Sekala Niskala Profile picture
Jan 11, 2020 69 tweets 11 min read Read on X
Pesugihan
(Tumbal Beruntun)
.
√ based on true story √
.
.
.
#bacahorror
@bacahorror
#threadhorror Image
Selamat Pagi, pengguna twitter yang berbahagia.
Saya akan kembali menulis sebuah cerita yang lagi-lagi bersumber dari teman saya, Anto.
Cerita ini merupakan sebuah cerita nyata, yang menimpa di salah satu keluarga besar Anto. Saya akan mulai bercerita nanti malam.
Halo, selamat malam.
Mohon maaf saya baru bisa mulai menulis karena kemarin malam saya kurang enak badan. Malam ini saya akan mencoba menulis semampu saya, karena saya merasa belum terlalu sehat.
Alasan saya mengangkat cerita ini karena saya ingin kita semua dapat memetik hikmah dan pelajaran dari setiap kejadian. Anto sebagai pemilik cerita ini pun sepakat dengan statement saya. Karena manusia tidak pernah terlepas dari kesalahan yang ia perbuat di sepanjang hidupnya.
Dan tidak ada satupun manusia yang benar-benar suci, tak pernah melakukan dosa dan khilaf sama sekali. Semua pasti pernah berbuat khilaf, melanggar syariat agamanya, mengabaikan Tuhannya.
Tetapi yang harus selalu diingat bahwa Allah SWT Maha Pengampun sebanyak apapun dosa kita.
Saya tidak akan berpanjang lebar, saya akan mulai menceritakan sebuah pengalaman yang kurang baik yang menimpa salah satu keluarga besar kawan saya, Anto. Sebelum masuk ke cerita, semua nama tokoh dan tempat saya samarkan untuk menjaga privasi dari keluarga besar Anto.
Saya menggunakan sudut pandang orang pertama dalam cerita ini, saya sebagai Anto. Untuk memudahkan proses bercerita dan penulisan.
Tahun 1994.

