SimpleMan Profile picture
Jan 19 140 tweets 20 min read Read on X
BUHUL UTH-

sebuah pengiring dari serangkaian ketidaktahuan.

a thread Image
lama sekali saya gk menulis utas di sini, jadi maaf kalau tangan saya agak kaku, so langsung aja, dari serangkaian cerita yg saat ini tersimpan dalam memorry laptop saya, cerita ini memiliki bagian paling menarik, jadi nikmati saja ini sebagai bentuk rehat dari riuhnya tahun ini.
Juli, tahun 1998

Rumah itu masih terlihat bagus, meski pun desainnya terlihat seperti rumah tahun 60’an tapi temboknya terlihat masih kokoh, halamannya juga luas dengan banyak pohon besar tumbuh disekelilingnya termasuk satu pohon yg paling mencolok saat melihat rumah itu.
sebuah pohon beringin tua dengan sulur-sulur menjuntai sampai menyentuh tanah.

pohon itu tumbuh janggal tepat di depan halaman depan rumah, memberikan sensasi berbeda pada setiap orang yg melihatnya.
Lidya yg pertama mengatakannya saat dia sedang duduk di dalam mobil yg sedang melaju mulai memasuki pekarangan rumah, “niki nggon e pak?” (ini tempatnya pak?)

Pak Idris, bapak sekaligus kepala rumah tangga yg saat itu berada dibangku sopir mengangguk pelan,
sudut bibirnya tersenyum sembari memandang bangunan tua yg kelak akan mereka tinggali selama beberapa tahun kedepan sampai keluarga mereka bisa melewati krisis yg saat itu sedang melanda negeri.

rumah yg baru, hidup yg baru. pikir pria paruh baya itu.
“gede nggih pak omah e” (besar juga ya pak rumahnya) ujar Yusuf ceria, anak kedua di keluarga ini.

Mobil kijang hijau tahun 90’an itu pun berhenti tepat di depan rumah, rombongan keluarga pak Idris satu persatu mulai keluar dari dalam mobil, jumlahnya 4 orang dengan 1 bayi kecil
Pak Idris yg pertama manaiki anak tangga rumah besar itu, kalau diperhatikan dengan seksama, tampaknya rumah ini dulu dimiliki oleh orang yg sangat kaya, terlihat dari gaya arsitektur desainnya yg hanya orang-orang berduit saja yg bisa memiliki rumah dengan model seperti ini.
apalagi pada jaman itu, halamannya pun tampak luas dengan satu bangunan besar tinggi dan kokoh tepat di samping rumah yg menjadi daya tarik kalau pada
jaman itu tak banyak orang yg dapat melakukan hal ini, mungkin rumah ini bekas rumah pejabat atau pengusaha besar di jamannya.
namun yg jelas, rumah ini jauh dari permukiman penduduk desa, tak ada tetangga lain kecuali hamparan tanah perkebunan tembakau yg luas disepanjang jalan menuju ke rumah ini. Apa hal terlihat aneh? tentu saja tapi pak Idris tak begitu peduli dengan pada hal itu.
Dari dalam saku pakaian berwarna biru telur asin yg pak Idris pakai, ia mengambil kunci tembaga berbentuk semanggi yg diberikan oleh orang yg menjual rumah ini kepadanya.

Dengan langkah kaki yakin pak Idris kemudian mulai membuka pintu, melihat isi di dalam rumah itu.
suara derit pintu pun terdengar, “krieeek!!” baik pak Idris, Lidya, Yusuf, dan khair yg ada dalam pelukan bu Lidya, mulai berjalan masuk ke rumah tua itu, mereka melihat seisi ruangan yg ada didalamnya, aroma debu seketika tercium menandakan sudah lama rumah itu tak ditinggali.
“iki bekas omahe sopo yo mas, kok guede ngene” (ini bekas rumah siapa mas, kok besar sekali)

Pak Idris awalnya hanya diam saja, ia lebih tertarik pada banyaknya perabotan yg ditinggalkan di rumah ini, beberapa perabotan bahkan ditutup menggunakan kain berwarna putih.
“mas, temenan kene bakal nang kene, temen sampean oleh omah iki teko sisa tabungane dewe” (mas, bener kita akan tinggal di sini? Bener kamu dapat rumah ini dengan uang sisa tabungan kita?)

Pak Idris masih diam sebelum akhirnya dia menatap bu Diyah lembut, lalu mengangguk pelan.
tak lama beliau akhirnya bicara, “iyo, aku oleh omah iki rego ngisor, dadi awak dewe isok hemat tabungan, sisane isok gawe usaha” (iya, aku dapat rumah ini dengan harga murah, jadi kita bisa menghemat tabungan, sisa uangnya bisa dipakai untuk usaha)
Mendengar itu, sebenarnya bu Diyah sedikit menaruh curiga dengan jawaban pak Idris, karena rasanya tak mungkin kalau rumah sebesar ini bisa didapat dengan harga murah, rasanya itu hal yg mustahil apalagi ditengah masa sulit seperti ini,
namun bu Diyah tidak mau mengecilkan perasaan suaminya sehingga beliau kemudian memilih untuk diam, ia tak enak hati kalau harus mengatakan rumah ini terasa berbeda. Seperti ada yg membuat dirinya merasa tidak nyaman saat berada di dalamnya,
termasuk Khair, anak bungsu mereka yg masih bayi, sejak menginjakkan kaki di rumah ini, Khair tak berhenti menangis membuat bu Diyah merasa semakin tak nyaman. semoga saja ini hanya firasat ibu yg tak mau bayi kecilnya kenapa-kenapa, dan rumah ini bukan lah penyebabnya.
Lidya yg waktu itu sedang mengamati kain-kain putih yg menutupi perabotan peninggalan penghuni sebelumnya itu kini bertanya kepada pak Idris, “iki barang-barang e yo opo pak, digawe opo?” (ini barang barangnya gimana pak? mau kita apain?)
Pak Idris yg saat itu sedang menarik salah satu kain lain yg menutupi sebuah lemari tua dengan cermin menghadap kearah wajahnya kemudian berkata, “iyo jare perantara ne, rega sing dibayar wes mewakili barang sing onok ning jero omah, terserah kene arep disimpen opo dibuak"
(iya, kata perantaranya, harga rumah yang dibayar sudah termasuk barang yang ada didalamnya, terserah kita mau menyimpannya atau membuangnya)
Lidya terdiam sejenak mendengar kata pak Idris, ia lalu membuka satu kain putih lagu yg ada di tengah bagian ruang tamu, di sana dia menemukan piano kayu tua yg tampak sudah usang dan dipenuhi dengan debu, namun dari bagaimana Lidya mencoba menekan tuts piano,
tampaknya benda itu masih layak untuk digunakan, "piano iki oleh tetep ning kene yo pak" (piano ini boleh tetep di sini ya pak)

