Netrakala Profile picture
Jun 11, 2023 166 tweets 19 min read Read on X
A Thread-
Lebur Sukma - Sosok lain ( Part 6 )
@IDN_Horor @bacahorror_id @bacahorror
@menghorror @nasura2101 @benbela
@P_C_HORROR @RestuPa71830152
@Long77785509 @karyakarsa_id
@AgilRSapoetra

#bacahorror
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Halo teman-teman, hari ini kita lanjut lagi cerita Lebur Sukma ya. Sebelum kita lanjut, minta tolong untuk diramaikan dulu, dengan RT/QRT, like dan coment.
Cerita kita up nanti malam ya...
Bagi yang belum follow bisa follow terlebih dahulu, biar tidak ketinggalan cerita-cerita lainnya. Terimakasih
Bagi teman-teman yang belum baca part sebelumnya bisa klik link di bawah ya...
Part 1 - Peninggalan ………
Part 2 - Kepingan Misteri ……
Part 3 - Sosok Dari Masa Lalu
Part 6 - Sosok Lain

“Sejak kapan kamu tahu soal Dinda, Mad?” tanya Pak Kusno penasaran. Ketika Ahmad selesai menceritakan tentang apa yang ia ketahui.
“Sejak aku membaca catatan yang ditinggalkan oleh Ajeng. Meski aku merasa dikhianati oleh kalian semua, aku memilih untuk diam. Aku tidak ingin lelembut yang sudah menjadi peliharan keluarga ini mengincar Dinda” ucap Ahmad getir.
Pak Kusno menghela nafas panjang. Dia tidak mengira jika Ahmad sudah mengetahui tentang keadaan Dinda.
“Maafkan kami Mad, karena sudah menyembunyikan ini semua. Tapi sekarang ada masalah yang jauh lebih penting. Ada beberapa hal yang belum kau ketahui.” jawab Pak Kusno
Ahmad diam memperhatikan. Pandangannya menatap tajam ke mata Pak Kusno. Dia bertanya-tanya hal lain apa yang dimaksud oleh mertuanya itu, selain tentang makhluk yang menjadi sumber masalah di keluarga ini.
“Apa yang sebenarnya belum ku ketahui?” tanya Ahmad hati-hati.

“Banyak... Bahkan lebih banyak dari yang kau kira” ucap Pak Kusno, sambil membakar sebatang rokok di tangannya.
“Selama ini mungkin kau sudah tahu tentang apa yang terjadi dengan Dinda. Tapi ada hal yang tidak sesuai dengan apa yang kau pikirkan” lanjut Pak Kusno.
“Maksudnya?” ucap Ahmad kebingungan.

“Sosok wanita yang kau ceritakan tadi, bukan lah makhluk yang mengincar nyawa kalian” ucap Pak Kusno pelan.
Ahmad terdiam, mencoba mencerna kalimat yang diucapkan oleh Pak Kusno. Jika memang demit yang selama ini ia temui bukanlah peliharaan keluarga Sukmaadji, siapa sebenarnya sosok itu?
“Jelaskan! apa yang sebenarnya terjadi?” desak Ahmad.

Pak Kusno mengembuskan napas panjang disertai asap rokok yang keluar dari lubang hidung dan mulutnya.
“Seperti yang kukatakan tadi, sosok wanita yang selama ini kamu lihat bukanlah perewangan milik keluarga Sukmaadji. Justru dia lah yang menjagamu dari sosok Sengkolo. Namun semua berubah, saat Dinda kembali ke rumah ini beberapa hari yang lalu...” ucap Pak Kusno.
“Sengkolo? Siapa Sengkolo?” potong Ahmad.

“Dia lah perewangan dari keluarga Sukmaadji. Kehadirannya selalu ditandai dengan suara wayangan dan aroma bunga mawar. Terkadang dia pun meninggalkan kelopak bunga mawar di waktu-waktu tertentu” jelas Pak Kusno.
“Awalnya aku mengira kalau Sengkolo tidak akan muncul lagi dengan semua ritual yang sudah kami lakukan.--
-- Sama sepertimu, aku juga berpikir jika ritual Lebur Sukma mampu menjaga Dinda dari Sengkolo, walau pun dia kembali ke rumah ini. Tapi kini ritual itu sudah tidak berguna...” ucap Pak Kusno.
Mereka semua yang ada di dalam ruangan memperhatikan Pak Kusno. Tidak ada satupun yang menyela ucapannya, bahkan saat laki-laki tua itu berhenti sejenak untuk mengisap rokoknya.
“Sejak kembalinya Dinda, dia sudah mendapat banyak petunjuk tentang kehadiran Sengkolo. Dari mulai dia mendengar suara wayangan yang berasal dari arah kamarmu, adanya kelopak bunga mawar yang berserakan di bawah ranjangmu, hingga dia bisa melihat sosok Ratmi.” jelas Pak Kusno.
Ahmad mengerutkan dahinya,

“Suara wayangan? dari arah kamarku? Kenapa aku tidak pernah mendengarnya?” tanya Ahmad kebingungan.
Pak Kusno menggeleng,

“Tidak. Selama Ratmi ada didekatmu, Kau tidak akan pernah bersinggungan dengan Sengkolo. Dan salah satu tanda lainnya jika Sengkolo terbebas yaitu dengan kesembuhanmu. Itulah perjanjian yang dibuat oleh Sukmaadji dengan sosok Ratmi”
“Kalau aku dijaga oleh Ratmi... Dan kalian sudah melakukan ritual untuk menjauhkan Sengkolo dari Dinda. Kenapa ritual itu bisa rusak?” tanya Ahmad penasaran.
Sekali lagi, Ahmad memandang ke arah mereka bertiga bergantian. Cukup lama mereka terdiam tidak menjawab pertanyaan Ahmad.

“Pak Kusno?” desak Ahmad.
“Ayah,...” ucapan Dinda dipotong Mbok Marni memintanya untuk diam.

“Biarkan kakekmu yang menjelaskan” ucap Mbok Marni. Takut jika Ahmad mengetahui anaknya sudah melakukan hubungan terlarang, dia akan meluapkan emosinya kepada Dinda.
“Dinda sudah akan menikah, Mad...” ucap Pak Kusno pada akhirnya.

Ahmad terperanjat, dia tidak mengetahui perihal rencana pernikahan anaknya. Dia menatap Dinda dalam-dalam mencoba mengonfirmasi kebenarannya.
“Apakah diucapkan kakekmu, nduk?” tanya Ahmad.

Dinda mengangguk, menjawab pertanyaan Bapaknya. Dia masih tidak berani menatap Ahmad secara langsung, perasaan takut menyelimuti batinnya.
“Jadi, karena Dinda akan menikah lantas ritual yang dulu pernah kalian lakukan bisa rusak?” tanya Ahmad.
Semua yang ada di ruangan itu menggeleng bersamaan. Ahmad semakin bingung, rasa jengkel mulai ia rasakan.
“Ayo lah, jelaskan saja apa yang sudah terjadi” ucap Ahmad keras.

“Tahan emosi mu Mad... Baiklah, akan kujelaskan. Ritual Lebur Sukma itu rusak karena Dinda pernah melakukan hubungan badan dengan calon suaminya” ucap Pak Kusno lantang.
Mata Ahmad membulat, melotot ke arah Dinda. Dia tidak menyangka jika anaknya sudah melakukan hal seperti itu.
“Maafkan Dinda, Yah” ucap Dinda lirih.

“Siapa laki-laki itu?” ucap Ahmad datar, namun tatapannya mengarah langsung ke bola mata Dinda. Rasa marah muncul di hati Ahmad.
Belum sempat Dinda menjawab pertanyaan Ahmad, Mbok Marni sudah mendahuluinya,

“Itu tidak penting sekarang. Untuk saat ini, yang terpenting bagaimana menjauhkan Sengkolo dari kalian berdua. --
-- Seharusnya kau menyalahkan dirimu sendiri Mad, bukan mempermasalahkan sesuatu yang sudah terjadi. Dinda selama ini sudah jauh dari keluarganya, dan kau masih mau menyudutkannya?” tukas Mbok Marni tajam.
Dinda menengok ke arah Mbok Marni yang mukanya sudah merah padam. Terkesima karena tidak biasanya dia membalas ucapan Ahmad dengan nada tinggi dan keras seperti itu.
“Benar, ini semua salahku. Sekarang apa yang harus kita lakukan?” ucap Ahmad melunak.

“Panggil Ratmi, cari tahu bagaimana caranya memutuskan ikatan yang sudah turun-temurun di keluarga kalian” kata Pak Kusno.
“Bagaimana caranya?” tanya Ahmad.

“Itu urusanku, yang terpenting sekarang kalian harus bersiap saja dengan kemungkinan terburuk. Aku tahu bagaimana ganasnya Sengkolo.--
-- Aku sendiri sudah melihat bagaimana dia berbuat keji kepada manusia” ucap Pak Kusno, sembari beranjak meninggalkan ruangan.
“Tunggu dulu aku belum selesai. Apa yang diinginkan Sengkolo dari Dinda? Bukankah seharusnya dia mengincarku?” tanya Ahmad.
“Selain mengambil nyawamu, saat ini dia juga ingin menikahi Dinda” ucap Pak Kusno.

Ahmad menghela napas, kepalanya terasa begitu berat. Berulang kali dia mengusapkan telapak tangan ke wajahnya.
“Mengapa Sengkolo ingin menikahi Dinda?” tanya Ahmad getir.

Mbok Marni benar-benar terenyuh dengan nasib Ahmad. “Tenangkan dirimu, Mad. Berdoalah semoga semua baik-baik saja” ucap Mbok Marni.
“Dosa apa yang telah kulakukan, Mbok. Sampai anak ku ikut menanggung karmanya” ucap Ahmad prihatin.
“Begitulah kehidupan, kamu harus lebih tenang dan kuat menjalaninya. Ini semua demi anakmu, setidaknya itulah yang akan kulakukan untuk menyelamatkan cucuku. Ingat, aku sudah pernah kehilangan anak, jangan sampai itu terjadi dirimu” tegas Mbok Marni.
Ahmad termenung, matanya terpejam. Mencerna setiap kata-kata yang diucapkan oleh Mbok Marni. Meskipun dia merasa dunia ini tidak adil, tapi ada orang yang jauh lebih tersiksa dari dirinya.
“Kita lakukan apa yang kakekmu sampaikan” ucap Ahmad kepada Dinda.
*****
Malam kembali datang, suara serangga terdengar merdu saling bersautan. Seolah suara mereka menjadi pengiring di setiap aktivitas yang terjadi di rumah keluarga Sukmaadji.
Saat ini Dinda sedang berada di dalam kamar Ayahnya. Sedari sore dia berada di sana, Ahmad memintanya untuk menceritakan semua detail apa yang sudah Dinda lalui selama ini.
“Jadi, Ratmi mengatakan kalau Ayah bisa hidup karena dia masih ada disini?” tanya Ahmad, dengan nada tidak percaya.
Dinda menganggukan kepalanya, “itu yang diucapkan Ratmi. Bukan Dinda tidak senang dengan kesembuhan Ayah, tapi...”
“Tapi khawatir kalau apa yang dikatakan Jin itu benar?” potong Ahmad.
Dinda kembali menganggukkan kepalanya, “jangan mudah percaya dengan ucapan mereka, Nduk. Hidup dan mati adalah ketentuan Tuhan, kita sebagai manusia hanya bisa berusaha untuk menjalani kehidupan sebaik mungkin” jelas Ahmad.
“Jadi, kapan Ayah bisa ketemu dengan calon suamimu?” tanya Ahmad untuk mengalihkan pembicaraan.
“Besok, ksaat semua masalah di keluarga ini sudah selesai, Yah” jawab Dinda.

Ahmad mengangguk mengerti, “andai, eyang mu tidak melakukan persekutuan itu. Mungkin, kita masih bisa berkumpul bersama ibumu” gumam Ahmad.
Bagi teman-teman yang mau baca versi full tidak terpotong-potong bisa langsung mampir di karyakarya ya. Disana sudah sampai part 7 ya.

karyakarsa.com/netrakala/lebu…
“Dinda bermimpi ketemu Eyang” sahut Dinda, teringat akan mimpi yang dialaminya semalam.

Seketika Ahmad menengok ke arah Dinda, “Eyang siapa?”
“Eyang Sukmaadji. Beliau meminta untuk mengakhiri semua ini, dan berpesan agar Dinda tidak melakukan apa yang sudah dilakukannya” terang Dinda.
“Sebenarnya Ayah juga tidak pernah suka dengan segala macam hal yang berkaitan dengan ritual gaib. Apa yang dilakukan Eyang mu dan Pak Kusno tidak pernah membuahkan hasil yang baik” kata Ahmad sengit.
Memang sejak dulu, Ahmad tidak begitu percaya dengan hal yang berbau demit. Terlebih dengan segala macam ritual yang sudah dilakukan oleh Ayahnya dan Pak Kusno.
“Eyang hanya ingin anaknya bisa hidup lebih lama, setidaknya itu yang dulu ia lakukan...” jawab Dinda, matanya menatap lurus ke arah Ahmad. Seolah sedang memberi tahu apa yang dilakukan Sukmaadji semata-mata untuk kehidupan anaknya.
“Tidak percaya?” ucap Dinda tersenyum.

“Sekarang apa bedanya dengan Ayah yang membiarkan Dinda hidup di panti asuhan? Ayah membiarkan Dinda hidup di panti agar memiliki kehidupan normal. --
-- Ya mungkin sama dengan Eyang Sukmaadji, dia juga menginginkan agar anaknya bisa menjalani kehidupan yang normal. Walaupun mengorbankan banyak orang” lanjut Dinda.
Ahmad termenung mendengar penuturan Dinda. Seolah mendapatkan tamparan keras, dia menyadari ternyata selama ini apa yang sudah dilakukannya juga tidak jauh berbeda dengan Sukmaadji.
“Kenapa tatapan Ayah begitu?” tanya Dinda saat mendapati Ahmad sedang menatapnya dengan sorot mata kagum.
Ahmad menggelengkan kepalanya, “Maafkan perbuatan Ayah, semua pasti berat untukmu”

“Sudah Yah, lebih baik kita segera bersiap” ujar Dinda sembari membantu Ahmad mengenakan sweater miliknya.
Setelah Ahmad selesai memakai baju hangatnya. Segera mereka keluar kamar, menuju taman belakang dimana Pak Kusno dan Mbok Marni sedang mempersiapkan ritual untuk memanggil Ratmi.
Sesampainya disana, Dinda segera mendorong kursi roda menuju ke arah Pak Kusno dan Mbok Marni yang sedang duduk di bawah pohon mangga.
“Apakah semua ini aman, Pak?” tanya Ahmad penuh keraguan.