Aku terlahir dari keluarga yang berkecukupan. Karena saat itu Mbah Buyutku merupakan orang paling kaya didesaku, yaitu Desa P, di salah satu Kabupaten di Jawa Timur. Bagaimana tidak? Mbah Buyutku merupakan pemilik sekitar 40% tanah didesaku.
Rumah Mbah Buyutku tidak terlalu besar, tapi untuk ukuran rumah di jaman itu, sudah masuk kategori mewah. Karena rumah Mbah Buyutku memiliki arsitektur rumah adat Jawa, yaitu Joglo. Mbah Buyutku pun memiliki seperangkat alat gamelan lengkap yang itu bukan terbuat dari besi,
ataupun perunggu. Melainkan yang terbuat dari kuningan. Bayangkan saja di tahun tersebut ada orang desa yang memiliki seperangkat gamelan jawa kuningan, yang saat ini saja harganya masih berkisar 100-jutaan. Tidak diragukan lagi, Mbah Buyutku merupakan orang yang kaya raya.
Seminggu setelah kelahiranku, aku terjatuh saat Bapakku sedang menggendongku. Di usia satu minggu aku sudah jatuh dari gendongan orang dewasa, dan Bapakku memiliki perawakan yang cukup tinggi. Aku terjatuh ke lantai begitu saja.
Dan detik itu juga aku mengalami koma selama satu minggu. Orangtuaku benar-benar bingung dan terpukul atas kejadian yang menimpaku, terutama Bapakku yang sangat merasa bersalah karena beliau telah lalai menjagaku.
Namun, untuk keluarga besarku dimana Mbah Buyutku merupakan seorang petani sukses di desaku, bukan perkara sulit untuk membawaku ke dokter. Pada waktu itu, untuk periksa dan berobat ke dokter masih terbilang cukup mahal untuk ukuran orang desa.
Karena hal tersebut, pada masa itu orang-orang desa lebih memilih untuk berobat ke dukun atau mantri.
Keluargaku membawaku ke dokter dengan harapan baik agar aku mampu disembuhkan melalui jalur medis. Akan tetapi, setelah dilakukan pemeriksaan secara medis,
menurut dokter tidak ada masalah atau kerusakan di seluruh bagian tubuhku. Dokter pun tidak mampu menjelaskan apa yang sebenarnya menimpaku. Bagian dalam kepalaku pun baik-baik saja, padahal secara logika bayi berusia satu minggu masih memiliki tulang tubuh apalagi tengkorak
kepala yang sangat lunak. Tetapi tidak terdapat sedikitpun kerusakan di dalam kepalaku ataupun benturan di tengkorak kepalaku. Semua benar-benar baik-baik saja.
Hal tersebut semakin membuat keluargaku bingung bukan kepalang.
Akhirnya keluargaku berusaha melakukan pengobatan ke dukun desa dan tetap tidak membuahkan hasil. Aku masih saja koma. Namun, keluargaku tidak putus asa. Keluargaku mencoba bertanya kepada orang pintar di desaku. Dan jawaban dari orang pintar tersebut cukup membuat
keluargaku terkejut. Orang pintar tersebut mengatakan, "Bocah iki kudu ucul seko silsilah keluargane ben iso mari." (Anak ini harus terlepas dari silsilah keluarganya agar bisa sembuh).
Sontak keluargaku pun kaget dan bingung. Keluargaku sempat mencari alternatif lain,
namun pada akhirnya memang harus menuruti nasehat orang pintar tersebut. Keluargaku pun berinisiatif untuk membawaku ke rumah adik nenekku dan meminta beliau untuk mengakuiku sebagai anaknya. Dengan begitu maka aku akan terlepas dari silsilah keluarga yang sebelumnya.
Sesampainya di rumah adik nenekku, pada saat itu beliau sudah memahami musibah yang sedang menimpaku, tanpa berfikir panjang, beliau pun menuruti kemauan keluargaku.
"Wes yo, tangi o, sadar o, mulai saiki koe dadi anakku." (Sudah ya, bangunlah, sadarlah, mulai sekarang kamu
jadi anakku) ucap adik nenekku sambil mengelus kepalaku. Tak berselang lama setelah beliau berkata seperti itu, seperti sebuah keajaiban, saat itu juga aku tiba-tiba terbangun dan menangis.
Hanya karena aku telah diakui anak oleh adik nenekku bukan berarti aku benar-benar menjadi anak beliau. Itu diibaratkan hanya seperti sebuah ucapan untuk sekedar memutus silsilah atau garis keturunan dari keluargaku yang sebenarnya. Aku tetap dirawat dan dibesarkan oleh
kedua orangtuaku. Pada saat itu karena kedua orangtuaku belum memiliki rumah sendiri, kami sekeluarga, Bapak Ibu, aku, dan kakakku satu-satunya yaitu Mas Darso, masih tinggal bersama Mbahku (orangtua ibuku). Aku hanyalah dua bersaudara bersama Mas Darso.
Namun, tak berselang lama semenjak aku terbangun dari koma, kami sekeluarga memutuskan untuk pindah ke desa tetangga, sebut saja Desa S. Orangtuaku memang sudah menyicil membangun rumah, namun baru sampai pada tembok pembentuk rangka rumah saja, itu pun bukan
dibuat menggunakan semen dan pasir, melainkan menggunakan tanah liat. Sedangkan atapnya pun belum ada, tetapi karena ibuku sempat berkonflik dengan Mbahku, akhirnya kami memutuskan untuk pindah. Di rumah kami yang baru, kami sempat merasakan hanya tidur diatas satu dipan
di pojokan ruangan untuk dipakai tidur kami berempat. Sedangkan atapnya sementara masih menggunakan daun kelapa. Lantainya masih dari tanah.
Profesi Bapakku adalah seorang guru SD. Gaji guru SD pada waktu itu belum seberapa, apalagi statusnya masih guru honorer bukan PNS. Sedangkan Bapak harus menghidupi dua orang anak laki-lakinya yang masih kecil-kecil. Akhirnya ketika aku berumur 4 tahun, ibu memutuskan
untuk pergi ke Hongkong sebagai TKI. Tujuannya supaya Ibu dapat membantu perekonomian keluarga. Akan tetapi, baru dua bulan Ibu di Hongkong, secara tiba-tiba Ibu jatuh sakit, Ibu sempat dirawat di Rumah Sakit di Hongkong selama kurang lebih dua bulan, namun, karena
keterbatasan dana, Bapak pun tidak sanggup lagi mengirim sejumlah uang untuk biaya pengobatan Ibu, akhirnya Ibu dipulangkan ke Indonesia. Ibu sempat kembali dirawat di Rumah Sakit di kotaku. Namun, lagi-lagi kami terkendala di biaya, sampai akhirnya Ibu rawat jalan.
Ibu dirawat dirumah, sehari-hari Ibu berbaring menggunakan infus. Menurut medis Ibu menderita sakit diabetes. Akan tetapi, sakit Ibu terlihat kurang wajar, karena datangnya tiba-tiba dan langsung parah. Ibu pun dirawat oleh Bapak dibantu oleh Mbah Ni (Ibu dari Bapakku).
Aku dan Mas Darso yang saat itu masih kecil tidak terlalu paham dengan apa yang dialami oleh Ibu. Terlebih aku yang belum genap 5 tahun. Aku masih teringat ketika Ibu dirawat dirumah aku justru menyeletuk yang mungkin sedikit menyayat hati Ibuku, "Buk, wong bali
seko luar negeri kok ra nggowo oleh-oleh to?" (Bu, orang pulang dari luar negeri kok ngga bawa oleh-oleh sih?) tanyaku dengan wajah polos kepada Ibu yang terbaring lemah di kasur.
Ibu dirawat dirumah tidak terlalu lama hanya sekitar dua mingguan, setelahnya Ibu meninggal dunia. Saat Ibu meninggal aku dan Mas Darso sedang main di rumah salah satu Omku untuk sekedar menonton kaset DVD karena pada waktu itu belum banyak orang yang mempunyai televisi apalagi
DVD. Saat itu juga Omku membawa aku dan Mas Darso pulang ke rumah, saat sampai, di halaman rumah sudah ramai orang berkumpul untuk melayat. Aku belum terlalu faham apa yang sebenarnya terjadi. Aku dan Mas Darso hanya digiring untuk masuk ke rumah tetanggaku samping rumah persis.
Disana sudah ada Mbah Ni dan Bapak. Aku masih sangat ingat kala itu Bapak menangis sejadi-jadinya, begitu terlihat sedih dan terpukul. Mas Darso pun yang usianya 4 tahun lebih tua dari aku, turut menitikan air mata. Sedangkan aku hanya diam, bingung, melihat ke sekeliling tanpa
tahu apa yang terjadi. Jenazah Ibu segera diurus dan dimakamkan. Pada malam harinya, aku dan Mas Darso diajak oleh Pakde salah satu kerabat keluargaku untuk makan sate. Kami pun sangat senang, karena sangat jarang kami bisa makan daging.
Flashback sedikit sebelum Bapak dan Ibu menikah.

