DAN KÊJAWEN
Oleh : Damar Shashangka.
Postingan ini cukup panjang, tapi sangat berguna bagi teman-teman semua yang ingin mengetahui perbedan Jawadīpa, Jawa Buda dan Kêjawen.
Sudah beberapa tahun ini saya berusaha untuk
1. Jawadīpa
2. Jawa Buda
3. Kêjawen
1.
Merupakan ajaran asli Jawa yang jejak-jejak ajarannya bisa dijumpai pada bentuk peranti upacara berupa nasi tumpêng; kepercayaan terhadap danghyang-danghyang di tempat-tempat tertentu; pemujaan terhadap roh-roh leluhur yang berpusat pada bangunan bernama pundhen
Ajaran Jawadīpa tercecer pada naskah-naskah klasik Jawa yang muncul pada periode selanjutnya, baik masa ketika agama Śiwa Buddha menjadi mayoritas di Jawa maupun masa ketika agama Islam menjadi mayoritas di Jawa, yaitu masa Kêjawen. Menemukan jejak-jejak ajaran
Salah satu jejak dari ajaran Jawadīpa bisa didapatkan pada rontal-rontal
Bentuk teks naskah Merapi Merbabu
Saya banyak menemukan jejak-jejak ajaran Manunggaling Kawula Gusti yang selama ini dianggap berasal dari Tassawuf Islam dan masuk ke dalam kepercayaan Jawa ternyata keberadaannya sudah
Rontal Kidung Ragadarma disalin oleh seorang Ajar bernama Ki Sunyata. Disalin di lereng Gunung Wilis, tepatnya di Pashraman Kawisora, disalin
Satu bait Tembang Artati atau Dhandhanggula berbahasa Jawa Kawi (Jawa Kuno) di bawah ini
Jagra mapadhang tan kêneng wêngi,
Pamutusira kang sampun himan,
Hani mawas padengakeh,
Tan kêna pangan turu,
Tan kasongan ring awa
Sumilir anarawang
Saka têmpuh i ru,
Raditya wulan kasongan,
Ya narawang tan ana mangkwa ngungkuli,
Kakalih sida tunggal.
Terjemahan :
"(Kesadarannya senantiasa) terjaga terang tiada terkena malam (kegelapan),
Terputus sudah dari segala perkara tidak penting
Penglihatannya tak lagi sama seperti manusia kebanyakan,
Tiada tergoda oleh kenikmatan lapar dan kantuk,
Tiada terliputi oleh segala rahasia,
(Batinnya ) mengalir jernih menerawang,
Terluput dari lesatan panah (duniawi),
Matahari dan rembulan pun terungguli,
Semua karena keduanya (kawula dan Gusti) telah menyatu padu.”
(Kidung Ragadarma : 95)
Jejak-jejak ajaran Manunggaling Kawula Gusti seperti ini banyak didapatkan dari rontal yang lebih tua. Yang memuat pengajaran kuno sebelum Jawa
Kidung Ragadarma ini
Jawadīpa sendiri tidak bisa dikatakan sebagai sebuah agama. Manusia Jawa sejatinya tidak punya agama resmi yang
Jika demikian bukankah itu bentuk dari agama Jawa? Sebenarnya tidak ada agama. Yang ada adalah keyakinan mendalam tentang Sanghyang Urip yang tidak bisa disembah dengan cara apapun. Dan bentuk penyembahan kepada-Nya adalah
Bagi ajaran Jawadīpa ada dua hal yang harus menjadi pegangan bagi sesiapa saja yang ingin ada di jalan kebenaran :
1. Aywa hagawe tatu tyasing sapadha-padha. (Jangan
2. Aywa hagawe pêpati samining dumadi. (Jangan melakukan pembunuhan kepada sesama makhluk.)
Dua hal ini yang disebut Pêpalining Hyang (Larangan Tuhan). Karena bagi ajaran Jawadīpa, hanya dua hal tersebut yang menjadi larangan Hyang Agung.
Pêpalining Hyang ini disebut pula sebagai Panêmbah Agung (Penyembahan Agung). Karena lagi-lagi bagi ajaran Jawadīpa menyembah Hyang Agung berarti mengasihi sesama. Hyang Agung tidak pernah meminta untuk disembah, tidak pernah menurunkan perintah penyembahan, tidak
Demikian sekilas ajaran Jawadīpa yang bisa saya ulik dari naskah-naskah kuno.