.

Mbah sabdo meminta kami untuk mengikuti langkahnya.

"Sudah sore, ayo bergegas agar tidak kemalaman"

Ucap mbah sabdo.
Kami ikuti langkah mbah sabdo, awal perjalanan dengan berjalan kaki ini. Kami lewati dengan berjalan di sebuah jalan setapak, jalan yang seukuran satu motor saja.
Dalam perjalanan kami melihat pandangan bukit-bukit kecil dan beberapa penduduk yang masih berladang. Lambaian tangan disuguhkan kepada kami dari kejauhan.
Kulihat dari jam tangan mungilku, kami berjalan sekitar 15 menit.

Sampailah kami di sebuah vegetasi yang rapat, beberapa pohon rindang memenuhi area ini.
"Istirahat sebentar disini dulu, kalian disini jangan kemana-mana. Aku ada urusan sebentar"

Ucap mbah sabdo yang kemudian berjalan meninggalkan kami.
Seteguk air mineral aku basuhkan pada mulutku. Sebenarnya aku tak kuat karena ini adalah kali pertama aku berjalan kaki sejauh ini. Tapi, kulirik ke arah adikku. Ia hanya diam, ditawari minuman oleh umi pun hanya diam. Tetap sama, tatapannya tetap kosong
Selang beberapa waktu,

"Ayo lanjut, perjalanan ini masih jauh"

Ucap mbah sabdo yang tiba!-tiba datang entah dari mana, aku sedikit penasaran. Ada gerakan tangan yang aneh dari mbah sabdo, ia terus saja mengusap-usap bibirnya. Dan kulihat juga ada bercak merah di bajunya
Langkah kami pun berlanjut, mengikuti langkah kaki mbah sabdo. Kali, ini pandangan hanya pohon-pohon rindang. Tak ada yang lain, kecuali suara serangga yang menghiasai tempat ini. Sebuah hutan kurasa.
Aku sangat kelelahan. Tapi, aku heran hamim tetap berjalan dengan santainya. Ketika mbah sabdo menoleh karena aku berhenti dan orang tua ku ikut berhenti. Hamim perlahan ikut menoleh. Dalam beberapa detik aku melihat hamim memelototi ku. Entah itu hanya perasaanku atau apa.
Tapi, aku melihat dengan jelas kalau hamim memelototi ku. Sorot matanya seperti mengisyaratkan bahwa aku seolah hanya beban dalam perjalanan kali ini.

"Istirahat sebentar, beri waktu hamam untuk istirahat"

Ucap mbah sabdo
"Apa mungkin anak kecil ini bisa sampai ke padepokan lemah layat? Dengan tubuh sekecil itu tak mungkin fisiknya kuat"

Kudengar gerutu dari mbah sabdo
Sontak karena ucapan itu aku langsung berdiri, aku sudah berjanji pada diri ku sendiri bahwa aku akan menjaga adikku, hamim.

Aku yakin aku pasti kuat sampai ke tempat yang mbah sabdo maksut.
"Mbah, ayo lanjut. Aku kuat!"

Teriakku

Mbah sabdo tersenyum, perjalanan pun kami lanjutkan....

Jengkal demi jengkal kaki kami melangkah, tak terasa matahari mulai menjingga menandakan akan datangnya malam.

Tepat, langkak kami sudah keluar dari vegetasi rapat
Kini, kami jalur berganti dengan pematang sawah. Beberapa tumbuhan padi dan palawija menghiasa bentangan sawah ini.

"Sebelum maghrib kita sepertinya akan sampai"

Ucap mbah sabdo.
Kami lanjutkan perjalanan, tapi kenapa. Tadi aku melihat bangunan yang cukup besar di depan tapi bangunan itu seakan tak sampai-sampai kami gapai.

