ikka ayyu Profile picture
Apr 27, 2020 265 tweets >60 min read Read on X
"Sesajen Pohon Jujuk"

A Thread Horror Story

@bacahorror #bacahorror Image
1. Kak Ray ??

Usang.. itulah yg terlihat ketika ku pandangi sebuah rumah kecil dibelakang rumah baruku.

Ya.. aku baru saja pindah ke sebuah daerah pelosok, dengan jarak kurang lebih 3km ke jalan besar, jalan menuju rumah baru ku adalah jalan yg sangat sepi.
Jarang sekali ada kendaraan melewati jalan tersebut meskipun siang hari.

Bukan karena angker ataupun hal lain, namun memang desa yg kutempati saat ini adalah sebuah desa kecil dengan dikelilingi areal persawahan, desa yg hanya ditinggali tidak lebih dari 30 kepala keluarga.
Meskipun ini tergolong desa kecil dan pelosok, sebagian besar dr warga sini orang berada, rumah mereka yg berdiri megah nan mewah.

Rumahku?
Rumahku adalah rumah peninggalan belanda, blm sama sekali di renovasi, hanya perbaikan kecil saja, karena memang bangunan nya sangat kokoh
Rumah ini kosong Sejak kepergian alm kakek ku 25 tahun yg lalu.

Aku sama sekali tak pernah tau wajah kakek dan nenek ku, hanya tau dr gambaran kedua orang tua ku saja, aku mengetahui jika kakek dan nenek ku adalah pahlawan yg dulu ikut berjuang untuk kemerdekaan negara ini.
Keluarga ku pindah karena papa ku dipidah tugaskan di kota ini, daripada membeli atau menyewa rumah di kota lebih baik kami tinggal dirumah kakek ku, tak masalah meskipun papa harus memakan waktu satu jam setengah untuk menuju kantor nya.
"Ngapain kamu disini Ca? Melamun pula?" Tanya kak Ray membuyarkan lamunanku,

tak kujawab, aku hanya melihat kakakku dan menggelengkan kepala.

Kak Ray kemudian menyusulku duduk di pelataran belakang rumah sembari mengeluarkan gawai nya.
Setelah beberapa lama

"Kakak betah disini?" Tanya ku membuka obrolan,

"meskipun baru dua minggu disini, kakak ngerasa udah lama tinggal disini Ca, kuliah kamu gimana?" Jawab kak Ray,

"ya begitulah, Ica harus menyesuaikan diri di kampus Ica yg baru kak" ucapku.
"Sabar yaa Ca, tinggal dikit kan kuliah nya selesai, bentar lagi bakal di panggil bu dokter nih" goda kak rey sembari mengacak-acak rambutku,

"kak Rey ah, jadi berantakan dong", saat sedang asik aku bercanda dengan kak Ray.
*KREEETTTEEEKKKK*

terdengar bunyi kayu kering terinjak, aku dan kak Ray serempak menoleh ke arah sumber suara tersebut,

"sepertinya dari pohon besar itu Ca" ucap kak Ray tanpa melihatku,

kak Ray berjalan mendekati pohon besar tersebut
Aku menahan kak Ray dengan menggenggam pergelangan tangan kak Ray,

kak Ray menatap ku seolah berkata "tak apa.."

aku menggeleng kepala mengisyaratkan agar kak Ray tidak datang ke pohon besar di depan kami yg hanya sekitar lima langkah lagi.
Bulu kuduk ku merinding tatkala melihat sekitar, di sebelah rumah kecil, lebih tepatnya gardu penyimpanan kayu, terdapat pohon besar, aku masih belum bisa melihat pohon apa ini. Aku hanya merasa ada yg tidak beres disini.
"Lepasin Ca, kakak mau liat ada apa disana" ucap kak Ray berusaha melepaskan genggaman erat ku,

*KREETEK*

aku tercekat kaget, bulu kuduk ku meremang, kulihat kak Ray sudah tidak ada di samping ku.
Sosok Kak Ray menghilang di balik pohon besar itu,

"woy Ca ngapain disitu? Ga banyak nyamuk apa?" Teriak kak Ray yg berada di ambang pintu belakang,

"apa? Jelas sekali aku melihat kak Ray berjalan ke belakang pohon, tapi kenapa sekarang ia sudah berada disana?" Batin ku.
Akupun berlari menghampiri kak Ray,

"kak Ray suka banget sih godain Ica, ga lucu tau !!" Ucapku sembari mencubit lengan kak Ray,

"apasih, siapa juga yg godain kamu? Kakak aja baru pulang sholat jamaah isya dari musholla" geram kak Ray.
"Halah jangan bohong kak, jelas-jelas tadi kak Ray ngobrol sama Ica kok" jelas ku ngotot,

"idih ini anak ga percaya banget sih, tuh sana tanya sama Papa, wong tadi kakak jamaah sama papa kok" jawab kak Ray,

*ckckck* aku menggeleng kepala dan memutar bola mata ku,
masih tak percaya ucapan kak Ray.

*SUARA HEMBUSAN NAFAS*,

Aku dan kak Ray saling menatap,

"denger ga ca? suara nafas nya berat banget, dari mana ya?" Tanya kak Ray,

aku melihat pohon besar tersebut, sebelum,

"wooaaaaaa" aku berteriak-
berlalu bersembunyi di belakang badan kak Ray yg tegap dan gagah.

Aku menutup mata ku dengan satu tangan, sementara tangan yg lain menunjuk ke arah pohon besar, kak Ray mengikuti arah telunjuk ku,

"pocong anj*ng !!" Teriak kak Ray sembari menutup pintu belakang.
Kami serempak berlari menuju teras dimana kedua orang tua kami berada,

"Mama.." teriak ku sembari memeluk mamaku,

"sudah liat salah satu penjaga pohon di belakang toh kalian?" Ucap papa dengan terkekeh,

"jadi papa udah tau?" Tanya kak Ray.
Yg hanya papa jawab dengan anggukan dan tetap tertawa geli melihat kami berdua ketakutan.

Sudah 3 jam aku hanya menatap langit-langit kamar, susah mata ini untuk terpejam, memikirkan dan melihat hal yg menyeramkan.
"Apa jangan-jangan makhluk tadi yg menyerupai kak Ray?" Batinku,

aku masih mengingat betul sosok putih itu duduk di pohon, tidak, lebih tepatnya melayang diantara cabang-cabang pohon, dengan wajahnya yg hitam, ada dua taring di mulutnya, kain nya yg sudah tak putih lagi.
"Lampor" begitulah Papa tadi menyebutnya,

"Ca, kakak ga bisa tidur, kakak tidur disini ya, kakak masih takut Ca" ucap kak Ray yg memasuki kamarku,

sengaja tak kututup pintunya karena jujur saja aku masih takut.
Aku hanya diam, tak menjawab kak Ray, aku takut jika orang yg ada di depan ku bukan lah kak Ray, ku ambil gawai, kunyalakan aplikasi senter di gawai ku, ku soroti kak Ray yg ada di depanku, dari atas kepala hingga kaki.
"Apaan sih dek, silau tau..!!" Kata kak Ray sembari berjalan menuju ranjangku,

kulihat ia membawa bantalnya, kakinya pun napak ke lantai,

"oke aman" batinku.

"Kamu masih keinget sosok tadi ya Ca?" Tanya kak Ray, aku mengangguk.
2. Tatapan mengerikan

Hari ini kuliah ku libur, aku bisa bersantai keliling desa dengan mamaku, meskipun sudah dua minggu tinggal disini, aku sama sekali belum pernah jalan-jalan, karena sibuk menata dan beberes rumah, ditambah lagi aku harus mengurusi kuliah di kampus baru ku.
Aku sedang duduk di teras menunggu mama yg masih bersiap-siap, kulihat beberapa orang membawa sesuatu, semua orang mebawa barang yg sama, menuju jalan setapak di samping rumahku, aku pun menyapanya "bu.. mau kemana?" Tanya ku ramah.
Salah satu dari mereka melihat ku dengan tatapan sangat tajam, ia tak menjawab dan tetap melangkah pergi menuju belakang rumah, aku mengenakan sendal ku dan beranjak pergi untuk mengikuti mereka.
Rasa penasaran ku membuat ku bertanya-tanya untuk apa mereka membawa tampah yg berisi macam-macam makanan dan juga beberapa jenis dupa,

"Ica, kamu jangan ikut campur, sayang" bisik mama ku yg tak tau kapan ia sudah ada di belakangku.
"Semakin banyak yg kamu tau, semakin bahaya pula dirimu, mari,, kita jalan sekarang, keburu panas" ajak mama ku.

