Netrakala Profile picture
Jun 19 213 tweets >60 min read Twitter logo Read on Twitter
A Thread-
Lebur Sukma - Petaka Awal ( Part 7 )
@IDN_Horor @bacahorror_id
@bacahorror @menghorror
@nasura2101 @benbela
@P_C_HORROR @RestuPa71830152
@Long77785509 @karyakarsa_id
@AgilRSapoetra

#bacahorror
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya. Danke... Image
Halo teman-teman, hari ini kita lanjut lagi cerita Lebur Sukma ya. Sebelum kita lanjut, minta tolong untuk diramaikan dulu, dengan RT/QRT, like dan coment. Cerita kita up nanti malam ya...
Bagi yang belum follow bisa follow terlebih dahulu, biar tidak ketinggalan cerita-cerita lainnya. Terimakasih
Bagi teman-teman yang belum baca part sebelumnya bisa klik link di bawah ya...
Part 1 - Peninggalan

Part 2 - Kepingan Misteri

Part 3 - Sosok Dari Masa Lalu
Part 7 - Petaka Awal

Sosok Ratmi tidak mejawab panggilan Dinda, ia masih duduk di pinggiran kasur dengan kepala tertunduk ke bawah.
“Ratmi?” ulang Dinda, sambil mendekat ke arah nya. Pak Kusno dan Mbok Marni tetap berdiri di tempat, hanya pandangannya yang terus tertuju pada Dinda.
“Opo sek mbok karepke?” (Apa yang kamu inginkan?) tanya Ratmi parau, disertai senandung lirih dari nya.

“Tulung, pie carane ben iso ucul seko Sengkolo?” (Tolong, bagaimana caranya agar bisa lepas dari Sengkolo?) jawab Dinda.
Ratmi bergeming, tak menjawab pertanyaan Dinda, justru kembali melanjutkan senandungnya, yang membuat bulu kuduk berdiri.
Dinda yang kebingungan, menoleh ke arah Pak Kusno, ia sengaja memberikan isyarat minta tolong pada laki-laki tua itu.

Melihat tatapan Dinda, Pak Kusno segera mendekati Ratmi. “Opo pengenmu?” (Apa keinginanmu)tanya Pak Kusno.
Ratmi menghentikan senandungnya, perlahan dia mendongak ke arah Pak Kusno. Dinda mundur beberapa langkah saat melihat ekspresi wajah Ratmi dengan jelas.
Dinda memberanikan diri untuk menatap bola mata berwarna putih itu, seketika jantungnya berdebar kencang, seakan-akan ada sesuatu yang mengerikan di sana.
“Ratmi, tulung... kei ngerti pie carane iso ucul seko demit kae” ( Ratmi, tolong... beri tahu bagaimana caranya agar bisa lepas dari demit itu )tegas Pak Kusno.
Ratmi masih menatap Pak Kusno, perlahan seringainya mengembang, membuat Dinda memejamkan mata. Ia tahu persis bagaimana raut wajah Ratmi saat menyeringai.
“Ora ono, janji tetep janji, kajaba koe ngobong demit kae. Nanging yen kui kelakon, nyowo mu sing dadi totohane” (Tidak ada, janji tetap janji, kecuali kamu membakar demit itu. Tetapi jika itu terjadi, nyawamu yang jadi taruhannya) jawab Ratmi.
Pak Kusno menghela napas, matanya menatap lurus ke arah Ratmi. “Pie carane?” (Bagaimana caranya?) tanya Pak Kusno.
“Lembah Pati, neng kono koe bakal ngerti carane ngobong demit kae” (Lembah Pati, di sana kamu akan tau caranya membakar demit itu), jelas Ratmi yang seketika menghilang.
Setelah kepergian Ratmi, suasana tidak kunjung berubah, Dinda masih belum menemukan cara untuk menghadapi Sengkolo.
“Lembah Pati?” tanya Dinda memastikan

“Iya Din, tempat di mana keluarga ini bersekutu dengan Sengkolo bermula” ucap Pak Kusno.
“Iya Din, tempat di mana keluarga ini bersekutu dengan Sengkolo bermula” ucap Pak Kusno.

Dinda mencoba mengingat sesuatu, “Bukannya dulu Eyang juga meminta Pak Kusno untuk membantunya ke Lembah Pati?” tanya Dinda.
“Benar, dan tidak ada yang kami dapatkan selain membawa Ratmi ke rumah ini” ujar Pak Kusno.
“Karena?” Dinda bertanya penasaran, otaknya bekerja keras mencoba menggabungkan seluruh kepingan peristiwa yang ia alami.
“Karena Sukmaadji bersikeras mempertahankan Ahmad. Sudah kubilang, perjanjian yang dilakukan oleh leluhurmu dengan Sengkolo sudah menjadi ikatan darah, tidak akan mudah untuk melepaskannya” jawab Pak Kusno marah.
“Tapi... Jika memang Sengkolo bisa dibelenggu dalam cermin, seharusnya hal itu juga bisa dilakukan untuk kedua kalinya kan?” tanya Dinda,
“Tidak semudah itu nduk, nyatanya sekarang harus ada harga yang dibayarkan. Apa kamu pikir kematian Ajeng dan kedua Eyangmu itu kematian biasa?” timpal Mbok Marni.
“Maksudnya?” tanya Dinda tidak mengerti.

Mbok Marni berjalan mendekati Dinda, kemudian menggenggam jemari tangan cucu perempuannya itu
“Ajeng, Sukmaadji dan istrinya meninggal demi menyelamatkan kalian berdua. Semua ritual yang digunakan untuk menghalau Sengkolo selalu disertai imbalan yang dipertaruhkan” ucap Mbok Marni.
Dinda menghela napas panjang, dia melepaskan tangan Mbok Marni dan berjalan menuju jendela kamarnya. Dipandangi nya temaram malam berselimut kabut, matanya terpejam, memikirkan semua ucapan Mbok Marni.
“Di mana Lembah Pati ini berada?” tanya Dinda menatap Pak Kusno.

“Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan Din, tapi setelah kamu tahu atau bahkan sudah ada di sana, apa yang akan kau lakukan?” tanya Pak Kusno
Dinda bergeming, semua yang dikatakan kakeknya benar, apa yang akan dia lakukan saat sudah sampai di Lembah Pati, bahkan dia pun tidak mengetahui apa sejatinya Lembah Pati tersebut.
“Jangan gegabah, aku pernah ke sana dengan Sukmaadji, itu bukan tempat rekreasi yang nyaman untuk kau kunjungi. Sengkolo hanya salah satu dari mereka, masih banyak sosok lelembut yang jauh lebih ganas dari Sengkolo” ujar Pak Kusno menjelaskan.
“Lalu apa yang harus kita lakukan, Kek?” tanya Dinda kembali. Pikirannya buntu, apa yang ia hadapi saat ini benar-benar jauh dari jangkauan pemikirannya sebagai manusia.
“Biar aku yang pergi ke sana” jawab Pak Kusno datar.

“T—tapi pak” kata Mbok Marni penuh keraguan, dia masih ingat bagaimana keadaan Pak Kusno saat kembali dari Lembah Pati.
“Sudah Bu, doakan saja semua baik-baik saja. Jauh lebih baik aku yang pergi daripada salah satu dari kalian” kata Pak Kusno tegas.
Kreeeekk... terdengar suara pintu yang dibuka dengan pelan. Sontak mereka bertiga menoleh ke arah sumber suara.
Pelan tapi pasti, mereka melihat kepala Ahmad melongok dari luar, wajahnya tersenyum memperlihatkan giginya.
“Ayah...” kata Dinda yang langsung berusaha untuk berjalan mendekati Ahmad, namun langkahnya dihentikan oleh Pak Kusno.
“Din, Ayahmu lumpuh, tidak mungkin dia bisa berjalan keluar dari kamarnya” ucap Pak Kusno sambil menahan Dinda.
Dinda tersadar, dia kembali menatap ke arah pintu. Dilihatnya Ahmad masih tersenyum menyeringai, beberapa saat mereka saling menatap satu sama lain.
Bruaaak... Dinda terlonjak, dia tidak menyadari kalau Pak Kusno sudah ada di dekat pintu dan langsung membantingnya tertutup.
Dok...dok...dok... “Din, buka pintunya... kenapa dikunci” terdengar Ahmad yang terus saja menggedor pintu kamar Dinda.

“Biarkan, itu bukan Ahmad” kata Pak Kusno, masih terus menatap ke arah pintu.
“Dinda kira Sengkolo sudah keluar dari tubuh Ayah” kata Dinda histeris, menatap Pak Kusno dan Mbok Marni bergantian.
“Sudah Din, tenangkan dirimu” ucap Mbok Marni. “Bagaimana ini Pak?” lanjut Mbok Marni menatap Pak Kusno meminta jawaban.
“Malam ini jangan ada yang keluar dari kamar, biarkan saja Ahmad melakukan apapun yang dia suka. Aku khawatir kalau Sengkolo berniat melukai kita semua menggunakan tubuh Ahmad” jawab Pak Kusno.
“Mbok...” kata Dinda, namun kalimatnya tenggelam oleh suara teriakan Ahmad.

“Din, Buka... kamu jangan percaya dengan dua orang itu” teriak Ahmad, sambil menggedor pintu kamar Dinda.
Duk...Duk...Duk... suara benturan yang di timbulkan oleh Ahmad semakin keras.

“Nduk, buka nduk. Tolong Ayah... Buka, nduk” seketika suara Ahmad menjadi sendu. Namun Pak Kusno berkeras tidak akan membiarkan Dinda keluar kamar.
“Dia bukan anakmu” teriak Pak Kusno dari dalam kamar yang membuat Mbok Marni dan Dinda keheranan.

“Pak, kamu ini kenapa?” tanya Mbok Marni kebingungan.
“Aku jengkel Bu” (Saya kesal, Bu) jawab Pak Kusno.

“Ya kamu itu aneh. Sudah tahu itu bukan Ahmad, masih juga kesal” kata Mbok Marni sambil menggeleng. Sedangkan Dinda hanya bisa menghela napas dan berjalan ke ranjangnya.
Cukup lama teriakan Ahmad terdengar dari depan kamar, suara yang awalnya hanya gedoran dan panggilan kepada Dinda, semakin lama menjadi tidak terkendali.
“Haha... tak enteni malem Seloso kliwon. Bapak e dadi ingonanku, anak e dadi bojoku” (Hahaha... Aku tunggu malam Selasa kliwon. Bapaknya jadi peliharaanku, anaknya jadi istriku), teriakan Ahmad yang mengancam dari luar kamar.
Dinda hanya bisa meringkuk ketakutan, malam ini saja dia sudah dihadapkan dengan sosok mengerikan, bagaimana esok saat Pak Kusno sudah pergi ke Lembah Pati.
*****
Pagi menjelang, Dinda masih ada di bawah selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Semalaman mereka tidak bisa tidur, pintu kamar Dinda tak henti digedor oleh Ahmad & teriakan yang mengerikan menyertainya.
Dinda mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya. Kemudian dia bangkit, tanpa peduli dengan kepalanya yang masih terasa pening.
Dia mengedarkan pandangan, tak mendapati Pak Kusno dan Mbok Marni di kamarnya. Bahkan sesajen yang kemarin mereka gunakan untuk memanggil Ratmi juga sudah bersih tak bersisa.
Segera Dinda kembali merebahkan tubuhnya, menatap ke langit-langit kamar, mengingat-ingat setiap kejadian yang semalam telah dia alami.
Rasanya tak ingin berajak dari tempat tidur yang nyaman ini, bercengkerama dengan orang-orang terkasih atau dengan Adit yang selau mampu membuatnya tertawa lepas.
Kini semua terasa amat jauh, sudah beberapa hari ini dia memang sengaja tidak menghidupkan ponselnya. Dia bertekad, permasalahan ini harus sudah selesai sebelum bertemu kembali dengan Adit.
Bukan tanpa alasan, dia hanya tidak ingin orang-orang di sekelilingnya berkorban lebih banyak, tak ingin lagi siapapun terseret dalam lingkaran perasalahannya, termasuk Adit.
“Ckkk... kenapa jadi sepelik ini” ucap Dinda mengusap wajahnya dengan kasar.
Teringat bahwa Pak Kusno akan pergi ke Lembah Pati, Dinda segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lima belas menit kemudian, dia menuju dapur namun tak ia dapati Mbok Marni di sana.
Saat melongok ke dalam kamar Ahmad pun, dia tidak mendapati siapapun. Dinda bergidik ngeri, takut jika semua orang sudah pergi meninggalkannya seorang diri di rumah ini. Dia segera beranjak ke belakang rumah, menuju paviliun.
Tok...tok...tok... “Mbok, Mbok Marni” panggil Dinda sambil terus mengetuk pintu paviliun. Cukup lama ia mengetuk, sepertinya tidak ada seorang pun di sana.
Dinda mengedarkan pandangannya, seketika rasa takut menjalari dirinya, padahal mentari sudah bersinar terang.
“Din...” seru seseorang dari kejauhan, sontak Dinda menoleh ke arah sumber suara. Hatinya terasa lega saat melihat Mbok Marni menenteng tas belanja yang berisi sayur-mayur.
“Mbok, kirain Dinda ditinggal sendirian di sini,” kata Dinda sedikit merajuk.
“Ya ndak mungkin to nduk, mosok Simbok ninggalin cucu satu-satunya. Tadi simbok keluar sebentar, belanja sayuran untuk beberapa hari ke depan. Kalau kakekmu sudah pergi sejak subuh tadi” jelas Mbok Marni.
“Pergi ke mana?” tanya Dinda.