pak Idris hanya mengangguk pelan, sementara Yusuf berteriak kegirangan dari tempat lain saat dia menemukan salah satu kamar yg besar,
sudah lama anak itu menginginkan kamar untuk dirinya sendiri, kamar itu tepat berada dibalik tembok pemisah antara ruang tengah dan lorong rumah, Yusuf  pun berkata kalau di sanalah nanti dia akan tidur, dia pun segera memeindahkan semua barang-barang miliknya ke dalam sana.
Ditengah riang Yusuf yg sudah mendapat kamar sendiri, Lidya masih melihat keseluruhan rumah.

Rumah ini benar-benar besar dengan langit-langit yg tinggi sehingga terasa sejuk cenderung lembab. namun entah kenapa dibeberapa bagian Lidya cenderung merasa kalau ada yg mengawasinya.
Selain kamar Yusuf, Lidya menemukan 2 kamar lain yg berada di bagian depan dan satu lagi berada dibagian paling ujung lorong, anehnya entah kenapa koridor antara kamar Yusuf dan kamar kedua terlihat cukup panjang, tapi saat itu Lidya sedang tak mau memikirkan kejanggalan itu.
Lidya terus berjalan menyusuri lorong, kemudian dia menemukan bagian dapur dan kamar mandi yg sengaja dipisahkan, antara bilik toilet dan bilik untuk mandi, Lidya tidak mengerti kenapa dua ruangan yg sama dipisahkan oleh sekat tembok seperti itu. hal yg tidak umum pada tahun 90.
lalu, dibagian paling ujung rumah ini, Lidya bisa menemukan halaman belakang yg sayangnya saat itu dipenuhi semak belukar dengan pohon-pohon jambu biji yg tampak sudah tidak terawat, selain hal itu tak ada lagi yg bisa dilihat dari rumah tua ini.
Di-hari yg panas itu menjadi pengenalan singkat antara keluarga pak Idris dengan rumah baru yg akan mereka tempati. Tampaknya mereka akan merasa nyaman dengan rumah ini, setidaknya itu yg mereka pikirkan kecuali Khair, si bayi kecil yg masih saja menangis semakin keras.
Kini di rumah baru ini lah sekarang keluarga idris menggantungkan hidupnya, karena tak ada lagi uang atau tabungan yg banyak, pak idris sudah menentukan pilihannya sembari berharap ia bisa membangun ulang ekonomi keluarganya yg saat itu sedang dalam kondisi jatuh-jatuhnya.
Di tengah sore yg tenang itu, pak Idris kemudian duduk menikmati suasana rumah barunya sembari menyeruput kopi bersama bu Diyah yg berhasil menenangkan Khair setelah seharian bayi itu menangis tanpa tahu penyebabnya, mereka duduk berdampingan di kursi teras,
sesekali mereka berdua mengamati Lidya dan Yusuf yg sedang bermain di atas rumput halaman tak jauh dari pohon beringin tua, di sana lah baik pak Idris mau pun bu Diyah merasa janggal dengan kehadiran pohon itu, seolah memberi kemuraman untuk rumah ini,
disela waktu yg terus berjalan, bu Diyah masih tampak penasaran bagaimana pak Idris bisa mendapat rumah ini dengan harga yg semurah itu, pak Idris sendiri tidak tau pasti alasannya, karena yg dia temui saat akad beli rumah ini adalah makelar yg ditunjuk resmi oleh si pemilik,
dia menjanjikan kalau rumah ini dijual dengan harga dibawah pasaran karena pemiliknya sudah ingin melepas kepemilikan setalah 5 tahun tak kunjung laku karena letak geografisnya, pak Idris pun sudah memeriksa riwayat rumah ini dan dia tak menemukan ada yg aneh dengan rumah ini,
jadi waktu pertama dia melihat tawaran itu, dia yakin kalau rumah ini adalah rumah yg dia cari, inti pembicaraan yg ingin pak Idris sampaikan kepada isterinya adalah, ia membeli rumah ini dengan sah dan legal, surat-surat pun semuanya asli, hanya saja, pak Idris terdiam sejenak,
ia menatap kewajah isterinya, ia tidak mengerti kenapa rumah ini berada jauh di dalam seperti ini dan jauh dari permukiman warga desa, seolah rumah ini sengaja dibuat terasing sendiri, namun pak Idris tak mau ambil pusing, tapi bu Diyah meyakini kalau pasti ada penjelasannya.
Sore itu pun sudah berganti menjadi malam, saat itu Lidya sedang berdiri dipekarangan rumah sembari membawa lampu petromaks ditangannya,  gadis itu akan menggantung lampu itu di tiang rumah sebagai penerangan, namun entah kenapa dirinya baru menyadari kalau lingkungan rumah ini,
ternyata jauh lebih gelap dari yang dia bayangkan sebelumnya.