Aku dan mama mengendarai motor matic untuk berkeliling desa, desa ini sangat luas.
Meskipun desa ini hanya terdiri beberapa kepala keluarga, tapi area persawahan dan hutan jati membuat jarak rumah satu dan yg lainnya terasa jauh, tetangga terdekat ku pun berjarak 200 meter dari rumah.
Sejuk, angin semilir, gemericik air di sungai kecil samping jalanan membuat suasana kian syahdu,

"mama udah lama dek ga ngerasain pemandangan indah kayak gini" ucap mama membuka obrolan, aku mengangguk

"kota kita yg dulu kalo ga macet ya banjir ma hehe" jawabku nyengir.
Setelah puas berkeliling aku dan mama berhenti disebuah gubuk, masih dengan pemandangan persawahan yg hijau asri,

"ma sepanjang perjalanan kok aku liat di setiap ladang ada tiang dililit kain merah ya" tanyaku ke mama.
"Itu tempat penjaganya dek" jawab mama,

"penjaga gimana sih ma? Adek ndak ngerti maksud mama" tanya ku lagi,

"udah dek, Ica ga perlu bahas soal ini lagi, ayo lanjut perjalanannya" kata mama sembari menggamit lenganku.
Setelah sampai di balai desa aku melihat banyak orang berkerumun,

"ma, ada apa ya?" Tanyaku, mama menggeleng dan masih menatap kerumunan orang-orang, perlahan aku turun dari motor dan turun.
"Ca, udah ayo pulang" ajak mama,

"bentar ma, Ica pengen tau" kelak ku,

"ica mau nurut sama mama ngga?" Tanya mama dengan nada marah dan mata melotot, selama ini mama ngga pernah marah dan membentakku.
Aku hanya terdiam lalu menuruti mama untuk segera pulang, mata ku masih tertuju kepada keramaian itu, kulihat seseorang berdiri mematung, di saat kerumunan orang-orang yg ribut dan panik hanya dia sendiri terdiam dengan tatapan kosong menatapku.
3. Gadis bernama Mutia

Tiga bulan telah berlalu, aku sudah mulai terbiasa dengan kebiasaan warga sekitar yg membawa tampah melewati sebelah rumah, meskipun aku sangat penasaran untuk apa mereka kesana, tapi aku selalu ingat kata-kata mama untuk tidak ikut campur
Kudengar kak rey juga kini dekat dengan seorang gadis bernama Mutia, cucu dari sesepuh desa ini, mutia gadis cantik, anggun, pendiam, misterius dan sedikit aneh.
Jam menunjukkan pukul satu dini hari, aku hendak ke dapur untuk mengambil air minum,

"Ora gampang-gampang...."

(Ga semudah itu.....) Suara lirih itu kudengar, aku mengintip di jendela dapur, aku yakin sekali suara itu berasal dari belakang rumah.
Seorang wanita berdiri disana, di depan pohon besar, dia seperti berbincang, tidak, dia berbisik, sesekali matanya melirik ke kanan dan ke kiri waspada,

"Mutia?" Batinku, aku segera meraih gagang pintu dan membukanya, hendak menanyakan sedang apa ia disana?.
Tunggu, aku tidak yakin itu mutia, kejadian saat bersama kak Ray palsu waktu itu mengurungkan niatku untuk menghampiri orang ini, segera aku menarik kembali pintu untuk menutupnya, namun tertahan sesuatu
Deg.!!!, Jantungku berdegup kencang, aku memaksakan mataku untuk melirik ke atas, aku merasa sesuatu mengganjal di atas sana, saat mataku sudah tertuju di atas pintu, mataku tak bisa berkedip, mulutku mengangah, ingin aku teriak, namun lidahku keluh.
Tubuhku kaku, lama sekali aku terpaku disana, seonggok tangan terjepit di pintu atas, mana mungkin tangan orang di atas sana? Tangan pucat, kotor dengan tanah dan darah yg sudah mengering.
"Ca, pulang yuk?"

Ajakan itu membuyarkan semuanya, aku melihat di sekitar, aku berada di kampus, masih di kampus, lalu apa yg barusan aku alami? Mimpi? Aku sama sekali tidak tidur.
"Kenapa bengong ca?" Tanya temanku Dina,

aku masih kebingungan dengan keadaan ini,

"maaf Din, aku ketiduran ya?" Tanyaku,

"ketiduran gimana sih ca? Dari tadi kita ngobrol kok" jawabnya.
4. Aku melayang

"DIA DALAM BAHAYAAAAAA!!!!!!!"

teriakan itu membangunkan ku dari tidur, suara dari sosok bungkuk dalam mimpiku suara nya terngiang-ngiang membuat telingaku sakit, keringat basah membahasi tubuhhku, nafasku pun tak teratur.
"Siapa yg dalam bahaya?" Tanyaku dalam hati.

Aku keluar kamar sekedar untuk menghirup udara malam, aku bener-bener ga bisa tidur malam itu, pikiran ku masih tidak tenang dengan kejadian yg aku alami belakangan ini .
*Jreenggg* suara gitar kak Ray,

aku ingat betul waktu itu dia menyanyikan lagu pop jadul yg sedang hits di jamannya,

aku mendekati kak Ray, duduk di depannya, menikmati alunan musik dan lagu yg dinyanyikan kak Ray seirama dan merdu.
Aku memejamkan mata, samar-samar kudengar alunan lagu itu berubah menjadi sendu, pelan, dan berganti suara perempuan, seperti seorang sinden yg menembang lagu dengan di iringi musik tradisional, entah keroncong atau apa, lenggam itu asing di telinga ku.
Aku mencoba membuka sedikit mata dengan memicingkan sebelah mataku dan berbisik "kak Ray..."

Panggil ku sebelum membuka mata, tubuhku terasa ringan dan melayang, kini mataku sudah terbuka, tak kutemukan kak Ray disana, teras rumahku berubah menjadi tempat yg asing bagiku.
5. Keindahan yg palsu

"Kemarilah" sapa seorang wanita,

aku masih tak mengerti aku berada dimana, aku menggelengkan kepala,

"jangan takut, mari ikuti aku" ajak wanita itu dengan senyumnya yg lembut sembari mengulurkan tangannya padaku.
Aku masih diam dan menatap wanita itu,

"kamu sudah ditunggu Cakrawati" katanya,

"siapa Cakrawati?" Tanyaku dalam hati,

"jangan takut, kami bukan orang jahat" lanjutnya,

"orang? Jadi mereka manusia? Tapi kenapa penampilan nya aneh sekali" Batinku
Aku mengamati wanita yg ada di hadapanku, cantik dengan kain berwarna cream melilit rapi di badanya, rambut nya di sanggul tinggi, ku amati keadaan sekitar, sebuah taman dengan bunga berwarna-warni dan rerumputan hijau segar di pandang mata.
Kulangkahkan kakiku mengikuti wanita itu, aku berjalan ditengah-tengah taman, menuju sebuah bangunan besar di depan mataku.

"Masuk lah" kata wanita itu, gerbang tinggi nan kokoh itupun terbuka perlahan, disana berjejer para prajurit membawa tameng dan tombak.
"Tempat apa ini sebenarnya?" Tanyaku,

wanita itu menatap ku tersenyum,

"tempat dimana kamu akan merasa bahagia selamanya, kamu tidak akan pernah merasakan penderitaan, semua keinginan mu akan terwujud jika kamu tinggal disini" terangnya.
Aku manggut dan melihat kebawah, aku menyadari sesuatu, aku masih melayang, kulihat kaki wanita itu juga tidak napak ditanah, ya, ini bukan tanah, tapi kabut, aku seperti berdiri di atas kabut hitam,

"aku harus pulang" kataku tegas.
Dia menahan ku dengan menggamit lenganku erat,

"lepaskan aku, kamu bukan manusia seperti ku" teriakku,

dia tetap tak melepaskan tanganku, wajahnya datar tanpa ekspresi, tatapannnya kini sungguh mengerikan.
Dia memberi kode kepada prajurit untuk membawaku masuk, aku meronta-ronta melepaskan diri dari mereka, tapi hal itu sama sekali tak membuahkan hasil, aku berteriak dan berdoa sebisa ku, memanggil mama, papa dan juga kak Ray.
6. Pesta besar

Mereka masih menarik ku membawaku ke suatu tempat yg sama sekali tak aku tau, saat berjalan aku melihat di kanan-kiri ku makhluk-makhluk menyeramkan, badan mereka ada yg tidk utuh, ada pula yg hancur dan melepuh, mereka berteriak melambaikan tangan kepadaku.
Perutku sangat mual menyaksikan mereka,

"mereka gila harta, maka dari itu mereka akan menjadi budak Cakrawati selama nya" bisik wanita itu,

"sebenarnya siapa kamu? Apa mau mu?" Tanyaku.
"Hahahaha, kamu memang berbeda dari yg lain, tidak salah Cakrawati mengincar mu" jawabnya,

"siapa Cakrawati?" Tanyaku lagi,

"nanti juga kamu akan tau, dan setelah kamu tau, kamu akan disini selama nya hihihii" jawabnya terkekeh.
Aku masih berdoa dalam hati, kalau pun aku lari dari sini, aku tak tau harus lewat mana dan kemana, aku yakin aku sedang berada di alam lain, atau ini mimpi? Karena aku sama sekali tak merasakan sakit saat para prajurit ini mencengkeram tanganku.
Setelah berjalan cukup jauh wanita itu memerintahkan kami untuk berhenti,

"berhenti, ambil kotak itu!!" Perintahnya kepada prajurit,

mereka pun mengambil sebuah kotak berwarna hitam itu dan meletakkan di depan ku.
Wanita itu membuka kotak yg berisikan sebuah kain biru lalu hendak mengalungkan nya padaku, cepat-cepat aku menepisnya, dia melotot membuat badan ku kaku, kini kain itu sudah dililitkan di leherku.
Selanjutnya di kotak yg sama dia mengambil sebuah wadah kecil dengan bubuk berwarna hitam lalu mengoleskan nya ke keningku, aku menjerit sekeras-kerasnya, badanku sangat sakit dan panas, aku menari-nari, berjingkat-jingkat, seperti ada orang lain yg mengontrol tubuhku.
Wanita itu mencipratkan sebuah cairan kepada ku, seketika tubuhku menjadi ringan lagi, tapi aku masih tak bisa mengontrol tubuhku sendiri, kulihat seluruh prajurit berkumpul dan para wanita dengan pakaian yg sama mereka berjalan kearahku.
Mereka duduk lalu bersujud di depan ku,

"hormat kami kepada Cakrawati..!!" Seru nya,

"Cakrawati? Dimana?" Tanyaku dalam hati, aku manggut dan tersenyum,

"peresmbahan kita telah datang, kita akan pesta besar" ucapku.
7. Fighting

(Aku sebagai Ray)

"Ray, ambil tali..!!" Perintah papa kepada ku,

kulihat badan Ica mengejang hebat, matanya melotot, dia memegangi leher nya seperti sedang di cekik, aku sama sekali tak kuasa melihat adik ku seperti ini, mama menangis dengan masih-
mengenakan mukenanya.

