, 84 tweets, 13 min read
My Authors
Read all threads
Menerjang Badai dan Dibuat Bingung di Gunung Merbabu

(Based on my story)

-a thread.
Merbabu adalah gunung istimewa bagi saya, gunung yang selalu cantik di daki dari jalur mana saja, gunung yang saya tidak pernah merasa bosan mendakinya. Hingga thread ini ditulis, sudah 6 kali saya mendaki gunung Merbabu.
Berbagai jalur seperti jalur cunthel, wekas, selo, suwanting sudah sempat saya lalui. Dan di thread ini adalah pendakian ke 3 saya ke gunung Merbabu dan ke 2 kalinya melewati jalur wekas.
Cerita ini terjadi di Bulan Februari tahun 2016, jadi sudah 4 tahun yang lalu dengan 3 kawan saya yang bernama Andi, Lia dan Novi (bukan nama asli). Lia dan Novi adalah kawan satu kampus saya, sedangkan Andi adalah kawan saya dari kampus yang berbeda.
Awal cerita, saya tidak ada rencana mendaki gunung Merbabu kala itu, hingga H- satu minggu pendakian si Andi menghubungi saya dengan maksud mengajak serta minta diantarkan ke gunung Merbabu karena memang saya sudah 2 kali naik ke gunung Merbabu saat itu
Sempat mempertimbangkan, tapi akhirnya saya iyakan ajakannya dan saya ajaklah Lia dan Novia, karena mereka belum lama ngomong minta dikabari kalau saya mendaki lagi. Tak lama mereka berdua mengiyakan ajakan saya. Tapi ternyata si Lia belum pernah mendaki gunung sama sekali
Dengan berbekal pengalaman, Lia kami arahkan agar membawa apa saja dan menyiapkan apa saja sebelum mendaki nanti. Mereka berdua hanya nurut saja karena memang belum pernah mendaki gunung sama sekali.
Kami akan mendaki 2 hari di hari dan memilih jalur wekas sebagai jalur pendakian kami. Di hari H kami menggunakan kosan Novi sebagai tempat berkumpul kami sebelum berangkat. Singkat cerita, Sabtu kurang lebih pukul 10.00 pagi kami berangkat menuju Desa Wekas diawali dengan doa.
Pukul 13.30 kami tiba di basecamp Merbabu via Wekas dibarengi dengan hujan yang turun deras. 1 jam menunggu hujan masih belum reda, kami masih sabar menunggu hingga lepas ashar tapi hujan masih saja belum reda.
Lepas sholat ashar hujan reda dan kami langsung memulai pendakian. Diawali dgn mengurus simaksi dan berdoa, kami langsung berjalan menuju pos 1.Di awal perjalanan jalur masih didominasi perkebunan warga,hingga akhirnya menemui pemakaman sebelum akhirnya trek masuk ke dalam hutan
Jalur terus menanjak hingga kami tiba di pos 1 kurang lebih 45 atau 60menit saya lupa pastinya. Kabarnya pos 1 sudah di non aktifkan dengan alasan trek nya yang terlalu ekstrim,
sehingga sekarang jika ingin mendaki gunung Merbabu via Wekas pendaki langsung diarahkan melalui jalur lain yang langsung menuju pos dua. Kami istirahat sebentar karena Lia baru perdana mendaki gunung dan langsung mendaki gunung Merbabu.
Kurang lebih 10 menit istirahat, kami melanjutkan perjalanan. Jika mendaki gunung Merbabu via Wekas ini, pendaki akan sering menemukan pipa air di sepanjang jalur yang mengarah langsung menuju ke pemukiman warga.