ada perasaan yg aneh saat berdiri ditengah kesunyian dan keheningan yg mencekam seperti ini, beberapa kali bahkan Lidya melihat ke sudut-sudut gelap pepohonan yg membuatnya begidik ngeri.
Cepat-cepat Lidya segera menggantung lampu petromax itu, saat ia menaruh setitik cahaya di teras rumah, mendadak perasaan aneh itu muncul kembali, gadis itu semakin merasa tidak nyaman, ia menoleh, mencari sesuatu yg membuat dirinya merasa takut,
ia menatap kesana kemari, namun tak mendapati apa pun, sampai pandangan matanya berhenti kearah sebuah pohon beringin tua yg berada tepat di halaman rumah. Entah kenapa, Sejenak ia seperti melihat sesuatu sedang berdiri di sana, sesuatu yg terlihat seperti siluet manusia.
hanya saja, cara dia berdiri tampak aneh dengan pakaian yg terlihat ganjil membuat gadis itu tidak bisa berhenti menatapnya, iya, Lidya bisa melihat pakaian yg sosok itu kenakan seperti pakaian pada jaman tentara pada masa penjajahan.
Lidya yg masih merasa tidak percaya dengan apa yg dia lihat lalu berjalan selangkah sembari memicingkan mata, beraharap ia tak salah dalam melihat figur itu yg kini seolah-olah menatap lurus ketempatnya, anehnya figur itu semakin lama terlihat semakin jelas,
Lidya bisa melihat topi tiga sisi di atas kepalanya, sebelum Lidya merasa semakin tidak nyaman seolah ada perasaan ngeri dan penasaran yg merasuk menjadi satu, tapi entah apa yg dia pikirkan saat itu, Lidya justru memilih untuk mendekatinya, sebuah keputusan yg buruk-
bagi seseorang yg belum mengenal pasti tempat ini. Lidya terus menatap dan melihat figur itu, namun anehnya sosok asing itu kemudian mengangkat tangan kanannya lalu menunjuk kearah dirinya, iya figur itu benar-benar menunjuk dirinya seolah memberi sebuah pesan,
Lidya terdiam lama, ketakutan, sebelum ia tersentak saat seseorang tiba-tiba menyentuh sendi bahunya.
Bu Diyah sudah berdiri dibelakang Lidya sembari menatap Lidya dengan tatapan aneh, ia khawatir karena tak kunjung melihat Lidya kembali, wanita paruh baya itu kemudian mengikuti kemana pandangan mata Lidya sebelumnya, tapi wanita itu tak menemukan apapun,
kecuali halaman kosong, Bu Diyah kemudian ingin bertanya kepada gadis itu tapi wajah Lidya tampak pucat pasi seperti baru saja melihat sesuatu yg mengerikan, Lidya pun melenggang pergi lalu masuk ke dalam rumah. Setelah Lidya memastikan bahwa figur itu sudah menghilang.
Pak Idris sedang mengelap salah satu meja dari bahan kayu jati murni peninggalan penghuni sebelumnya, pria itu masih berpikir kenapa perabotan sebagus ini bisa ditinggalkan begitu saja di rumah ini,
selain itu jika ia memikirkan apa isterinya katakan, harga rumah ini memang terasa tidak masuk akal, tapi pria itu mencoba menepis segala pemikiran janggal itu, bagaimanapun dia ingin memulai semua ini dari awal.
Ditengah pemikiran liar mengenai rumah ini dan segala perabotan bagus yg ada di sini, pak Idris tak sengaja membuka salah satu laci dibalik meja kayu jati itu, di sana laki-laki paruh baya itu menemukan sesuatu, sebuah pigura antik dengan foto hitam putih.
Pak Idris terdiam sejenak, ia lalu mengambil benda itu dan melihatnya lekat-lekat, dalam pigura antik itu pak Idris melihat sebuah foto anggota keluarga terdiri dari pasangan suami isteri dengan tiga anak perempuannya, setidaknya itu yg pak Idris lihat,
dari segi pose tampak tak ada yg aneh dari foto keluarga itu kecuali kalau diperhatikan dengan seksama, garis wajah orang-orang yg ada di dalam foto tampak seperti orang yg berekspresi datar, pak Idris hanya membatin dalam hatinya, apa orang-orang ini adalah penghuni sebelumnya,
namun kalau dilihat dari tahun kapan foto ini diambil rasanya itu waktu yg sangat jauh dengan tahun sekarang karena dalam foto itu tertulis tepat dibawahnya, tahun 1923.
itu berarti, jauh sebelum pak Idris tinggal di rumah ini, dan mungkin saja rumah ini sudah berganti generasi, pertanyaannya siapa penghuni sebelumnya yg meninggalkan benda-benda ini, entah kenapa hal ini menarik perhatian pria paruh baya itu.
pak Idris kemudian kembali dan mengamati isi foto itu sekali lagi, dan di sana pak Idris menemukan detail yg lain, dia menemukan sesuatu yg tampak terasa janggal di dalam foto itu,
dia melihat ada sesuatu yg tampak aneh, namun entah benar atau tidak kalau diperhatikan dengan seksama dibelakang foto keluarga itu tampak ada sesuatu seperti siluet figur seorang wanita yg tampak melotot kearah kamera, rambut wanita itu panjang menutupi sebagian wajahnya,
hanya saja, kenapa posisi wanita itu seolah dengan sengaja ditutupi oleh sebagian besar keluarga di dalam foto ini. Entahlah, pak Idris pada akhirnya memilih membawa foto itu dan menyimpannya ke dalam kamar miliknya, jauh dari siapa pun yg bisa saja menemukannya.
Di dalam kamar paling belakang, saat itu Lidya sedang menatap cermin di meja rias, ia masih memikirkan apakah tadi dia benar-benar melihat figur seseorang tengah berdiri di bawah pohon beringin tua itu atau semua itu hanya halusinasinya saja,
namun Lidya yakin kalau sosok itu memang ada di sana dan seperti sedang menunjuk ke arah dirinya. Lidya pun bangkit dari tempat duduknya lalu melangkah naik ke atas ranjang, sejenak ia merasakan lembutnya ranjang peninggalan penghuni sebelumnya,
sejujurnya tinggal di rumah baru ini tak terlalu buruk, selain tenang dan jauh dari hiruk pikuk orang, Lidya menemukan kenyamanan lain, ia tak perlu berpura-pura untuk bersosialisasi karena rumah ini tak memiliki tetangga di kanan kiri.
hanya saja entah kenapa ada bagian di dalam rumah ini yang membuat dirinya sedikit merasa tidak nyaman. Lidya mencoba untuk memejamkan mata saat dirinya sedang tidur, sebelum tiba-tiba ia terbangun diikuti derit suara pintu kamarnya yang terbuka dengan sendirinya,
Lidya pun bangun lalu melihat pintu terbuka itu yg menunjukkan gelapnya lorong rumah, aneh, pikir Lidya, siapa yg baru saja membuka pintu yg sudah jelas-jelas dia tutup.
lama Lidya memikirkan hal itu tiba-tiba dari arah samping tak lorong, entah darimana datangnya tiba-tiba dari gelap lorong, Lidya bisa mendengar  suara gelak tawa anak kecil dengan pakaian lama tahun 60'an, ia berlari dengan sepatu karet, seketika Lidya bangkit dari tempatnya.
Lidya sempat berpikir jika itu pekerjaan adiknya Yusuf, namun setelah apa yg baru saja dia lihat tampaknya itu memang bukan lah adiknya, Lidya pun berteriak, bertanya siapa yg baru saja melintas di depan kamarnya, anehnya, tak ada jawaban yang Lidya dapat saat itu,
kecuali, keheningan lorong rumah yg terasa kian sunyi, Lidya pun turun dari atas ranjang lalu berjalan pelan menuju kepintu, namun, suasana rumah itu begitu hening, tak ada suara apa pun, Lidya sempat melihat kearah jam di atas meja yg menunjukkan pukul 22.34,
kini, ia bertanya-tanya dengan apa yg baru saja terjadi, Lidya melihat sekali lagi ke lorong rumah itu, namun ia tetap tak mendapati apapun berada di sana. Lidya pun kembali masuk kedalam dan mengunci rapat-rapat pintu kamarnya.
Di lorong yg gelap itu bu Diyah membawa lampu petromax di tangannya, ia berniat ke kamar mandi untuk menuntaskan hajatnya. Sejenak saat wanita itu tengah menyusuri lorong tempat kamar Yusuf dan Lidya, ia merasakan sedikit perasaan yg aneh, untuk ukuran dua kamar yg bersebelahan,
seharusnya lorong itu tak sepanjang ini, namun bu Diyah sedang tak ingin memikirkan hal itu.