Tak henti-henti nya mama berdoa dengan mulutnya komat-kamit beristighfar, matanya sembab karena sudah hampir 5 jam Ica seperti ini, pipi dan mukenah nya basah dengan air matanya.
"Ray, jangan bengong cepat ambil tali" pinta papa membuyarkan lamunanku,

aku segera mencari tali dan memberikan ke papa,

"ikat tangannya Ray, papa ikat kakinya" katanya,

"aaaaaaaakkkkhhh" teriak Ica, papa segera mengalungkan tasbih di leher Ica dan berdoa.
"Kembalikan anakku!!, apa mau mu?? Tidak!!" Teriak papa dengan masih memejamkan matanya,

papa seorang paranormal dengan ilmu putih, aku tak begitu peduli apa yg dilakukan papa selama ini, tapi kali ini, aku harus membantu papa untuk menyelamatkan adik ku.
Ica masih meronta-ronta, papa menghela nafas lalu membuka matanya,

"Ray, kamu adzan, papa akan coba tarik sukma Ica" pintanya, aku manggut dan segera Adzan,

"Allahu Akbar Allahu Akbar.....".
8. Adzan

("Aku" sebagai Ica)

Aku kaget kenapa aku mengucapkan itu? Apa cakrawati merasuki ku?.

Aku berjalan menuju sebuah singgasana, dua orang dari mereka mengambil beberapa ayam lalu memotong nya, darahnya yg menetes ditaruh di sebuah bejana berwarna emas.
Mereka melalukan sebuah ritual dengan mengucap mantra dan nyanyian yg asing ditelinga ku, menari dan melompat bersamaan, aku berdiri dari singgasana lalu mengucapkan mantra yg sama sekali tak ku mengerti.
Hanya satu kalimat yg ku dengar "lali omah lali jiwo" entah apa maksudnya, aku berjalan menuju bejana berisikan darah ayam kemudian hendak meminum nya, aku tahan tubuh ku sekuat tenaga agar aku tak meminum nya.
Tapi sama sekali tidak bisa, tubuh ku serasa di kuasai makhluk bernama Cakrawati ini,

*BLLLAAARRRRRR* suara seperti petir menyambar, keadaan tiba-tiba gelap, hanya setitik cahaya terang yg aku lihat.
"AAAKKKKKHHHHHHH" teriakan itu memekakkan telinga, aku mencari kesana kemari tak kutemui orang-orang tadi, aku menengok ke atas, kepulan asap hijau keluar dari tubuhku, tubuh ku bergetar hebat, dadaku sesak saat asap ini keluar dari tubuhku.
Kudengar seruan adzan, perlahan tubuhku melayang, kegelapan sirna digantikan dengan cahaya terang, hawa yg semula panas kini menjadi dingin dan nyaman, aku mulai bisa bernafas dengan normal.
9. Weton

"Bodoh!! yg kamu lakukan itu bisa bahayain nyawa adikmu, bahkan nyawa mu sendiri" bentak ayah kepada kak Ray,

aku keluar dari kamar karena sangat haus, sudah seminggu ini aku berbaring di tempat tidur papa tak memperbolehkan ku untuk keluar rumah sampai weton ku.
Setelah kejadian itu, badanku terasa sakit semua, lemas, dan aku sama sekali tak bisa tidur dengan nyenyak.

"Mmm maa maaf pa" kata kak Ray lirih dan terbata-bata,

"ada apa, pa?" Tanyaku, kulihat mimik wajah papa berubah menjadi lembut saat menatapku.
"Ica mau kemana?" Tanya papa,

"ambil minum pa" jawabku, kak Ray tak berani menatapku, ia menunduk nampak gelisah,

"sayang, biar mama aja yg ambil minum ya" sahut mama yg keluar dari kamar mandi, aku manggut lalu duduk di sebelah kak Ray.
"Kak ray kenapa? Ada masalah?" Tanyaku,

kak Ray masih tak mau menatapku, dia meneteskan air matanya,

"kok kak Ray nangis, Ica punya salah sama kak Ray?" Tanyaku lagi,

kali ini kak Ray sudah mau menatapku, dia menangis lalu memeluk ku.
"Maafin kakak, kakak bodoh, ga bisa jaga adik kakak" katanya dengan suara bergetar,

lalu meninggalkan ku dengan papa di meja makan.

"Pa, ada apa sebenarnya?" Tanyaku, papa mengendikkan bahu.
"Dua hari lagi weton kamu, Ica harus rajin ibadah, banyakin dzikir ya, jangan sampe pikiran Ica kosong" jelas papa.

"Mama buatin madu lemon hangat buat Ica" kata mama sembari menyodorkan gelas kepadaku.
Kulihat mama menggeleng kepala papa,

"papa akan cerita setelah semua selesai ya, nak" kata papa.

Aku masih memikirkan kak Ray, kenapa kak Ray nangis dan ngomong gitu?,

"Weton Ica besok puasa ya nak" pinta papa, aku manggut.
10. Suara itu lagi

Sore itu seperti biasa, mama menemaniku duduk di teras, semenjak kejadian itu papa tak pernah membiarkanku sendiri, kadang mama, papa, kak Ray atau bibi yg menemaniku, kuliat untuk yg kesekian kalinya beberapa warga lewat samping rumah membawa persembahan.
Entah untuk siapa dan dimana persembahan itu diletakkan, aku masih dan sangat penasaran, tapi mengingat kejadian mengerikan tentang Cakrawati waktu itu membuatku bergidik ngeri, aku tak mau lagi berurusan dengan "mereka".
Keesokannya mama belanja ke pasar, papa ke kantor, kak Ray keluar entah kemana, hanya aku dan bibi yg ada dirumah,

"non ica tunggu disini ya jangan kemana-mana, bibi mau jemur baju bentar" pintanya, aku manggut.
Saat aku asyik menonton tv, tak lama kudengar suara bibi memanggilku,

"non ica, kesini non" teriaknya,

"ada apa bibi panggil aku? Apa mungkin butuh bantuan? Atau bibi khawatir meninggalkan aku sendiri?" Batinku.
Aku segera bergegas menuju ke tempat bibi menjemur baju, tempat jemuran dirumahku berada di lantai dua, dimana saat berada disana akan terlihat rumah tua dibelakang rumah serta pohon besar itu.
"Bi, ada apa panggil Ica?" Tanyaku,

tak ada jawaban, baju-baju sudah di jemur, tak kutemui bibi dimanapun, mata ku tertuju kebawah, ke arah dimana pohon tua besar itu berdiri kokoh, disana kujumpai beberapa tetangga meletakkan persembahan yg mereka bawa.
Kini aku tau kemana mereka pergi, tapi aku masih belum tau tujuan mereka apa, kini pandangan ku tertuju kerumah tua itu, rumah yg tak ku tau kenapa ditinggalkan, di jendela kaca nako aku melihat sepasang mata mengintip.
Jendela kaca naco nya kayak gini ya

Picture from google Image
Perlahan jendela itu terbuka, nampak jelas seorang dengan wajah hitam nya, dari bibirnya dia bergumam, aku mencoba mengamati apa yg ia ucapkan, namun tetap tak ku mengerti,

tiba-tiba aku mendengar bisikan "DIA DALAM BAHAYA!!!".
11. Sosok hitam

*BRUUAAAKK*

aku terbangun dari tidur ku karena mendengar pintu dibanting dengan keras, tak kutemukan mama disampingku, padahal seminggu ini mama tak pernah meninggalkan ku tidur sendiri.
Karena rasa penasaran ku yg besar aku putuskan untuk melihat ada apa diluar, aku turun dari ranjang berjalan menuju pintu, perlahan kubuka pintu sedikit agar bisa melihat keadaan diluar, hening, benar-benar hening.
"Ah, ngga ada apa-apa, mungkin tadi suara tikus jatuhin barang" aku bermonolog,
segera kututup pintu, sebelum

"hhhhhhaaaa" kudengar suara berat diluar,

aku segera membuka pintu dengan lebar, celingukan mencari sumber suara.
Mataku berhenti tertuju pada sosok dibawah tangga, wujudnya serba hitam, dengan rambut berantakan, tangannya menunjuk ke arah kamar kak Ray, sontak aku melihat ke arah yg ia tunjuk,

"ada apa?" Tanyaku, saat ku menoleh ke sosok itu lagi, ia sudah tak ada disana.
Aku mencarinya ke dapur, ke ruang tamu, dimana pun tak kutemukan dia, aku segera berlari ke arah kamar kak Ray, kubuka pintu kamar kak Ray, aku tercekat kaget melihat apa yg ada di depanku.
"Kak Ray..!!!" Teriak ku,

aku melihat sosok nenek-nenek dengan rambut putih acak-acakan, dua gigi emas sementara gigi yg lain berwana merah karena susur sirih (mangunyah sirih dan pinang).

Nenek itu menjilati pipi kak ray dengan wajah ngerinya, kak ray hanya terdiam,
"tolong.. tolong. " katanya lirih,

"berhenti, siapa kamu?" Tanyaku.

Si nenek mendongak melihat ke arah ku, matanya full putih tanpa ada pupil nya, terlihat bibirnya menyungging tersenyum tipis, dengan cepat dia melesat ke arahku.
12. Halusinasi yg berlebihan

"Bangun, nak" suara mama membangunkan ku,

"Ica mimpi apa?" Tanya mama,

aku masih diam mencerna mimpi itu, kenapa semua mimpi ku seperti nyata.
"Ng..ngga..a..da..ma, Ica mimpi biasa aja kok" jawabku bohong,

aku tak mau membuat mama khawatir,

"ya udah Ica sahur yuk, mama udah siapin, nanti mama temenin puasa" ajak mama.
Aku manggut, kusempatkan menengok kak Ray di kamarnya, dia tertidur dengan pulas, aku lega, ku balikkan badan hendak berjalan ke ruang makan, "tunggu dulu" batinku.
Aku menghentikan langkahku,

"kenapa baju kak Ray sama kayak yg ada di mimpi ku?" Pikirku,

aku segera membuka pintu kamar kak Ray lagi.

