My Authors
Read all threads
Apakah anak-anak kita sudah "siap" kembali ke sekolah?

Pertanyaan yang pernah saya ungkapkan 12 hari lalu. Kali ini akan saya bahas lebih rinci.

Sebuah thread bertaut.

Lanjut di komentar.
Masa tanggap darurat seharusnya berakhir 29 Mei ini, apabila sesua rencana awal. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) @idai_tweets sudah merilis anjurannya kemarin, dengan memaparkan fakta angka dan pembahasan "tatanan kehidupan normal baru", salah satunya dalam kegiatan belajar.
Angka kematian mencapai 2,4 persen. Tidak berbeda jauh dengan data surveilans @dinkesJKT: 8 anak meninggal dari 337 kasus terkonfirmasi. Masih lebih tinggi dari data @Medscape yang menyebutkan case fatality rate anak < 1%. Kok bisa? Terima dan renungkan saja. Jangan remehkan.
Publikasi karakteristik anak-anak dengan COVID-19 berat masih terbatas. Salah satu yang cukup baru ada di @JAMANetwork jamanetwork.com/journals/jamap…
Secara umum, kasus #COVIDー19 berat pada anak lebih sedikit dibanding dewasa. Tetap saja tidak ada yang ingin anaknya meninggal karenanya
Lalu bagaimana "the new normal life" atau tatanan kehidupan normal baru ketika anak-anak kembali bersekolah? Kapan sekolah dibuka untuk kegiatan belajar saja belum ditetapkan oleh Kemendikbud. Tapi banyak orangtua tidak siap anaknya kembali ke sekolah dalam waktu dekat. Mengapa?
Seorang kawan saya, dr. Kartika Hendrania, Sp.OT (Spine) menulis di facebook.com/kartika.hendra… yang viral dan di-share > 5800x! Ia tidak yakin anak-anak tidak mudah terpapar virus dan menularkannya ke kawan-kawannya. Mereka tidak betah mengenakan masker berlama-lama, dan alasan lain
Dokter Nia juga memberi syarat sekolah dengan durasi singkat, tidak ada kegiatan olahraga, maksimal 9 anak dalam satu kelas, tidak ada upacara, jam masuk dan pulang sekolah yang tidak bersamaan, dan harus membawa bekal makanan sendiri dari rumah. Tidak ada jajan di kantin sekolah
Empat hari lalu, Prancis mengabarkan peningkatan 70 kasus COVID-19 yang dihubungkan dengan sekolah-sekolah yang kembali dibuka, dalam kurun satu pekan sesudahnya nbcnews.com/health/health-… Di Amrik, pembahasan kapan sekolah akan dimulai juga masih berlangsung nbcnews.com/now/video/what…
@WHO sudah mengeluarkan panduan ketat dan menekankan pendekatan "berbasis risiko", untuk memaksimalkan manfaat pendidikan dan kesehatan bagi para murid, guru, seluruh komponen sekolah, dan komunitas masyarakat, untuk mencegah penyebaran virus di masyarakat who.int/publications-d…
Tiga hal harus dilihat @WHO:
(1) Pola penyebaran virus dan derajat keparahannya pada anak, yang dapat berbeda antara laporan dari satu negara dengan negara lainnya.
(2) Data epidemiologi lokal di lokasi sekolah tersebut. Nah, seberapa baik dan transparan data yang kita miliki?
(3) Tata letak sekolah dan kemampuannya melakukan upaya pencegahan dan penyebaran penyakit. Apakah semua sekolah punya kemampuan yang sama? SD negeri dan SD swasta? Sekolah elite di perkotaan dengan sekolah di lokasi terpencil di ujung negeri?
Ketiganya harus dilihat. Semuanya.
Data IDAI saja menunjukkan angka yang ternyata belum tentu sama dengan negara-negara lain. Angka kematian anak yang bisa jadi lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Jumlah pemeriksaan PCR-nya saja masih kalah jauh daripada negara tetangga.
Masih banyak pertanyaan lain:
Lihatlah kondisi pergerakan masyarakat saat Idul Fitri ini. Kapan pergerakan warga dari luar perkotaan kembali ke kotanya? Apakah ada risiko pemindahan virus dari kota ke desa, lalu sebaliknya, dari desa ke kota?