Maghrib sudah lewat, bahkan malam gulita sudah ada di depan mata.
"Mbah, ini sudah mau isya' katanya sebelum maghrib kita akan sampai"

Tanya umi pada mbah sabdo penuh keheranan

Mbah sabdo hanya manggut-manggut, ia meraih kepalaku. Dan, aku terkejut. Ada makhluk aneh yang menempel disela kerah bajuku.
Makhluk dengan bentuk serupa bayi dengan tanduk kecil dan tubuh kecil kehitaman. Senter kuning mbah sabdo seakan menambah kengerian ketika bosa melihatnya dengan jelas.
"Pantas kita tak sampai-sampai, rupanya ada parasit yang sering hinggap ditubuh manusia tanpa kita sadari"

Ucap mbah sabdo.
Aneh, mahluk itu menggeliat di sawah dengan tanah kecoklatan itu. Tapi, ada yang membuatku bergidik ngeri. Ketika aku melihat hamim malah cekikikan padahal aku sedang ketakutan.
Mbah sabdo mulai membacakan beberapa kata yang tak kuketahui. Dalam beberapa saat makluk itu hilang entah kemana, dan rasa takutku juga ikut hilang.
"Hati-hati, makluk seperti itu sering ada tak terduga dimana saja. Makluk yang bisa merenggut keberanian manusia. Makluk yang seringkali menggoda dengan membisikkan ketakutan di telinga manusia"

Jelas mbah sabdo
"Perkuat keberanian dan iman kalian, karena makluk seperti itu akan selalu menempel pada mereka lemah akan dirinya sendiri. Terkadang hidup atau mati itu karena lemahnya diri sendiri"

Jelas kembali mbah sabdo, kami hanya menganggukkan kepala. Kecuali, adikku
Benar, ketika kami mulai mempertebal keberanian. Sampailah kami di bangunan yang cukup besar, bangunan yang hampir semuanya terbuat dari kayu. Pencahayaanya pun hanya dibantu oleh obor dari bambu.
"Assalamualaikum"

Ucap salam mbah sabdo. Dan pintu gerbang yang tebuat dari setengah potongan kayu jati itu terbuka.

Ada seorang pemuda yang membukanya, hanya menjawab salam dan setelah itu tak berbicara sepatah katapun.
"Ayo masuk, aku antarkan kalian ke kamar kalian"

Ucap mbah sabdo sambil memegang pundak abi.

Kami pun dituntun kesebuah ruangan yang cukup luas, alas hanya berupa tikar Pandan dan ada beberapa balok kayu mahoni. Katanya itu bantal untuk tidur
Hari pertama sampai ketiga aman-aman saja. Tak ada gangguan sama sekali seperti apa yang dikuatirkan oleh mbah sabdo.
Tapi, ketika menginjak hari ke empat ada hal cukup mengerikan, hamam kerasukan iblis kata salah satu santri disini. Bahkan sorot mata hamim tak menggambarkan manusia pada umumnya. Matanya putih, pupilnya hanya sebesar titik tinta, giginya semua runcing.
Hamam malam itu bukan seperti adikku. Tangannya tak henti-hentinya mencakar tiang bambu penyangga kamar. Bahkan darah dari sela kukunya menetes karena kukunya yang mengelupas dari jarinya, mbah sabdo mencoba mendekati, tapi hamim tak segan menyakiti mbah sabdo.
Aku ngilu melihatnya,

Dengan keras  kepala mbah sabdo ingin menenangkan, tapi tidak mudah. Ayat-ayat suci pun tak mempan awalnya. Cukup lama mbah sabdo mencari cara, sampai upaya terakhir berhasil. Yang aku tahu, itu karena mbah sabdo membaca surah al-kahfi
Meski berhasil ditenangkan, mbah sabdo harus kehilangan sebagian daun telinganya karena di gigit dan dimakan oleh hamim.

Rasanya ingin muntah, hamim memakan sebagian kuping mbah sabdo dengan tatapan bahagia. Darah menetes membasahi kepala mbah sabdo. Aku ngilu melihatnya!
Mual, ngilu dan mataku berkunang-kunang karena melihat kejadian itu. Aku tak percaya!

