My Authors
Read all threads
Mengenang 17 Tahun Darurat Militer, Nestapa Rakyat Aceh

Awal pemberlakukan status darurat militer pada 19 Mei 2003 langsung diwarnai dengan aksi pembakaran sejumlah gedung sekolah di Nanggroe Aceh Darussalam yang dilakukan oleh Militer.
19 MEI 2003 menjadi memori kelam bagi penduduk bumi Serambi Mekkah. Sejak pukul 00.00 WIB, sebuah status perang berlaku di setiap jengkal tanah Aceh. Hari itu, Presiden Megawati Sukarnoputri dengan meminjam mulut Menko Polhukam Jenderal SBY mengumumkan pemberlakuan status DM.
Segera setelah itu, mesin dan armada perang dikerahkan. Setidaknya, Jakarta mengirimkan 30 ribu personel pasukan TNI dan 12 ribu Polisi. Personel itu lengkap dengan alat tempur.
Tank Scorpion buatan Inggris, pesawat Bronco, panser, dan kendaraan lapis baja lainnya dikirim memburu sekitar 3.000 gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka. Pasukan pemerintah mengobok-obok permukiman penduduk, selain hutan dan bukit yang diduga menjadi sarang gerilyawan GAM.
Tak perlu diceritakan lagi apa saja kasus kekejaman yang timbul akibat perang.

Perang merugikan warga sipil, merusak sistem pendidikan (sekolah), kebebasan beragama, kebebasan mengakses dan menyampaikan informasi, dan menebar rasa takut.
Soal pelanggaran hak asasi manusia, itu hal yang niscaya terjadi kala perang membuncah baik dilakukan oleh aparatus negara atau gerilyawan.

Kasus penyiksaan, pembunuhan, dan penangkapan tanpa proses hukum menjadi santapan sehari" bagi masyarakat belum lagi kasus pemerkosaan.
Pendek kata, selama darurat militer, Aceh menjadi daerah tanpa supremasi sipil.

Mengenang 17 tahun pemberlakuan darurat militer, saya hanya ingin bercerita bagaimana penyebaran informasi menjadi tak leluasa.
Media dan jurnalis dihadapkan pada pilihan sulit:

Menjadi pelapor kondisi riil daerah perang dengan konsekuensi berhadapan dengan para pelaku konflik atau menjadi penurut bagi militer dengan konsep jurnalisme patriotik.
Hal ini disebabkan Penguasa Darurat Militer Daerah mengeluarkan maklumat yang melarang wartawan dan media menyampaikan kabar dari sisi gerilyawan.
Operasi militer memang kebijakan Jakarta untuk memberi pelajaran kepada GAM yang semakin bertingkah. Namun sejarah mengatakan menyelesaikan masalah Aceh dengan kekerasan tidak pernah berhasil.
Buktinya, menjadikan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) selama sembilan tahun di masa Orde Baru justru hanya menghasilkan GAM yang semakin perkasa.

Sebaliknya, operasi bersenjata pada 1989-1998 itu telah membuat orang-orang sipil menjadi korban.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Atjeh Imperial Archives

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!