Masih banyak lagi...
Butuh berapa lama untuk melihat peningkatan kasus baru sampai puncaknya? Seberapa mampu Dinas Kesehatan di masing-masing kabupaten dan kota yang beragam, dalam merespon kasus baru? Seberapa baik hubungan komunikasi antara sekolah-sekolah dengan Gugus Tugas COVID-19 di tiap daerah
Siapa saja guru dan personil sekolah yang mempunyai penyakit kronis seperti diabetes melitus dan penyakit jantung? Adakah data lengkap penyakit seluruh siswa yang diperbarui berkala, sampai saat ini? Masih banyak pertanyaan yang harus dijawab.
Ketika sekolah, suatu saat nanti, diputuskan untuk kembali dibuka, baik secara "parsial" atau sepenuhnya, penilaian risiko (risk assessment) harus mempertimbangkan kemampuan sekolah dan beberapa lain.
Apakah sekolah mempu melakukan protokol kebersihan tangan, jaga jarak (physical-social distancing), dan menghindari kerumunan? Seberapa luas ruangan tersedia di sekolah untuk menunjangnya? Dapatkah sekolah mengelompokkan jam belajar siswa apabila terbatas ruangannya?
Ketika siswa jatuh sakit, apakah unit kesehatan sekolah (UKS) memadai untuk menangani, bahkan sampai merujuk?Lalu apakah semua siswa mampu membawa makanan bersih dan sehat dari rumah, dan dipastikan tidak jajan di lingkungan sekitar sekolah? Bagaimana rasio guru berbanding murid?
Bagaimana rasio guru berbanding murid dalam menghadapi model pembelajaran baru nanti? Kesanggupan Dinas Pendidikan setempat dalam mengevaluasi dan merespon kebutuhan sekolah yang sangat beragam?

Ini sebagian saja pertimbangan risk assessment yang harus dijawab
Maka bayangkanlah, sekolah di "tatanan kehidupan normal baru" berupa:
- Anak-anak yang seluruhnya paham penyakit COVID-19 dan cara penularan pencegahannya. Anak-anak ini dengan sukarela mengenakan masker dengan patuh, tidak menyentuh wajahnya, tangga sekolah, alat tulis temannya
- Para guru yang senantiasa sigap mengamati seluruh muridnya yang "melanggar" protokol kesehatan. Guru yang selalu memastikan para muridnya mencuci tangan berkala dan menyediakan handrub berbasis alkohol. - Semua yang merasa tidak sehat, harus ditekankan untuk tidak masuk sekolah
- Adanya transparansi data dari pemerintah setempat siapa saja orang terkonfirmasi positif COVID-19, agar seluruh orangtua siswa merasa tenang mengembalikan anaknya ke sekolah, karena tidak ada risiko anak mereka tertular di manapun mereka berada, dari rumah sampai sekolah.
- Sekolah yang memastikan jarak antara satu orang dengan orang lainnya minimal satu meter. Jarak antara satu meja belajar anak dengan meja belajar lainnya minimal satu meter. Satu kelas yang dipakai sejak jam belajar mulai sampai berakhir, maka siswa tidak berpindah-pindah kelas.
Bagaimana dengan home-schooling, apakah dapat menjadi alternatif terbaik? Saya pribadi belum mempertimbangkannya. Sebagai orangtua murid, saya masih cenderung dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau tele-schooling yang berlangsung sampai saat ini.
Jadi, apakah anak-anak kita sudah siap kembali bersekolah dalam waktu dekat? Anda sudah tahu jawabannya.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Dokter Apin

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!