Kak Ray sudah berdiri di balik pintu,

"ngagetin ya ampun" ucapku,

"jangan cerita ke siapa pun apa yg kamu liat tadi, ca"
pinta nya, lalu dia segera mengunci pintu.

Aku mematung beberapa saat,

"jadi itu tadi bukan mimpi? " Batinku,

Aku menggedor pintu kak Ray,

"buka kak, buka pintunya" teriakku,

"ngapain, ca?" Tanya mama.
"Kak Ray, ma" jawabku,

"kak Ray kan dirumah temennya, ngga pulang malem ini" kata mama sembari membuka pintu,

pintu itu terbuka tak terkunci, kak Ray juga tak ada di kamarnya.
"Udah ayo sahur bareng, kamu tuh halusinasi, ca" kata mama,

benar sekali, rasanya aku ingin ini hanya halusinasi ku saja, bukan kenyataan agar semua baik-baik saja.
13. Bibi

Sudah 3 hari ini kak Ray ga pulang, aku hubungi, handphone nya ngga aktif,

"sebenarnya kak Ray kemana sih, Ma? Ga biasanya kak Ray lama kayak gini dirumah temennya" tanyaku ke mama.
Mama hanya diam, seolah berat menjawab pertanyaan ku, setelah diam beberapa saat mama akhirnya membuka suara,

"kakak mu dirumah Romo Aji, Ca" jawabnya.

"Romo Aji? Siapa ma?" Tanyaku,

mama menggeleng, "udah Ica ngga perlu tau, ngga perlu mikirin ini ya,
pokoknya kakakmu baik-baik aja kok" jelasnya lalu meninggalkan ku.

Siang itu seperti biasa, mama belanja dan papa kerja, aku dirumah berdua dengan bibi, aku memutuskan untuk cuti di semester ini, karena banyak ketinggalan terlebih lagi aku tak fokus belajar.
Bibi ku belum tua banget, dia berumur sekitar 30 tahunan, dia berasal dari desa ini juga, setiap Subuh bibi datang, setelah isya menyiapkan makan malam, bibi pulang kerumahnya.

Aku menghampiri nya, kulihat dia sedang mengupas sayur,

"mau masak apa bi?" Tanyaku,
kulihat bibi nampak kaget karena aku membuyarkan lamunannya.

"Eh..non Ica, ada apa non? Non butuh bantuan bibi? Tanyanya balik, bibi nampak tak mendengar pertanyaan ku tadi,

"ngga ada, bi, Ica malah mau bantu bibi" jawabku.
"Non Ica istirahat aja di dalem non, atau nonton tv" saran nya,

"bosen ah bi, Ica bantu potong wortelnya ya" tawarku, bibi pun manggut,

"ini nanti buat sayur sop, non, sama perkedel kentang kesukaan den Ray" ucapnya.
"Kak Ray? Bibi ngga tau kalo kak Ray dirumah romo Aji?" Tanyaku,

kulihat bibi meneteskan air mata lalu buru-buru mengusapnya agar tak terlihat olehku,

"iya non, bibi cuma kangen aja sama den Ray" katanya.
Aku sedikit bingung, kenapa bibi harus nangis? Harusnya aku sebagai adiknya yg sedih karena kangen,

"jadi bibi tau kalo kak Ray disana? Emang siapa Romo Aji itu bi?" Tanyaku.

"Emm, non , udah dulu ya bibi mau lanjut masak buat makan siang" katanya buru-buru meninggalkan ku,
aku mengejarnya, "bi, cerita sama Ica, apa yg bibi tau?" Desak ku.

Bibi hanya terdiam, aku terus-menerus merengek, aku tau bibi menyayangi ku, karena di umur nya saat ini, di usia pernikahan nya yg tk sebentar, bibi belum juga dikaruniai anak.
Bibi yg tak tega melihat ku merengek akhirnya bercerita,

"non Ica tunggu di kamar aja, setelah ini selesai, bibi janji akan cerita" katanya tersenyum, aku lega dan manggut.
14. Romo Aji

(Bibi sebagai "Aku")

Setelah 15 menit berlalu aku menyelesaikan pekerjaan ku, aku segera menuju kamar non Ica, aku sangat senang bekerja dengan keluarga ini, mereka sangat baik, mereka akur dan bahagia.
Namun ada satu kejadian yg membuat keluarga ini jadi tak sebahagia dulu, karena keluarga ini sedang dalam bahaya, sedang di incar penunggu pohon jujuk.

Ku ketuk pintuk kamar yg terbuka, non Ica seolah tak sabar mendengar apa yg akan ku katakan tentang kakaknya,
dalam hati kecilku aku merasa ragu, namun, aku juga tak bisa menutupi ini darinya.

Bagaimanapun juga, non Ica harus tau yg sesungguhnya,

"non Ica tau kan, den Ray itu anak yg baik?" Kataku mengawali pembicaraan,

aku hanya ingin menguatkan keyakinan-
non Ica sebelum aku melanjutkan.

Dia manggut, di matanya ada rasa penasaran dan beribu pertanyaan,

"den Ray harus dibawa ke tempat Romo Aji, agar dia aman disana, non" ucapku yg membuat dia masih tak mengerti.
"Nyawanya saat ini terancam, makhluk itu semakin hari semakin berani, dia siap untuk mengambil sukma den Ray" lanjut ku,

kali ini dia tak sabar untuk bertanya.
"Bi, Ica bener-bener bingung, tolong bibi cerita sedetail-detailnya, dari awal sampai saat ini, dan apa ini ada hubungannya sama kejadian yg menimpa Ica tempo hari?"

Desaknya dengan pertanyaan yg jelas susah untuk ku jelaskan.
15. Romo Aji part II

( Cerita Bibi)

Malam itu aku hendak pulang karena pekerjaan ku telah usai, seperti biasa, aku pamit ke nyonya dan tuan, mereka biasa diruang keluarga berkumpul nonton televisi.
"Udah Ray, kamu nurut aja apa kata papa mu, jangan lagi berhubungan dengan Mutia" ucap nyonya yg samar-samar kudengar.
Aku ragu untuk berpamitan, karena takut mengganggu mereka, obrolan mereka sepertinya serius, aku tak mau mengacaukannya, akhirnya aku putuskan untuk menunda kepulangan ku.
"Ma, aku cinta sama Mutia, aku mau nikah sama dia" kata den Ray,

suaranya lumayan keras, hingga aku bisa mendengar nya.

"Firasat papa ga enak, kalo kamu tetap sama dia, jangan libatkan keluarga jika ada sesuatu yg terjadi padamu!!" Bentak tuan kepada den Ray.
Ya, sejak percakapan saat itu, keluarga mereka mulai tak harmonis, sikap non Ica juga aneh, ia sering melamun, berbicara sendiri, hingga teriak-teriak tak jelas.

Puncaknya dimana saat sukma non Ica dibawa pergi sang penunggu pohon, itu membuat ku harus extra mengawasinya,
tak bisa membiarkan dia sendirian.
___________

"Dek, yopo jeragan mu?" (Dik, gimana bos mu?) Tanya suamiku,

aku terdiam sejenak, aku hanya bingung menceritakan ini dari mana.

"Ya wes tetep ngono kae, mas, mesake yoan"

(ya tetap kayak gitu, mas, kasian sebenarnya)
jawabku singkat.

"Pumpung durung kebablas, mending takokno nang romo Aji ae, be'e iso bantu, dek"

(sebelum semuanya terlambat, lebih baik minta bantuan Romo Aji saja, dik) saran suamiku.
Esoknya sepulang kerja aku menyempatkan untuk ketempat Romo Aji di antar oleh suamiku, letak rumahnya di desa sebelah. Aku pun menceritakan apa yg aku tau.

Seperti biasa, wajah Romo yg teduh dan berkharisma, selalu tersenyum ramah, namun setelah aku bercerita,
mimik wajahnya berubah, menjadi merah padam, selayaknya orang marah.

"Astagfirullah..ini sudah keterlauan" terangnya,

suasana menghening, tak ada yg berani bicara, kami tau ada yg tak beres, dan ini adalah masalah besar.
Romo Aji melihat salah satu muridnya, lalu menghela nafas panjang,

"berat" katanya lirih.

"Mbak yu, "mereka" marah karena tempatnya sudah dirusak, itu makanya "mereka" minta imbalan, yaitu sukma salah satu dari mereka" jelasnya padaku.
Aku masih bingung, apa yg Romo Aji maksud, butuh waktu lama untuk aku mencerna.

"Sinten, Romo?"

(Siapa maksud Romo?) Tanya suamiku.
"Kedua orang ini sudah berbuat yg tak seharusnya dilakukan ditempat sakral, ditempat yg sangat dijaga, berhubung mereka dilindungi orang yg mbau rekso, yg sama-sama kuat, mereka bisa bebas, dengan imbalan, nyawa orang yg tak bersalah" jelasnya.
"Romo, minta tolong, jangan Sampe ada nyawa yg hilang, apalagi orang yg tidak bersalah" pintaku,

"siapapun yg ikut campur, harus bertaruh nyawa, karena ini sepenuhnya kesalahan dari dua orang ini" jawabnya.
"Kalian rundingkan dahulu dengan kedua orangtuanya, ajak mereka silaturahmi kemari, InshaAllah saya bantu sekuat tenaga saya" lanjutnya.

