My Authors
Read all threads
“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”

Setelah begitu panjang perlawanan yang dijalani, kalimat tegar itu muncul dari Nyai Ontosoroh untuk menepuk Minke yang memanggul perasaan kalah di pundaknya

Nyai Ontosoroh & Minke: Sebuah Perlawanan

- a thread
Tidak asing dengan nama tersebut, bukan? Minke, seorang pribumi yang mengagungkan budaya Eropa. Sementara, Nyai Ontosoroh yang merupakan pemimpin Boerderij Buitenzorg, anomali dari konsep masak, macak, lan manak, yang melekat di kedirian seorang perempuan.
Dua tokoh tersebut akrab dikenal melalui buku Bumi Manusia yang ditulis Pramoedya Ananta Toer pada tahun 1975, meski sebenarnya telah dilisankan sejak tahun 1973. Dalam buku tersebut, Pram mencoba untuk menggambarkan bagaimana ketidaksetaraan antara pribumi, totok, dan indo.
Pram membagikan cerita tersebut kepada sesama tahanan politik (Tapol) di Pulau Buru. Sedikit-sedikit Pram menulisnya setelah memperoleh kiriman mesin tik dan kertas. Pada 1973, Pram mendapat kiriman mesin tik dari filsuf eksistensialis asal Prancis, Jean-Paul Sartre!
Berkat kuatnya ingatan Pram, kita bisa menikmati cerita tentang Nyai Ontosoroh. Diceritakan, Minke bertemu dengan keluarga Mellema. Ia mengagumi 2 perempuan dalam keluarga tersebut. Annelies, Indo yang mendaku sebagai pribumi. Juga, Nyai Ontosoroh, gundik Mellema yang pandai.
Namun, kakak Annelies yang bernama Robert Mellema amat membenci Minke. Ia menganggap Minke sebagai pribumi yang tidak akan pernah bisa setara dengan derajat Totok Belanda kendati sebenarnya ia sendiri juga seorang Indo. Tapi sebenarnya apa sih yang dimaksud Totok Belanda?
Jika seorang laki-laki Belanda menikah dengan perempuan pribumi (Nyai), anak-anak mereka akan disebut Sinyo (laki-laki) dan Noni (perempuan). Meski bapak biologisnya seorang Belanda, derajat anak-anak ini di bawah orang Eropa tetapi tidak mau dianggap sama dengan pribumi.
Kemahiran Nyai menggunakan Bahasa Belanda membuktikan bahwa semua orang bisa menjadi pintar dan berilmu. Tidak terkecuali jika ia terlahir sebagai perempuan. Keengganannya tunduk terhadap Belanda memasuki sanubari Minke ketika mereka harus berurusan dengan Pengadilan Putih.
Latar cerita tersebut bertempat di Surabaya pada era 1889. Saat itu hukum yang ada tumpul pada pihak Belanda dan tajam pada ketidakberdayaan pribumi. Permasalahan hukum yang mereka hadapi adalah perkara perebutan Boerderij Buitenzorg (Perusahaan Pertanian Buitenzorg).
Hukum tidak berpihak pada Nyai Ontosoroh . Hak asuh Annelies jatuh ke tangan Mellema, seturut dengan saham perusahaan yang tidak menyisakan serupiah pun kepadanya. Atas kekuatan publik, Nyai dan Minke menggerakkan rakyat Surabaya untuk menuntut ketidakadilan yang menimpanya.
Menulis kemudian menjadi alat Minke untuk memperjuangkan hak yang sama di mata hukum. Ia menerbitkan banyak tulisan. Namun, usaha tersebut tidak berbuah manis. Meski nasionalisme masyarakat tergugah, pada akhirnya hukum Belanda tetap membela kulit putih.
Disinilah perubahan pola pandang Minke semakin jelas. Minke yang mulanya sangat mengagumi budaya Belanda, kini menjadi tidak lagi simpatik. Belanda menampakkan diri yang sebenar-benarnya; menindas yang kecil dengan kekuasaan. Ia sadar bahwa ada sesuatu yang salah dengan
Nyai Ontosoroh dan Minke memang fiksi. Tapi perihal yang dialaminya, rasanya masyarakat kita cukup akrab. Bagaimana relasi kuasa menjadi alat penindasan. Sebutlah, cara pemangku kebijakan membuat rakyat kecil makin kecil lewat peraturan perundang-undangan yang mereka rancang.
Dalam kasus-kasus belakangan ini, banyak sekali pemberitaan yang memperlihatkan bahwa di negara yang katanya sudah merdeka hampir 75 tahun ini masih tidak memperdulikan hak-hak rakyat kecil, sebut saja
seperti RUU Ketenagakerjaan yang berdampak bagi kesejahteraan buruh.
Perubahan pemberian upah dari sistem pemberian upah minimun diganti menjadi pemberian upah sesuai jam kerja (pengusaha bisa saja mengurangi jam kerja buruh agar biaya upah buruh di tahun berjalan berkurang dan pada akhirnya pengusaha akan membayar pajak lebih murah).
Kemudian akan ada muncul fleksibilitas pasar kerja & perluasan outsourcing yang menyebabkan buruh tidak mempunyai ikatan kerja tetap di perusahaan dia bekerja saat ini, dll.
Selain RUU Keternagakerjaan, banyak kasus pelanggaran HAM yang saat ini tidak selesai dan tidak tahu kapan akan selesai seperti kasus penyerangan Novel Baswedan, Munir, Marsinah & kejadian G30S. Orang-orang seperti mereka ini yang hanya berniat membela apa yang menjadi haknya.
“Kita kalah, Ma,” bisikku (Minke).
“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”

Research: @hellosandwitch9
Content Writer: @afitaasm
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Power and Knowledge

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!