Kenapa ada hal yang mengerikan seperti ini. Kenapa adikku yang polos berubah seperti binatang buas seperti ini. Kenapa ya Tuhan?
“hamim kerasukan jin atau mungkin iblis, yang aku takutkan malah setan kemarin yang masuk ke tubuhnya. Bawalah ini dan pukul hamim jika ia kumat. Pukul dengan keras seperti aku tadi jika terjadi hal aneh pada hamim.-
-Dan untuk hamam, mungkin tidak separah hamim tapi kalian juga harus waspada. Jika mungkin akan ada sikap melawan dan memberontak. Jadi cukup pukul pelan saja”

Ucap saran panjang lebar ,mbah sabdo pada kedua orangtua ku.
Mbah sabdo juga memberikan "pring" atau bambu kuning yang cukup panjang. Itu akan digunakan jika salah satu dari kami mengalami gejala kerasukan di waktu yang entah kapan.
Dan benar, ucapan mbah sabdo terbukti. Sepulangnya kami kerumah. Setelah lewat satu bulan, hamim kembali kerasukan, dan esoknya aku sangat ketakutan pada hamim karena satu persatu pembantu dirumah ini mati secara tidak wajar, yang aku dengar sebelum ada pembantu yang mati-
-hamim selalu mengucapkan kata lirih.

"al-iblis, syai**** *************"

Dan ketika kata itu diucapkan oleh hamim, esoknya pasti ada pembantu yang mati.

Aku penasaran dan sempat bertanya pada guru ngajiku disebelah rumah dan katanya itu adalah bacaan untuk merenggut sesuatu
Semua orang rumah akhirnya tahu, tapi mengunci rapat kejadian ini, bahkan pembantu yang masih tersisa di iming-imingi uang dan diancam agar tutup mulut. Pada akhirnya karena kejadian ini berkelanjutan, satu persatu pembantu di rumah ini mulai mengundurkan diri.
Karena ketakutan abi dan umi kepada hamim, akhirnya hamim di pasung di lantai bawah tanah. Mulutnya disumpal agar tak membaca bacaan laknatnya, itu kata abi.

Ketakutan kian menjadi karena disumpal pun, tawa hamim tetap terdengar bahkan sampai ke ruangan atas.
Untuk meredam ketakutan, sering sekali abi dan umi memukul dan menyiksa hamim dengan pring kuning yang diberikan oleh mbah sabdo. Dan ketika selesai, kulihat hamim sudah lemah tak berdaya, tubuhnya penuh dengan sayatan dan lebam di semua bagian tubuhnya.
Hari demi hari berlalu, awalnya tak begitu denganku. Tapi, Ketakutan abi dan umi tidak hanya pada hamim. Mereka juga takut padaku, karena aku membantah atau melakukan hal yang tidak mereka senangi seperti meminta untuk berhenti menyiksa adikku.
Pada akhirnya aku juga dipukuli dengan pring kuning. Entah berapa luka dan bekas lebam, serta sayatan yang ada di tubuh ini, aku sudah lupa.
Pagi berganti siang, siang berganti petang, dan petang pun berganti dengan gelapnya malam. Sudah tugasku untuk mengantar makanan ke hamim di lantai bawah, tapi ada yang aneh bagiku.
Hamim cekikikan, seolah sedang bercanda dengan seseorang. “mas hazin, makasih udah mau nememin aku ya, hehehe” ucap hakim yang ku dengar samar. Mas hazin? Aku terkejut

Tokk! Tok!! Tokk!!

Aku beranikan mengetuk pintu, dan ketika kubuka hamim langsung memelototiku.
Entah, kenapa hamim memelototiku bahkan seperti aku seolah mengganggunya dengan seseorang. Adikku tak mungkin gila karena perlakuan orang tua kami. Mungkin itu hanya halusinasinya karena rindu dengan sosok mas hazin. Tapi ada yang aneh dari lemari tua itu...
Perlahan aku melirik ada apa disana sambil meletakkan makanan, tapi aku urungkan niat penasaranku

