How to get URL link on X (Twitter) App
https://twitter.com/yanuarnugroho/status/1663021883607105540

Ulasan di harian Kompas pada Feb 2022, menunjukkan, pasir laut itu terkuras untuk pembangunan infrastruktur di Singapura, dengan cara para eksportir memanipulasi volume ekspor untuk mengejar keuntungan sesaat. 
https://twitter.com/nafs_omang/status/1595327601870241793
Btw, mau memperjelas: bukan masalah materialnya harus kayu atau batu, tp yg paling penting adalah mindset bahwa kalau bangun rumah di Indonesia harus mikirian risiko gempa. Ilustrasi rumah kayu/bambu utk menunjukkan, nenek moyang kita dulu sudah tahu itu, kenapa sekarang tdk?
https://twitter.com/jokowi/status/1503303481687371777

Tapi, kalau beneran mau berkemah di hutan Kalimantan, boleh mencoba belajar dari Punan Batu ini. Tiap hari dihantui cemas karena binatang buruan, madu, dan umbi-umbian hutan semakin sulit dicari. 
https://twitter.com/rodhialfalah/status/1491716379766292482Wadas menyimpan batu andesit sebanyak 40 juta meter kubik. Tetapi yang dibutuhkan utk Bendungan Bener itu hanya 8,5 juta meter kubik. Nah, kelebihan yang 30 juta m3 mau dikemanain…? Itu baru andesitnya...lainnya ada apa sih?
https://twitter.com/tamrintomagola/status/1478558759039344643Peleburan Eijkman ke BRIN telah menceraiberaikan sumber daya dan ekosistem riset yg terbangun. Ini mengarah pada brain drain. Anggota Lab 1 Eijkman terpaksa mencari rumah baru. ALMI dan AIPI jg sudah tegaskan soal hancurnya ekosistem riset ini. kompas.id/baca/ilmu-peng…
https://twitter.com/aik_arif/status/1477458805201850368?s=21

Tambahan info saja sih: di Eijkman itu ada laboran sepuh, tp belum S3. Jelas nggak masuk kriteria skema manajemen talenta. Padahal beliau satu2nya yg bisa melakukan PRNT utk SARS-CoV-2.
Dari sekitar 160 staf (termasuk saintisnya), hanya 40-an yang berstatus PNS, yg akan diterima di BRIN. Sisanya diberhentikan…tanpa pesangon, krn mrk selama ini dianggap “pegawai kontrak ilegal”… turut berbelangsukawa…
https://twitter.com/aik_arif/status/1422749473315332103?s=20Ini bukan hanya soal literasi, namun jg keterpaksaan. Warga desa kebanyakan hidup dr pendapatan harian. Berat kalau mrk divonis Covid-19 dan tdk bisa kerja. Akhirnya tetap bekerja sekalipun sakit, denial dan menghindari RS, sampai meninggal pun memilih di rumah.
Itungan WHO pada 3 Agustus, total kematian karena Covid-19 di Indonesia dalam sepekan 12.525 jiwa, tertinggi di dunia. Peringkat kedua korban jiwa dalam sepekan adalah Brazil dengan 6.922 korban jiwa, Rusia 5.536 jiwa, India 3.896 jiwa, dan Meksiko 2.590 jiwa
Contohnya, Desa Burujulwetan, Kec. Jatiwangi, Majalengka, lonjakan kematian terjadi akhir Juni 2021. Tiba-tiba pd 28 Juni ada 10 warga meninggal. Awalnya sesak napas dan demam. Selama Juli 50 warga meninggal, hanya 5 dikubur dg prokes, dampaknya penularan terus membesar.
https://twitter.com/prajnamu/status/1419952301540724740Alasannya klasik. Data kab/kota tidak dimasukkan ke NAR. Apa bener begitu? Nah, mestinya memang perjalanan data kematian ini dibuka saja ke publik sejak dr level terbawah—jk alasannya kerahasiaan, nama korban bs pakai inisial—shg org tahu siapa yg mengorupsi datanya.
https://twitter.com/aik_arif/status/1245565727290998785?s=21Kasus Covid-19 di Provinsi Papua : 31.601, Dirawat : 5.800 orang, Kematian : 704 orang (hingga 22 Juli 2021). ctt. Kasus maupun kematian masih underreported. Namun, jelas ada peningkatan luar biasa sejak minggu ke-2 bulan Juni.
https://twitter.com/chandra_ds/status/1418409675410722819
Kalau memang mau memilah org meninggal krn Covid-19 yg memiliki komorbid dan tidak, itu sih baik2 saja. Tp itu mungkin lebih pas utk riset. Utk ke publik dan kepentingan surveilans ya mestinya semua kematian terkait Covid-19, bahkan suspek dan probable, jg perlu dilaporkan.
https://twitter.com/dokteradib/status/1417666970913107968Saya tdk akan bicara dg data resmi, yg underreported. Saya akan mulai dari data kematian isoman yg dikumpulkan @LaporCovid dan saya turut kumpulkan di lapangan. Sebagian sudah saya tulis di Kompas hari ini. Bisa juga dibaca di sini: kompas.id/baca/ilmu-peng…


Coba yg berada di balik utak-atik data kematian ini dijawab pertanyaan saya: 1. Apa sih untungnya dg utak-atik data kematian ini bg publik? 2. Bagaimana mau ajak masy taat protokol kesehatan kalau justru masy dilenakan dg data kematian yg dikecilkan?