Karena mengira cupu manik astagina jatuh kedalam telaga Sumala, 2 anak Rsi Gotama, Guwarsi dan Guwarsa, menceburkan diri dan menyelam kedalamnya. Itulah jalan bagi semesta untuk menghukum mahluk yg mengejar sesuatu yang bukan miliknya.
Maka dgn air telaga itu, Guwarsi dan Guwarsa berubah mjd 2 ekor kera, dan nama mereka berganti mjd Subali dan Sugriwa. Kemudian atas petunjuk illahi, Subali melakukan tapa spt kalong: menggelayut di pohon dgn kaki diatas kepala dibawah, dan Sugriwa bertapa seperti seekor kijang.
Bertahun2 bertapa, Subali begitu rindu dengan bumi. Dulu, menginjak bumi bukanlah hal yang istimewa. Semua orang bersenda gurau, hidup, makan, sedih, gembira, hingga mati diatas bumi. Menanam, memetik, mengubur, di bumi. Tak ada yang istimewa.
Seolah sudah menjadi kodrat pertiwi untuk dirksploitasi tanpa perlu ada yang berterimakasih. Kini, justru saat terpisah, Subali menyadari bahwa tiada kehidupan tanpa pertiwi. Pun tiada kematian tanpa ibu pertiwi. Ibu pertiwilah asal mula dan tempat kembali.
Pada ibu pertiwi kehidupan dan kematian menyatu. Dan ibu pertiwi tidak membedakan hidup dan mati, ia menerima semuanya. Ia menopang segalanya. Cintanya universal.
Dalam kesadaran itu, Subali semakin rindu. Kini ia merindukan ibu pertiwi melebihi rindunya pada kehidupan sendiri.
Ia memejamkan mata, merasakan dirinya masuk kedalam perut ibu pertiwi, menumpahkan cinta dan sekaligus menerima kasih sayang ibu pertiwi. Dalam kesadaran itulah ia menerima Aji Pancasona ! Inilah ajian paripurna kasih sayang ibu pertiwi.
Dengan aji pancasona, ibu pertiwi berjanji pada subali: ia akan selalu hidup saat badannya menyentuh bumi. Bahkan bila nyawanya melayang oleh suatu sebab apapun, ketika badannya menyentuh bumi, maka ibu pertiwi akan menghidupkannya kembali.
Itulah janji ibu pertiwi sbg balasan atas cinta dan kesadaran Subali.
**
Kisah Subali mjd pengingat bagi kita utk sll mencintai bumi. Utk merindu dan menjaga ibu pertiwi. Bukan untuk keabadian dan aji pancasona, tapi semata krn dialah penyangga hidup kita.
Selamat Hari Bumi
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Apa yang membedakan Bali dari pulau lain? Secara fisik tidak ada. Terletak di tengah2 peta Indonesia, alam Bali tidaklah istimewa. Apa yang ada di Bali, ada di daerah lain. Apa yang bisa dibuat di Bali, juga bisa dibuat di daerah lain.
Orang2nya juga sama: rambut hitam, kulit sawo matang, mata dan hidung sedang. Lalu apa yang membuat Bali berbeda?
Menurut saya, perbedaan Bali adalah pada tradisi PERSEMBAHAN-nya.
Terlepas dari fakta bahwa kebanyakan orang mengisi doa dengan permohonan2 (agar ditunjukkan jalan, dimudahkan urusan, dihindarkan dari mara bahaya), kita di Bali selain memohon juga mempersembahkan. DIA memang maha sempurna, tidak perlu apa2.
Pertama, “semua benar” itu krn Dia Maha Besar, Maha Luas, shg menoleh kemanapun selalu ada Dia. Lalu setiap orang menemukan Dia sesuai tingkat kesadaran masing2. Weda menyebut “prajnanam Brahman”, Tuhan adalah kesadaran.
Kedua, krn karma menuntun kami lahir sbg Hindu (cont)
Ini bukan kebetulan tp sebuah perjalanan kesadaran, sesuai poin pertama tadi. Kl pindah emang dapet apa?