“adek, ini makanan buat adek. Dihabiskan ya. Besok kakak datang lagi” ucapku sambil mengelus kepala adikku satu-satunya.
Ya Tuhan, Aku meneteskan air mata, kulihat luka yang tak bisa hitung jumlahnya di tubuh adikku ini. Kasihan dan sedih melihatnya. Tanpa pikir panjang, setelah aku meletakkan makanan aku bersiap pergi.
Tapi, ketika mau menutup pintu, “kak, makasih ya kak. Adek sayang kakak” aku pun menoleh, melihat adikku dengan senyum polosnya yang sedang terpasung itu. Sekilas aku menoleh ingin membalas ucapan adikku tapi pintu lemari itu tiba-tiba terbuka dengan pelan sendiri
Aku pun tak jadi membalas ucapannya, dan berniat segera pergi dari tempat itu. Ya, dilemari tua itu ada yang mengintip dan itu membuatku takut. Aku segera pergi dari sana.
Selang beberapa bulan berganti, sebelum aku masuk bangku sekolah dasar, hamim dibawa oleh mbah sabdo. Dan beberapa pekan kemudian mbah sabdo berkata bahwa sudah sembuh. Akhirnya, aku dan hamim disekolahkan di sekolah yang sama, dan hamim terbebas dari jerat pasungnya.
Kami bersekolah seperti anak pada usia biasanya, hamim pun juga tidak mengalami kesulitan sama sekali dalam sekolahnya. Pun, setiap akhir pekan mbah sabdo datang kerumah dan sering melihat keadaan hamim.
Sampai tak terasa saat kami menginjak kelas 5, hamim mulai suka menyendiri, ia tak mau berteman dengan anak seusianya bahkan menolak ketika diajak bermain.
Bahkan ketika kami sudah kelas 6 dan setelah ujian sekolah dasar, ada peristiwa yang cukup mengerikan. Waktu itu aku sedang jajan di kantin, tapi tiba-tiba ada suara gaduh siswa lain dan bersumber di ruangan kelas 6.
Aku berlari ke arah kelas, aku ingin memastikan apa yang sedang terjadi. Karena aku sedikit merasa khawatir meski tanpa sebab, dan ketika kulihat sudah  banyak anak terluka.
Salah satu diantara anak itu matanya ada pensil yang masih menancap di kepalanya tergeletak tak berdaya, sampai darahnya membasahi lantai kelas, siswa lain merinding dan berteriak histeris karena melihat kejadian mengerikan itu.
Tapi, ada satu orang yang berdiri di pojok kelas, ya itu hamim yang masih memegangi beberapa pensil yang sudah berlumuran darah, bajunya pun tak luput dari noda kotor berwarna merah.
Yang kutakutkan akhirnya terjadi, hamim kerasukan lagi. Matanya memutih, pupilnya hanya sebesar titik pensil. Setelah tak percaya melihat kejadian itu, aku tak tahu kejadian lebihnya.
Karena hamim langsung diamankan oleh guru dan siswa lain yang terluka langsung dibawa ke puskesmas.

Bahkan orangtuaku sampai menyuap para wali murid yang menjadi korban agar masalahnya tak diperpanjang
Sepulangnya ke rumah abi dan umi marah luar biasa. Dibawanya hamim entah kemana. Sempat aku cegah tapi aku malah dibanting oleh abi yang masih emosi.
Sudah beberapa pekan hamim tidak pulang, yang aku dengar dari perbincangan abi dan umi ia langsung dibawa ke rumah mbah sabdo.
Lalu, dalam beberapa hari setelah itu hamim pulang diantar oleh mbah sabdo. Raut wajah adikku begitu parah, ia seperti orang gila. Bahkan ketika aku sapa tak ada sahutan. Hanya tatapan kosong yang aku lihat.
Aku ingin bertanya kenapa hamim jadi seperti ini lagi, tapi aku tak punya sedikitpun keberanian. Aku takut disiksa lagi!
“kalian, pasung anak ini di bawah. Kalau kumat lagi pukul dengan pring kuning ini lagi sekeras-kerasnya. Mengerti!?”

ucap, ujaran mbah sabdo.

“mengerti mbah” jawab srempak kedua oarngtuaku.
***

Rehat ngap-ngapan jancok! :(
Jika pukulan pring kuning tak bekerja, mbah sabdo juga memberikan beberapa amalan yang bisa dibaca ketika memukulnya.

Meski aku merasa aneh, ketika kalimat amalan dibaca oleh abi atau umi. Kupingku berdenging rasanya aku tak nyaman dengan bacaan itu. Kenapa!?
Sedih, hamim dipasung lagi di ruangan bawah, keadaannya begitu memprihatinkan. Tidak seperti dulu ketika ia dipasung, kini ia tak mau makan dan sering mengamuk.
Pun jika ia mau makan ia hanya mau makanan yang sudah busuk dan berbelatung atau daging segar. Jika itu diberikan maka ia takkan mengamuk.
Aku sedih dan merasa gagal sebagai kakak, karena melihat keadaan hamim yang kian hari kian memburuk, aku mencoba untuk berbicara dengan abi dan umi, awalnya aku dipukul karena dianggap mengganggu dan ingin melawan mereka.
Tapi, ketika mereka melihat keadaan hamim dengan nurani mereka, hati mereka, baru mereka sadar, bahwa ucapanku layak mereka perhitungkan. Umi menangis melihat hamim, abi pun juga menangis melihatnya.