“Loh ya ke Lembah Pati to, Cah Ayu” ujar Mbok Marni.
Dinda hampir lupa dengan keputusan yang sudah mereka buat semalam karena kepanikan yang ia rasakan baru saja. Bahkan Dinda juga sama sekali tidak ingat dengan keadaan Ayahnya yang saat ini masih belum dia ketahui.
“Kondisi Ayah, gimana Mbok?” tanya Dinda penasaran.
“Tadi sebelum pergi, Pak Kusno mencoba untuk melihat keadaan di luar, tak ada siapapun. Lalu mencoba melihat ke dalam kamar Ahmad, tidak ada juga. --
-- Tak lama, terdengar keras suara bantingan pintu, ternyata demit itu membawa Ahmad ke kamar Sukmaadji,” jelas Mbok Marni mengiring Dinda menuju dapur.
Dinda diam, perlahan duduk di kursi dapur. Beberapa kali ia menghela nafas dalam-dalam, seakan sedang meratapi sesuatu.
“Bagaimana kalau kejadian semalam terulang lagi, Mbok?” tanya Dinda saat mbok Marni meletakkan secangkir teh di depannya.
“Itu juga yang simbok pikirkan, mau tidak mau kita harus meminta tolong Pak Hamdan. Awalnya kakekmu tidak setuju, tapi tidak mungkin kita berdua ada di sini sedangkan dia masih berada di Lembah Pati, yang mungkin saja membutuhkan waktu dalam beberapa hari” jelas Mbok Marni.
Dinda mengangguk setuju, kejadian semalam benar-benar membuat dirinya sadar jika bahaya memang sedang mengincarnya saat ini.
“Ya sudah nanti biar Dinda bilang sama Pak Hamdan. Sekarang Simbok mau temani Dinda melihat kondisi Ayah?” tanya Dinda, dia masih merasa takut untuk bertemu dengan Ahmad. Takut jika sosok Sengkolo masih ada di dalam tubuh ayahnya.
“Din, Kakekmu berpesan, untuk tidak memberitahu Ahmad apa yang sudah terjadi semalam” kata Mbok Marni ketika berjalan ke kamar Sukmaadji.
Dinda menghentikan langkahnya, menoleh ke arah Mbok Marni, “Kenapa Mbok?” tanya Dinda penasaran.
“Pak Kusno takut, kalau ternyata Sengkolo masih ada di dalam tubuh ayahmu. Jauh lebih baik jika apa yang sedang kita lakukan tidak diketahui Ahmad” jelas Mbok Marni.
Dinda merasa ada yang janggal, sejenak dia merasa tak setuju dengan keputusan tersebut. Apa dengan tidak memberi tahu Ahmad juga membuat Sengkolo tidak tahu dengan rencana yang akan atau sedang mereka lakukan?
Sekali lagi Dinda hanya mengangguk, kemudian meraih tangan Mbok Marni, dan segera berjalan ke kamar Sukmaadji.
Pintu kamar itu tertutup rapat, mereka tak serta-merta masuk, “Mbok, kalau Ayah masih kesurupan, kita langsung lari ya, Mbok” ajak Dinda.
“Enggak, kita pukul kepalanya sekuat tenaga, Nduk” timpal Mbok Marni.

“Mbok punya dendam ya sama Ayah?” balas Dinda yang kini menatap neneknya keheranan.
“Ya sedikit. Tapi maksudnya kalau nanti dia meracau atau ngamuk, dan kita tidak sempat lari kan lebih baik dia pingsan seharian to Din” jawab Mbok Marni lugas.
“Ya kalau cuma pingsan, kalau langsung mati gimana, Mbok? Bukannya berakhir bahagia, justru masuk penjara” kata Dinda.
Dinda segera membuka pintu kamar Sukmaadji, sekilas pandangannya tertuju ke cermin tua yang ada di sudut ruangan.
“Akhirnya...” ucap Ahmad, yang membuat Dinda dan Mbok Marni melompat karena kaget.

“Kenapa saya bisa di sini, Bu?” tanya Ahmad, “Seingat saya, semalam kita masih ada di taman belakang” lanjut Ahmad mencoba mencari jawaban dari kedua wanita itu.
“Kamu pingsan Mad, waktu Ratmi mendekat ke arahmu. Mungkin karena shock atau kaget, terus kamu ngigau kangen sama Sukmaadji. Ya, karena terus merengek, akhirnya Pak Kusno membawamu kemari” jelas Mbok Marni.
Dinda sedikit tersenyum mendengar perkataan neneknya, pintar sekali dia membuat cerita bohong seperti itu. Apalagi soal Ahmad yang pingsan karena kaget melihat Ratmi.
“Pingsan saat melihat Ratmi? Apa betul? Sepertinya wajah Ratmi tidak seseram itu” Ahmad mencoba membela diri.
“Ndak percaya to Mad? Tanya aja anakmu ini, kalau takut ya takut aja. Sekarang sudah pagi ya pasti sok berani” tukas Mbok Marni, berupaya membuat kebohongannya terlihat nyata.
“Benar nduk, Ayah pingsan?” tanya Ahmad mendelik pada Dinda.

