Selamat siang. Semoga kita selalu sehat dan bersemangat. Jelang rehat siang, saya ingin berbagi tentang realisasi #APBN sd Agustus 2020 agar kita punya gambaran yg lebih utuh ttg arah kebijakan ekonomi Indonesia. Jaga optimisme, terus waspada. @KemenkeuRI
1. Pantaskah kita murung di saat seperti ini? Memang situasi sungguh tak mudah, seperti digambarkan Paul Valery tahun 1919: palung sejarah sanggup menampung derita kita semua. Sungguh dalam menyayat, miris. Pasca PD II dan pandemi flu Spanyol. Tapi, banyak alasan untuk bangkit!
2. Situasi tak mudah, kondisi sangat berat. Kita semua sadar hal ini. Tak perlu saling menyalahkan, lantaran yg dibutuhkan adalah kerja sama. Warga negara terdampak parah, dunia usaha tersungkur amat hebat. Kita bersandar pada peran pemerintah. Lalu sanggupkah? Tergantung kita.
3. Jika boleh meminjam persamaan kue ekonomi, PDB dibentuk oleh konsumsi, investasi, belanja pemerintah dan ekspor neto. Praktis semua negatif karena #COVID19 . Tersisa pemerintah yg diharapkan mampu menopang. Maka #APBN dan kebijakan fiskal menjadi krusial. Yuk kita tengok....
4. Usai sigap dg Perppu 1/2020 dan berjibaku dg aneka dinamika, Agustus 2020 adalah titik balik. Apa yg disusun bisa mengungkit perekonomian. Akselerasi mulai tampak, belanja negara tumbuh positif lantaran stimulus terus digencarkan. Sila bandingkan Juli ke Agustus, tumbuh bagus.
5. Belanja meningkat tajam seiring langkah ekspansif sehingga tumbuh 14% atau 49,5% dari pagu. Meskipun demikian, belanja barang K/L tumbuh negatif dan belanja modal tumbuh melambat. Ini karena covid, PSBB dan refocussing anggaran. Sdh on track sih....
6. Sedangkan belanja Pegawai K/L tumbuh negatif 3,5% (yoy), membaik dibanding Juli yg turun hingga 10,5%. Ini disebabkan efisiensi belanja pegawai, terutama THR dan Gaji ke-13 yg tak menyertakan beberapa tunjangan. #APBN#UangKita
7. Yang dahsyat adalah realisasi bansos. Tumbuh 76,9%, membaik dibanding Juli 55,9%. Dukungan kebijakan penanganan pandemi semakin baik. Ini tampak dalam breakdown: PBI JKN, Kartu Sembako, KIP Kuliah naik signifikan. Kita patut bersyukur.
8. Sbg bentuk dukungan ke Daerah, realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) hingga Agustus 2020 telah mencapai 73%. Dana Desa melanjutkan pertumbuhan yg cukup tinggi 41,2% (yoy). Ini bentuk komitmen nyata mendukung Daerah dan Desa.
9. Anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sdh terserap Rp 254,4 T atau 36,6% dari pagu. Ini menunjukkan akselerasi yg cukup baik, hampir 9x lipat dr realisasi akhir Mei 2020 saat Presiden marah. Pertumbuhan bulanan 27,3%. Tren yang bagus, demi rakyat. #PEN
10. Lalu bagaimana dg penerimaan? Memang masih tertekan. Maklum, aktivitas ekonomi menurun dan insentif fiskal digenjot untuk membantu masyarakat dan pelaku usaha. Pendapatan negara tumbuh negatif -13,1% dan pajak terkontraksi 15,6% (yoy), atau terealisasi 56,5% dari target.
11. Meski penerimaan tertekan, tapi kinerja pajak mulai menunjukkan perbaikan. Agustus tumbuh 6,9% dibandingkan Juli. Penerimaan kepabeanan dan cukai Rp 121,17 T atau tumbuh 1,83% (yoy), dan PNBP tumbuh 13,5% (yoy).