Dua hari setelah dari rumah Romo Aji, aku masih ragu untuk menceritakan kepada tuan dan nyonya, aku takut dibilang ikut campur atau lancang.
"Yuk, ngelamun ae"

(mba yu, ngelamum aja) sapa Sarmi, tetangga ku,

kami berpapasan di jalan,

"yuk, kerasan ta kerjo di wong nyar iku?"

(Mba yu, betah ga kerja ditempat orang baru itu?) Tanyanya.
"Kerasan, wong e apik kok"

(betah, mereka sangat baik) jawab ku,

"krungu-krungu, anak e sing wedhok iku kesurupan ya, yuk?"

(Dengar-dengar anaknya yang perempuan pernah kesurupan ya mba yu?) Tanya nya lagi.
"Ora i, saking wingi loro arek e"

(enggak kok saking kemarin dia sakit) jawabku bohong,

"walah yuk, wong aku loh wes ero, wong sak kampung wes ero kabeh, arek iku dadi tumbal, gara-gara kelakuan e cacak e"
(Halah Mbak yu, aku udah tahu kok orang sekampung juga sudah tahu semua, itu anak dijadikan tumbal gara-gara kelakuan kakaknya) ucap nya,

*DEGG!!*

"Jadi mereka sudah tau?" Batinku.
"Iyo ta? Aku malah ga ero loh"

( benarkah? Aku malah nggak tahu) kataku bohong,

aku ingin tau yg sebenarnya terjadi, aku sengaja memancing Sarmi agar ia bercerita.
Bagaikan tersambar petir di siang bolong, aku kaget setengah mati mendengar cerita Sarmi,

"bodoh!! betapa kejinya kelakuan manusia kepada saudara nya" batinku.
Saat itu juga aku memutuskan untuk segera mengatakan kepada nyonya dan tuan, sebelum semua ini terlambat, sebelum nyawa orang yg tak bersalah jadi taruhannya.
"Maaf nyonya, tuan, sebelum nya.." aku pun menyampaikan kepada mereka,

"sudah saya duga, ini perbuatan Ray dengan pacarnya, selama ini saya diam karena saya pikir teror ini sudah berhenti, tapi ternyata "mereka" masih mengincar Ica" kata tuan.
"Tapi bukan hanya non Ica yg sedang dalam bahaya, tuan, den Ray juga" ucapku,

"baik, besok kita ke tempat Romo Aji, ya bi?" Pinta tuan yg segera aku iyakan.
16. Pergi..lari..!!

(Ica sebagai "aku")

"Jadi itu makanya kak Ray dibawa kerumah Romo Aji?" Tanyaku, bibi manggut,

"apa bi, yg udah kak Ray dan mutia lakuin? Dan apa hubungannya sama Ica? Kenapa "mereka" mengincar Ica?" Desakku.
"Bukan kapasitas bibi untuk bicara ini, non, sebaiknya non kerumah Romo Aji saja, bibi antar" ucapnya,

"ayo bi, sekarang ya?" Ajakku.

Aku dan bibi menaiki motor untuk sampai ke tempat Romo aji, sekitar 25 menit kami sampai dirumah yg bibi maksud, rumah bergaya klasik,
besar dan megah, dengan dua pilar di kedua sisinya.

Kami dipersilahkan masuk, dan duduk, tak lama datang seorang lelaki gagah, berumur sekitar 45-55 tahun, beliau tersenyum menyambut kami.
"Ica, sehat?" Tanyanya,

aku lumayan kaget, karena beliau sudah tau namaku, aku manggut,

bibi berbicara setengah berbisik dengan Romo Aji.

"Ica mau ketemu kakaknya? Mari Romo antar" tawarnya,

aku mengikuti nya di belakang,

ku amati satu-persatu ruangan yg kulewati,
benar-benar klasik, mulai dari dinding, perabot, model bangunan, sampai hiasan dirumah ini sangat kuno.
Tak lama kami pun sampai di depan pintu, pintu berwarna kuning, separuh kebawah terbuat dari kayu, separuh ke atas dari kaca, kami masuk dengan melewati beberapa pintu lagi.
"Masuklah" ucap Romo Aji,

aku sedikit ragu, kubuka pintu perlahan, aku melihat kakaku disebuah ranjang, ranjang tingkat dari besi berwarna biru, ia terbujur kaku disana.

"Kak Ray" panggil ku, aku segera berlari menghampirinya, namun dia hanya diam, aku menangis disampingnya,
kupeluk kakakku, aku sangat merindukan kak Ray.

Air mataku menetes tak henti-hentinya, aku hanya bisa memandangi wajah nya yg sangat pucat,

"kak Ray kenapa kayak gini? Kak Ray bangun, Ica kangen sama kak ray" teriakku.
Lama..lama sekali kak Ray hanya diam, aku berdoa agar Allah selalu melindungi kakak ku, perlahan mulut kak ray bergerak, hanya mulutnya saja, matanya masih tertutup.
"Jangan gampang percaya dengan dia" ucapnya lirih hampir tak terdengar,

tapi aku yakin, yakin sekali kata-kata itu terucap dari bibir kak Ray,

"maksud kak Ray dia siapa?" Tanyaku sembari menggoyang tubuh kak Ray.
"Pergi, lari dari sini!!" Bisik kak Ray,

kulihat air matanya menetes, aku buru-buru mengelapnya,

"non, ayo pulang" panggil bibi, aku tak menjawab nya, aku masih memeluk kak Ray.
"Romo Aji pasti jaga den Ray, non, non Ica tenang aja ya, non Ica mau den Ray segera sembuh kan? " ucap bibi membuat aku sedikit lebih tenang.

"Romo, tolong cerita sama saya, sebenarnya apa yg terjadi sama kakak?" Tanyaku,

"tenang..tenang dulu ya, nak" jawab Romo Aji.
"Sebenarnya kakak kamu dan pacarnya itu sudah melakukan hubungan badan di tempat sakral, "penunggu" ditempat itu marah dan minta sukma dari mereka, tapi berhubung kakak kamu dan pacar nya itu di lindungi, jadi "penunggu" disana meminta tumbal orang lain, yaitu kamu" jelasnya.
Aku tercengang mendengar apa yg Romo Aji katakan,

"sementara ini saya sudah berhasil melindungi kamu, tapi sayangnya, sukma kakak mu yg saat ini sedang di ikat oleh "mereka"" imbuhnya.
"Jadi, ini semua karena Ica? Gara-gara Ica lepas dari incaran mereka, jadi sekarang kak Ray yg di incar?" Tanyaku,

"ini bukan salah nak ica, semua terjadi sesuai hukum alam" jawabnya.
"Romo,, Ica minta tolong, selamatkan kak Ray, Ica yakin, kak Ray ga sengaja ngelakuin itu" rengek ku,

Romo masih tersenyum

"Romo pasti bantu, asal Ica nurut" jawabnya,

"Non, ayo pulang, nyonya sama tuan bentar lagi dateng" ajak bibi,
aku pamit kepada Romo Aji,

"terimakasih Romo" ucapku, Romo hanya manggut dan tersenyum.

Dlm perjalanan aku masih memikirkan kata-kata kak Ray, "dia" siapa yg dimaksud? Kenapa kak Ray memintaku untuk pergi dan lari? Kenapa aku merasa kak Ray tidak aman berada dirumah Romo Aji?
17. Siapa yg harus ku percaya?

Malam itu aku duduk bersama mama dan papa,

"Ica udah tau semuanya, mama sama papa jangan sembunyikan apa-apa lagi dari Ica" ucapku.

Papa tersenyum,

"papa ga nyembunyikan ini dari kamu, hanya saja papa ngga cerita sama kamu,
papa ingin kamu cari tau dengan caramu sendiri, Ca" kata papa.

Aku manyun,

"jadi, pa... Kak Ray gimana? Ga selama nya kan, kak Ray kayak gitu?" Tanyaku,

wajah papa berubah,

"papa akan usahakan agar masalah ini selesai, papa juga sudah menyerahkan Ray kepada Romo Aji,
InshaAllah kakakmu baik-baik saja" jelasnya.

Malam itu aku berusaha memejamkan mata, susah sekali untuk tidur, aku sangat khawatir dengan kak Ray, hanya itu pikiran yg berkecamuk di benakku.
"Ca.. Ica" terdengar seseorang memanggil ku, aku bergegas bangun dan mencari sumber suara itu berasal,

*DOK DOK DOK* terdengar jendela ku diketuk serampangan.
Aku membuka tirai jendela, kulihat ada bayangan perempuan disana,

"Ca..buka" pinta nya,

"ga mungkin kan setan minta bukain jendela, pasti nya dia bakal nembus" batinku.
Aku segera membuka jendela kamarku,

"Mutia!!", Wajahnya panik menoleh ke kanan dan ke kiri, sama seperti dulu aku melihatnya di belakang rumah seketika aku mengingat kejadian potongan tangan saat itu.
Tanpa aba-aba Mutia langsung masuk ke kamarku, dengan nafas ngos-ngosan nya, aku bertanya

"ada apa Mut?", Dia masih mengatur nafas, diwajahnya terlihat jelas ada kekhawatiran disana.
"Ca, kamu percaya kan sama aku?" Tanyanya,

aku hrean, untuk apa dia datang kemari? Aku tak menjawab nya, gara-gara dia, kakak ku jadi seperti ini, aku juga sempat jadi korban.
"Percaya buat apa maksud mu?" Tanyaku,

"Ca, tolong kamu selametin kakak mu, dia dalam bahaya, Ca, dia ga aman ditempat itu" ucapnya, kali ini suaranya sudah tak bergetar lagi.
"Bukannya kamu ya yg buat kak Ray bahaya kayak gini?" Tanyaku ketus,

"aku? Kok aku sih Ca? Emang aku udah berbuat apa?" Tanya nya balik.

Aku benar-benar kesal dengan Mutia, dia sama sekali tak merasa bersalah,

"aku bakal dicari, Ca, kalo kamu mau tau yg sebenarnya,
besok aku tunggu di gubug (rumah singgah di sawah) sore ya" ucapnya.