“Iya, semalam Ayah pingsan, jadi dibawa Pak Kusno ke sini” jelas Dinda, sejenak Ahmad menganggukkan kepalanya.
Dinda mengira Ahmad masih akan menanyakan tentang cerita bohong dari Mbok Marni, ternyata ayahnya sudah percaya.

“Bu, tolong panggilkan Pak Kusno ya” pinta Ahmad.
Mbok Marni yang tahu maksud Ahmad segera menawarkan diri untuk membantunya bersih-bersih namun seketika ditolak mentah-mentah oleh Ahmad.
“Memangnya Pak Kusno kemana?” tanya Ahmad

“Pulang ke kampung, Mad. Tadi pagi dapat kabar kalau saudaranya ada yang meninggal” jawab Mbok Marni.
Terlihat dahi Ahmad berkerut, “Tumben Bu, saudara yang mana?” tanya Ahmad penasaran, setidaknya dia juga tahu.
“Sudah nanti saja ngobrolnya. Kalau Ayah tidak mau dibantu Mbok Marni atau Dinda, biar Dinda panggilkan Pak Hamdan ya” potong Dinda.
Pagi itu, akhirnya mereka meminta Hamdan untuk datang ke rumah Sukmaadji.
*****
“Pak Hamdan, ada waktu sebentar?” tanya Dinda, saat mendapati Pak Hamdan tengah membuat kopi di dapur.

Pak Hamdan mengangguk, “Ada apa, Din?”
Bagi teman-teman yang mau langsung baca part 8 bisa ke Karyakarsa ya. Link di Bawah.

karyakarsa.com/netrakala/lebu…
“Bisa minta tolong? Untuk beberapa hari ke depan apa Pak Hamdan bisa menginap di sini?” tanya Dinda.

“Ada apa memangnya?” tanya Hamdan, sembari meletakkan cangkir kopinya.
Dinda menghela napas, mempertimbangkan semuanya. Apakah bijak memberitahu Pak Hamdan tentang apa yang terjadi di rumah ini?

“Ayah semalam kesurupan” kata Dinda.
Hamdan melihat Dinda dengan saksama, dia tidak mau memotong ucapan putri dari sahabatnya itu.

“Kesurupan? Maksud mu ada jin yang masuk ke tubuh Ahmad?” tanya Hamdan setelah Dinda bergeming.
Dinda mengangguk, “Ayah kesurupan sosok yang menjadi perliharaan keluarga ini.”

Hamdan terperanjat, seketika mengamati sekitarnya, seolah memastikan memang sedang ada yang tidak beres di rumah ini.
“Jangan bercanda kamu” ucap Pak Hamdan.

Dinda menghela napas, “Serius, Pak. Sekarang, mungkinkah orang yang lumpuh mendadak bisa berjalan dan meminta dirinya sendiri dijadikan tumbal di malam Selasa kliwon?” tanya Dinda
Tanpa disadari, Hamdan menyandarkan punggungnnya, pelipisnya terasa pening.

“Pak Kusno ke mana?” tanya Hamdan setelah beberapa saat. Dia tahu masalah yang sedang menimpa keluarga Sukmaadji, namun ia tak menyangka jika sosok demit itu akan muncul kembali.
“Lembah Pati. Pak Kusno sedang mencari cara untuk menghentikan makhluk itu” jawab Dinda.

“Lembah Pati? Serius kamu Din, Pak Kusno pergi ke sana?” tanya Hamdan tidak percaya dengan ucapan Dinda.
Dinda mengangguk berulang kali, menunjukkan kalau apa yang diucapkan olehnya itu benar.

“Lembah Pati bukan tempat sembarangan, di sana lah keluarga Sukmaadji memulai semuanya. Kenapa kalian tidak memberitahuku sejak kemarin?” ucap Hamdan.
“Saya juga baru tahu beberapa hari yang lalu Pak, niat saya untuk mencari tahu alasan mereka membuang saya di panti asuhan. --
Tapi ternyata ada kebenaran yang jauh lebih buruk yang saya ketahui. Saya pun tidak menyangka keluarga ini bisa bersekutu dengan iblis” ucap Dinda dengan nada tinggi, entah kenapa dia bisa sekesal ini.
Mungkin jika Hamdan tidak datang waktu itu, dia masih bisa menjalani kehidupannya yang normal.

“Apa yang terjadi semalam?” tanya Hamdan menurunkan emosinya.
“Ayah kesurupan, mendadak bisa berjalan, dan menggedor-gedor pintu kamar Dinda sampai subuh” jelas Dinda.
Hamdan mengernyitkan dahi, “Aku tahu tentang ritual yang sudah dilakukan Pak Kusno dan Pak Sukmaadji atas dirimu, seharusnya dia tidak mencarimu kan, dan tetap ada di kamar Ahmad” ucap Hamdan.
Dinda menatap bola mata laki-laki di depannya. Dia lupa kalau selama ini Hamdan juga mengetahui tentang ritual Lebur Sukma yang dilakukan demi melindunginya.
“Tidak ada yang berbahaya dari demit wanita itu. Justru peliharaan yang asli baru saja muncul, dan dia lah yang menguasai tubuh Ayah semalam” jelas Dinda.
“Maksudnya?” tanya Hamdan kebingungan.

Dinda menceritakan tentang semua yang sudah dialaminya, sejak pertama dia datang ke rumah ini sampai kejadian semalam.
“Serius kamu Din?” tanya Hamdan tidak percaya.

“Sekarang, Pak Hamdan tahu kan nyawa siapa saja yang dia incar? Untuk itulah kakek pergi ke Lembah Pati” ujar Dinda.
“Baik, saya mengerti. Selama Pak Kusno pergi biar saya yang menjaga kalian” kata Pak Hamdan beranjak dari tempat duduknya.