Malam itu rupanya lebih sunyi dari biasanya, tak terdengar suara binatang malam apapun disekitar rumah ini.
hanya suara langkah kaki bu Diyah yg terdengar menggema di sepanjang lorong sebelum tiba-tiba bu Diyah merasakan sesuatu seperti ada yg membuntutinya, “tap tap tap tap tap tap”

bu Diyah yg merasakan itu sempat berhenti.
ia sangat yakin kalau memang ada yg berjalan dibelakangnya, seketika bu Diyah berputar dengan cepat dan menyinari lorong itu dengan lampu petromaks yg dia bawa namun, aneh dia tak menemukan siapapun berada di sana.
Perasaan tidak nyaman tinggal di rumah ini kembali dan semakin lama terasa semakin kuat, seolah olah bu Diyah dan keluarganya tak tinggal seorang diri  di rumah ini.
Untungnya. Bu Diyah berhasil sampai ke kamar mandi, bagian kamar mandi di rumah ini memang bagian yg paling berantakan, mungkin karena sudah lama tak pernah digunakan, terdapat dua bilik terpisah dalam bagian ruang untuk membasuh badan dan membuang kotoran,
bu Diyah lalu melangkah masuk ke bagian buang air besar, ia berjongkok setelah membuka celana dalam, dengan lampu petromaks yg tergantung di atas paku yg menancap pada tembok bagian dalam, bu Diyah masih bisa merasakan perasaan tidak nyaman saat tinggal di rumah ini,
sebelum, “grujuuuk grujuuuk” dari arah samping tiba-tiba terdengar suara seseorang sedang menuang air bak mandi, bu Diyah yg mendengarnya kemudian mencoba memberanikan diri untuk bertanya, siapa yg ada di sampingnya, awalnya hening, tak ada suara siapa pun yg menjawab,
namun bu Diyah yg penasaran kembali bertanya dengan nada suara yg lebih keras, “sopo yo sing ono nang sebelah?” (siapa ya yg ada disebelah?)
Masih terasa hening, bu Diyah mulai hilang kesabaran ia bersiap untuk berdiri lalu membuka bagian pintu tempatnya membuang hajat, sebelum, tiba-tiba siapa pun yg ada di samping tempat itu menjawab, “iki aku bu, Lidya”
Bu Diyah terdiam sejenak, suara itu memang terdengar seperti suara anaknya Lidya, “awakmu lapo nduk, bengi-bengi nang jeding”

“ngeresiki pasuryan bu” (membilas wajah ku bu) jawab suara itu,
Bu Diyah pun tak bertanya lagi, sementara di kamar mandi yg berada disampingnya guyuran air terdengar semakin sering, setelah bu Diyah selesai dengan urusannya, ia mengambil lampu petromaks itu kemudian keluar dari dalam bilik toilet untuk melihat Lidya yg masih mengguyur air,
ke lantai kamar mandi, namun sejenak dia merasakan perasaan aneh, entah kenapa rasanya ada yg salah, maka bu Diyah mengetuk pintu itu untuk memberitahu Lidya saat ini bu Diyah sedang menungguinya di luar bilik kamar mandi, namun aneh, bu Diyah tak mendengar jawaban apa pun-
-dari dalam bilik kamar mandi, merasa ada yg salah dengan semua ini, bu Diyah lalu mengetuk pintu, berharap anaknya akan keluar dari sana, disitulah keanehan kian terjadi dimana saat bu Diyah sedang mengetuk pintu, dengan sendirinya pintu itu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya,
namun di sinilah letak ketakutan bu Diyah, dimana dia tak melihat siapa pun berada di dalam sana, terkecuali gayung yg sedang mengapung di dalam bak air batu yg menunjukkan riak tanda bahwa ada yg baru saja menggunakan gayung itu. tapi, siapa?
Bu Diyah pun melesat pergi meninggalkan tempat itu.