12. Tentu saja tantangan masih berat. Defisit anggarab sebesar Rp 500 T atau 3,05% dari PDB. Ini pil pahit yg harus kita ambil saat pandemi: penerimaan turun, belanja naik - maka perlu pembiayaan dg utang. Untung ada #burdensharing dg @bank_indonesia yg meringankan.
13. Demikian sekilas kinerja #APBN kita sd Agustus 2020. Ada perbaikan yg layak menyembulkan harapan. Tantangan masih berat, maka pastikan kita terus bergotong royong agar pandemi dapat kita lewati. Vis unita fortior, dg bersatu kita makin kuat. Salam sehat penuh semangat!
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Mas @ardisatriawan terima kasih kritiknya. Menyala 🔥🙏🏻
Nah, mumpung 14 Juli ini Hari Pajak, boleh sedikit saya elaborasi "Uang Pajak Kita untuk Apa?" Mungkin tak memuaskan, tapi toh perlu disampaikan sbg bentuk tanggung jawab publik.
Bener banget, di Republik ini cukup banyak jenis pungutan, tapi rasanya bukan pajak berganda. Ini justru utk memastikan tiap aktivitas dan lini berkontribusi sehingga adil buat semua. Kita bahas teori dan sejarahnya lain waktu ya. Tentu kita bersyukur sebagian besar warganegara sadar dan patuh pajak. Goyong royong yang kuat dan makin baik.
Idealnya, pemerintah adalah pelayan yg memungut lalu mengembalikan dlm bentuk belanja publik. Memang belum ideal Mas, mari terus awasi dan perbaiki. Namun kita patut bersyukur, jelang 79 tahun usia Republik, cita2 dr Radjiman mulai tampak hasilnya. Semakin banyak program dan layanan publik yang esensial bagi kehidupan kita bersama, dibiayai dengan pajak.
Kita kulik lebih dalam ya, ke mana uang pajak kita (berdasarkan realisasi per 31 Mei 2024) pada utas berikut👇🏻@DitjenPajakRI @KemenkeuRI
#HariPajak
#pajak #APBNKiTa #APBN
1) Kinerja penerimaan pajak mampu mendorong secara optimal belanja pemerintah untuk melindungi aktivitas perekonomian sekaligus menjaga keberlangsungan fiskal di tengah ketidakpastian ekonomi yang meningkat. Selain belanja modal, masyarakat memperoleh manfaat langsung dari Belanja Bansos dan Subsidi, yaitu:
* Bansos PKH dan Kartu Sembako membantu 10 juta KPM dan 18,7 juta KPM.
* Tanggap darurat bencana oleh BNPB sebesar Rp0,1 T.
* Subsidi BBM 5,57 juta KL, LPG 3 Kg 2,7 juta MT, Listrik 40,4 juta pelanggan, dan KUR untuk membantu masyarakat prasejahtera sebanyak 2 juta orang.
* Termasuk belanja pendidikan dan kesehatan.
Selanjutnya, kita bahas per anggaran tematik apa saja yang masyarakat terima dari penerimaan yang telah dihimpun.
2) Sektor Pendidikan
Pemerintah terus berkomitmen memajukan pendidikan Indonesia, ini dapat dilihat dari realisasi anggaran Pendidikan mencapai Rp503 Triliun di tahun 2023.Pada tahun 2024, anggaran pendidikan kembali meningkat menjadi Rp664 Triliun, dengan realisasi hingga 31 Mei 2024 mencapai Rp217,6 Triliun (32,7%). Dana pendidikan ini telah dimanfaatkan untuk berbagai program strategis, seperti:
- Kemendikbud: Rp31,4 Triliun, di antaranya untuk Program Indonesia Pintar (PIP) bagi 8 juta siswa, KIP Kuliah bagi 766,7 ribu mahasiswa, dan Tunjangan Profesi Guru (TPG) non PNS bagi 207,2 ribu guru.
- Kemenag: Rp25,4 Triliun, meliputi Gaji Pengajar, PIP bagi 1,5 juta siswa, KIP Kuliah bagi 47 ribu mahasiswa, dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi 4,6 juta siswa.
- Prakerja: Rp4,3 Triliun untuk 1.148 ribu peserta.
- DAU earmark Pendidikan: Digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan dasar pendidikan di daerah.
- Bantuan Operasional Sekolah: Diberikan kepada 43,7 juta siswa.
- Bantuan Operasional PAUD: Diterima oleh 6,2 juta peserta didik.
- Dana Abadi Pendidikan (LPDP) mencapai Rp 15 T dengan jumlah alumni LPDP sebanyak 20.265 Orang. Akumulasi Dana Abadi LPDP (2012 s.d. 2023) mencapai Rp139 T.
Tema ini menjadi perbincangan publik, dipantik kutipan pernyataan Menteri Keuangan di sebuah seminar minggu lalu. Saat itu Bu Sri Mulyani menyatakan kalau pendidikan gratis sampai kuliah di negara Nordik tak lepas dari tingginya pajak penghasilan yang dibayarkan. Ini fakta tak terelakkan dan perlu dielaborasi.
Hal ini penting dan menarik didiskusikan. Negara2 Nordik menjadi rujukan dalam banyak hal, tak terkecuali sistem perpajakan dan kualitas pelayanan publik. Apa saja hal yang perlu kita bandingkan, pelajari, dan jadikan rujukan? Selengkapnya, kita bahas bersama pada #utas ini. #pajak #Nordik
1) Negara Nordik sendiri selama ini menjadi benchmark sebagai “negara ideal.” Kesejahteraan warganya benar-benar dijamin oleh negara. Beberapa politisi di AS, seperti Alexandria Ocasio-Cortez, merujuk negara Nordik dalam kampanyenya. Sebagai catatan, negara Nordik di sini menggunakan definisi Ensiklopedia Britannica, yakni Swedia, Islandia, Finlandia, dan Norwegia.
2) Diskusi yang terjadi kita syukuri sebagai hal baik karena ada keingina kuat menuju pada sistem yang lebih baik. Maka perlu kita perkuat diskusi dengan data dan pengertian yang tepat.
Untuk itu kami sampaikan dua hal: 1) Data dan perbandingan antara Indonesia dan negara-negara Nordik dari sudut pandang fiskal. 2) Arti maupun makna perbandingan tersebut dalam teori dan konsep kebijakan fiskal.
Saya akan membuat utas panjang sebagai kontribusi kami thd silang sengkarut hari2 ini tentang hubungan antara hukum dan etika/moralitas. Benarkah hukum dan etika tak berkaitan? Atau jika berkaitan, sungguhkah hanya manasuka dan lemah?
Kenapa baru sekarang? Benarlah kata Hegel, filsafat itu bak burung Minerva, datang di rembang petang! Butuh daya tahan untuk mendalami isu ini. Ini adalah bentuk tanggung jawab intelektual dan terbuka diperdebatkan lebih lanjut. Perbedaan dan perdebatan itu fitrah dalam Filsafat.
Belakang ini perdebatan tentang relasi hukum dan etika/moralitas kembali mencuat. Sejatinya ini perdebatan yang lumrah dan sudah berumur panjang dan belum usai hingga kini.
Ada yang menganggap etika seyogianya di atas hukum, karena merupakan serangkaian prinsip dan nilai, yang kerap diklaim bernilai universal. Sebaliknya ada yang memandang tak ada kaitan niscaya antara hukum dan moralitas. Bahkan etika dikebawahkan sekadar sebagai sesuatu yang subyektif dan relatif.
Kami tak berpretensi dapat memengaruhi pendapat atau posisi seseorang, terutama yang menempatkan secara apriori pilihan politik praktis sebagai harga mati. Namun kami yakin, kesetiaan pada ide, kejujuran pada suara hati, dan ketekunan membangun diskursus adalah investasi yang baik bagi kehidupan publik.