Bapak dan Ibu memang menikah karena dijodohkan. Pada waktu itu, Bapak dan Ibu beda desa, akan tetapi hampir seluruh penjuru desa mengetahui desas-desus bahwa keluarga Ibu memakai pesugihan. Termasuk keluarga Bapak. Awalnya
orangtua Bapak sedikit ragu akan menjodohkan anaknya dengan Ibu. Terlebih Bapak merupakan anak laki-laki satu-satunya di keluarga Bapakku. Akan tetapi meskipun keluarga Bapak sempat ragu, mereka memilih untuk tidak terlalu menghiraukan kabar yang beredar tentang pesugihan
tersebut. Karena keluarga Bapak hanya ingin Bapak menikah dengan perempuan yang merupakan putri dari orang paling kaya di Desa P. Semua tentu tidak terlepas dari faktor ekonomi. Keluarga Bapak hanya ingin Bapak hidup lebih layak. Akhirnya Bapak dan Ibu menikah.
-----
Sepeninggal Ibu, aku dan Mas Darso hanya dirawat oleh Bapak dibantu oleh Mbah Ni. Karena jarak rumahku dan rumah Mbah Ni cukup jauh, akhirnya setiap pagi Mbah Ni selalu datang ke rumah untuk mengasuhku dan membuat masakan untuk Bapak, aku, dan Mas Darso.
Masa-masa itu bisa ku bilang masa yang paling sulit. Bapak setelah ditinggal Ibu menjadi seperti orang yang depresi, beliau sering melamun sambil menyesap dalam rokoknya di teras rumah. Tubuhnya beringsut kurus kering. Mbah Ni hanya diberi uang sebesar 50 ribu saja
oleh Bapak dan harus cukup untuk makan selama satu bulan. Namun hebatnya Mbah Ni, beliau tidak pernah kehilangan akal, dengan rajin menanam singkong dan umbi-umbian di kebun belakang rumah. Sehingga Mbah Ni sering memasak menggunakan bahan yang telah tersedia di kebun.
Di masa sulit seperti itu, keluarga almarhumah Ibu sama sekali tidak perduli dan tidak membantu, bahkan sekedar memberi sejumlah uang jajan untuk aku dan Mas Darso pun tidak. Kami pun hidup penuh keterbatasan.
2 Tahun Berlalu.