Dari pos 1 jalur didominasi dgn tanjakan dengan kemiringan yang lumayan, ibarat motor bebek kita kudu masuk gigi 1 agar kuat naiknya😅Selama perjalanan menuju pos 2 Lia dan Novia sering sekali berhenti mengeluh kecapekan, wajar saja karena memang jalur menanjak tak ada habisnya
Kurang lebih 1,5 jam kami tiba di tanah datar, pertanda pos 2 sudah di depan mata. Yap, akhirnya kami tiba di pos 2 dan kami memutuskan bermalam disana. Saat kami sampai sudah ada beberapa tenda disana. Selain karena saat itu waktu sudah gelap,
pos 2 memang sangat disarankan untuk tempat camp karena lahannya strategis. Tak lama kami langsung masak dan sholat secara bergantian. Selesai makan tiba-tiba hujan datang, masuklah kami ke tenda buka sleeping bag masing-masing dan langsung tertidur.
Baru 1 jam tertidur Lia mengeluh kedinginan hingga membuat saya dan Andi terbangun."kenapa ia ?" tanyaku. "Pusing sama dingin banget nih" jawab Lia pelan. "Waduh, gejala hipo nih" sautku kepada Andi" . Saya langsung membangunkan Novi untuk membantu Lia.
Saat Novi bangun dan membantu Lia, saya dan Andi memasak air hangat untuk menghangatkan tubuh Lia. Air hangat sebagian saya taruh didalam botol kecil yang bertujuan agar bisa dipegang Lia dan menghangatkan tubuhnya dan sebagiannya lagi kami minumkan kepadanya.
Dgn dibantu Novi, si Lia duduk dan meminum air hangat buatan saya dan Andi.Setelah itu saya minta Lia istirahat lagi dgn saya dan Andi yang tetap bergantian memperhatikan sepanjang malam."Mau summit jam berapa nih?" tanyaku ke Andi,"Kalau cuaca bagus kita naik jam 4 ya" jawabnya
Namun na'as , jam menunjukan 3.45 tapi angin kencang ditambah hujan gerimis. Rencana summit saat itu kami batalkan hingga pagi hari. Jam menunjukan pukul 07.30 kami ber 4 masih masak untuk kami sarapan. Cuaca saat itu sudah mulai bagus dan tak lagi mendung.
Setelah sarapan kami masih santai-santai hingga kami lupa jam menunjukan pukul 09.30. Kami langsung prepare menyiapkan apa saja yang akan kami bawa summit ke puncak. Disini Lia dan Novi lupa kalau jas hujan yang mereka bawa tertinggal di basecamp saat mereka istirahat disana.
Tandanya sekarang hanya ada 2 jas hujan, punya saya dan Andi. Setelah mempertimbangkan dan memperhatikan langit yang masih cerah kami memantapkan hati dan memutuskan summit dengan membawa 2 Jas hujan. Jam 10.00 kami mulai berjalan tanpa halangan apapun.
Hingga kurang lebih 90 menit kami tiba di persimpangan pertemuan dengan jalur kopeng (cunthel dan tekelan). Mulai persimpangan jalur mulai terbuka, hanya ada rerumputan dan tanaman kecil yang tumbuh disana.
Setibanya di persimpangan ini tiba-tiba mendung datang. Di persimpangan kami istirahat sebentar sebelum selanjutnya berjalan lagi, baru jalan 10 menit tiba-tiba hujan datang sangat deras. Kami ber 4 kalang kabut mencari tempat berteduh tapi tidak ada.