[Keesokan harinya]

Aku sungguh di buat Penasaran soal Mutia, kenapa dia sama sekali ga ngerasa salah, padahal jelas-jelas dia yg membuat kak Ray seperti ini.
Akhirnya aku nekat, kuputuskan untuk pergi menemui mutia, tak peduli resiko apa nanti yg harus ku hadapi, aku mencari cara agar bisa keluar rumah, karena saat itu dirumah ada mama.

Setelah mengantungi izin dari mama aku segera pergi, aku terpaksa bohong,
jika aku jujur mama tak akan membiarkan ku menenui Mutia.

Seperti biasa, hawa dan pemandangan di persawahan saat sore hari sangat lah indah, angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membuatku melupakan sejenak masalah rumit ini.
Sayang, itu semua hanyalah sementara, kulihat Mutia sudah menunggu, gadis berparas cantik bermata sayu ini berhasil membuat kakak ku jatuh cinta dan menderita.

"Langsung aja ya, Mut, apa yg mau kamu sampaikan" ucapku ketus, bola matanya memutar ke kanan dan ke kiri,
seolah memastikan tak ada telinga lain yg mendengar.

"Ca, kamu jangan percaya sama Romo Aji, dia yg udah buat kakak mu seperti ini, yg membuat hidup keluarga mu tidak tenang" ucapnya
Aku shock Mutia berkata seperti itu,

"jelas-jelas kamu dan keluarga mu yg membuat keluarga ku ga tenang, bisa-bisanya kamu melimpahkan kesalahan ini kepada orang lain!!" Ucapku dengan nada kesal.
Dia menggeleng kepala,

"kamu udah di hasut sama dia, Ca, kamu udah masuk perangkap nya, tolong sadar, Ca, sebelum terlambat" ucap nya, kali ini nadanya agak memohon.
"Percuma Ngomong sama kamu, intinya aku minta sama kamu dan keluarga mu untuk ga ganggu aku dan kak Ray, bisa kan? Kami mau hidup tenang" kataku setengah berteriak.
"Aku terlanjur sayang sama Ray, Ca, aku bakal cerita semua ke kamu, setelah aku cerita, terserah kamu mau percaya atau ngga" ucapnya.
18. Yai Wiji

(Cerita Mutia, Mutia sebagai "aku")

Rutinitas sehari-hari ini membuatku bosan, seperti biasa, setiap kali suntuk, aku selalu pergi ke sawah, untuk sekedar menghirup udara segar, dan pemandangan disana tak ada dua nya indahnya.
Melepas penat, di kampung ini, tak ada yg bisa di andalkan selain sawah ini, karena disini, kami bisa melihat gunung yg megah itu.

"Maaf, kamu siapa?" Tanyaku,

kulihat ada seorang lelaki asing duduk di gubug biasa aku singgah, dia menoleh ke arahku, lekaki tampan,
berkulit putih bersih, nampak wajahnya sedih.

"Oh, saya orang baru disini" jawabnya seadanya,

aku duduk di sampingnya,

"keliatan nya, mas sedih?" Tanyaku,

entah kenapa mulutku lancang sekali bertanya seperti itu.
Dia menatap ku sejenak, agak ragu menceritakan beban hidupnya padaku,

"maaf saya lancang, mas" ucapku,

lalu dia tersenyum.

"Kayaknya aku ketemu teman baru" ucapnya,

ia pun menceritakan bahwa adiknya belakangan ini berperilaku aneh, sering teriak dan Ngomong sendiri.
Aku pun bertanya,
"sejak kapan?",

"dua minggu setelah pindah kesini" jawabnya,

"apa sebelum nya keluarga mu pernah datang atau kedatangan Romo Aji?" Tanyaku to the point.

Dia nampak kaget,
"kok kamu tau? Iya sih, Romo Aji pernah ketemu papa dan mereka mulai akrab " jawabnya,

sudah kuduga, dia mencari mangsa lagi.

"Kalo bisa sih kamu lebih hati-hati ya sama Romo Aji, dia bukan orang baik, apapun yg ia beri jangan diterima, buang saja!!" Saranku.
"Maksud mu apa, ya? Eh nama mu siapa? Aku Ray" Tanyanya,

"Mutia, kamu belum pernah terima apapun darinya, kan?" Tanyaku lagi..

Dia nampak berpikir,

"apa ya?" Katanya lirih,

"hmm aku inget, Romo Aji kasih bros ke Ica, tapi lewat bibi,
bibi minta aku untuk ngasih ke Ica" jawabnya,

"bibi siapa?" Tanyaku.

"Bibi yg kerja dirumah, dia juga rekomendasi dari Romo Aji sih" jawabnya,

"maksud mu Bu Ratmi?" Tanyaku, Ray manggut.
"Ikut aku, Ray!!" Ajak ku,

"kemana?" Tanyanya,

"ketemu Yai ku" jawabku,

aku menggandeng tangan Ray,

menaiki motornya menuju rumah Yai Wiji, kakek ku.

Aku menceritakan apa yg Ray katakan tadi,

"pancet ae, ga berubah blas, Aji!!"
(Tetap seperti itu dia, ga berubah kelakuannya) ucap Yai geram.

"Maksudnya apa Yai? Romo Aji ingin berniat jahat?" Tanya Ray,

"bisa bahasa jawa ga, Le?" Tanya Yai,

"sedikit, Yai, minta tolong bahasa Indonesia aja Yai" jawab Ray nyengir.
Yai manggut dan tersenyum,

"dulu sebelum ada keluarga mu, ada orang baru disini, Aji juga melakukan hal yg sama, waktu itu saya kecolongan, korban Aji sudah banyak, sehingga saya dan dia membuat perjanjian" terang Yai Wiji.
"Korban?" Tanya Ray,

Yai manggut,

"dia menjadikan orang tak bersalah sebagai tumbalnya untuk "penunggu" pohon jujuk, demi kekayaan dan keabadian nya, 15 tahun yg lalu, secara tidak langsung dia sudah membunuh satu keluarga, sama seperti kalian, mereka pendatang" jawabnya.
"Jadi, Romo Aji menjadikan keluarga kami sebagai tumbal?" Tanya Ray lagi,

"tepat, tapi saya lihat, papa mu bukan orang sembarangan, maka dari itu Aji mendekati papamu terlebih dahulu" jawab Yai.
"Lalu perjanjian apa yg Yai dan Romo Aji lakukan?" Tanya Ray,

"orang kampung Kamilah yg memberi sajen tiap hari untuk pohon jujuk, tapi dengan syarat, Aji tak mengganggu dan melakukan tumbal nyawa lagi, baik di desa ini, maupun di desanya" jelas Yai.
"Tapi.. dia sekarang sudah melanggar janjinya, saya sebagai sesepuh desa ini tak bisa tinggal diam, karena keselamatan warga sini adalah tanggung jawab saya" lanjutnya.

"Jadi.. bibi, maksud saya, bi Ratmi, itu juga sekongkol dengan Romo Aji? Tanya Ray,
"Ratmi itu istri ketiga dari Aji, istri pertama dan istri kedua telah dijadikan tumbal karena ia tak mau mencari mangsa, mereka bukan orang jahat seperti Aji, berbeda dengan Ratmi, Ratmi yg sampai saat ini setia mendampingi Aji" terangnya.
"Bi Ratmi istri Romo Aji? Tapi setau saya, suaminya bernama pak Burhan, ia sering antar jemput bu Ratmi, dan dia mengaku sebagai suami bu Ratmi" ucap Ray.

Yai tertawa mendengar ucapan Ray, "bukan, Ray, pak Burhan itu juga kaki tangan Romo Aji" potongku,
"kalian, tidak bohong?" Tanya Ray meragu.

"Untuk apa kami bohong? Untungnya apa Ray?" Tanyaku, Ray terdiam,

"sudah, pulang lah, papa mu pasti bisa mengatasi ini semua, perlahan bicara dengan papamu, agar tak terlalu percaya dengan Aji" pesan Yai.
"Lalu bagaimana adik saya, Yai?" Tanya Ray,

"adik mu bukan anak sembarangan, "dia" tak akan mudah untuk mengambil sukma adikmu" jawab Yai.

"Dia? Maksudnya Romo Aji?" Tanya Ray lagi, Yai menggeleng,

"penunggu pohon jujuk" jawabnya mengakhiri obrolan kami.
19. Teruslah berjalan

(Ica sebagai "aku")

"Bohong!!" Ucapku,

"seperti kataku dari awal, kalo kamu ga percaya silahkan, aku disini cuma mau selametin keluarga mu, terutama Ray, Ca" kata Mutia.
"Apa buktinya kalo kamu jujur?" Tanyaku, Mutia tertawa kecil,

"Ca.. Ca.. kamu pernah kan terima bros dari kakakmu?" Tanyanya, betul, bukan kah di awal dia sebut bros itu? Memang kak Ray waktu itu memberikan nya padaku.
"Ah, bisa aja itu bros dari kamu" ucapku masih tak percayalah, Mutia hanya mengendikkan bahu

"kan kamu tau, aku baru kenal kakak mu, sementara kejadian bros itu saat kamu baru pindah kemari" jelasnya.
"Benar juga" batinku,

"tapi, kenapa waktu itu kamu berdiri di pohon jujuk tengah malem?" Tanyaku yg berhasil membuat Mutia kaget.
"Kamu tau, Ca?" Tanya nya,

"aku bertemu dengan Bu Ratmi, dia mengancamku, agar aku tak lagi ikut campur, dia ingin mengambil sukma mu" jawabnya.

"Tapi, ga semudah itu, karena kamu dan papa mu bukan orang sembarangan" imbuhnya.
Ya, samar-sama aku mendengar dia seperti itu malam itu.