“Pak,...” panggil Dinda
“Kenapa Din?” tanya Hamdan menghentikan langkahnya dan menengok ke arah Dinda.

“Tolong jangan beritahu Ayah ya” pinta Dinda.

Seolah mengerti alasan Dinda, Hamdan hanya mengangguk dan menuju kamar Ahmad.
*****
Seharian ini Dinda begitu khawatir, pikirannya bercabang antara keselamatan mereka yang ada di rumah dan Pak Kusno yang sekarang entah bagaimana kondisinya.
“Pak Kusno belum ngasih kabar Mbok?” tanya Dinda,

“Belum Din, mungkin sekarang masih perjalanan. Setahu Simbok butuh waktu 7-9 jam untuk sampai di tempat itu” jawab Mbok Marni.
Dinda mengangguk, namun jelas sekali Mbok Marni melihat kalau cucu perempuannya itu khawatir.

“Kamu sudah memberitahu Hamdan?” tanya Mbok Marni.
“Sudah Mbok, tapi Dinda tidak memberitahu kalau Sengkolo tidak bisa masuk ke kamar Dinda” ucap Dinda lirih.
“Kenapa?” tanya Mbok Marni penasaran,

Dinda menggeleng, “Tidak, Dinda tidak mau tidur sekamar dengan orang yang bahkan belum Dinda kenal sepenuhnya. Masih banyak hal aneh yang bisa terjadi di rumah ini” ucap Dinda pelan, menengok ke arah pintu.
“Kamu curiga Hamdan melakukan sesuatu?” ucap Mbok Marni tak kalah pelan.

Ia mengangguk, “Dinda cuma merasa ada yang aneh dengan semua ini. Jauh lebih baik kita tetap waspada kan, Mbok?” timpal Dinda.
“Benar, apalagi seperti sekarang saat kakekmu tidak berada di rumah” ucap Mbok Marni.

Setelah perbincangan singkat dengan Mbok Marni, Dinda menuju kamar Ahmad. Namun saat berada di depan pintu dia mengurungkan niat untuk masuk ke dalam.
“Harusnya bukan seperti ini. Kamu tahu kan resikonya, aku tidak ingin kehilangan anakku” ucap Ahmad

“Maaf, aku tidak menyangka kalau sosok wanita itu yang menjaga kalian” kata Hamdan.
Dinda mencoba terus mendengarkan pecakapan Ayahnya dan Pak Hamdan, sampai-sampai dia harus menempelkan telinganya ke pintu kamar.
“Aku juga baru tahu dari Pak Kusno, dan bodohnya justru kita berusaha mengusir wanita itu” ucap Ahmad.
Jantung Dinda berdetak lebih keras, dia benar-benar tidak menyangka kalau Ayahnya juga suka bermain hal gaib seperti ini.
“Kita cari cara lain, Mad. Siang ini aku akan coba pergi ke rumah Mbah Wiryo” ucap Hamdan.

Dinda segera pergi dari depan kamar ayahnya ketika mendengar langkah kaki yang mendekati pintu.
Dalam kepanikannya, tanpa sadar Dinda justru masuk kedalam kamar kakeknya, beberapa kali dia memandang ke arah cermin tua yang ada di sudut ruangan.
Kini sudah tidak ada lagi sesajen yang ditaruh di bawah cermin itu, namun Dinda masih bisa mencium aroma dupa dan kemenyan dari dalam kamar itu.
Dinda memandangi cermin itu, seolah terhipnotis, dengan langkah pelan, ia terus mendekat ke arah cermin. Dilihatnya bayangan dirinya lekat-lekat, senyumnya merekah. Dia benar-benar merasa memiliki wajah yang cantik.
Hingga tiba-tiba dia melihat ada sebuah tangan hitam dengan kuku panjang bergerak pelan dari samping menuju pundaknya, seolah tangan itu ingin memeluknya.
Sontak Dinda menengok ke belakang, tidak ia dapati siapapun. Saat kembali melihat ke arah cermin, seketika dia paham bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Dinda melangkah perlahan, tangan yang ada di cermin masih terlihat, namun di alam nyata tak ada siapapun di kamar itu selain dirinya.
Dinda terus melankah menjauhi cermin, bulu kuduknya sudah meremang hebat. Aroma dupa dan kemenyan juga semakin menyengat.
“Ihihihihi” Dinda terperanjat. Dia menoleh ke arah kamar mandi, jelas sekali terdengar suara tawa dari arah tersebut.
Tapi nyalinya menciut, dia tidak berani melihat siapa yang tengah menertawainya. Pikirannya benar-benar kacau, bagaimana mungkin mereka bisa berinteraksi sekuat itu di siang bolong seperti ini.
Brrruaaaakkk... pintu kamar tiba-tiba saja tertutup dengan kencang. Dinda yang kaget panik langsung berlari mencoba untuk membuka pintu itu.
Namun sia-sia, seolah ada orang yang mengganjal dari arah berlawanan, pintu tersebut bergeming tidak mau terbuka.
“Hmmm... sedhela maneh koe dadi siji karo aku, cah Ayu. Tak enteni anggonmu dadi bojoku” (Hmm... Sebentar lagi kamu akan jadi satu denganku, anak cantik. Aku tunggu kamu menjadi istriku) terdengar suara laki-laki yang menggema di kamar itu.
Dinda hanya menggelengkan kepalanya, air matanya juga sudah mulai membasahi pipinya. “Mbokk... Pak Hamdan... Tolong” teriak Dinda sambil terus menggedor pintu kamar.
Ketakutannya bertambah, entah dari mana aroma itu berasal namun yang dia tahu, sosok Sengkolo sedang berada di dekatnya. Aroma bunga mawar yang sangat pekat mulai menyeruak indera penciumannya.
Dinda terus menggedor pintu kamar, bahkan sesekali dia menendangnya namun tidak ada kerusakan sama sekali.
Dinda meringkuk, telapa tangannya ia tangkupkan di kedua telinganya. Suara laki-laki asing itu terus saja memenuhi kepalanya.
“Metu...” (Keluar) terdengar suara wanita yang menyuruhnya keluar.

“Metu...” (Keluar) ucap wanita itu lagi, namun Dinda masih bergeming.
“METUUUUU” (Keluaarrrr) teriak suara wanita lantang. Dinda tersadar, ia mendongakkan kepalanya dan membuka pintu kamar kakeknya dengan tergesa.
Beruntung pintu itu bisa dibuka, dia segera keluar. Saat melangkah keluar itu lah, Dinda menyadari ada sosok wanita yang berdiri tidak jauh dari ranjang milik kakeknya.
“Ratmi” ucap Dinda lirih dan langsung membanting pintu kamar Sukmaadji, dan segera berlari menuju dapur.
“Din... kamu kenapa?” tanya Mbok Marni yang mendapati Dinda terlihat kacau.

Dinda hanya menggeleng, dia masih merasa syok dengan kejadian yang baru saja dia alami. Mbok Marni yang paham, segera menuntun cucunya masuk ke dalam kamarnya.
“Istirahat, biar simbok buatkan minum” ucap Mbok Marni melangkah pergi.

Dinda termenung, beberapa kali menggelengkan kepalanya dengan kuat, berusaha menyakinkan kalau semua ini bukan mimpi.
“Astaga, kenapa jadi kacau seperti ini” ucap Dinda meratapi nasibnya, bahkan dia mulai rindu dengan kehidupannya sebelum bertemu dengan Ahmad dan yang lainnya.
Cukup lama Dinda melamun, bahkan dia tidak menyadari kedatangan Mbok Marni.

“Din, apa yang terjadi?” tanya Mbok Marni
“Mbok, Dinda takut. Dinda takut semua ancaman yang dilontarkan demit itu benar-benar terjadi” ucap Dinda.

Mbok Marni mendekati Dinda dan segera mememelunya. “Ingat nduk, simbok sudah pernah bilang kalau hidup dan mati seseorang itu hanya milik Tuhan” ucap Mbok Marni.
“Iya, Dinda tahu tapi kalau setiap hari mendapat teror seperti ini juga rasanya Dinda tidak akan kuat, Mbok” kata Dinda mulai menangis.
“Kita bertahan sampai Kakekmu pulang dari tempat itu, baru saja dia mengabari kalau sudah sampai di desa yang dimaksudkan. Berdoalah semoga semua baik-baik saja” ucap Mbok Marni
Dinda beberapa kali menghela napas panjang, mencoba menguatkan dirinya. Dengan adanya kejadian siang ini, dia semakin yakin kalau teror dari Sengkolo masih akan berlanjut.
*****
“Din... bangun sudah ditunggu yang lain, makan dulu” kata Mbok Marni mencoba membangunkan Dinda.
Dinda menggeliat, badannya terasa begitu pegal. “Jam berapa ini mbok?” tanya Dinda tidak jelas.

“Sudah hampir jam 8 malam, Din. Buruan sudah ditunggu ayahmu itu” kata Mbok Marni.
Dinda bangkit dari tempat tidurnya, tidak menyangka bisa tidur selama itu, padahal tadi dia hanya berniat merebahkan tubuhnya sejenak.
“Sepuluh menit, Mbok. Dinda mandi sebentar” ucap Dinda menuju kamar mandi.
Mbok Marni yang melihatnya hanya menggelengkan kepala.
“Nah, akhirnya tuan putri sudah bangun” ucap Pak Hamdan saat melihat Dinda memasuki ruang makan.

“Duduk sini” ucap Ahmad tersenyum, Dinda berhenti mengamati wajah Ayahnya. Entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang tidak beres, senyum itu belum pernah ia lihat sebelumnya.
Dinda mengangguk, segera dia duduk di samping Ahmad. “Ayah pakai parfum?” ucap Dinda saat mendapati tubuh Ayahnya berbau bunga yang cukup menyengat.
Hamdan dan Mbok Marni seketika menoleh ke arah Dinda, “Parfum? Enggak, Ayah sudah lama tidak pernah pakai parfum” ucap Ahmad mencoba mencium kedua lengannya begantian.
“Sejak kapan kamu pakai parfum, Mad?” timpal Hamdan yang juga mencoba mengenduskan hidungnya di sekitar tubuh Ahmad.
“Memang kamu nyium bau apa, nduk?” tanya Ahmad memandang Dinda.

Dinda menggeleng, bibirnya tersenyum “Ternyata itu parfum punya Dinda” kata Dinda nyengir, namun dia menatap Mbok Marni penuh makna.
“Aneh kamu Din” ucap Pak Hamdan yang mulai mengambil makanan yang disediakan Mbok Marni.

“Malam ini, saya tidur di sini ya Mbok. Bisa minta tolong disiapkan kamar?” ucap Hamdan sambil mengunyah makanan.
“Ngapain? Mending pulang aja, Dan” timpal Ahmad, yang langsung menolehkan kepalanya kepada Hamdan.
“Kan Pak Kusno sedang pergi, jauh lebih baik ada laki-laki yang menjaga tempat ini kan, kecuali kalau kamu sudah bisa jalan sendiri, Mad.” Jawab Hamdan enteng.
“Terserah kamu lah, nanti malam kamu tidur di kamar Ayah aja ya, Din” pinta Ahmad

Glek... Seketika Dinda tersentak, tidak menyangka kalau sang ayah memintanya untuk tidur di kamarnya.
“T—tapi Yah” ucap Dinda

“Malam ini Dinda mau tidur sama saya. Kamu juga sudah besar, jangan minta aneh-aneh” ucap Mbok Marni tegas.

“Ah memangnya kenapa? Dinda juga anak ku. Tidur bareng juga tidak masalah kan?” tanya Ahmad.
“Ya kalau umur Dinda masih balita tidak masalah, sekarang dia sudah dua puluh tahun, di luar sana tidak ada orang tua yang mengajak anak perempuannya tidur bersama, terlebih dia seorang laki-laki” ucap Mbok Marni lantang.
Ahmad kebingungan, “Memangnya ada aturan begitu ya, Dan?” tanya Ahmad kepada Hamdan.

“Normalnya sih seperti itu, kalau kamu kan tidak normal sejak dulu” cemooh Hamdan.
“Kalau aku tidak normal, tidak mungkin Ajeng bisa punya anak” kata Ahmad dengan suara meninggi.

