Sesuai janji, saya akan cerita ketika Presiden #GusDur mampir ke Ponpes Mbah Liem di Klaten Jateng. Salah satu pengalaman menarik dlm hidup saya.
Sekadar buat hiburan anda semua yg gabut stlh bbrp hari di rumah. Setuju ya?
Pd Kunjungan Kerja ke daerah dlm 1 hari selalu ada beberapa titik acara. Bisa 2, 3, 4 atau lebih kalo ada acara dadakan atas permintaan beliau. Dan seringkali acara dadakan mmg muncul.
Acara2 dadakan ini selalu punya 2 dampak yang sama :
1. Bikin kita perangkat presiden kalang kabut setengah mati.
2. Bikin orang atau sekumpulan orang2 yg didatangi girangnya bukan main.
Can relate, yes?
Tentu seorang Presiden gak mungkin dibiarkan datang ke suatu titik tanpa pengamanan sama sekali.
Protokol Istana juga harus cek banyak hal. Spt apa ruangannya, dimana Pres akan duduk, siapa saja yg akan bertemu Presiden, dll dll.
Belum lagi masalah nanti Pres akan disuguhi apa oleh tuan rumah. Food Security juga hrs pastikan makanan minuman 100% aman untuk Presiden dan sesui dg menu diet rekom Tim Dok Pres.
Karena apa? Karena seringkali YM Bapak Presiden Gus Dur tidak patuh. Terutama ketika Ibu Negara Shinta Nuriyah Wahid kebetulan pas tidak ikut kunjungan kerja itu.😭
Saya selalu 'ngilu' dan stress berat tiap kali menyaksikan hal spt itu. Tahu knp?
1. Khawatir dg dampak kesehatan Presiden.
2. Ini yg paling menakutkan. Biasanya tiap pulang dr Kunjungan Kerja ke daerah, di Istana Ibu Negara akan bertanya, 'Bapak tadi dahar (makan) apa mas?'.
Mati aku!
Jawab jujur ajur, bohong dosa.
Lagian saya suka heran. Orang2 yg didatangi itu kok ya tau aja menu kesukaan Pres. Dan kok bisa aja mrk nyiapin dlm waktu yg singkat.
Rendang, gulai otak, rawon dengkul, nasi liwet, tahu campur koyor, dll. Pokoknya menu2 yg tiap hari dibawah pengawasan ketat Ibu Negara
Ngapunten Bu Nyai...😔
Bersyukur karena tempat yg dituju semua orang sdh tahu. Saya saat itu kebetulan juga 'sudah tahu' siapa mbah Liem meski belum pernah bertemu secara pribadi.
Media juga bisa sgr mengirimkan wartawannya ke titik lokasi.
Nama lengkap beliau KH Muhammad Moeslim Rifa'i Imampuro.
Kabarnya beliau bangsawan Kasunanan Surakarta tapi memilih hidup di tengah masyarakat sbg ulama.
Fisik tubuhnya kecil ramping, usia saat itu sudah cukup sepuh, lebih dr 70 tahun. Penampilannya super bersahaja dan cenderung 'nyentrik'. Kalau orang gak kenal/tahu pasti tak menyangka beliau seorang ulama besar.
Dari sini kita bisa raba betapa beliau sangat 'andap asor'. Rendah hati.
Mbah Liem kalo 'ngendikan' (berbicara) volumenya cukup keras dengan artikulasi tidak terlalu jelas. Bagi orang awam, ucapan beliau sulit dimengerti.
Jadi kepada orang2, biasanya beliau didampingi santri atau putranya sebagai 'penterjemah'.
Singkat kata, sore itu Presiden Gus Dur dan rombongan tiba di Ponpes Mbah Liem di Klaten. Saya lupa nama Ponpes sederhana itu.
Sampai disana, ternyata sudah berkumpul ribuan orang. Tua muda laki perempuan. Bahkan ada bbrp ibu muda menggendong anak tercintanya.
Pakaian mereka basah kuyup oleh keringat.
Kerumunan wartawan juga berdesak agar bisa dapat angle terbaik kedatangan Presiden.
Mbah Liem terlihat sudah berdiri menunggu. Beliau juga dipagari oleh Banser di sekeliling tubuhnya agar tak dikerubuti orang.
Ratusan Banser lainnya bergandeng tangan membentuk lorong bagi jalan Pres.
Tak ada satupun wajah petugas Paspampres yg nyantai. Semua tegang. Semua stress berat. Karena Bapak Presiden akan masuk dalam kerumunan massa besar tanpa ada persiapan pengamanan yang memadai oleh Paspampres. Ingat, ini acara mendadak.
Paspampres pasti jelas tidak faham dg hal2 tsb. Kita bisa maklumi.
Begitu Presiden Gus Dur turun dr mobil, Mbah Liem langsung 'nggamplok' Presiden. Memeluk erat, mencium pipi Gus Dur lalu adu jidat sambil mengucapkan keras kalimat2 yang saya tidak fahami.
Melihat itu, Paspampres dg sigap akan menarik tubuh Mbah Liem.
Bahkan GD terlihat bahagia layaknya ketemu sahabat lama.
Lalu saya bisiki Dan Grup A Paspampres, 'Beliau itu kiainya'.
Bagaimana tidak. Saat itu Mbah Liem terlihat sangat bersahaja. Beliau sarungan dan berkopyah hitam lusuh. Kemeja putih lengan panjangnya jelas tidak diseterika dg pinggir krah bajunya sdh geripis
Dan saya tetap gak faham apa yg beliau ucapkan.
Di row kedua duduk para perangkat Presiden. Massa penuh di sekitarnya.
Lalu beliau mulai bicara ttg kebangsaan, utamanya ttg persatuan dan kesatuan bangsa. Tidak ada hal yg khusus. Pidato tidak terlalu lama hanya sekitar 20 menit.
Tiba2 Mbah Liem memotong pembicaraan Presiden. Beliau berbicara dg volume sangat keras.
Paspampres kembali terkaget. Dan saya kembali memberi isyarat untuk tetap woles.
Kita cuma bisa saksikan Presiden Gus Dur menjawab, msh dg mikropon di tangan, 'Nggih mbah. Nggih mbah..'
Ruangan sederhana berjendela kaca itu tidak terlalu luas. Di sana ada papan tulis kusam dan bbrp bangku kayu saja.
Ketika sdh di dalam, dg isyarat tangan Mbah Liem minta semua orang keluar ruangan. Tinggallah Pres GD, Mbah Liem, ajudan dinas, Dan Paspampres, saya, dan seorang santri yg duduk bersimpuh di lantai samping Mbah Liem.
Lalu Mbah Liem berbicara cukup panjang. Tetap dg volume keras dan tidak kita fahami sama sekali.
Tapi GD mendengarkan dg seksama dan sekali2 manggut2 atau tertawa kecil.
Tak lama kmd Presiden Gus Dur pamitan.
Kedua beliau saling cipika cipiki dan saling mencium tangan.
Pres Gus Dur cium tangan Mbah Liem, Mbah Liem cium tangan Gus Dur.
Dlm benak saya, hari itu banyak sekali pertanyaan dan misteri hidup yang hadir dlm hidup saya.
Semua perlu jawaban dan sampai hari ini masih banyak yg belum terjawab.
Sejak saat itu saya lebih mendengarkan kata dan suara hati.
SEKIAN
Udahan ya. Dah mau subuh ini.
Bless you all.