“Kenapa? kamu takut? Kalau takut lebih baik kamu tunggu di kamar saja” tukas Pak Kusno.
Ahmad tertawa mengejek, “takut? Sudah puluhan kali aku bertemu dengan wanita itu. Apa lagi yang perlu ku takutkan?” timpal Ahmad mengejek.
“Aku lupa kau sudah berteman dengan demit itu. Bahkan kalian sudah sering tidur bersama,kan?” ucap Pak Kusno menimpali Ahmad.
“ckkk” decak Ahmad. Sejak dulu memang laki-laki di depannya ini tidak pernah berubah. Mulutnya sering kali menyambar-nyambar seperti wanita yang suka bergosip saat membeli sayur di mang Tarkim.
“Yah, Dinda tidak menyangka, selera Ayah seperti itu. Emang Ibu kurang cantik?” ucap Dinda yang kini sudah berdiri disebelah Ahmad.
“Putu karo Simbah ora ono bedane” (cucu dan kakek tidak ada beadanya) gerutu Ahmad jengkel.

“Oalah Mad, wes tuo jeh mutungan” (Oalah Mad, sudah tua kok gampang merajuk) kata Pak Kusno.
“Sopo sek mutungan? Panjenengan niku Pak, wes sepuh lambene lemes koyo bakul dawet” (Siapa yang gampang merajuk? Kamu itu Pak, sudah tua mulutnya lemes seperti penjual dawet) balas Ahmad tidak terima.
Seketika senyum di bibir Pak Kusno menghilang, ia menatap Ahmad marah. Sedangkan Dinda dan Mbok yang melihat tingkah mereka terkikik geli.
“Sepertinya sebentar lagi pesta pernikahan mereka akan diumumkan, mbok” bisik Dinda.

“Iyo, Nduk. Simbok ihklas kalau kakekmu menikah sama Ahmad” balas Mbok Marni.
“Lambene” (Mulutnya) ucap kedua laki-laki itu, menolehkan kepala mereka ke arah Dinda dan Mbok Marni yang masih cekikikan.
“Tuh liat Mbok, bisa kompakkan” sashutnya tertawa keras. Dia sudah tidak bisa menahan tawanya, di bayangannya muncul Ahmad dan Pak Kusno yang tengah mengenakan pakaian pengantin.
“Sido ra ki? Po arep gambleh wae?” (Jadi tidak ini? Apa mau ngomong terus?) kata Pak Kusno, berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan.
Dinda dan Mbok Marni mengangguk dengan masih menahan tawa, sedangkan Ahmad terlihat mencibir.

“Ya sudah. Kalian mundur, jangan lakukan apapun” ucap Pak Kusno kembali serius.
Sejurus kemudian Pak Kusno langsung duduk di depan sesajen yang sudah ia siapkan, kemudian menghidupkan dupa dan kenyeman di atas tungku kecil.
Sontak mereka bertiga yang ada di belakang Pak Kusno mundur beberapa langkah. Entah apa yang di lakukan oleh Pak Kusno, yang terdengar hanyalah gumaman.
Beberapa menit menunggu, mereka mengarahkan pandangan ke segala sisi, seolah sedang mencari sesuatu. Hingga terasa ada hawa dingin yang menyeruak diantara mereka. Suasana yang awalnya tenang tiba-tiba saja berubah saat embusan angin datang.
Dinda merapatkan tubuhnya ke Mbok Marni, matanya tertuju pada pohon mangga yang ada di hadapannya. Terlihat asap tebal muncul di depan Pak Kusno, kemudian berubah memadat menjadi siluet sesosok wanita.
“Ratmi” ucap Dinda lirih.

Sama seperti yang di lihat oleh Dinda, Ahmad juga melihat sosok Ratmi. Namun kali ini dia melihatnya secara langsung.
Tubuh Pak Kusno beranjak mundur ke arah mereka, tatapannya terpaku pada sosok Ratmi yang masih berdiri di depan sesajen yang sudah di siapkan.
“Pak?” ucap Ahmad, saat mendapati Pak Kusno sudah berada disampingnya.

“Sttt. sudah perhatikan” potong Pak Kusno.
Dinda tersentak, tangannya mencengkeram lengan Mbok Marni, saat melihat Ratmi yang mulai memakan sesajen yang ada di atas tampah.
“Opo pengenmu?” (apa keinginanmu?) tanya Ratmi dengan kepala tertunduk.
“Ora ono, aku mung pengen ngerti pie carane ben iketan sukmo keluarga iki karo Sengkolo iso ucul” (Tidak ada, aku cuma ingin tahu bagaimana caranya agar ikatan sukma keluarga ini dengan Sengkolo bisa terlepas) kata Pak Kusno berani.
Dinda terus mengamati Ratmi, sejak tadi ia tidak melihat mulut wanita itu bergerak. Bahkan suara yang terdengar seperti bergaung di telinganya.
“Ora ono, percuma. Iketan kui wes dadi siji ro getih. Jo meneh sak iki, Lebur Sukmane bocah wedok kui wes rusak. Lanangan e yo wes gari nunggu patine”--
-- (Tidak ada, percuma. Ikatan itu sudah menjadi satu dengan darah. Apalagi sekarang, Lebur Sukma anak perempuan itu sudah rusak. Laki-lakinya juga tinggal menunggu ajal) kata Ratmi.
Deg... Jantung Dinda terhenti sejenak saat mendengar ucapan Ratmi. Ketakutan mulai menjalari batinnya.