"Tapi... Kenapa Romo Aji bilang, kamu dan kak Ray melakukan hubungan badan dirumah tua itu? Makanya "penunggu" disitu marah, mereka mengincar kalian, tapi karena kalian dilindungi Yai wiji,
Jadi "penunggu" itu mengincarku?" Tanyaku.

"Ca, kamu nangkep ga sih cerita aku tadi? Dia ga pernah incer kakak mu, yg dari awal di incer itu kamu, soal cerita itu hanya karangan Romo Aji saja, ini desa ku, mana mungkin aku melakukan hal bodoh di tempat sakral?"
Tanyanya berhasil membuatku tercekat.

"Tapi, kenapa kak Ray sekarang seperti ini? Apa karena "mereka" tak berhasil membawa "Sukma" ku jadi kak Ray yg jadi sasaran?" Tanyaku.

"Bukan, Ca, "mereka" ga incer Ray, yg mereka incer itu kamu, Ray jadi seperti itu karena dia-
tau semua nya, Romo Aji takut rencana nya untuk "ambil" kamu gagal, Romo Aji melakukan ini, agar kamu dan papamu lengah, menyerahkan semua ini padanya, lalu dia lebih mudah "mengambil" sukma mu" terangnya panjang lebar.
"Kenapa harus aku Mut?" Tanyaku,

"kamu istimewa, bau mu sama dengan "dia", Ca" jawabnya,

"hah? "Dia" siapa Mut?" Tanyaku, Mutia menggeleng,

"aku tak mau sebut dan dengar namanya, Ca" jawabnya.
"Cakrawati?" Ucapku lirih,

"Ca!!" Teriaknya,

"aku mau pulang, bentar lagi magrib, kamu cepet pulang, jangan pernah berhenti meski ada yg manggil kamu, dan tolong selamatkan Ray" pesan nya.
"Gimana caranya aku selametin kakak, Mut?" Teriak ku,

Mutia tetap berlari pergi hingga tak terlihat lagi, aku segera pulang dari sana,

"Ica" suara yg tak asing, suara kak Ray, aku ingat betul apa kata Mutia,

"jangan pernah berhenti meski ada yg memanggil".
20. We catch you

Malam itu seperti biasa, kedua orangtua ku duduk santai, mumpung bibi sudah pulang, aku niatkan untuk bertanya kepada orang tua ku soal Romo Aji.
"Ma, pa, Ica boleh tanya?"tanyaku, mereka manggut,

"sebenarnya, papa kenal sama Romo Aji sejak kapan?" Tanyaku.

Nampak diwajah papa keheranan dengan pertanyaan ku.

"Sejak kita pindah disini, nak" jawabnya, "jadi bukan dari bibi?" Tanyaku lagi,
"bukan, Ca, papa mengenal Romo Aji dulu, baru bibi, bibi itu rekomendasi dari nya" jawabnya.

"Gila!! Benar-benar gila, jadi apakah bibi dan Romo Aji memang dalang dari semua ini?" Batinku,

"pa, bawa kak Ray pulang, Romo Aji itu bukan orang baik" pintaku.
Papa dan mama terkejut mendengar ucapan ku, aku menceritakan semua yg Mutia katakan padaku,

"pa, bener kata Ica, ayo jemput Ray, disana Ray tidak aman" ucap mama.
"Bener-bener gila, jadi ini ulah Bu Ratmi dan Romo Aji!!" Ucap papa geram,

"kita udah nuduh Ray yg nyebabin semua ini, pa, mama nyesel lebih percaya orang lain daripada anak sendiri" kata mama.
"Tapi kenapa kak Ray bilang ini salahnya, pa, ma?" Tanyaku,

"karena lewat benda itu, iblis itu dengan mudah dekat dengan mu, Ray yg memberikan benda itu, makanya dia merasa bersalah" jawab papa.
"Bros itu maksud papa?" Tanyaku, papa manggut,

"benda itu di "isi" dan dijadikan pintu perantara agar bisa masuk ke badanmu, papa kecolongan, kita dipermainkan" jawab papa.
"Mama ga nyangka ternyata bi Ratmi itu istri Romo Aji" ucap mama lirih,

"yg terpenting sekarang mari kita jemput Ray" ucap papa, kami pun setuju.

Saat kami keluar rumah, disana sudah ada Mutia dan Yai Wiji,
"kami tidak akan membiarkan kalian bertarung sendiri" ucap Yai,

"Mutia, makasih ya" ucapku.
Kami menuju rumah Romo Aji bersama, dengan mobil papa, dalam perjalanan kami saling minta maaf dan meluruskan kesalahpahaman ini.
"Pun, mboten perlu di dadosaken ageng, namine salah paham nggih wajar, sing penting pun semerap"

(sudah, jangan dijadikan besar, namanya salah paham ya wajar, yg penting sudah sama-sama tau" ucap Yai.
21. Satria

(Mutia sebagai "aku")

Setengah dalam perjalanan menuju rumah Romo Aji menjemput Ray, tiba-tiba Ica menjerit histeris, terpaksa kami berhenti untuk memeriksa keadaan nya.
"Ca, istighfar nak" ucap mama Ica sembari meneteskan air mata, papa nya sibuk memegang tangan Ica karena ia berontak saat Yai membaca doa untuk menenangkan nya
Perasaan ku mulai tak enak, aku bantu doa sebisa ku,

"arek iki wes tak cancang, koen kabeh kecolongan... Hahaha"

(anak ini sudah aku ikat, kalian semua kecolongan) ucapnya.
Suara Ica yg lembut berubah menggelegar, urat-urat nya menyembul, mata nya terbelalak lebar, hampir 20 menit dia seperti ini, tangisan mama nya makin menjadi.
"Kok bisa kayak gini, Yai? Saya kira Ica sudah benar-benar bersih" tanya papa Ica,

"rupanya sebelum ini, Aji telah melakukan suatu hal kepada Ica, yg tak kita tau itu apa dan kapan" ucap Yai.
"Lalu apa yg harus kita lakukan, Yai?" Tanya papa Ica,

"kita tetap melanjutkan perjalanan ini kerumah Aji" jawab Yai,

"apa ga makin membahayakan Ica, Yai?" Tanyaku.
"Tidak, Aji tak bisa menyentuhnya" ucap Yai yg membuat kami semua bingung,

dalam perjalanan Ica masih berteriak dan mengejang terus menerus, seperti sangat kesakitan, tak lama kami pun sampai dirumah Romo Aji.
"Akhirnya yg ditunggu datang juga" ucap Romo Aji,

"kembalikan putraku!! Kamu sudah membohongi kami semua dengan fitnah yg keji" ucap papa Ica, Romo Aji tertawa, tak menjawab papa Ica,

"kamu sudah mengingkari janji mu, Ji, saya tidak akan tinggal diam" ucap Yai.
"Kenapa Yai selalu ikut campur?" Tanya Romo Aji,

"jelas saya ikut campur, kamu sudah membahayakan nyawa penduduk di desa ku, kenapa? Kamu takut kalau saya yg turun tangan? Ditambah dengan Satria? Lawan tandingan Cakrawati?" Ucap Yai.
Wajah Romo Aji berubah, ia terbelalak saat Yai menyebutkan nama Satria,

"Satria? Penjaga keluarga ku?" Ucap papa Ica lirih,

Yai yg mendengar nya manggut,

"itu salah satu alasan Cakrawati mengincar Ica, karena Satria lah yg saat ini menjaga Ica, putri mu" jelas Yai.
"Aku pikir selama ini Satria sudah menghilang ikut kematian ayahku, tapi ternyata ia masih setia menjaga keluarga kami" ucap papa Ica,

"benar, ia tak menampakkan wujud nya karena Ica belum matang dan belum siap" terang Yai.
"Tapi jika Satria tandingan Cakrawati, kenapa dia berani sekali mengganggu orang yg Satria jaga? Bukan kah akan jelas Cakrawati akan kalah?" Tanyaku, Yai menggeleng.
"Bukan masalah takut, menang atau kalah, tapi takdir Cakrawati memang harus melawan Satria, jika tidak Cakrawati akan terus menjadi budak pohon jujuk, ia tak akan pernah bebas, karena Cakrawati sebenernya bukan orang jahat, takdir nya lah yg memaksa ia seperti ini" jelas Yai.
"Kenapa malah mendongeng? Mau tidur?" Ledek Romo Aji, dari dalam rumah terlihat bu Ratmi membawa tampah berisikan sesajen, untuk ritual pemanggilan Cakrawati, tentunya.
"Bi, saya tidak menyangka ternyata ulah bibi seperti ini" ucap mama Ica sembari memangku badan Ica yg pingsan, Bu Ratmi hanya tersenyum sinis.