Sekiranya aku berumur 7 tahun, Mbah Buyutku yang kaya raya meninggal dunia. Keluarganya bilang bahwa Mbah Buyut meninggal karena faktor usia yang sudah terlalu sepuh (tua). Semua orang pun percaya saja, karena itu merupakan alasan yang masuk akal.
Di tahun berikutnya, ketika aku berumur 8 tahun, akhirnya Bapak menikah lagi dengan Ibu yang menjadi Ibu sambungku sampai detik ini. Meskipun bukan Ibu kandung, Ibu sangat menyayangiku dan Mas Darso, beliau merawat dan mengasuhku dengan sepenuh hati. Karena beliau pun
belum memiliki keturunan. Sejak menikah lagi, Bapak seperti kembali menemukan semangat hidupnya. Bapak yang awalnya sudah menjadi kurus kering berubah menjadi segar dan terawat. Berat badannya pun naik drastis. Aku sangat bersyukur akan hal tersebut.
Halo teman-teman twitter.
Mohon maaf sekali saya tidak update cerita beberapa hari ini, karena sedang banyak sekali yang perlu diurus.
Maaf juga kalau saya tidak bisa update banyak karena saya menulis ketika ada waktu senggang.
Terimakasih tlah sabar menunggu :)
Ketika aku berumur 10 tahun, salah satu Budheku (kakak Ibu kandungku), sebut saja Budhe Tin, mengalami sebuah kecelakaan. Kejadiannya tidak begitu tragis, akan tetapi merenggut nyawa Budheku begitu saja. Kala itu, Budhe Tin selesai memanen kacang di ladangnya.
Beliau dijemput oleh anak laki-lakinya, Budhe pun dibonceng oleh anaknya tersebut. Budhe duduk miring di boncengan motor dengan membopong setumpuk panenan kacang. Mereka melaju dengan kecepatan rendah karena memang di jalan desa. Akan tetapi di tengah perjalanan,
mereka melewati seorang Ibu hamil di pinggir jalan. Panenan kacang Budhe secara tidak sengaja menyenggol perut Ibu hamil tersebut. Akhirnya Budhe kehilangan keseimbangan, beliau jatuh terjungkal ke belakang dengan posisi kepala jatuh duluan ke aspal. Budhe langsung
tidak sadarkan diri. Budhe Tin sempat akan dilarikan ke Rumah Sakit, akan tetapi beliau menghembuskan nafas terakhir ketika beliau masih di perjalanan menuju Rumah Sakit.
Kemudian, ketika aku berumur 13 tahun. Pakdhe Sumo, suami Budhe Tin, secara tiba-tiba mengalami sakit parah. Jika menurut medis, Pakdhe menderita komplikasi, sakit paru-paru dan lambung. Pakdhe sempat dirawat di Rumah Sakit selama kurang lebih satu minggu. Namun, akhirnya
Pakdhe pun meninggal menyusul istrinya yang telah meninggal 3 tahun lalu. Pakdhe Sumo dan Budhe Tin memiliki 3 orang anak, yang ketiganya sudah beranjak dewasa. Namun ketiga anaknya ini sudah tidak akur (rukun) satu sama lain.
3 Tahun kemudian.