Belum sempat Dinda mengajukan pertanyaan. Tiba-tiba saja Ratmi menggeram, kepalanya menoleh ke arah Ahmad.
Pak Kusno yang menyadari ada yang tidak beres, langsung bergerak ke arah Dinda dan Mbok Marni. Keduanya dipaksa menjauh dari Ahmad.
“Kenapa Kek?” tanya Dinda kebingungan.

Pak Kusno diam tidak menjawab Dinda, dia mengangkat tangan, menunjuk ke arah Ahmad yang sudah beranjak dari kursi rodanya.
“Bapak kenapa, Kek?” tanya Dinda panik.

“Lungo. Demit e wes teko. Lungo” (Pergi. Demitnya sudah datang. Pergi) bentak Ratmi, sambil menunjuk ke arah Ahmad.
Dinda kebingungan, melihat ke arah Ahmad dan Ratmi bergantian. Dilihatnya pula kepulan asap tipis di sekitar tubuh Ratmi yang perlahan menghilang dari pandangan.
“Ayah kenapa, Kek?” tanya Dinda.

Pak Kusno tidak menanggapi pertanyaan Dinda, pandangannya terpaku kepada Ahmad yang berjalan sempoyongan ke arah pohon mangga dan mulai memakan sesajen dengan rakus.
“Mad...” pangil Pak Kusno.

Ahmad bergeming, ia masih terus memakan bunga 7 rupa yang disediakan untuk memanggil Ratmi dengan bringas.
“Kek. Itu Ayah kenapa” kata Dinda, yang terlihat shock.

Sesaat kemudian Dinda tersadar, apa yang dilihatnya bukan sesuatu yang biasa. Tidak mungkin Ahmad bisa berjalan dengan kondisinya saat ini.
“Ayah kenapa?” tanya Dinda lagi, yang panik berusaha mendekati Ayahnya. Namun langkahnya dihalangi oleh Mbok Marni dengan cara memegangi lengannya.
Sedang Pak Kusno yang ada di depannya terus menggumamkan sesuatu. Dinda tidak bisa mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Kusno, yang ia pikirkan adalah bagaimana cara menolong Ayahnya.
“Grrrrrr” geram Ahmad, seketika kepalanya menoleh ke arah Pak Kusno.

“Ra bakal kodal” (tidak akan mempan) geram Ahmad, yang sudah berdiri dan berjalan sempoyongan menuju ke arah mereka bertiga.
“Manungso ora due adab, ditulungi malah blenjani janji. Wes ngono malah gawe awak ku ra iso metu seko pengilon kae” (Manusia tidak punya adab, di tolong tapi ingkar janji. Terlebih membuat ku tidak bisa keluar dari cermin itu) kata Ahmad sambil menelengkan kepalanya.
Dinda merinding hebat, jantungnya berdegup kencang, sorot mata Ahmad nampak tajam dan begitu menakutkan.

“Opo karepmu?” (apa keinginanmu?) tanya Pak Kusno.
Ahmad tersenyum mengerikan, dia masih berjalan ke arah mereka bertiga. Pak Kusno yang berada di depan Dinda dan Mbok Marni meminta mereka untuk mundur dari tempat itu.
“Iketan getih sek wes digawe ra iso dibatalke. Tak tunggu sukmane bocah lanang iki dina seloso kliwon” (Ikatan darah yang sudah dibuat tidak bisa dibatalkan. Aku tunggu sukma anak laki-laki ini hari selasa Kliwon) geram Ahmad menyeringai.
“Ora iso” (tidak bisa) kata Pak Kusno berani.

“Sukmane bocah iki, opo sirahmu tak kepras siji-siji” (Sukma dari anak ini atau kepala kalian yang aku potong satu per satu)
Cengkraman Dinda semakin kuat, kakinya sudah gemetaran. Demit yang bersarang di dalam tubuh Ahmad benar-benar berbeda dengan Ratmi. Ia merasakan aura intimidasi yang sangat kuat dari sosok itu.
Setelah mengucapkan kalimat itu, angin tiba-tiba saja berembus dengan kuat, aroma bunga mawar juga mulai tercium. Sayup terdengar suara dalang dari dalam rumah.
Mata Dinda membulat seketika, menyadari sesuatu. Dia mengetahui sosok demit yang ada di dalam tubuh Ayahnya.
“Wes ngerti sopo aku?” (sudah tahu siapa aku?) ucap Ahmad menyeringai. Dinda menggelengkan kepalanya, di dalam hati dia terus berdoa berharap makhluk itu segera keluar dari tubuh Ayahnya.
“Ora ngerti sopo aku?” (Tidak tahu siapa aku?) tanya Ahmad parau. Lantas dia berbalik dan kembali berjalan sempoyongan menuju ke arah sesajen yang ada di bawah pohon.
Awalnya Dinda mengira kalau Ayahnya akan memakan lagi bunga-bunga yang ada di atas tampah. Namum dia salah, Ahmad mengambil gelas kopi dan langsung membantingnya ke tanah.
Pyaaarrrr... Ahmad kembali jongkok dan mengambil pecahan gelas yang ada di bawah kakinya. Dia menatap ke arah Dinda dan yang lainnya dengan tatapan tajam, tersungging senyum mengerikan di bibirnya.
“Ijeh durung ngerti sopo aku? Pie nek tak pateni wae bocah iki?” (Masih belum tahu siapa aku? Bagaimana kalau kubunuh saja bocah ini?) ucap Ahmad, sambil tertawa lirih.
Dinda terus saja menggelengkan kepalanya, dia mencoba untuk memberontak namun tangannya masih dipegangi erat oleh Mbok Marni.
“Sudah Nduk, bahaya” ucap Mbok Marni, tak kalah panik.