Orang tua mana yang tak menangis anaknya jadi seperti ini
Aku sampai meragukan adanya Tuhan, karena, Kenapa bisa hidup kami jadi seperti ini pikirku. Entah, apa yang dipikirkan kedua orangtua ku, hamim pun dilepaskan dari pasungnya, diikatnya mulut dan juga kaki serta tangannya. Dibawa ia ke mobil.
“mam, ayo ikut. Kita antar adikmu ke rumah sakit, semoga selama dia disana, dia bisa sembuh” ucap abi mengajakku untuk mengantar hamim ke rumah sakit kata abi.
Tapi tidak seperti bayanganku, memang rumah sakit. Tapi ini adalah rumah sakit jiwa. Dimana ketika petugas dartang menerima hamim lalu membawanya, kami sempat ikut masuk sebentar.
Disana banyak suara gaduh yang tidak jelas, bukan seperti rumah sakit, seolah aku merasakan bahwa ini adalah penjara bagi mereka yang sakit. Sakit yang bukan sakit sewajarnya...
Aku sempat terkejut, karena hamim tiba-tiba berbicara padaku.

“mas hazin, sekarang kita bisa sama-sama tanpa digangu sama oranglain lagi, hehehe”
Hanya itu suara hamim yang kudengar terakhir kali di rumah sakit jiwa itu. Selesai aku mengantar, aku diajak abi dan umi untuk pulang. Dan, di hari itu aku tidak pernah bertemu dengan hamim, bahkan sampai aku kelas 3 madrasah aliyah.
Hanya dalam benakku selalu terbayang, “apakah dia sudah bahagia meski hanya berteman dengan mas hazin di rumah sakit itu?”

Kini, aku dianggap anak satu-satunya oleh abi dan umi. Seperti hamim tak pernah dianggap ada di dunia ini.
Pagi hari, sebelum  aku pergi berangkat sekolah aku menemukan satu visa di ruang tamu. Visa satu orang dan itu ke persia? Tapi siapa? ini sudah beberapa tahun lalu.
Aku tak pernah melihat abi atau pun umi pergi ke luar negeri selama ini. Ahh.. Hanya prasangka curigaku saja mungkin, lebih baik aku segera berangkat daripada nanti terlambat.

Entah kenapa ada dorongan. Tapi, seperti sebuah bisikan

"Aku ingin melanjutkan kuliah di persia"
2010, di basecamp pendakian.

“ya itulah cerita panjangnya bal, habis ini main kerumahku yuk. Kamu belum pernah main kerumahku kan?"

Ajak hamam padaku

“boleh mam, hayok”

Jawabku, sambil packing peralatan pendakian yang sudah kami pakai.
Sesampainya dirumah hamam, aku duduk di belakang rumah, banyak pohon-pohon rindang disana. Salah satunya adalah pohon belimbing. Tapi...
Hah??? Itu hamam kan?

Kenapa dia disana?

Bukankah tadi ia pamit ingin membawakan minuman?

Banyak tanya dalam pikiranku
Sedang apa dia dibawah pohon belimbing besar itu, lama ku amati itu memang hamam. Dan ketika ia menoleh karena sadar aku perhatikan, ia tersenyum. Namun bukan senyuman indah melainkan senyum yang cukup mengerikan yang ditujukan padaku.

-part. 0 tamat-
Maturnuwun itulah sekelumit kisah mantan sahabat saya. Kini hanya sebatas teman biasa.

Sebenarnya kisah ini sangatlah panjang. Tapi sebagian hal memang ada yang tak pantas saya tuliskan.

Semoga terhibur dengan cerita kali ini.
Terimakasih pembaca Setia, selamat membaca dengan khidmat.

Ini adalah akar mula, dan part 3 akan segera berlanjut!