#etika #hukum #moralitas #Pemilu2024 #pilpres
1. Menjelang pilpres belakangan ini banyak muncul pendapat seperti ini:
“Sistem hukum bukan sistem etik. Kalau kita nilai hukum dengan etik ya nggak ketemu, kacau, tidak ada kepastian. … Mengapa? Karena moral, etik itu tertanam pada rasa. … Saya dengar orang bicara di atas hukum ada etika. Saya mau tanya, dari mana orang itu memperoleh pandangan … mengenai sesuatu itu baik atau buruk. … Sesuatu yang dari sudut pandang abang atau sudut pandang saudari ini bermoral atau ini etis, tapi dari sudut orang lain itu boleh aja tidak etis. Itu biasa saja itu, bukan sesuatu yang imperatif. … Kalau kita nilai hukum dan moral, game over bangsa ini. … Dalam hukum ukurannya adalah sah dan tidak sah, tidak ada pantas dan tidak pantas.”
Misalnya pandangan ahli hukum Margarito Kamis di suatu acara. Dan tentu ada pandangan2 sejenis yang berseliweran.
2.Kaitan antara hukum dan moralitas merupakan salah satu topik sentral yang pelik dalam diskursus filsafat hukum. Mereka yang mendalami ilmu hukum pun akan bersinggungan dengan topik ini dalam tahap studi yang advance. Oleh karena itu, sepertinya permasalahan ini perlu diurai dengan terlebih dahulu mengambil sedikit jalan memutar. Saya akan memulainya dari pertanyaan apakah ada moralitas universal.
Dalam perdebatan di Indonesia, mereka yang menyangkal klaim moralitas ada di atas hukum umumnya mengadopsi relativisme, yakni klaim tentang tidak adanya moralitas yang bersifat universal. Pertanyaan retoris tentang bagaimana menentukan apa yang etis dan tidak etis serta penekanan pada selalu adanya perbedaan pendapat tentang apa yang etis dan tidak etis merupakan manifestasi sikap relativistik semacam itu.
Beredar poster ini. Kami pastikan HOAX. Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak pernah mengatakan ini.
Silakan bersaing secara sehat. STOP membuat konten dan narasi yang menyesatkan. Ini rawan mengadu domba dan menyulut kegaduhan, alih2 memikat hati rakyat.
Biarkan kami bekerja profesional sesuai mandat. Saya klarifikasi satu persatu ya….🙏
1) Kekecawaan Sri Mulyani karena anggaran belanja Alutsista 63,8T disetujui Jokowi.
Klarifikasi:
Menkeu SMI mengatakan peningkatan anggaran alutsista wajar dan penting untuk penguatan di tengah potensi ancaman dan dinamika politik LN. Tidak menyebutkan adanya kekecewaan.
2) Belanja Alutsista dilakukan oleh PT TMI yang dipegang oleh kroni-kroni Prabowo.
Klarifikasi:
Hal ini diutarakan oleh Hasto Kristiyanto (Sekjen PDIP), bukan Menkeu SMI. Chairman dan CEO dari PT TMI memang sahabat karib Prabowo dan telah ada surat penunjukkan PT TMI oleh Menhan dalam program pengadaan Alutsista.
Kata @cnbcindonesia, RI cs mendapat peringatan Bank Dunia soal utang. Tenang saja…CNBC hanya ingin mengajak kita membaca isi berita secara utuh. Bank Dunia tak memasukkan Indonesia kok….tapi ada beberapa negara berkembang yang terpapar risiko krisis utang.
Apakah utang menumpuk dan berbahaya, atau masih aman? Kadang penilaian tergantung posisi kita, terutama dalam ritual politik lima tahunan, isu ini menarik didaur ulang.
Utang pemerintah masih di level aman! Selain pajak dan PNBP, pembiayaan melalui utang adalah bagian APBN. Tentu utang tetap dikelola dengan hati-hati, transparan, dan akuntabel. Selain itu, salah satu cara menilai yang fair adalah melihat kondisi perekonomian kita.