“Tapi mbok...” belum sempat Dinda menyelesaikan ucapannya, Pak Kusno sudah menerjang Ahmad yang membuatnya tersungkur di atas tanah.
“Bantu pegangi tangannya” teriak Pak Kusno.
Mbok Marni dan Dinda langsung berlari kearah Pak Kusno. Anehnya tidak ada perlawanan dari Ahmad, dia hanya terus menyeringai.
“Rasah dikon metu, aku bakal metu dewe” (Tidak usah diminta untuk keluar, aku akan keluar sendiri) ujar Ahmad dengan suara tertekan.
Benar saja, tubuh Ahmad mulai mengejang dan melemas. Pak Kusno yang mengetahui jika Sengkolo sudah keluar kemudian membalikan tubuh laki-laki itu.
“Kita bawa masuk Ahmad ke dalam” ucap Pak Kusno menggendong Ahmad ke dalam rumah.
*****
Mereka semua berkumpul di kamar Ahmad, wajah ke tiganya terlihat tegang dan pucat, ketika melihat kondisinya yang belum tersadar.

“Apa yang sebenarnya terjadi, Kek?” tanya Dinda.
Pak Kusno masih duduk di sebelah Ahmad, masih mencoba untuk membangunkan laki-laki itu.

“Sengkolo merasukinya, ini baru pertama terjadi. Biasanya ia hanya menampakkan wujudnya saja” jawab Pak Kusno.
“Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Dinda khawatir, takut jika terjadi sesuatu dengan Ahmad. Niatan untuk mencari petunjuk dengan cara memanggil Ratmi justru membahayakan nyawa Ayahnya.
“Tenangkan dirimu, Nduk. Biar simbok buatkan minuman hangat untuk kalian, ya” ucap Mbok Marni yang langsung keluar kamar.
Dinda mengangguk, tapi matanya masih terpaku kearah Pak Kusno yang mencoba menyadarkan Ahmad.

“Setidaknya hanya ini yang bisa kulakukan sekarang. Semoga besok keadaannya sudah membaik” ucap Pak Kusno.
Dinda menghela nafas panjang, belum mengerti apa sedang dilakukan oleh Kakeknya. Ia hanya bisa berharap keadaan Ayahnya akan segera membaik.
Terdengar suara langkah kaki mendekat, Mbok Marni baru saja masuk ke dalam kamar membawa 3 cangkir teh hangat di atas nampan.
“Kalian minumlah dulu, setelah kita pikirkan apa yang seharusnya di lakukan” ucap Mbok Marni.

“Aku tidak menyangka kalau Sengkolo akan datang, sebab sudah ku disediakan sesajen yang biasa digunakan untuk mengalihkan perhatiannya” ucap Pak Kusno.
“Sebentar Kek. Kenapa Ratmi pergi ketika sosok Sengkolo muncul? Dinda pikir dia bisa melawan demit itu” kata Dinda.
Selama ini ia selalu membayangkan kalau Ratmi bisa berkelahi dengan Sengkolo, ternyata justru wanita itu kabur entah kemana.
“Dia tidak akan mampu menandingi kemampuan Sengkolo. Ratmi ditanam di rumah ini untuk menyamarkan hawa keberadaan Ayahmu” jelas Pak Kusno.
Mendengar penjelasan Pak Kusno, Dinda spontan mengusap mukanya. Sesekali dia melihat ke arah Ahmad yang masih terpejam.
“Sejak tadi Simbok berpikir, bagaimana cara agar bisa memanggil Ratmi tanpa diketahui oleh Sengkolo? Karena aku merasa ada yang aneh” ucap Mbok Marni menerawang.
“Maksudnya apa bu?” tanya Pak Kusno.