Saya&Andi mengeluarkan jas hujan yang kami bawa,tapi bingung siapa yang akan memakainya.Tanpa pikir panjang karena hujan tambah deras,Novi&Lia kami suruh pakai jas hujan kami berdua.Mereka berdua langsung pakai jas hujan kami berdua, saya&Andi tetap dgn pakaian yg kami kenakan
Jangan tanya saya dan Andi basah apa tidak jelas basah lah kan badan kami berdua gak tahan air 🤦🏻‍♂️ Kami ber 4 pelan-pelan melanjutkan perjalanan, kabut sudah pasti datang dan menemani perjalanan kami. Disini bau belerang sangat menyengat,
karena memang kawah merbabu berada tak jauh dari tempat kami berdiri. Trek yang kami lalui sangat terjal, ditambah hujan turun sangat deras. Sampai-sampai trek tempat kami berjalan berubah menjadi sungai dadakan karena menjadi aliran air yang sangat deras
dibeberapa trek air mangalir bagai air terjun mini yang sangat deras. Sialnya setibanya kami disini angin juga datang menambah perasaan takut kami. Kami terus berjalan hingga akhirnya ada pendaki turun dari arah puncak
"Mau muncak bang ? Diatas badai hujan deres, kami mau muncak takut serem banget, mending turun aja deh bang" Seru pendaki tersebut mengajak kami untuk turun. "Bagaimana nih ?" tanyaku ke Andi, Lia dan Novi. Setelah musyawarah patas kami sepakat terus berjalan pelan-pelan
Dijalan kami ber 4 selalu berdoa meminta agar hujan badai ini segera berlalu. Tanpa terasa kami tiba di Jembatan Setannya gunung Merbabu. Nama Jembatan Setan bukan berarti disini angker dan banyak setannya,
tapi karena jalannya yang sempit dengan kanan kirinya langsung berbatasan dengan jurang sehingga dinamakan Jembatan Setan. Disini Lia dan Novi tiba-tiba berhenti "Turun aja yok , kami berdua takut hujan anginnya gak terang-terang" ucap Lia dengan wajah takut
Saat saya lihat Novi, wajahnya pun takut karena hujan tak kunjung reda. "Bismillah, kita lanjut aja pelan-pelan, puncak sebentar lagi Insya Allah kita sampai dengan selamat" Seru Andi dengan penuh keyakinan dan sambil menyemangati kami.
Di jembatan setan badan saya sudah terasa sangat dingin, badan saya menggigil, badan sangat lelah tapi ingin berhenti sangat beresiko. Selain di trek ada aliran air, berhenti hanya akan membuat badan saya semakin dingin.
Dan saya yakin ke 3 kawan saya juga merasa demikian, karena memang cuaca saat itu sangat ekstrim. Tapi entah kenapa kami ingin tetap melanjutkan perjalanan, bermodal tekad dan keyakinan kami akan sampai dengan selamat
Dengan penuh hati-hati saya terus berjalan di paling belakang, Andi di paling depan di ikuti Lia dan Novi. Pelan tapi pasti kami terus berjalan, saya lihat Lia dan Novi susah payah menaiki trek yang dilewati air.
Trek mulai datar saat kami sampai di ujung jembatan setan. Hujan mulai reda dan angin perlahan tenang tapi kabut tetap tebal. "Alhamdulilah terang" seru Lia kegirangan karena hujan reda, "Ayo sebentar lagi, tinggal naik 1 bukit didepan sampai puncak" ucapku menyemangati
Di ujung jembatan setan ini trek yang paling berat dan berbahaya menghadang perjalanan kami, trek tebing sempit sejauh kurang lebih 10 meter berbatasan langsung dengan jurang dalam menunggu untuk kami lewati. Novi dan Lia ragu melihatnya.
Andi mengawali melintasi trek tebing itu, dengan posisi miring dan menghadap ke tebing (seperti posisi climbing) Andi perlahan merayap kesamping kiri, diujung tebing terpasang webing untuk membantu pendaki. Selanjutnya Lia yang gantian melintas
"Takut nih, sempit banget jalannya terus basah lagi habis hujan. Apa gak licin ?" Tanya Lia dengan wajah tegang. "Bismillah aja gapapa buktinya aku bisa kan" jawab Andi sembari meyakinkan. Kemudian Lia mulai melangkah
Langkah Lia sangat berhati-hati dan wajahnya terlihat tegang. Di ujung jalan Andi menunggu untuk kemudian membantu Lia lepas dari trek tebing yg ia lalui. Selanjutnya Novi giliran berjalan, raut wajahnya tegang juga tapi dia berani melewatinya
Yang terakhir saya, baru melangkah saat jari berpegang batu jari saya terasa sakit seperti tertusuk-tusuk jarum di ujung jari, padahal sebelumnya mati rasa karena saking kedinginannya saya karena kehujanan.