Sampai jumpa di thread lainnya.

Jazakumullah khairan, selamat malam dan selamat beristirahat. Sugeng rahayu 🙏
Untuk segala pertanyaan bisa reply aja disini, saya akan jawab satu persatu. Maturnuwun 🙏

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with patrick ethnic ☆

patrick ethnic ☆ Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @balakarsa

Oct 5
GENJER –GENJER

"sebuah cerita tentang warisan yang mengerikan"

#bacahoror #bacahorror Image
Saya punya sekelumit cerita di sekitar saya, sebuah cerita yang membuat saya merinding ketika masih duduk dibangku menengah pertama. Yang paling saya ingat adalah ketika hendak pulang dari kegiatan ektrakulikuler pramuka tepat jam 06.00 wib, menjelang mau maghrib.
Saya melihat teman sekelas saya duduk sambil nulis di black board. Sebuah kata “genjer-genjer” tidak hanya itu.
Read 54 tweets
Nov 9, 2023
A. Thread

-LARE BAJANG DESO GANDARWO-

"ini secuil kisah saya tentang desa genderuwo"

#bacahorror #bacahoror Image
Malam yang dingin di desa wanamaja, seorang anak laki-laki nampak terduduk lesu dibawah pohon randu. Ia menangis tersedu-sedu karena baru saja ia mendapatkan beberapa pukulan dari bapaknya.
Anak itu benar-benar nampak sedih dan berpikir apakah orang tua dan keluarganya menyayanginya. Ataukah ia hanya sebatas anak pungut yang dirawat kelurganya. Begitu banyak pikiran aneh berterbangan di benak kepala anak usia 7 tahun itu.
Read 28 tweets
Nov 4, 2023
A. Thread

Pesugihan Tanpa Tumbal

"mereka yang ingin kaya tanpa menumbalkan apapaun selalu datang ke rumah ini"

@bacahorror @IDN_Horor @ceritaht
#bacahorror #bacahoror #ceritahorror Image
Dimanapun manusia berada ia akan selalu mencari cara instan dalam memperolah kekayaan.

manusia tidak pernah dilahairkan jahat, namun sifat jahat selalu mengikuti kemanapun manusia berada.
kali ini ijinkan saya bercerita tentang pengalaman narsumber saya yang bernama eko, dimana eko pernah melakukan sebuah ritual pesugihan dengan cara yang sangat mudah. tapi kini semua yang ia lakukan membuatnya dalam kata putus asa.
Read 57 tweets
Oct 16, 2023
-KELUARGA TANPA RUPA-

(Diambil dari kisahnyata dari DM)

#bacahorror #bacahoror

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor Image
Assalamualaikum, kali ini ijinkan saya untuk bercerita tentang sekelumit kisah dari DM yang sudah dibagikan kepada saya.

DM yang membuat saya bertanya-tanya akan sebuah pengalaman hidup yang sama sekali tak mampu dinalar karena kengeriannya.
Ini adalah pengalaman hidup seseorang bernama Aryo yang sampai saat ini masih menjadi misteri yang tak pernah bisa terpecahkan.

Selamat membaca 🙏
Read 60 tweets
Oct 3, 2023
KAWANKU SI PEMUJA POHON BELIMBING

-INDEKS-
(SEMUA KISAHNYA ADA DI SINI)

"Ini adalah cerita yang tak nalar yang pernah saya alami, sebelum membaca ceritanya tertawalah dulu sebelum terlambat" Image
Sebelum membaca semua cerita ini, alanglah baiknya baca doa dulu njih. Matur Nuwun
Read 9 tweets
Sep 16, 2023
-URBAN LEGEND & SEJARAH-

Dari julukan bus tercepat menjadi bus pencabut nyawa. Siapa sangka bus ini pernah berjaya pada masanya. Image
Bus Sugeng Rahayu kembali terlibat kecelakaan maut.

Kali ini salah satu armada bus tersebut bertabrakan dengan Eka Cepat di kawasan Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi, pada Kamis Subuh, 31 Agustus 2023.
Laporan sementara, 15 korban dilaporkan luka-luka, tiga orang tewas. Dua di antaranya kedua supir bus Sugeng Rahayu dan Eka.
Read 23 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(