“Kalian tidak sadar? Saat Ratmi mendatangi Dinda, dia bisa memperingatkan bahwa Sengkolo sedang berada di dalam rumah, yang artinya dia bisa muncul kapan saja tanpa diketahui oleh Sengkolo, kan?” jelas Mbok Marni.
Dinda termenung, mencerna kalimat Mbok Marni, dan mengingat semua kejadian yang sudah dilalui beberapa malam ini. Dia pun masih mengingat jelas ketika bertemu Ratmi di kamar Kakek Neneknya.
“Baa—bagaimana kalau ternyata ada sesuatu yang menghalangi Sengkolo untuk bisa masuk ke dalam kamar Dinda?” tanya Dinda pelan.
Pak Kusno dan Mbok Marni menatap Dinda kebingungan.

“Benarkan? Dulu Dinda pernah melihat kelopak bunga mawar di kamar ini, yang berarti dia bisa masuk kesini.--
-- Namun semalam saat suara wayangan itu muncul, dia bisa memperingatkan ku, untuk tidak keluar dari kamar ” ucap Dinda, bergantian menatap Pak Kusno dan Mbok Marni.
“Kenapa? kalau ide itu tidak masuk akal bisa kita cari cara lain” kata Dinda sanksi, saat melihat Pak Kusno dan Mbok Marni menatapnya aneh.
“Ayo kita coba, aku tidak menemukan ide lainnya. Aku juga merasakan kalau di kamarmu memiliki energi yang sedikit berbeda” ujar Pak Kusno, yang langsung beranjak menuju pintu.
Melihat suaminya beranjak, lantas Mbok Marni menarik Dinda untuk mengikuti laki-laki tua itu.

“Untung kamu cerdas Din” ucap Mbok Marni sembari berjalan melangkah ke arah pintu.
Dinda hanya menanggapi ucapan Mbok Marni dengan senyuman. Pikirannya masih terus terpaku dengan keadaan Ayahnya, semoga memang Ratmi belum pergi dari rumah ini.
Baru beberapa langkah mereka berjalan, Pak Kusno tiba-tiba saja menghentikan langkahnya. “Kenapa Pak?” tanya Mbok Marni keheranan.
“Aku mules Bu, sebentar ya” ucapnya sambil berlari ke arah kamar mandi yang ada di kamar Ahmad.

“Duh, lagi buru-buru malah sempet-sempetnya mules. Mana kentutnya bau lagi” gerutu Mbok Marni.
Mau tidak mau Dinda terkekeh. Selain penuh dengan masalah, ternyata keluarga ini juga penuh gurauan.

“Ya namanya orang sakit perut Mbok” celetuk Dinda.
“Iya nduk, Simbok curiga jangan-jangan tadi Kakekmu itu juga makan kembang” ucap Mbok Marni

“Iya ya Mbok, waduh kalau begitu kasian Ayah juga mbok. Besok pagi kalau sudah bangun pasti bunganya sudah mekar” ucap Dinda
“Nduk kamu jangan ketularan mereka, simbok sudah cukup stres, kalau ditambah kamu bisa gila nanti” ucap Mbok Marni bergidik. Menengahi suaminya dan Ahmad saja sudah cukup menguras tenaga, bagaimana jika Dinda ikut menjadi seperti mereka?
Dinda hanya terkekeh, meskipun baru sebentar mengenal Mbok Marni, dia bisa merasakan kesabaran wanita ini.
“Nungguin apa? Ayok” ucap Pak Kusno, saat mendapati istrinya dan Dinda kembali duduk di samping Ahmad.
“Yo nunggu panjengan to Pak, mosok nunggu kembang e mekar” (Ya nunggu kamu to Pak, bukan nunggu bunga mekar) ucap Mbok Marni geram.
“La lagi berak kok ditunggoni, kurang gawean. Wes ayo” (La lagi berak kok ditungguin, kurang kerjaan. Sudah ayo) ajak Pak Kusno
Lantas mereka bergegas ke kamar Dinda. Sementara Pak Kusno menyiapkan perlengkapan yang akan digunakan, Dinda dan Mbok Marni menunggu di dalam kamar.
“Mbok... Apa Dinda dan Ayah bisa selamat?” tanya Dinda lirih.

Mbok Marni tersenyum dan langsung memeluk Dinda dari samping. “Urusan mati itu bukan kehendak Jin atau manusia. Mati itu milik Tuhan, yang penting kita ikhtiar dulu” kata Mbok Marni menenangkan.
“Tapi Dinda takut Mbok, bagaimana kalau tidak ada solusi dari semua masalah ini” jawab Dinda sendu.

“Sudah. Simbok juga tidak tahu, tapi yang simbok yakini, tidak ada masalah yang tidak punya jalan keluar, asal mau berusaha” terang Mbok Marni, sambil mengusap lengan Dinda.
Dinda mengangguk, beberapa kali dia menghela napas panjang. “Dulu Ibu orangnya seperti apa Mbok?”

“Ajeng? Wah dia miniatur dari Kakekmu, tingkah polahnya lebih mirip laki-laki dari pada perempuan. Keberaniannya jauh lebih besar ketimbang Ayahmu” ucap Mbok Marni.
Dinda tersenyum, dia membayangkan sosok wanita tomboy dengan laki-laki muda yang sifatnya tidak mau mengalah.

