[Sebuah Utas: Bag. 3]
Bagaimana seharusnya kita memahami filsafat?
Kita bisa memahami filsafat di dalam 3 (tiga) bentuk: (1) sebagai disiplin ilmu tingkat kedua (second order discipline, (2) sebagai aktivitas berpikir, dan (3) sebagai laku hidup, atau jalan hidup (way of life).
Bagaimana seharusnya kita memahami filsafat?
Kita bisa memahami filsafat di dalam 3 (tiga) bentuk: (1) sebagai disiplin ilmu tingkat kedua (second order discipline, (2) sebagai aktivitas berpikir, dan (3) sebagai laku hidup, atau jalan hidup (way of life).
1. Sebagai disiplin ilmu tingkat dua.
Tidak jarang untuk mendengar frase bahwa filsafat adalah ibu dari semua pengetahuan (mother of sciences). Secara historis tidak dapat dielakkan, tetapi acap kali frase tersebut hanya memiliki makna historis yang post-factum -- apologetis!
Tidak jarang untuk mendengar frase bahwa filsafat adalah ibu dari semua pengetahuan (mother of sciences). Secara historis tidak dapat dielakkan, tetapi acap kali frase tersebut hanya memiliki makna historis yang post-factum -- apologetis!
Jawaban macam itu berusaha untuk mengalihkan tuduhan yang diberikan oleh kelompok di luar para filsuf (para ilmuwan atau orang awam) yang melihat ke-tidak-relevansi-an dari filsafat. Seperti yang disampaikan oleh Hawking di dalam The Grand Design, bahwa “… filsafat telah mati.”
Filsafat, sebagai sebuah ilmu menjadikan segala sesuatu yang ada (being) sebagai objek kajiannya. Permasalahan hadir ketika melihat perkembangan dari ilmu pengetahuan (sciences) yang semakin lama semakin independen, serta semakin spesifik. Muncul biologi, ekonomi, fisika, dsb. 
Ketika perkembangan ilmu pengetahuan sudah menghasilkan “division of labour” di dalam ilmu, filsafat kehilangan objek kajian yang ia miliki yaitu “segala sesuatu”. Membanggakan filsafat sbg ibu seluruh ilmu sama saja spt sedang bernostalgia ttg masa lalu (bkn masa skg) yang baik!
Oleh karena itu, mengikuti saran dari beberapa filsuf dari kelompok filsafat analitik dan positivisme logis, kita dapat melihat ilmu filsafat, bukan lagi sebagai disiplin ilmu tingkat pertama, melainkan sebagai disiplin ilmu tingkat dua (second order discipline).
Apabila disiplin ilmu tingkat pertama bertugas untuk: (1) menghasilkan tipologi, (2) menghasilkan prediksi thdp masa mendatang, (3) menghasilkan eksplanasi ttg masa lalu, (4) menghasilkan pemahaman mengenai apa yang menyebabkan peristiwa terjadi, dan (5) menghasilkan kontrol ...
Ilmu filsafat, yang merupakan disiplin ilmu tingkat dua, bertugas untuk: (1) menganalisis keyakinan-keyakinan terpenting kita, dan (2) menyediakan dasar-dasar kuat sebagai meyakini. Filsafat MASIH mengkaji segala sesuatu sbg objek kajiannya, tetapi dengan pendekatan berbeda.
Ia tadinya memiliki tugas untuk melakukan eksplanasi terhadap dunia, dituntut untuk mengubah tugasnya yaitu untuk melakukan klarifikasi, atau evaluasi, terhadap ide, atau konsep, yang menjadi asumsi teoritis dari suatu ilmu. Ia hadir sbg metodologi!
Ilmu tidak mampu mengambil jarak dari dirinya sendiri, mereka niscaya harus mengasumsikan banyak hal demi melangsungkan kerjanya sebagai sebuah ilmu. Filsafat hadir untuk berperan serta di dalam perkembangan ilmu itu sendiri yang memainkan peran sebagai the devil’s advocate.
Ia, mengutip Carnap, adalah “… theory of science.” Tidak mengherankan makanya, kalau kalian menemukan banyak filsafat yang mengkaji ilmu lain, seperti: filsafat ilmu alam, filsafat sosial, filsafat seni, atau bahkan filsafat hukum. Ini Carnap, filsuf abad ke-20:
Makanya, ada yang bilang filsafat itu tugasnya ngerecokkin ilmu yang lain; mempertanyakan hal yg nggak terpikirkan sama ahli ilmu itu sendiri! 🤪
Dengan demikian, ga rugi kalo kalian belajar filsafat. Pasti, kalian bakal punya pemahaman yang lebih komprehensif ttg ilmu kalian!
Dengan demikian, ga rugi kalo kalian belajar filsafat. Pasti, kalian bakal punya pemahaman yang lebih komprehensif ttg ilmu kalian!
Utas ditulis oleh @phileisophos