Beliau bersiap untuk kembali secepatnya ke kamar, dia yakin kalau dia tadi mendengar suara Lidya tapi bagaimana mungkin gadis itu tiba-tiba menghilang begitu saja saat dia sedang memeriksanya, apa yg sebenarnya terjadi,
apa mungkin Lidya sudah kembali ke kamarnya, entahlah namun yg jelas saat ini bu Diyah sedang melangkah buru-buru untuk cepat kembali ke kamarnya, sebelum sesaat dari arah belakang terdengar sayup-sayup suara anak-kecil sedang bersiul, bu Diyah berhenti sejenak,
ia lalu mengarahkan lampu petromaks yg dia bawa ke lorong gelap itu, namun tak ada siapa pun di sana, bu Diyah kembali melangkah lebih tergesa-gesa lagi, anehnya siul itu terus dan terus terdengar menggema disepanjang lorong membuat bu Diyah diselimuti perasaan yg semakin takut,
apa ini dan kenapa ini menimpa dirinya, bu Diyah terus berjalan cepat berusaha mengabaikan suara siulan itu, sebelum tiba-tiba sesaat ketika bu Diyah akan melintasi kamar Yusuf anaknya, dari arah samping pintu tempat kamar Yusuf berada, tiba-tiba derit suara pintu terdengar,
bu Diyah terdiam sejenak, menatap kearah kamar anak itu. Suara siulan seketika tiba-tiba lenyap, Wanita itu kemudian mendekat untuk memeriksa keadaan anaknya yg ada di dalam kamar, untungnya saat itu Yusuf sedang terlelap dengan posisi tidur paling nyenyaknya,
merasa tidak ada yg aneh dengan anaknya, bu Diyah bersiap menutup kembali pintu itu saat tiba-tiba Yusuf yg sedang tidur kemudian bangun lalu duduk dan menatap kedepan, bu Diyah termangu sejenak, bingung, apakah Yusuf anaknya sedang mengigau,
tak berselang lama Yusuf kemudian tertawa, suara tawa bocah itu terdengar mengerikan, hal ini sempat membuat bu Diyah takut, sebelum bocah itu dengan ganjil menoleh menatap bu Diyah yg sedang berdiri dimuka pintu, tak berselang lama bocah itu menunjuk tepat kearah bu Diyah,
bu Diyah yg tidak mengerti maksud dari anaknya ini kemudian menoleh, berbalik melihat apa yg ada di belakangnya, saat itu lah wanita paruh baya yg malang itu mendengarnya dengan jelas, jeritan suara anak-anak yg mengejutkan dirinya.
“MINGGATO TEKO OMAH IKI!!!!!”  (PERGI DARI RUMAH INI!!!!!).
Lampu petromax yg dibawa oleh bu Diyah seketika jatuh dan menghantam lantai hingga pecah, membuat lorong itu mendadak menjadi gelap total, namun bu Diyah tidak akan pernah lupa saat-saat terakhir sebelum cahaya petromaks lenyap, ia sempat melihatnya,
wujud anak-anak kecil yg mungkin seumuran dengan Yusuf, mereka tengah berdiri sembari memeluk kepalanya yg buntung.

seluruh kepala anak-anak itu menyeringai tepat kearahnya.
pagi itu, pasar tampak ramai, bu Diyah sedang berdiri memandang kearah sepotong kepala ikan yg baru saja dipotong oleh penjualnya, sorot mata wanita itu kosong, ia masih terbayang-bayang sosok anak-anak kecil yg dia lihat, menyeringai kearahnya dengan kepala ditangan mereka.
apakah itu nyata?

bu Diyah masih tidak begitu yakin, karena sesaat setelah melihat anak-anak itu, terdengar langkah kaki pak Idris datang karena mendengar suara pecahan dari lampu petromaks, pak Idris kemudian bertanya namun bu Diyah memilih untuk menyimpan semuanya sendirian.
"lapo to buk? gak biasane ibuk gak ngomong opo-opo pas belonjo ngene?" (kenapa sih bu? tidak biasanya ibu gak ngomong apa-apa pas belanja begini?) tanya Lidya khawatir, bu Diyah hanya tersenyum lalu kembali melanjutkan aktifitasnya di pasar yg kian ramai itu.
di rumah pak Idris sedang mendorong dan memasang beberapa perabotan berat, beberapa kali suara dari perabotan-perabotan yg digeser terdengar, sementara di dalam kamar, ada Khair yg masih bayi sedang tertidur lelap, ketika ke pasar, bu Diyah sudah menitipkannya Khair pada suaminya
di sinilah kejadian aneh terjadi, saat pak Idris sedang fokus memasang bagian bawah meja yg membuatnya tidak seimbang sejenak dia seperti mendengar suara pintu terbuka, "krieeeeet"

pak Idris berhenti sejenak, lalu berteriak, "dek awakmu wes muleh?" (dek, kamu udah pulang?)
namun, hening, tak ada jawaban apa pun, pak Idris pun terdiam sejenak, menoleh kearah pintu rumah tapi anehnya, tampak pintu depan masih tertutup rapat seperti sebelumnya, lalu darimana suara pintu tadi terdengar, merasa ada yg janggal, laki-laki itu berdiri lalu menoleh,
ia dapati kalau saat itu pintu kamarnya sedang terbuka, padahal sejak tadi bukan kah pak Idris sendiri yg menutupnya karena Khair saat ini sedang tidur di dalam sana, ragu dengan firasatnya, pak Idris memanggil nama anaknya, Yusuf, namun lagi-lagi tak ada suara yg menjawabnya,
pak Idris kini berdiri di muka pintu kamar, ia sempat menoleh kearah belakang tempat lorong rumah yg panjang, tak ada siapa pun di sana kecuali dirinya sendiri namun kenapa pria itu baru menyadari kalau rumah ini terasa begitu lenggang, begitu kosong, begitu mencekam.
ia melihat ke dalam kamarnya, tempat ranjang tua dengan pelapis kain gorden yg tipis, yg melindungi Khair dari nyamuk dan serangga, pak Idris bisa melihat bayi mungil itu masih tertidur di sana, terlelap, tanpa ada siapa pun, lalu bagaimana pintu ini bisa terbuka seperti ini?
pak Idris pun kembali menutup pintu, setelah memastikan Khair anaknya masih berada di dalam sana, pria paruh baya itu pun berniat kembali dan mendorong bagian lemari agar menjauh dari ruang utama, namun baru beberapa saat pak Idris berjalan, suara pintu terbuka kembali terdengar
pak Idris berdiri di sana, memandang lurus bagian pintu terbuka itu, lalu menyadari kalau ada yg aneh sedang terjadi di sini.