Saya kembali mundur meregangkan tangan dan menggerak-gerakkan tangan saya dulu. Kembali melangkah dan berpegangan ke batu, tangan masih terasa sakit tapi tidak sesakit tadi. Jurang tepat dibelakang saat saya menyusuri trek tebing ini.
Perlahan tapi pasti, saya sampai di ujung trek dan dibantu Andi. Kami melanjutkan perjalanan yang tinggal menaiki 1 bukit agar sampai ke puncak Merbabu Kentengsongo. 10 menit jalan, akhirnya kami ber 4 tiba di Puncak Merbabu Kentengsongo.
Lia dan Novi menangis, mereka bersyukur sampai di puncak merbabu dengan selamat walaupun saat mendaki hujan badai menghadang langkah mereka. Saya dan Andi hanya membiarkan tangisnya, karena saya dan Andi tau kalau tangisnya adalah tangis bersyukur jadi tak perlu khawatir
Saat di Puncak hanya ada rombongan kami tanpa ada pendaki lain.Tampak samar terhalang kabut ada pendaki lain di puncak Trianggulasi.Saya duduk mengistirahatkan badan, tiba-tiba saat awan terbuka cahaya matahari terlihat.Panas matahari menyinari kami ber 4 di puncak Kentengsongo
Lia dan Novi bersyukur kegirangan melihat cahaya matahari datang. Tanpa berfikir lama kami ber 4 foto-foto mengabadikan momen, dan bersiap untuk turun ke pos 2 dan kami diharuskan melewati jembatan setan sekali lagi.
Saat kami sampai di trek tebing jembatan setan cahaya matahari masih menemani kami, sehingga memudahkan kami saat menyusuri trek sempit itu dan langsung melanjutkan perjalanan. Kami terus berjalan dan jarang berhenti
Di tengah perjalanan kabut kembali datang, butir-butir air yang dibawa kabut juga kami rasakan. Kami khawatir kalau hujan kembali turun. Tapi untunglah, hujan tak turun hingga kami tiba di pos 2
Setiba kami di Pos 2 kabut masih menemani danhanya tinggal 1 tenda kami yang berdiri. Anehnya, ada 1 balon tertaki di tenda kami, ah mungkin ini kelakuan iseng pendaki lain ucap Andi. Jam menunjukan pukul 16.30 saat kami tiba di pos 2
Setibanya di tenda kami istirahat dan menyeduh air hangat untuk menghangatkan badan kami. "Langsung turun nih ?" tanyaku, "Mending nanti aja habis maghrib, sebentar lagi juga maghrib sambil istirahat sebentar kita" Jawab Andi. Lia dan Novi meng iyakan perkataan Andi
Setelah istirahat 1 jam di dalam tenda kami mulai berkemas lalu bergantian shalat maghrib. Selesai shalat kurang lebih 18.30 kami mulai perjalanan turun ditemani senter dan headlamp yg kami bawa.Andi memimpin perjalanan turun diikuti Lia,Novi dan lagi-lagi saya di paling belakang
Jalan yang kami lalui sangat licin karena bekas dari hujan siang tadi. Perjalanan turun terasa lebih sulit dibandingkan naik, karena harus menahan kaki diatas tanah yang sangat licin. Malam itu kami jalani dengan hening, kami ber 4 hanya diam disepanjang jalan
Mungkin karena kami sudah kelelahan semua pikirku dalam hati. Jam menunjukan pukul 20.30 tapi kami belum juga sampai di pos 1, saya mulai resah kenapa durasi waktunya hampir sama dengan kami naik padahal saat turun kami jarang berhenti.
