Okay, aku cerita soal inspirasi Cerita Satu aja ya, tadinya gak mau aku bahas, but I’m bored. Kejadiannya jauh berbeda dengan cerita David Indra, tapi bisalah dibilang inspirasi. Ketika ide menulis cerita gay ini muncul sekitar 3 minggu lalu, tepatnya setelah nulis cerita pendek soal mencintai suami orang (cek likes aku), aku teringat kasus yang pernah aku baca sekitar 10 years ago.

The Story of Us

Cerita satu.

Dengan sedikit terburu-buru Indra melangkah memasuki ruang sidang, syukurlah dia belum terlambat. Seniornya sudah duduk lebih dahulu.

“Maaf bang.” Demikian dia berbisik sebelum duduk di kursinya.

Kasus besar pertamanya. Jarum jam sudah menunjukkan angka 3 ketika parkiran Pengadilan itu mulai sepi. Para wartawan yang sedari pagi bergerombol kini sudah tidak tampak lagi. Hari itu matahari bersinar terik. Indra duduk merokok menatap keadaan sekitar. Berkas2 menumpuk di pangkuannya.

Pada mau baca cerita horor gak? Sebuah cerita tentang entahlah aku aja bingung ni orang sebenarnya kenapa. Chat yang di tengah aku sensor karena nyebutin info personal. It’s been going on and off for the last 16 years. The year is 2003, aku baru duduk di bangku SMA. Rambutnya spike, di tangan ada gelang karet hitam minimal 10 buah, sepatu converse talinya merah. Masa muda masa yang berapi-api kalau kata raja dangdut.

Cuma laki-laki pemurung yang tidak mau bertatap mata, kadang malah menghindar untuk sekadar bertegur sapa. Sering disalah artikan sebagai kesombongan, padahal lehernya sedang dicekik setan. Cuma wanita pendiam yang tak mau berbagi cerita, sering diterpa omongan miring karena kerap pulang larut malam. Padahal dia sedang mencari alasan untuk tetap hidup.

Di pos ronda ada puntung rokok, botol bir yang dijadikan tempat obat nyamuk bakar dan ibu-ibu pakai bedak beras. Tukang nasgor mendorong gerobak menuju kontrakan, hari ini nasi yang habis cuma setengah bakul, mungkin memang lebih baik kembali menjual togel.