sejujurnya pak Idris bukan lah orang yg percaya dengan hal-hal supranatural namun entah kenapa pada pagi ini, bulukuduknya sempat merinding luar biasa,
pak Idris kembali menutup pintu, memastikan bahwa bagian engsel dari pintu kamarnya tak rusak, setelah dia pastikan bahwa tidak ada yg salah dengan bagian pintu itu, ia kembali, namun di sini lah hal yg semakin membuat pak Idris bingung terjadi, sesaat ketika pintu itu tertutup,
tiba-tiba saja, tepat dari dalam kamar, pak Idris bisa mendengar suara itu dengan jelas, suara saat berkrieeeet pintu diikuti suara seorang perempuan, suara itu sempat terdengar ditelinga pak Idris,

"dekne seneng karo cah cilik.." (dia suka sama anak kecil..)
pak Idris yg tersentak di tempat dia berdiri seketika membuka pintu itu dengan keras diikuti suara Khair yg kemudian menangis, menjerit tiba-tiba, membuat pak Idris benar-benar kebingungan dengan apa yg baru saja terjadi, suara siapa yg baru saja dia dengar-
dan kenapa Khair tiba-tiba terbangun seperti ini, namun sekali lagi, pak Idris tak melihat siapa pun berada di sana, kecuali dirinya seorang diri yg ada di rumah ini, siang itu pun menjadi pengalaman yg kurang menyenangkan bagi pak Idris,
bu Diyah sudah kembali dari pasar, wanita itu langsung pergi ke dapur setelah meminta Lidya untuk menjaga Khair setelah pak Idris menjaganya sejak pagi, bagi wanita itu rumah ini sudah berbeda, ada bagian yg menakutkan tinggal di sini dengan dirinya, namun wanita itu masih diam,
ia belum siap untuk membagi apa yg sudah dia alami, suaminya pun bukan tipikal orang yg percaya dengan hal seperti itu, akan menjadi perdebadan yg keras untuk mereka menerima ini, apalagi mereka sudah tak punya cukup banyak uang untuk pindah dari tempat ini, tak ada pilihan lagi,
saat bu diyah mulai memasak air, sementara dirinya menumis sayur di dapur yg berada jauh di belakang rumah, samar-samar pandangan mata bu Diyah melihat kearah kebun yg ditumbuhi semak belukar dengan pohon-pohon jambu yg entah kenapa tempat itu terlihat begitu gelap dan lembab,
ada kengerian yg bu Diyah rasakan setiap kali melihat jendela yg langsung menghadap kesana, untuk itu lah, bu Diyah memasang gorden putih guna menyamarkan pemandangan itu, saat dirinya mulai memotong wortel yg ada di atas telenan, tiba-tiba samar-samar, bu Diyah bisa merasakan-
jika saat ini tepat dibelakangnya, ia merasakan seseorang sedang berdiri, bernafas tepat di bagian batang lehernya, nafasnya teratur namun dingin, ia tak bersuara tak juga berkata apa pun, cukup membuat wanita itu terdiam tak bergerak,
hentakan pisau ditangannya mulai melambat sementara perasaan dingin kian bu Diyah rasakan, bagian dirinya yg lain ingin dia menoleh dan melihat siapa yg ada dibelakangnya tapi bagian dirinya yg lain menolaknya, sementara dari lorong suara tangisan Khair anaknya terdengar samar,
bu Diyah dengan nafas memburu, meletakkan pisau itu, ia sudah memutuskan untuk melihat, sembari bibirnya mengucap doa-doa yg dia tahu, namun saat wanita itu menoleh dan melihat siapa yg berdiri di belakangnya, wanita itu terdiam, ia tak menemukan keberadaan siapa pun, kecuali,
wajahnya sendiri yg terpantul dari cermin yg ada di dapur, sejenak bu Diyah bisa bernafas lega sebelum dia menemukan wajah anak kecil sedang bersembunyi dibalik sekat tembok dapur setelah tersenyum kearahnya, anak itu pun berlari kesemak belukar yg ada di halaman belakang,
bu Diyah semakin yakin, kalau ada sesuatu yg mendiami rumah ini, sesuatu yg berhubungan dengan figur dan sosok anak-anak itu..

siapa anak-anak kecil itu?
Malam itu, setelah semua orang berada di kamar masing-masing, Lidya sedang bersiap untuk menyusun buku-bukunya, dia akan pindah ke sekolah yg tak jauh dari sini, semua sudah dia persiapkan termasuk berkenalan dengan orang-orang baru, saat Lidya sedang menyusun buku,
dia menemukan suatu kertas yg digulung dibalik sekat lemari kecil, Lidya yg penasaran dengan hal itu kemudian mencoba meraihnya, namun karena himpitan lemari yg terlalu menjuruk ke dalam, Lidya mendorong bagian luar dan mengambil kertas itu dari sana,
awalnya gadis itu mengira kalau kertas itu hanya bagian pengganjal agar lemari buku itu seimbang namun ada yg aneh pada warna kertas yg tampak lebih kuning dan kusam kalau dibandingkan dengan kertas biasanya, maka ia membuka lembaran-lembaran itu yg terdiri dari tiga lembaran,
Lidya menatap lembar pertama dan dia langsung dibuat bingung dengan maksud serta isi dari gambar kertas itu, terdapat aksara jawi dengan bentuk seekor lembu yg ditusuk dengan tombak, darahnya pun membentuk sebuah aksara,

aneh, batin Lidya saat melihatnya,
pada kertas kedua terdapat binatang babi masih dengan aksara jawi yg menggambarkan kalau binatang itu sedang disembelih oleh seseorang, di bawahnya ada bagian aksara yg lebih sulit untuk dibaca, namun tidak ada yg lebih mengerikan bagi Lidya selain apa yg dia temukan pada kertas-
-terakhir,