“Bukan anu mu yang tidak normal, tapi kepala mu yang tidak normal. Di mana ada orang tua sudah bangkotan minta sama anak gadisnya untuk tidur bersama” ucap Hamdan.
Dinda dan Mbok Marni hanya diam dan menggeleng, mereka paham kedua manusia ini akan terus mececar satu sama lain.

“Lo, mau kemana Mbok?” tanya Pak Hamdan saat Mbok Marni beranjak dari kursinya.
“Nyiapin kamar untuk kamu” ucap Mbok Marni sebal.

“Dinda ikut mbok” kata Dinda yang juga jengah mendengar keributan yang ditimbulkan oleh Ayahnya dan Pak Hamdan.
“Emang sudah selesai makannya?” tanya Ahmad.

“Udah dari tadi. Makanya jangan berantem terus, sampai ruang makan saja jadi bising” ucap Dinda langsung beranjak dan mengikuti Mbok Marni kearah kamar tamu.
“Mbok, sepertinya makhluk itu masih ada di dekat Ayah” ucap Dinda lirih menatap ke arah ruang makan.

“Karena bau yang kamu cium tadi?” tanya Mbok Marni.
Dinda mengangguk, dia sengaja mengejar Mbok Marni agar bisa membicarakan hal ini.

“Malam ini, kamu tidur sama Simbok. Biar saja nanti Hamdan tidur di kamar tamu” ucap Mbok Marni sebal.
Dinda mengerutkan dahinya, “Kenapa memangnya Mbok?” tanya Dinda saat mendapati nada bicara Mbok Marni terlihat sebal.
“Gapapa Din, bukan Simbok tidak suka sama Hamdan. Tapi laki-laki itu kadang suka menghasut Ayahmu. Liat saja nanti, pasti ada kejadian yang tidak enak” ucap Mbok Marni.
“Maksudnya?” tanya Dinda penasaran.

“Dia dulu yang mengusulkan kepada Ahmad untuk menghancurkan cermin yang ada di kamar Sukmaadji. Untung saja Pak Kusno dan Pak Sukmaadji berhasil menghalau Ahmad, kalau tidak, nyawa kamu pasti sudah tidak tertolong” ucap Mbok Marni.
“Dinda tidak terlalu kenal dengan Pak Hamdan, tapi memang terlihat orangnya sok tahu sih” ucap Dinda terbawa suasana.
“Benar kan, Simbok jua sering kesal dan heran, kok bisa Ahmad berteman dengan manusia seperti itu” geram Mbok Marni.
Pyaarrrr.... Mbok Marni dan Dinda tersentak bersamaan, mereka mendengar suara piring yang dibanting dengan kuat.
“Kenapa itu, Mbok?” tanya Dinda khawatir jika Ayahnya dan Pak Hamdan berkelahi di dapur.

“Enggak tahu” kata Mbok Marni yang langsung menggandeng tangan Dinda.
Perlahan mereka berjalan ke arah dapur. “Gila kamu, Mad” teriak Hamdan.

Dinda mengencangkan pegangannya, firasat buruk tiba-tiba saja muncul di dalam hatinya.
“Mbok,” kata Dinda pelan, Mbok Marni hanya menggeleng dan menempelkan telunjuknya ke bibir.
Dinda menurut, mereka terus berjalan ke arah Dapur,

“Mad, sadar... Gila kamu” teriak Hamdan yang sudah terduduk di lantai
“Opo? Aku mung kepengen nagih janjiku, tapi malah mbok usir” (Apa? Aku cuma ingin menagih janjiku, tapi malah kamu usir) ucap Ahmad.
Seketika Dinda merinding hebat, kekhawatirannya benar-benar terjadi. Sosok Sengkolo kembali merasuki Ahmad.
Dinda mencoba mengintip ke arah dapur agar pandangannya bisa lebih jelas. Dia mendapati Pak Hamdan sudah terduduk di lantai, darah segar mengalir dari lengan kanannya.
“Sopo koe?” (Siapa kamu?) tanya Hamdan keras.

Ahmad tidak menjawab, dia terus mendekat ke arah Hamdan, “Nek ra pengen mati, ra usah melu-melu” (Kalau tidak ingin mati, tidak usah ikut-ikut) ucap Ahmad yang langsung berbalik.
Buru-buru Dinda menarik kepalanya ke belakang, kepanikan melanda batinnya. Sebentar lagi pasti Ayahnya akan melewati ruangan di mana Mbok Marni dan dirinya berdiri.
“Mbok, ayo” ucap Dinda panik, namun seperti terkena sirep, Mbok Marni pun diam mematung, kepalanya terus menggeleng.
Suara langkah Ahmad semakin mendekat, hanya tinggal beberapa langkah lagi sampai di tempatnya berdiri.
Ahmad melihat Dinda dan Mbok Marni berdiri di pojokan ruangan, tanpa sepatah kata pun, dia hanya tersenyum kemudian berjalan menuju kamar Sukmaadji.
Dinda menghela napas lega, dan menarik Mbok Marni menuju tempat Pak Hamdan.
“Pak, bagaimana keadaan Bapak?” tanya Dinda pada Pak Hamdan.
Pak Hamdan mengerang, “Ahmad sudah gila, tiba-tiba saja dia mau membunuhku” ucap Hamdan menahan rasa sakit.
Mbok Marni yang tersadar, langsung berdiri mengambil perlengkapan obat yang ada di rumah itu.
“Itu lah yang saya ceritakan tadi pagi, itu bukan Ayah. Dia sedang dirasuki sosok yang menjadi ingon-ingon keluarga ini” ucap Dinda.
“Bagaimana kamu bisa tahu?” tanya Hamdan penasaran.
Dinda menghela napas sekali lagi, “Ayah sedang lumpuh Pak, bagaimana dia bisa berjalan dengan normal?” tanya Dinda tidak sabaran.
Seketika Hamdan baru menyadari ada yang tidak beres dengan kelakuan Ahmad.