Kami terus berjalan hingga tak terasa jam menunjukan pukul 21.30, tandanya sudah 3 jam kami berjalan tapi belum juga sampai di di pos 1. Tiba-tiba Lia mengeluh dan bertanya
"Kenapa lama banget sih, kemarin kita naik dari basecamp aja 3 jam lebih dikit, kok ini kita turun sampai 3 jam belum juga sampai di pos 1" . "Udah diem aja kita terus jalan, jangan lupa sholawatan" seru Andi. Saya tetap diam tanpa bicara, tak lama kami sampai di pos 1.
Kami istirahat minum sebentar sembari sedikit meregangkan kaki. Tiba-tiba bulu kuduk saya merinding dan suasana di pos 1 terasa sangat berbeda tapi saya memilih diam, karena jika saya cerita yang ada hanya memperburuk suasana
karena sepertinya semua sudah merasakan keanehan yang terjadi sejak tadi. Di sepanjang jalan saya hanya bertanya-tanya didalam hati, kenapa lama sekali durasi waktu kami turun, seakan-akan jalan kami seperti diputar-putarkan.
Anehnya, sejak pos 2 ke pos 1 jalan yang kami lalui tetap jalan setapak dan tidak ada tanda-tanda kami tersesat atau salah jalur. Malam itu kami tidak bertemu dengan pendaki sama sekali entah pendaki turun atau naik kami tidak bertemu sama sekali.
Jadi hanya rombongan kami yang lewat jalur ini malam hari ini. Saat saya lihat Lia dan Novi terlihat wajahnya ketakutan tapi mereka lebih memilih diam. Dari pos 1 kami tetap tidak bertemu pendaki. Seakan-akan jalur ini hanya milik rombongan kami ber 4.
Jam menunjukan hampir pukul 23.00 tapi kami belum juga sampai di basecamp, jangankan basecamp. Ladang penduduk saja belum kami lewati. Perasaan saya mulai tidak karu-karuan, saya lihat wajah Andi, Lia dan Novi mereka juga sama.
Kami gelisah, tegang, takut campur jadi satu, kenapa perjalanan ini gak juga berujung. Jalan yang kami lalui masih berada di jalan setapak. Entah kami memang dibuat berputar-putar di hutan ini atau bagaimana kami semua tidak ada yang tau,
karena kami merasa melewat jalan yang benar dan tidak sama sekali tidak merasa tersesat. Perjalanan masih hening dengan doa yang selalu terpanjat didalam hati. Jam menunjukan kurang lebih pukul 00.00 kami tiba di persimpangan makam
kami menghela nafas seraya bersyukur akhirnya kami tiba juga di lahan penduduk. Namun ada yang aneh disini, sebelum sampai di persimpangan makam dari kejauhan saya melihat kakek-kakek berdiri mengenakan pakaian putih lusuh seperti bekas bertani tepat dipersimpangan
seperti menunggu kedatangan kami atau ingin bergantian melewati jalur yang kami lalui.Saya lihat Andi,Lia dan Novi tak ada raut kaget atau tegang,sepertinya mereka tak melihatnya.Saat kami tiba di persimpangan wajahnya hanya diam dan pucat. lRaut wajahnya mengarah ke dalam hutan
Saya menganggukan kepala dan sedikit membungkukan badan saat melewati depannya, namun kakek itu hanya diam tak merespon dan tatapannya tetap mengarah ke arah hutan. Saat sudah melewati agak jauh saya melihat ke belakang lagi,
anehnya bapak-bapak tadi sudah tidak ada disana lagi. Tengah malam begini ada warga lokal kemari ada perlu apa ? ah sudahlah, saya tak begitu memikirkan walaupun sebetulnya saya ketakutan
15 menit berjalan kami tiba di rumah yang dijadikan basecamp pendakian, sialnya yang punya rumah sudah tidur. Hampir 30 menit kami tertahan diluar rumah dengan berusaha mengetuk pintu agar dibukakan. Tak lama penghuni rumah bangun dan membuka pintu
Pantas saja ditutup, ternyata malam itu hanya ada rombongan kami yang disana. Rencananya malam ini kami bermalam di basecamp ini dan kembali pulang esok pagi hari.