Lidya melihat seorang wanita tak berbusana yg diikat dengan bagian batang leher digorok membentuk aksara jawi yg mengerikan, saat melihat itu sejenak Lidya bisa mendengar suara gelak tawa dari perempuan-perempuan yg tiba-tiba muncul ditelinganya, Lidya pun tersentak
ia menoleh kebelakang dan mengamati suasana kamarnya yg mendadak terasa ramai namun mencekam, Lidya merasa kalau tadi di atas ranjangnya ada tiga anak perempuan sedang duduk di sana, memandanginya dengan senyuman yg aneh dengan batang leher berlumurkan darah,
Lidya kemudian kembali melipat kertas-kertas itu, meletakkannya begitu saja di atas meja, dia bisa merasakan ada sesuatu yg tak menyenangkan dibalik gambar-gambar itu, bahkan setelah apa yg terjadi, Lidya tak bisa berhenti mengatur nafas nya,
hari kian bertambah malam, bu Diyah masih membuka mata tak bisa tidur, disampingnya pak Idris juga tampak masih terjaga, ada yg ingin bu Diyah katakan kepada suaminya namun tersendat bahwa dia tak enak hati kalau dia mengatakannya, mungkin suaminya akan mengatakan kalau bu Diyah-
-terlalu terbawa suasana rumah ini, atau yg lebuh buruk suaminya akan menilai kalau bu Diyah adalah orang yg penakut, namun apa pun itu, bu Diyah masih diliputi keraguan, sementara pak Idris masih memikirkan kejadian siang tadi, perlu kah dia menceritakan hal itu ke isterinya,
laki-laki itu pun memutuskan untuk keluar sekedar menyesap rokok yg dia miliki, ia berharap bu diyah bisa tidur lebih dulu, saat pak Idris sedang duduk di ruang tengah, menyesap sebatang rokok, ia mengambil foto yg dia temukan tempo hari sekali lagi,
entah kenapa dia masih penasaran dengan sosok wanita yg bersembunyi diantara satu keluarga besar, kenapa foto ini diambil dengan cara seperti ini, meski pun hal ini sebenarnya tak begitu berguna bagi hidup pak Idris namun ia masih saja tak bisa melupakan kejanggalan ini,
saat itu lah manakala ketika jarum jam menunjukkan pukul tengah malam dan pak Idris masih menyesap satu batang terakhir, ia dikejutkan dengan satu tuts nada piano yg entah ditekan oleh siapa, "tung"

pria itu menoleh, melihat sekitar, wajahnya kebingungan, ia yakin mendengarnya,
pak Idris berdiri menatap alat musik itu yg memang sengaja dia letakkan disudut ruang tengah atas permintaan Lidya anaknya, ketika pria itu berjalan mendekati alat musik itu, ia menatapnya dan memastikan bahwa apa yg baru saja dia dengar tak berasal dari sini,
sesekali ia menekan tuts pada piano, menimbulkan suara yg memecah keheningan malam itu, saat pak Idris merasa yakin bahwa piano ini tak mengalami kendala apa pun termasuk apa yg dia pikir bahwa alat ini rusak, pak Idris berniat meninggalkan ruang tengah, ia ingin segera masuk-
-ke kamarnya, namun sesaat setelah langkah kakinya bergerak beberapa langkah, dari sudut mata pak Idris ia sempat menangkap sesuatu, sesuatu seperti seseorang saat ini sedang duduk di atas kursi kecil tempat alat musik piano itu berada, pak Idris seketika menoleh,
namun sekali lagi sosok itu lenyap begitu saja, seolah pak Idris merasakan kalau ia terlalu lelah dengan apa yg terjadi pada hari ini, mungkin saja pikirannya sedang kacau sehingga menciptakan visual-visual yg terasa janggal, pak Idris pun berniat kembali sebelum ia melihatnya,
iya, dia melihat seorang wanita, wanita dengan gaun putih yg terasa familiar di dalam ingatannya, pak Idris pernah melihatnya, namun di mana, di mana, sosok itu berdiri menatap pak Idris dengan sorot mata kosong, ia mencoba bicara, mencoba berbicara kepadanya, namun pak -
Idris menyadari sesuatu, sesuatu yg tidak akan dia percaya, bagian batang lehernya tergores dengan berlumuran darah, sosok itu mencoba bicara, sebelum berteriak tanpa satu suara pun yg keluar, ia mencoba mencengkram pak Idris, namun pak Idris yg kepalang takut hanya tersungkur,
karena tak berselang lama sosok itu menghilang begitu saja, namun, pigura foto yg pak Idris bawa terjatuh di atas lantai dan menimbulkan suara pecahan kaca yg terdengar menggema di ruangan ini, pak Idris terdiam sejenak, menyadari kalau dibalik foto dalam pigura itu ada kertas-
yg terlihat aneh, sebuah kertas berwarna kekuningan kusam, pak Idris pun meraihnya lalu membukanya sejenak, di sana dia menemukan sesuatu, sebuah gambar yg dibuat dengan aksara jawi, gambar wanita dengan satu kaki terlihat bengkok, pak Idris pun menyadari kalau itu adalah BUHUL,
pak Idris yg secara kebetulan bisa membaca aksara itu sontak melafalkannya, dan dalam kalimat itu terdapat arti, "aku tidur di sini, di ruang yg tak bisa dilihat oleh mata, bangunkan aku dan semuanya akan berjalan dengan semestinya"

saat membaca hal itu, pak Idris menyadarinya,
dihadapannya, puluhan mungkin lebih banyak lagi, ia melihat anak-anak dengan berbagai usia berdiri dengan pakaian kuno berwarna putih kusam, mereka menatap pak Idris, menjerit tanpa suara, dan mereka menyebut sesuatu, terdengar seperti "UTH" sayangnya, setelah itu mereka lenyap,
siapa UTH yg mereka maksud?