Tak terasa aku telah menginjak usia 16 tahun. Aku pun masuk di salah satu SMK di kotaku. Aku mulai memperhatikan dengan musibah yang menimpa keluarga besar almarhumah Ibu. Jika diperhatikan polanya, terlihat jelas setiap 3 tahun sekali akan ada
anggota keluarga yang meninggal. Dimulai sejak almarhumah Ibu sampai Pakdhe Sumo. Saat itu, salah satu Bu Lekku, Bu Lek Sri, istri dari Pak Lek Adi (adik almarhumah Ibu), beliau pun mulai merasakan keanehan yang terjadi di keluarga besar suaminya itu.
Akan tetapi Bu Lek memilih untuk memendam itu semua sendiri. Hanya baru muncul kecurigaan-kecurigaan di dalam hatinya yang beliau pikir masih berupa dugaan-dugaan semata.
Benar saja, tidak lama setelah aku masuk SMK, aku masih sangat ingat, tiba-tiba Mbah Putriku (Ibu almarhumah
Ibu) pun mengalami sakit komplikasi, tandanya hampir sama seperti Pakdhe Sumo, hanya saja Mbah terluka di bagian lambung dan tenggorokan. Mbah pun sempat dirawat di Rumah Sakit selama satu mingguan. Setelahnya meninggal dunia. Sedangkan Mbah Kakungku sudah lama wafat sebelum aku
lahir. Saat aku beranjak duduk di kelas 3 SMK, Bu Lek Sri semakin merasa bahwa mungkin sebentar lagi beliau lah yang akan menjadi tumbal selanjutnya. Beliau telah merasakan gejala-gejala sakit di tubuhnya. Beliau pun sering didatangi oleh almarhumah Mbah Putriku di mimpinya.
Akhirnya Bu Lek memutuskan untuk mendatangi seorang Kyai dan bertanya mengenai hal tersebut. Aku yang mengantar Bu Lek untuk menemui Kyai tersebut yang tinggal di salah satu pondok pesantren di kotaku. Kami berkunjung di pagi hari sekitar pukul 07.00. Kami menempuh
perjalanan sekitar 30 menit dari rumah Bu Lek menuju Pondok Pesantren. Sesampainya di pondok, kebetulan pondok sedang sepi, Pak Kyai pun tidak sedang memiliki kunjungan tamu lain selain aku dan Bu Lekku. Akhirnya kami dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu.
Bu Lek pun menjelaskan tentang maksud dan tujuannya berkunjung. Terkait sakit yang dideritanya, terkait kekhawatirannya, dan terkait apa yang terjadi di keluarga besar suaminya. Pak Kyai nampak menyimak dengan seksama. Akhirnya, setelah Bu Lek selesai menjelaskan,
Pak Kyai mohon izin untuk pergi ke belakang. Aku dan Bu Lek menunggu cukup lama kurang lebih hampir 30 menitan. Saat keluar, Pak Kyai keluar dengan membawa sebotol air mineral. Dan menjelaskan bahwa kekhawatiran Bu Lek memang benar adanya.
"Sing kok takutkan iku bener, tapi kabeh iki karek kowe arep piye? Lek kowe semakin meningkatkan keimananmu marang Gusti Allah, kowe semakin aman. Pesenku kowe kudu rajin moco Qur'an, saben dino kudu ngaji, sholat e ojo sampek ketinggalan di tambah karo sholat sunnah,
InshaAllah kowe bakal aman." (Yang kamu takutkan itu benar, tapi semua ini tinggal tergantung kamu mau gimana? Kalau kamu semakin meningkatkan keimanan kepada Allah, kamu akan semakin aman. Pesanku kamu harus rajin membaca Qur'an, setiap hari harus mengaji, sholat jangan sampai
ketinggalan di tambah dengan sholat sunnah, InshaAllah kamu bakal aman.) ucap Pak Kyai kepada Bu Lek. Pak Kyai pun menyuruh Bu Lek untuk meminum sebotol air mineral yang tadi dibawa oleh beliau. Setelah itu aku dan Bu Lek pamit pulang.
Sepulang dari bertemu Pak Kyai, Bu Lek pun melakukan seluruh nasehat Pak Kyai, benar saja semua pola 3 tahunan di keluargaku selesai. Namun masalah tidak terselesaikan sampai disitu. Muncul masalah baru yaitu perebutan harta warisan oleh ketiga anak almarhumah Mbah.
Selamat Pagi, tweeps.
Mohon maaf sekali saya belum bisa melanjutkan cerita ini, cerita ini belum selesai ya gaes, masih panjang, hanya saja saya belum ada waktu bertemu dengan narasumber lagi. Sebenarnya narasumber sudah menceritakan detail dari awal sampai akhir
namun, saya agak lupa-lupa ingat. Jadi daripada saya menceritakan cerita yang kurang sesuai, jadi saya memutuskan untuk menunggu sampai ada kesempatan bertemu lagi dengan Anto, untuk kembali menceritakan cerita ini.
Terimakasih :)
Tetapi saya akan menulis cerita lain dalam waktu dekat. Jika berkenan, silahkan ditunggu ya! Love u all.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Sekala Niskala

Sekala Niskala Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @niskala_sekala

Dec 18, 2020
GETIH MAYIT • Part 2 •

#bacahorror | @bacahorror Image
Cerita ini benar-benar membuat saya tersiksa, akibat tragedi naas yang dialami oleh pemilik cerita. Semoga bisa tersampaikan dengan baik.