Yai dan papa Ica bersila dan memejamkan mata, entah apa yg mereka lakukan, aku hanya tau sukma mereka akan bertarung.
13. Satria part 2

("Aku" sebagai Ica)

Saat dalam perjalanan kerumah Romo Aji aku merasa was-was, pikiran ku hanya tertuju pada kak Ray, bibi dan Romo Aji, tak ku sangka orang yg ku anggap baik ternyata penyebab dari masalah di keluarga ku.
Samar-samar aku melihat pria gagah menunggangi kuda, tampilan nya seperti raja di kerajaan yg aku tonton di film kolosal selama ini, ia berjalan tepat disebelah mobil yg melaju,

"mana mungkin di jaman sekarang ada yg seperti ini? Paling cuma halusinasi ku aja" batinku.
Ia tersenyum

"naiklah kemari, aku akan melindungi mu" ucapnya,

"apaan sih nih orang, kenal aja ngga, mau lindungi segala" batinku, aku masih diam tak menghiraukan nya.
Saat aku berkedip Seketika mobil yg aku tumpangi berubah menjadi tempat asing, tempat yg sangat panas, seperti di gurun pasir, tapi cahaya disini merah, aku berteriak-teriak memanggil papa dan mama.
"Naiklah, cepat!!" Ucap si pria, aku masih tak mempedulikan nya,

aku berjalan tak menentu, tak tau harus kemana,

dari jarak beberapa meter ada seorang wanita, ya, wanita yg dulu bersama Cakrawati.
Saat ia hendak menghampiri ku, ia di hadang oleh pria berkuda, lalu ia jatuh tersungkur ke tanah,

"naik lah, agar aku bisa melindungi mu" ucapnya, kali ini aku mengiyakan ucapanya, aku segera berlari menaiki kuda tersebut.
"Ini mimpi? Aku berhalusinasi lagi? Yg aku alami ini sungguh mengada-ada" pikir ku,

"untuk sementara sukma mu aku amankan, biarlah saat ini Cakrawati menempati ragamu hingga tenaganya terkuras" ucap si pria.
"Maaf, Anda siapa?" Tanyaku,

"Satria" jawabnya, ia berhenti lalu turun dari kuda meninggalkan ku,

"jangan pernah turun dari kuda ini, aku akan memusnahkan mereka" , ucap nya.
Kulihat mereka saling bertarung, entah berapa lama yg jelas prajurit Cakrawati sangat banyak, Satria sama sekali tak terlihat lelah, ia sangat tangguh melawan mereka tanpa sedikitpun tersentuh.
Samar-sama kulihat papa dan Yai Wiji, mereka datang bersama Romo Aji, mereka bertiga juga ikut bertarung,

"apa-apaan ini? Padahal selama ini aku tertawa ketika menonton film kolosal, tapi kenapa ini malah terjadi di depan mataku?" Batinku.
Tak lama Cakrawati muncul lalu hendak menghampiri ku,

"berani kau menyentuh nya?" Tanya satria,

"Ketemh maneh, koen mesti melok-melok!! aku ga ngarah meneng, anak buahku kon pateni kabeh"

(Kita bertemu lagi, kamu selalu ikut campur!! Aku tak akan tinggal diam melihat anak-
Buahku kau bunuh semua) ucap Cakrawati marah.

"Podo, aku yo ga iso meneng ndelok koen njupuk sukmo e arek iki!!"

(Begitu pula denganku, aku tak akan tinggal diam melihat kamu mengambil sukma anak ini!!) Jawab Satria.
Lagi.. aku melihat pertarungan mereka, kulihat wanita yg bersama Cakrawati sudah lenyap entah kemana,

Romo Aji pun berhasil dikalahkan oleh papa dan Yai Wiji, sementara Satria dengan Cakrawati masih terus bertarung.
*BLARRRR* bak suara petir di iringi cahaya terang, seketika aku tak sadarkan diri,

"bangun Ca!!" Teriak mama, aku berusaha membuka mataku yg masih berkunang-kunang, semua orang sudah berkumpul, di antaranya aku melihat sosok yg selama ini aku rindukan.
"Kak Ray..." Ucapku lirih, kulihat ia tersenyum, sudah lama rasanya aku tak melihatnya tersenyum tampan seperti ini,

"Alhamdulillah..." Ucap semua orang serentak.
[[Beberapa hari kemudian]]

"Aku ga sadar selama 2 hari??!!!" Ucapku setengah berteriak, papa manggut,

"terus gimana Romo Aji dan Bu Ratmi?" Tanyaku,

"Romo Aji meninggal, Bu Ratmi linglung" jawab papa,

"beginikah akhir dari orang yg bersekutu dengan jin?" Batinku.
"Kak Ray baik-baik aja kan?" Tanyaku,

"Alhamdulillah, kak Ray baik-baik aja, Ca" jawabnya manggut,

"kak Ray kenapa ga jujur sama papa?" Tanyaku,

"udah lah, tapi papa malah percaya sama si Aji!!" Jawab kak Ray emosi.
Kulihat wajah papa nampak bersalah, papa hanya terdiam menunduk,

"malah kak Ray disuruh jauhin Mutia, padahal mereka mau menolong kita, si Aji sialan itu berhasil mempengaruhi papa, kakak dijadikan tawanan disana, kakak kayak mayat hidup, gila!!" Imbuh kak Ray marah.
"Sudah,, sudah, ini kan sudah berlalu, yg terpenting sekarang semuanya baik-baik saja, maafkan papamu, Ray" ucap mama menengahi,

kak Ray melihat papa, ia juga merasa bersalah karena telah menyudutkan papa.
"Maaf ya ,pa, bukan maksud..." Kata kak Ray yg belum selesai,

"maafkan papa juga ya" ucap papa, "pa, Satria itu siapa?" Tanyaku,

"dia pengikut setia kakek mu, Ca, ia setia menjaga keluarga kita, tentunya dengan izin Allah" jawab papa.
"Tapi, Cakrawati itu kemana, Pa? Apa dia ga akan menggangu kita lagi?" Tanya kak Ray,

"tidak akan pernah, Cakrawati telah dibinasakan oleh Satria" jawab papa, mendengar itu, kami merasa lega.
"Waktu kamu kerumah Romo Aji dengan bibi, apa yg mereka lakukan? Kenapa waktu itu Yai bilang Romo Aji berbuat sesuatu yg tak kita tau itu apa dan kapan?" Tanya mama.
Aku sedikit bingung dengan pertanyaan mama,

"apa ya ma? Ica kurang tau sih, yg jelas waktu itu Ica datang, di suguhin minum, lalu Ica di antar ke kamar kak ray" ucapku,

"minuman apa, Ca?" Tanya papa.
Aku mengendikkan bahu,

"entahlah, minuman itu berwarna seperti susu, tapi rasanya sepat dan agak asam, aneh nya lagi meskipun rasanya tidak enak, Ica malah habisin minuman itu" jawabku
(ini kelanjutan nya aku tulis ulang biar ga bingung cari, maaf ya tadi ga runtun cerita nya😣🙏 yg sudah baca boleh skip 😊)
"Darah Cakrawati, itu yg membuat ia terikat dengan mu, untung saja satria menghalangi Cakrawati, setidaknya menghambat" ucap papa.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with ikka ayyu

ikka ayyu Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @AyyuIkka

Jul 23, 2020
"Semenjak mbah pergi"

Seluruh kenangan indah tentang beliau akan menjadi mengerikan karena ada "sesuatu" yang ikut campur...

A Thread Horror Story

@bacahorror #bacahorror
1. Drama di mulai

"Nduk, punduten kloso e di duwur yo"

(nak, ambilkan tikar di lantai atas ya) perintah ibu ku,

akupun bergegas menuju ke lantai dua rumah ini.
Kususuri tangga yg belum selesai direnovasi ini,

saat kupijakkan kaki di anak tangga terakhir,

aku mendengar suara beberapa orang sedang berbincang.
Read 325 tweets
Apr 29, 2020
Aku bergidik ngeri, mau muntah rasanya jika tau kalau itu adalah darah Cakrawati, kini penduduk sekitar pun tak pernah lagi menaruh sesajen untuk pohon jujuk, aku dengan Mutia kini berteman dan aku sering ke tempat Yai Wiji.

Suatu hari Mutia bertanya kepada Yai,
"Yai bilang Cakrawati bukan orang jahat, ia terpaksa seperti itu karena itu sudah takdirnya, Mutia bingung" tanya Mutia.

"Bingung kenapa? Yai akan beritahu, tapi setelah ini jangan pernah lagi bahas dia, mengerti?" Ucap Yai, kami manggut dan bersiap mendengar cerita Yai.
"Tau? Kenapa pohon itu dinamakan pohon Jujuk?" Tanya Yai, kami menggeleng,

"karena yg punya rumah tua itu bernama Jujuk, pohon itu juga mikik Jujuk, Cakrawati adalah anak dari Jujuk, kejadian ini sudah sangat lama, saat kakek Yai masih kecil,
Read 13 tweets
Apr 23, 2020
"Kalap (Siluman Air)"

A Thread Horror Story

@bacahorror #bacahorror
Kejadian ini baru aja terjadi di desa sebelah, mungkin beberapa temen-temen disini ga asing sama yg namanya kalap atau siluman pengunggu sungai, dan banyak versi cerita tentang kalap ini.
Kali ini aku bakal cerita tentang kalap ini versi aku, yg terjadi di desa tetangga, jika ada yg pernah mendengar soal kalap, jangan ragu buat komentar dan share pengalaman kalian disini.
Read 65 tweets
Apr 12, 2020
"Pukul 10 PM"

Thread Horror Story

@bacahorror #bacahorror Image
Mohon maaf sekali karena ada kata2 yg kasar 🙏

Selamat membaca

Let's get started
1. Foto dan rambut

"Temen ta iki nggon e?" (Yakin ini tempatnya?)

Tanya seorang pria bernama Badrun kepada firman temannya yg hanya dijawab dengan anggukan,

"mblusuk tenan panggon e iki, uadoh tekan kampung, omah nok pucuk gunung, edaan cuk"
Read 149 tweets
Dec 16, 2019
^^Misteri Di Desaku^^

Cerita ini bukan aku sendiri yg ngalamin, ada beberapa narasumber, tapi bakal aku jadiin satu dan jadi orang yg sama biar ga bingung.

Thread horror story

@bacahorror #bacahorror

@ceritaht #ceritaht

@InfoMemeTwit
Kupijakkan kakiku memasuki pelataran masjid mewah nan megah ini, kuarahkan pandanganku ke kubah berwarnah emas dan hijau, mataku menyapu seluruh tempai ini. Ya, di depan ku sudah dibangun masjid yg besar dan megah, tak kusangka dulu pernah singgah disini,
pernah kos disini ditanah ini.

Pikiranku menerawang jauh, mengingat-ingat kejadian waktu itu, beberapa tahun yg lalu.

-----------
Flashback 7 tahun yg lalu
-----------
Read 354 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(