“Lagi ngomongin apa? Ayo sekarang kita coba panggil Ratmi” ucap Pak Kusno, yang baru saja masuk ke dalam kamar Dinda.
Segera mereka bertiga berkumpul di sudut ruangan, Pak Kusno mulai membakar kemenyan dan dupa. Seketika kamar Dinda penuh dengan asap dan bau yang menyengat.
Beberapa menit mereka menunggu, Pak Kusno masih duduk bersila, bibirnya komat-kamit membaca mantra untuk memanggil Ratmi.
Brrruaaakk... Terdengar suara pintu yang dibanting dengan keras. Sontak mereka bertiga menatap ke arah sumber suara.
Kamar yang awalnya terasa pengap, tiba-tiba saja menjadi dingin. Embusan angin dari jendela terasa lebih kuat dari pada sebelumnya.
Mungkin jika Dinda belum pernah bertemu dengan Ratmi, dia akan kaget. Namun karena sudah terbiasa dengan kehadirannya, dia lebih bisa mengendalikan diri.
“Ratmi” ucap Dinda, saat mendapati sosok itu duduk di pinggir kasurnya.
*****
-TBC-
Bagi teman-teman yang mau baca versi full tidak terpotong-potong bisa langsung mampir di karyakarya ya. Disana sudah sampai part 7 ya.

karyakarsa.com/netrakala/lebu…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Netrakala

Netrakala Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @netrasandekala

Apr 15
-a thread
KEPATEN - Part 4
Bagaimana jadinya jika sebuah ritual budaya meminta tumbal nyawa warga desa
Ijin taq
@bacahorror @IDN_Horor
#ceritaseram #ceritahoror Image
Part 4

“Kenapa mbak?” Tanya Bapak penjual nisan.

“Lebih baik nisan ini dibawa pulang saja. Di desa kami tidak ada yang meninggal hari ini” Pinta ku.

“Loh, gimana to? La terus ini gimana?” Jelas Bapak itu.
Read 136 tweets
Mar 27
-a thread
KEPATEN - Part 3

Bagaimana jadinya jika sebuah ritual budaya meminta tumbal nyawa warga desa
Ijin taq

@bacahorror

@IDN_Horor

#ceritaseram #ceritahoror Image
Kepaten - Part 3

Aku dan Mas Suroso menatap Bapak tidak percaya. Bagaimana mungkin dia membiarkan kami melakukan ritual itu?

Aku hampir beranjak mengikuti langkah Bapak.

“Sebentar, saya masih belum paham. Air mandi jenazah mana yang bakal di pakai?” Tanya Mas Suroso.
Read 143 tweets
Mar 17
A thread -

Kepaten - Part 2
Bagaimana jadinya jika sebuah ritual budaya meminta tumbal nyawa warga desa

Izin taq @bacahorror @IDN_Horor
#ceritahoror #ceritaseram Image
“Wih wangi, bikin laper” Ujar Mas Suroso.

Sebatas ku lirik orang itu, lalu melanjutkan mengaduk bumbu yang sudah tercampur dengan minyak.

“Kok cemberut, kenapa to Widuri kesayangku? Nanti gosong lo” Lanjut Mas Suroso.
Read 192 tweets
Feb 29
-a thread
KEPATEN

Bagaimana jadinya jika sebuah ritual budaya meminta tumbal nyawa warga desa

Ijin taq
@bacahorror @IDN_Horor
#ceritaseram #ceritahoror Image
Disclaimer!
Tidak diizinkan untuk share dalam bentuk tulisan atau vidio tanpa izin Netrakala.
Kepaten - Part 1

Desa Keranjan - 1993

Ramai! Tak biasanya lapangan Desa begitu penuh. Kumpulan manusia berdesakan, saling sikut dan dorong. Warga desa tetangga pun ikut datang berduyun. Banyak pula pedagang dengan semangat menjajakan jualannya.
Read 168 tweets
Feb 25
Berawal dari iseng, justru dapat cerita yang menurut gw sama sekali ga masuk akal.

Izin taq
@IDN_Horor @bacahorror #horror #ceritahoror Image
Ok sebelum mulai, gw disclaimer dulu. Gw ga izinin siapapun untuk share dalam bentuk tulisan dan vidio.
Berawal dari rasa penasaran, gw mulai cari-cari informasi soal Kuyang.

Gw pikir ga masuk akal banget ada manusia bisa misahin kepalanya. Dan teeengg...

Beruntung gw dapat narsum yang emang tahu seluk beluk dari setan ini.

Kita up pelan-pelan ya.
Read 9 tweets
Jan 29
A Thread- Di Perbatasan
Maut - Part 10 Sehelai Rambut
Ijin taq
@bacahorror @IDN_Horor @bacahorror_id
@Long77785509 @karyakarsa_id
@Penikmathorror @ceritaht

#bacahorror #KaryakalaMinta #ceritaserem #ceritahoror Image
Kita Lanjut Part 10 ya. Sebelumnya seperti biasa minta bantuan teman-teman untuk RT/QRT, like share biar yang lain juga ikut membaca.
Read 109 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(