Pagi datang sebelum kami pulang saya sempat menanyakan tentang bapak-bapak yang saya lihat kepada Andi, Lia dan Novi. Ternyata Andi dan Novi melihatnya, tapi mereka juga memilih diam. Sementara Lia yang tidak melihat hanya bertanya-tanya
Tak lama, kami mulai perjalanan pulang dengan membawa tanda tanya besar "Kenapa durasi waktu turun kami lebih lama dibandingkan dengan durasi waktu saat kami mendaki dan siapa kakek di simpang makam itu ?" Yang terpenting kami semua selamat tiba dirumah masing-masing.
Singkat cerita, berbulan-bulan kemudian saya mendengar berita jika ada pendaki Merbabu yang dibuat berputar-putar saat turun gunung dari pos 2 menuju basecamp wekas. "Lah, ini kan sama dengan masalahku" pikirku dalam hati
Dari informasi yang saya dapat berdasarkan penuturan warga lokal sana, konon pendaki tersebut menginjak atau melangkahi Oyot Mimang. Sedikit mengulas tentang Oyot Mimang
Dalam bahasa Indonesia, Oyot artinya Akar. Akar mimang atau oyot mimang memiliki cerita yang cukup terkenal di Indonesia. Konon akar ini mampu membuat orang lupa segalanya, tak tahu arah, linglung dan bahkan sampai membuat orang gila.
Masyarakat jawa percaya jika akar mimang memiliki kekuatan magis. kekuatannya sangat luar biasa. Konon katanya, ketika ada seseorang yang secara tidak sengaja melangkahi atau menginjak akar mimang, maka secara tiba-tiba orang itu akan linglung.
Kalau dia melangkahinya di dalam hutan, gunung atau bukit maka orang itu akan tersesat, bahkan bisa jadi orang itu akan merasa tidak kunjung sampai ke tempat tujuan. Kisah nyata mengenai akar mimang yang misterius pernah terjadi di gunung Lawu.
Ceritanya dulu sebelum tahun 1996 banyak pendaki yang memilih rute melalui jalur selatan, Mereka akhirnya tersesat dan linglung. Warga sekitar yang mendengar kabar tersebut curiga dengan adanya oyot/akar mimang yang melintang di jalan setapak tersebut.
Dengan kesepakatan bersama, warga menggali jalan di jalur tersebut dan akhirnya diketemukan akar mimang melintang yang terkubur di dalam tanah.Akhirnya warga mengambil dan menyimpan akar tersebut,hingga kemudian dibeli oleh seorang kolektor.Sampai sekarang akar tersebut masih ada
Pelajaran yang bisa saya ambil dari pendakian kali ini adalah selain fisik, mental dan ilmu adalah hal penting yang perlu kita persiapkan sebelum mendaki gunug. Agar, saat mendaki kita lebih siap menghadapi halang rintang yang menghadang ketika naik dan turun gunung
Tamat.

Terima kasih sudah membaca hingga akhir, jika menarik jangan lupa share/ rt thread ini. Selamat berpetualang!
Trek tebing sempit di jembatan setan
Kabut terbuka saat turun dari puncak
Gambar oyot mimang (foto saya ambil dari internet)
*ulasan oyot mimang saya ambil dari internet diberbagai sumber
Mohon maaf pict yang saya tampilkan tidak banyak. Karena memori yang dipakai kala itu sekarang sudah rusak 🙏🏻

Terima kasih sudah membaca thread ini hingga akhir lur. Selalu stay safe saat hendak pergi mendaki.

Salam Lestari !
#Merbabu #Merbabu bukan #Dieng bukan #Lawu
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Keep Current with Wah.

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!