Ketiga, di Hindu kami diajarkan membangun kesadaran utk tdk jumawa, merasa paling benar. Sebaliknya utk rendah hati, berharmoni. Inilah tangga kesadaran kami saat ini (cont)
dan ini sungguh membuat kami nyaman. Utk apa pindah? Di t4 lain kami dpt apa? Kl hanya utk membesarkan ego bahwa kami satu2nya yg benar, yg lain salah, dan kami satu2nya yg akan masuk sorga, maaf, kami tdk tertarik. Permen memang mengandung gula, tp kan tdk semua orang suka? Cont
(Repost) RELIGION & THE GOLDEN RULE : Mencari Tuhan yang Adil, Benar, Baik dan Indah
Semestinya, tidak ada keharusan bagi Tuhan. Siapakah kita bisa mengatur-ngatur Tuhan harus begini harus begitu ? Dia maha kuasa, maha pencipta, maha mengetahui.
— A thread —
Tetapi kita sesungguhnya tidak pernah bicara ttg Tuhan yang illahi, karena dalam keillahiannya dia tak terjangkau oleh pikiran (achintya). Bagaimana bisa membicarakan entitas yang tak terpikirkan ?
Maka yg kita bicarakan sesungguhnya adalah konsep2, yg kita pahami dari kitab..
yang kita percayai sbg wahyu Tuhan. Pemahaman atas kitab ini disebut tafsir. Jadi tafsir adalah Tuhan yg dipahami oleh pikiran kita. Dlm konteks inilah Tuhan harus adil, harus memenuhi kaidah umum utk disebut "baik". Jadi pemaknaan kita atas Tuhanlah yg harus benar, baik, indah.
Ada orang yg merasa begitu istimewa, benar, cerdas dan beruntung krn percaya Tuhannya satu. Tak cukup merasa beruntung, dia bahkan mengejek orang lain “kok Tuhannya banyak”, begitu katanya, di podium, diiringi tawa orang2 yg mendengarkan ceramahnya.
Sejatinya, biji rambutan jg satu. Biasa saja. Pohon kara jg satu, malah dijadikan istilah “sebatang kara” yg merefleksikan kesedihan. Jadi 1 atau sejuta bisa sama2 istimewa, tergantung konteks. Begitu jg ketika angka itu disematkan sbg bilangan yg mengindikasikan “jumlah Tuhan”.
Pertanyaannya, apa Tuhan itu? Apakah Ia semacam mahluk langit dgn cambuk hukuman di satu tangan bagi yg tdk percaya, dan gula2 hadiah di tangan lain bagi mereka yg tunduk dgn puja puji? Apakah Dia hrs mjd satu2nya, bak raja yg menuntut kesetiaan mutlak tanpa ruang utk yg lain?
1. Bu Desak bilang “yg saya takutkan dr Hindu adl reinkarnasinya”. Beliau bercerita roh yg reinkarnasi ke tubuhnya sdh dikeluarkan di Arab.
*Bila reinkarnasi ada, manusia tdk akan kuasa menolaknya. Bila reinkarnasi tdk ada, roh apa yg keluar itu?😁
2. Bu Desak bingung kok Tuhannya banyak. Itu hanya bingung krn kurang biasa. Yg biasa 1, ketemu banyak bingung. Yg biasa banyak, ketemu 1 jg bingung. Banyak atau 1 tdk ada bedanya bagi Yang Maha Besar. Makanya sama Tuhan tdk usah hitung2an. Dia memang tdk bisa dihitung😁
3. Bu Desak menarasikan beliau ngeri membayangkan jenazah dibakar. Apakah kl dikubur sendirian didalam tanah, dikerubutin cacing, dimakan ulat sedikit demi sedikit tidak membuat bulu2 merinding?
Dibakar 2 jam jd abu. Dikubur berapa bulan diitik2 cacing nakal? 😁
“Diantara segala hal rahasia, aku adalah keheningan” (Bhagawad Gita X.38)
Keheningan (dalam bahasa sankerta “mauna”), berarti “diam”, “tidak mengucapkan apapun”, “tidak berbicara”, “tidak adanya pernyataan”, “tenang”.
— thread Nyepi —
Weda juga menggunakan kata “Asat”, yang berarti tak terlukiskan, yang muncul tujuh kali dalam Rig Veda. Asat adalah landasan transendensi, asal mula semua persepsi yg terorganisir, jg disebut bahasa non-eksistensi. Asat adalah keheningan dari mana dunia dan senua mahluk muncul.
Dalam kata lain, asal mula semua yang ada adalah keheningan dan kekosongan (ketiadaan). Dari kitab yang sama juga ditemukan nyanyian Nasadiyasukta yang berisi pertanyaan-pertanyaan retoris dan kontemplatif tentang asal muasal keberadaan: