Kanisius menjadi Loyola
Sekolah Menengah Atas Kanisius berdiri pada bulan Mei 1949 di Semarang.
Loyola adalah nama yang terkenal, tak hanya di Semarang. Ribuan alumninya banyak menjadi pengabdi masyarakat, pembela kaum miskin serta tokoh2 nasional yg memperjuangkan kemanusiaan.
Sebagai sekolah Katolik yg berada ditengah2 kota Semarang, banyak dari peserta didik sekolah ini berasal dari orang Jawa, beretnis Tionghoa.. sekolah ini juga ajang pertemuan antar etnis, dimana terjadi proses akulturasi, persaudaraan dan saling menghargai dipupuk dan dibina.
Sekolah ini mulanya serba sederhana, ruang gurupun tak ada, sewaktu istirahat para guru berkumpul dibawah teratak (sebenarnya utk parkir sepeda)...sempit, dinding gedeg (anyaman bambu) lantai tanah, jika turun hujan jadi becek...baru ditahun 1954,memiliki gedung yg cukup baik.
Tiap sekolah mempunyai kebanggaannya. Loyola dikalangan masyarakat Semarang tak dapat dipisahkan dari Drum-band & Gamelan Supranya.
Gamelan Supra?
Nama ini secara khusus diberikan oleh Presiden Soekarno pada bulan Juli 1965, sewaktu Loyola bertandang ke Jakarta...
pemberian nama ini karena sang Presiden merasa kagum sekali dengan permainan tim Gamelan Loyola ini....
Istimewanya lagi, disertai juga dengan penganugerahan Kewarganegaraan Indonesia untuk Romo Van Deinse SJ, sebagai penciptanya.. Luar biasa!
Sebelum menyandang nama Loyola, SMA ini dikenal dengan nama Kanisius.... kebetulan sekali kami di Museum Pustaka Peranakan Tionghoa memiliki koleksi "daftar kepandaian" /semacam raport.... raport ini berasal dari tahun ajaran 1953/1954 dan tahun ajaran 1954/1955.
Yang menariknya, raport milik Tan Hian Swie ini, merekam jejak perubahan nama dari Kanisius menjadi Loyola (tampak pada foto). Dari beberapa percakapan dengan alumninya, hal ini ternyata jarang diketahui oleh anak Loyola sendiri.
Ada satu lagi yg mengandung pertanyaan utk dijawab, yaitu nama orang tua murid pemilik raport ini adalah "J. Tan Djing Thay"..nama yg sama dgn pemilik Grup Nojorono, perusahaan besar yg dikenal dgn produk rokok Minak Djinggo dan Class Mild-nya..ataukah hanya kesamaan nama saja?
Semoga Loyola tetap mjd kebanggaan orang Semarang & Indonesia!
Sumber
-- 25 Tahun SMA Loyola
-- Daftar Kepandaian SMA Kanisius, Smg 1953/1954, atas nama Tan Hian Swie
-- Daftar Kepandaian Kollege Loyola Smg, 1954/1955, an Tan Hian Swie
Koleksi #museumpustakaperanakantionghoa
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Informasi menarik ttg beberapa Rumah Sakit yg didirikan oleh orang2 Tionghoa:
1. JANG SENG IE Jakarta
Berdiri 1924, kini namanya RS HUSADA
2. SIN MING HUI Jakarta
Berdiri 1956, kini namanya RS SUMBER WARAS
3 CHUNG HUA I YUEN Bandung
Berdiri 1943, kini namanya RS KEBONJATI
4 LANG TJWAN TIONG HOA IE WAN, Semarang
Berdiri 1925, kini bernama RS TELOGOREJO
5 TSI SHENG YUAN Solo
Berdiri 1933, kini bernama RS Dr.OEN SURAKARTA
6 RS MATA Dr. YAP Jogja
Berdiri 1923, masih nama yg sama
7 TIONG HWA IE SIA Malang
Berdiri 1934, kini bernama RS PANTI NIRMALA
8. SISHUI ZHONGHUA YIYUAN, Surabaya
Berdiri 1927, kini bernama RS ADI HUSADA
Sayangnya nama sejumlah Rumah Sakit tsb telah diubah, sehingga jejak penting kontribusi orang2 Tionghoa jarang diketahui, bahkan oleh sebagian orang2 Tionghoa sendiri...
3 Tokoh Tionghoa, Yang Merupakan Penyokong Kuat Perjuangan Bung Karno, Sejak Masa Mahasiswa.
Ada sejarah penting, yang tak tersampaikan kepada masyarakat luas, bahwa saat mahasiswa, Bung Karno berkawan erat dgn 3 orang Tionghoa dan kerap berdiskusi ttg kemerdekaan Indonesia.