“Lebih baik bapak pulang malam ini, saya dan Mbok Marni akan aman. Tapi kalau bapak masih di sini, --
saya tidak tahu apa lagi yang akan terjadi nanti malam” ucap Dinda sambil terus menoleh ke arah pintu dapur.
“Tapi, bagaimana kalau Ahmad mengamuk lagi? bisa jadi dia tidak sadar dengan apa yang sedang dilakukan” ujar Pak Hamdan.
“Percaya sama Dinda, tidak seharusnya saya memanggil Bapak ke rumah ini” desak Dinda.

Hamdan memejamkan matanya, jelas tidak mungkin meninggalkan Dinda dan Mbok Marni sendirian di rumah ini.
“Tidak, biar saja aku di sini. Setidaknya aku tahu apa yang sedang terjadi” kata Hamdan.

Belum sempat Dinda membalas ucapan Pak Hamdan, Mbok Marni datang dengan membawa kotak obat di tangan kanannya.
“Kamu mendingan pulang” kata Mbok Marni sembari mengobati luka di lengan Pak Hamdan.

“Tapi tidak mungkin saya meninggalkan kalian berdua di sini. Apalagi Ahmad sedang dalam pengaruh setan seperti itu” ucap Hamdan ngeyel.
Beberapa saat mereka berdebat, “Baiklah, terserah kamu saja. Tapi setelah kamu masuk kamar, jangan pernah keluar sebelum pagi datang” ujar Mbok Marni kesal dan langsung menarik tangan Dinda.
Hamdan ikut bangkit, beberapa kali dia menoleh ke arah kamar Sukmaadji, dia tahu kalau Ahmad berada di dalam kamar itu.

“Kalian mau ke mana?” tanya Hamdan yang mendapati Mbok Marni dan Dinda berjalan masuk ke dalam kamar milik Dinda.
“Masuk ke kamar, mau ngapain lagi. Apalagi ada setan berkeliaran” jawab Mbok Marni.

“Lebih baik Pak Hamdan juga masuk ke kamar dan kunci pintunya. Kalau Ayah manggil sebaiknya diamkan saja” ucap Dinda tersenyum kecut, mencoba meminta maaf kepada laki-laki itu.
Hamdan hanya mengangguk dan segera masuk ke dalam kamar yang sudah disediakan. Dinda dan Mbok Marni pun segera masuk ke kamar.

-TBC-
Bagi teman-teman yang mau baca versi full tidak terpotong-potong bisa langsung mampir di karyakarya ya. Disana sudah sampai part 8 ya.

karyakarsa.com/netrakala/lebu…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Netrakala

Netrakala Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @netrasandekala

Jun 16
Akhirnya kita sampai di part akhir ya, terima kasih sudah mengikuti cerita ini dari awal hingga akhir.
Sebelum up minta tolong untuk bantu RT/QRT ya... untuk yang belum follow bisa follow terlebih dahulu biar ga ketinggalan cerita lainnya.
Untuk chapter 1 bisa di baca di Index dengan judul "Cerita Tentang Mereka"

Read 128 tweets
Jun 13
Halo teman-teman, malam ini kita up Labuh Mayit part 11 ya. Tapi sebelum lanjut minta tolong untuk RT/QRT sebanyak-banyaknya dulu ya. Buat yang belum follow bisa follow dulu biar tidak ketinggalan cerita-cerita lainnya.
Untuk chapter 1 bisa di baca di Index dengan judul "Cerita Tentang Mereka"

Read 125 tweets
Jun 11
A Thread-
Lebur Sukma - Sosok lain ( Part 6 )
@IDN_Horor @bacahorror_id @bacahorror
@menghorror @nasura2101 @benbela
@P_C_HORROR @RestuPa71830152
@Long77785509 @karyakarsa_id
@AgilRSapoetra

#bacahorror
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya.
Danke... Image
Halo teman-teman, hari ini kita lanjut lagi cerita Lebur Sukma ya. Sebelum kita lanjut, minta tolong untuk diramaikan dulu, dengan RT/QRT, like dan coment.
Cerita kita up nanti malam ya...
Bagi yang belum follow bisa follow terlebih dahulu, biar tidak ketinggalan cerita-cerita lainnya. Terimakasih
Read 166 tweets
Jun 9
A Thread-
Labuh Mayit - Palung Kematian ( Part10 )
@IDN_Horor @bacahorror_id @bacahorror
@menghorror @benbela
@P_C_HORROR @RestuPa71830152
@Long77785509 @karyakarsa_id
@AgilRSapoetra
#bacahorror

Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya. Danke... Image
Kita upload nanti aga siangan ya, bantu dulu untuk RT/QRT like dan coment. Biar teman-teman yang lain juga bisa ikut membaca ya.
Untuk chapter 1 bisa di baca di Index dengan judul "Cerita Tentang Mereka"

Read 88 tweets
Jun 7
A Thread-
Labuh Mayit - Sebuah Tujuan ( Part 9 )
@IDN_Horor @bacahorror_id @bacahorror
@menghorror @nasura2101
@benbela @P_C_HORROR
@RestuPa71830152 @Long77785509
@karyakarsa_id @AgilRSapoetra

#bacahorror
Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya. Danke... Image
Kita lanjut part 9 ya. Bagi teman-teman bisa bantu untuk RT QRT like dan coment biar yang lain juga bisa ikut membaca ya.
Untuk chapter 1 bisa di baca di Index dengan judul "Cerita Tentang Mereka"

Read 124 tweets
Jun 5
A Thread-
Lebur Sukma - Ratmi ( Part 5 )
@IDN_Horor @bacahorror_id @bacahorror
@menghorror @nasura2101 @benbela
@P_C_HORROR @RestuPa71830152
@Long77785509 @karyakarsa_id
@AgilRSapoetra

#bacahorror

Jangan lupa untuk RT, like dan coment ya. Danke... Image
Halo teman-teman. Maaf sudah menunggu cerita ini lama ya. Nanti jam 19.00 kita mulai update ya. Sebelumnya bantu untuk RT/QRT like dan coment ya. Biar teman-teman yang lain juga bisa ikut membaca. Bagi yang mau nitip-nitip dulu juga boleh...
Bagi teman-teman yang belum baca part sebelumnya bisa klik link di bawah ya...

Part 1 - Peninggalan ……
Part 2 - Kepingan Misteri
Read 179 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(