Harap membaca Part 1 terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Malam itu aku membawa Manda berjalan-jalan ke mall. Wajah Manda telah kembali ceria, kami bernyanyi riang sepanjang jalan. Sampai tiba di lampu merah. Aku memberhentikan mobil di urutan ke tiga dari zebracross.
Read 41 tweets
Oct 4, 2020
GETIH MAYIT.

@bacahorror | #bacahorror Image
Naikin poster dulu, mulai nulisnya nanti, mau bikin nasgor dulu 😄
Sudah tujuh malam berturut-turut, aku melihat wanita itu dalam mimpi. Setiap kali aku melewati sebuah rumah joglo dengan pelataran yang luas. Wanita itu ada disana, sedang menggendong bayi sambil bersenandung. Wanita dengan paras yang ayu dan rambut sebahu.
Read 151 tweets
Aug 12, 2020
Demit Manten.

@bacahorror | #bacahorror

Pict : Pinterest
Asti melangkah gontai di setapak tanah yang terletak di ujung desa dengan sepucuk surat ditangannya. Batinnya menggerutu berkali-kali, akibat kabar yang baru saja ia dapat, bahwa Damar, kekasihnya lagi-lagi bulan ini belum bisa pulang kampung.
Damar memang sudah 3 tahun bekerja di sebuah perusahaan tambang di Kalimantan. Biasanya Damar selalu pulang setiap 3 bulan sekali. Namun, sudah 6 bulan terakhir Damar tidak bisa mengambil cuti karena perusahaannya sedang mendapatkan proyek besar-besaran.
Read 83 tweets
Jun 18, 2020
Mbok Mardiyah.


@bacahorror | #bacahorror


Perempuan dan kecantikannya, selalu ada harga yang harus dibayar mahal.
Setor poster dulu.

Start nulis nanti malam, stay tune! 🤗
"Buk, teng njawi sampun jawah.." (Buk, diluar sudah hujan..) ucap Yu Parti mengejutkan Mbok Mardiyah yang sedang berdiam diri di pendopo pribadinya.

Mbok Mardiyah bergegas melangkah keluar dengan membawa ember hitam berukuran sedang.
Read 120 tweets
Jun 11, 2020
Kalau kalian lagi perjalanan malam hari di jalan gelap, dan tiba-tiba ban motor kalian berdecit atau berbunyi seperti suara burung "ciit..cit..citt.."

Segera baca ayat kursi atau doa apapun yang kalian bisa ya, minta perlindungan Allah.
Barusan terjadi sama saya, perjalanan dari Jogja menuju Jawa Tengah, kebetulan lewat jalur lintas selatan yang gelap banget dan sepi, di jalur tersebut ban belakang motor saya berdecit. Awalnya saya mengira itu karena kerusakan teknis saja.
Namun jika saya perhatikan kenapa suara decitannya tidak mengikuti interval kecepatan roda berputar. Sampai lama-kelamaan gas saya semakin terasa berat dan sangat berat, sampai-sampai membuat tangan saya kram karena terlalu kuat menarik gas.
Read 5 tweets
May 30, 2020
Gaes, sepertinya saya akan jarang update cerita, karena...

Kalian percaya gak sih? Teman sekamar saya yang juga memiliki kemampuan melihat dan berinteraksi dengan "mereka" sangat sering di ganggu.
Baru terjadi hari kemarin banget, teman saya tiba-tiba meraung-raung ketika tidur. Setelah dia bangun, katanya dia ketindihan.

Dia sering banget didatangi sosok-sosok yang katanya kepengen ditulis.
Kalian paham gak?

Jadi, teman saya itu yang selama ini berusaha melindungi saya agar tidak diganggu oleh semua sosok-sosok yang saya tulis di cerita saya.

Namun dampaknya, teman saya jadi sering ketindihan, dan banyak sekali sosok lain yang antre kepengen ditulis juga.
Read 5 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(