Ke-3 kawan Bung Karno tsb adalah: 1. Tan Tik Ho (Penulis media Sin Po) 2. Lim Soei Tjoan (Pemilik percetakan) 3. Ang Ban Ih (Pekerja percetakan)
Tak hanya berdiskusi hal kemerdekaan, kawan2 tsb sangat aktif membantu menyebarkan pemikiran & gagasannya utk diketahui masyarakat.
Melalui ketiga kawannya tsb, Bung Karno menjalin kontak dgn pimpinan media Sin Po, yakni Tjoe Bou San & Kwee Kek Beng, d tahun 1923. Sin Po adalah media yg sangat mendukung pergerakan kemerdekaan Indonesia, hal itulah yg mendorong Bung Karno datang ke Jakarta utk menemui mereka.
OEI TJONG HAUW (1904 - 1950)
Anggota Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Beliau adalah putra dari Mayor Oei Tiong Ham, pimpinan masyarakat Tionghoa Semarang yg dijuluki Raja Gula & merupakan satu orang terkaya di Asia Tenggara pada masanya.
Oei Tjong Hauw mjd Presdir Oei Tiong Ham Concern 1931- 1950. Dibawah pimpinannya perusahaan berkembang pesat, meluaskan cabang ke manca negara. Pembawaannya amat penyabar & mementingkan kehidupan karyawan tanpa memandang rendah sedikitpun, semua dinilai berdasarkan prestasi.
Ketika Agresi Belanda ke-2 (1948) di Jawa Tengah, Tjong Hauw secara terbuka memberikan pertolongan kpd kaum bangsanya, para Republiken yg terisolir & amat membutuhkan bantuan.
Semangat kebangsaannya terlihat begitu jelas dlm suratnya yg ditulis 14 hari menjelang meninggal....
SIE KING LIEN (1933 - 1949)
Gugur saat bergerilya sebagai Tentara Pelajar di Surakarta.
Sie King Lien berasal dari keluarga berada, pemilik pabrik gelas yang terletak di kampung Kartopuran, Solo. Pergaulannya luas dan disenangi oleh pemuda sekitar.
Ketika berlangsung Agresi Militer Belanda ke-2 tahun 1949, King Lien bergabung dengan Tentara Pelajar Surakarta, di bawah pimpinan Mayor Achmadi. Tentara Pelajar turut dlm perang gerilya dgn menembaki pos2 Belanda & aktifitas membuat pamflet, poster, graffiti...
slogan perjuangan di tembok2 kota, yg berguna untuk memompa semangat perlawanan rakyat terhadap Belanda.
Kala tengah menyiapkan poster bersama kawan2nya Tjiptardjo, Soehandi, Salamun & Semedi, lalu datang serdadu Belanda menyergap dan memberondong mereka....
Beberapa hari lalu, Menkopolhukam @mohmahfudmd, mendapat perhatian publik krn menyebutkan kata cukong.
Cukup banyak kata pinjaman dari bahasa Tionghoa dlm bahasa Indonesia, diantaranya cukup populer, seperti: bakmi, becak, koyok, sampan, tahu, toge dan cukong.
Kata2 tersebut berasal dari dialek yg berbeda2, diantaranya Tiociu, Hakka dan Hokkian. Nah, cukong sendiri berasal dari dialek Hokkian, dan memiliki makna "pemilik modal" dalam bahasa Indonesia.
Menurut seorang pengusaha besar asal Bagan Siapi-api, yakni Liem Eng Hway....
(Adil Nurimba, Presdir Gesuri Lloyd), istilah cukong tahun 70an sudah cenderung "negatif" ( gara2 satu & dua cukong ) shg dia menyampaikan versi lain dari kata tsb. Berikut kisahnya:
Sebelum kedatangan penjajah Belanda, ada seorang Tionghoa bernama Tho Chu Kong, tokoh ini....
Kwee Som Tjiok
Pendiri "Batik Keris" Yang Sempat Ditahan Orde Baru
Orde Baru memang keterlaluan, seseorang yang sangat berjasa mengembangkan batik di Indonesia, malah ditangkap dan kemudian ditahan pada tahun 1972 dengan tuduhan tak jelas.
Etnis Tionghoa mengalami perlakuan yang tak semestinya pada era orde baru, kebanyakan etnis Tionghoa pasti dicurigai komunis, tidak harus selalu yang kaya, tapi juga yang lemah ekonominya, tak hanya awam tapi juga yang akademisi, serta tak peduli beragama apapun. Sungguh tragis.
Kwee Som Tjiok atau kemudian dikenal dengan nama Kasoem Tjokrosaputro, ditahan di Kodam VII Diponegoro, sejak 30 Agustus 1972 (dari sumber, tak dijelaskan kapan dibebaskannya). Padahal pada saat itu beliau sedang gencar mengkampanyekan pemakaian batik di dalam dan luar negeri.