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with SimpleMan

SimpleMan Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @SimpleM81378523

Feb 1, 2023
-Panggon-

Horror Story

@bacahorror_id #bacahorror Image
Sebelum memulai ceritanya, rasanya kangen saya sedikit terobati terutama saat memulai sebuah tread dengan tulisan judul dan fotonya, dan tentu saja mention @bacahorror_id dan hastag bacahorror yg sudah saya pakai sejak akun ini pertama berdiri.

semoga cerita pembuka ini cukup,
cukup untuk membuka rentetan cerita yg sudah saya siapkan selama saya mengistirahatkan diri ya. baiklah, malam ini, mari kita mulai ceritanya.
Read 61 tweets
Feb 1, 2023
Halo???
Lama sekali gak mampir ke burung biru, saat rehat dan beristirahat menjadi fokus paling utama.

tapi malam ini, setelah duduk merenung sebentar sambil melihat layar hp, ada kerinduan yg datang lagi.. gak tau kenapa rasanya kangen..

kangen buat punya tenaga nulis seperti dulu.
butuh waktu buat ngumpulin tenaga dan fokus bahkan untuk sekedar menulis pesan ini dilaman twitter saya, tapi rasanya kangen yg sekarang sudah tidak terbendung lagi,

jadi kalau ada yg masih terjaga sembari menatap layar handphone, pemanasan yuk,

pemanasan untuk satu cerita saya
Read 4 tweets
Oct 29, 2022
Kalau dalam Kejawen, ini disebut Renggati atau Renggat nang jero ati, yaitu saat kita melihat sesuatu terutama yg tidak pernah kita lihat visualnya sedang mencoba berinteraksi dengan kita, apa pun itu selalu ada maksud tersembunyi dan memang gak ada salahnya untuk berjaga-jaga.
seperti yg terjadi pada beliau ini, mungkin secara gak langsung si wanita berpakaian hijau ini sedang mencoba berinteraksi dan tentu saja ada sesuatu yg sedang dia inginkan.

dulu, si mbah melakukan Wijih, yaitu membaca petunjuk dengan meletakkan telur ayam kampung di dalam besek
kali aja mas @FazaMeonk mau melakukannya. hahahaha. tapi ya sekali lagi, yg di lakukan si mbah saya dulu itu untuk sekedar berjaga-jaga, karena kaum dari bangsa Jin memang sukar dipercaya, karena memang begitulah tugas mereka bahkan sampai di akhir zaman.
Read 5 tweets
Oct 9, 2022
Udah pernah nonton video yg dimaksud sama thread ini 2 tahun yg lalu, tapi sempet lupa sama cerita sampe akhirnya kemarin baca ulang lewat trit ini, trus kepikiran lagi.. hahaha, karena lagi nunggu kereta, coba saya tulis teori liar menurut pandangan saya..
di dalam cerita ini ada 8 karakter nama yg disebut dalam rentetan cerita ini, coba saya jabarin namanya satu-satu, Puteri, Bi Ida, bu Rana, Donny, Pak Budi, Munchkin ( seekor kucing), Dina (temen Puteri yg cuma disebut namanya?) dan terakhir tentu saja Mama.
dari awal, kita dikenalin sama karakter Puteri yg anaknya kaya tertutup tapi suka sekali cerita tentang hidupnya sama orang yg belum jelas statusnya lewat pesan hp, Doni.

Doni ini statusnya gak jelas, dibilang temen tapi dia gak tau rumahnya Puteri, tapi kok cukup akrab.
Read 10 tweets
Sep 30, 2022
Halo, di sela waktu malam ini, bolehkah saya meminta bantuan untuk memilih cover yg akan menjadi buku kolaborasi pertama saya bersama dengan para penulis-penulis hebat yg ada di twitter ini.

diantaranya, @diosetta @qwertyping @cerita_setann @nuugroagung Image
buku ini digagas oleh penerbit @Bukune , untuk memberi lingkup bahwa cerita horror memiliki rasa dan tema yg berbeda-beda, semua ketakutan akan dituangkan dengan narasi dengan gaya kami masing-masing. dengan adanya buku ini saya juga berharap menambah banyak referensi baru- ImageImage
tentang kekayaan budaya, mitos dan sebagainya yg hidup dalam masyarakat. semoga buku ini juga bisa sedikit mengobati rasa rindu setelah lama saya tidak menerbitkan buku lagi, sekaligus sebagai lembaran baru untuk kembali aktif dan lebih sering muncul di aplikasi burung biru ini.
Read 4 tweets
Sep 29, 2022
berikutnya Kembang Laruk ya, semoga ada waktu buat saya nulis di waktu maghrib lagi, karena ceritanya lebih rumit dari yg saya duga sebelumnya, oh iya, buat kalian kalau misal ada waktu bisa baca cerita ini, buka linknya kemudian download pdf nya (GRATIS)

karyakarsa.com/SimpleM8137852…
Image
buat yg lupa siapa Gayatri.

Gayatri adalah nama keluarga dari trah pengiwa saudara kembar dari dia yg bergelar Rinjani, yg lupa siapa Rinjani bisa obok-obok like, keluarga Gayatri ini adalah keluarga yg menjadi favorit saya karena dia satu-satunya yg bukan berdarah kejawen-
tapi jauh lebih kejawen dan satu dari tiga keluarga tertua, Gayatri, SOBO dan Kuncoro.

saat ini semua cerita trah pituh sedang bersiap menuju ke puncak, dan mulai menemukan akhir klimaks dari serentetan orang yg terlibat, sekali lagi, terimakasih ya, semoga setitik tulisan saya-
Read 4 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(