Supaya para kontestan dapat menyiapkan diri dan amunisi lebih baik, saya akan bahas isu utang ini secara benderang. Siapkan sabuk pengaman! Hanya mereka yang berani ambil risiko yang boleh lari kencang…. #utang #pilpres #uangkita #apbn
1) Melanjutkan utas saya tentang utang. Utang merupakan bagian dari APBN, sedangkan APBN bagian dari pengelolaan keuangan negara. Di APBN, ada pos pendapatan, belanja dan pembiayaan. Utang ada di pos pembiayaan.
Saya berharap pada debat nanti, para Cawapres membahas pengelolaan keuangan negara secara holistik. Barangkali ada kekhawatiran soal utang ini. Saya yakin ini dikarenakan publik kurang mendapatkan informasi.
2) Berikut beberapa fakta bahwa utang Indonesia masih aman.
a. Rasio utang pemerintah saat ini dalam batas aman, bahkan tren rasio tersebut menurun sejak pasca pandemi dan diharapkan akan terus menurun.
b. Utang pemerintah saat ini didominasi oleh mata uang rupiah dan lebih banyak investor domestik sehingga risiko kurs tidak terlalu besar dan dapat dikelola.
c. Neraca perdagangan juga masih surplus selama 43 bulan berturut-turut sementara mata uang rupiah secara Year To Date masih terapresiasi.
d. Realisasi pembiayaan utang juga menurun dibanding target APBN. Bukti kualitas belanja semakin baik dan penerimaan negara menguat.
Di Tahun Politik ini sudah lazim banyak tawaran program baru. Tak ada yang keliru. Para kontestan ingin memikat hati rakyat. Pun ada misi memperbaiki, memperkuat, bahkan mengubah. Toh program itu kalau bisa dijalankan juga menguntungkan.
Persoalannya, uangnya dari mana? Nah di titik ini rasanya kita perlu lebih serius memikirkan. Jelang debat Cawapres, saya ingin turut menghangatkan diskursus dengan membahas pajak.
Akhir-akhir ini perpajakan kerap menjadi bahan diskursus publik. Alhamdulilah puji Tuhan. Hal ini tentu jadi kabar baik, karena artinya publik semakin sadar pentingnya pajak dalam sistem bernegara. Terlebih beberapa tahun belakang, penerimaan negara ditopang oleh pajak.
Saya ingin sharing beberapa hal seputar kondisi perpajakan di Indonesia, mengingat apapun program pemerintah baik saat ini dan nanti, pasti membutuhkan penerimaan pajak yang semakin tinggi.
Para kontestan dan siapapun yang berminat dipersilahkan urun rembuk, ikut diskusi, atau menggunakan bahan ini untuk keperluan edukasi publik. Saya bahas agak panjang ya. #utas #thread #pajak #uangkita
1) Pajak merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN sendiri adalah alat untuk mencapai tujuan pembangunan yang menjadi tanggung jawab kita bersama. Di tengah ketidakpastian global, ketegangan geopolitik, dan tekanan domestik - APBN dituntut untuk dapat menyangga kehidupan sosial ekonomi.
Keuangan negara tentu memiliki keterbatasan, maka kita bergotong royong melalui pajak. Pajak identik dengan kemandirian dan welas asih: yang tidak mampu dibantu, yang mampu membayar, semakin mampu bayar lebih besar.
Dengan demikian, pajak adalah bagian dari alat kebijakan untuk mencapai tujuan bernegara. Oleh karena itu, dari berbagai diskusi di ruang publik, kinerja perpajakan tidak semata-mata dilihat dari tax ratio saja. Ada fasilitas/insentif yang mesti diperhitungkan.
2) Gotong royong ini perlu saya tegaskan di depan, sesuai penjelasan UU No 6/1983 yang merupakan pondasi reformasi perpajakan Indonesia. Ilustrasi dialektisnya kira2 begini:
APBN adalah instrumen mewujudkan tujuan NKRI. Tiga pilar: sektor swasta, masyarakat sipil, dan pemerintah berelasi secara dialektis. Pertama-tama bahkan pemerintah memberi insentif/fasilitas kepada pelaku usaha agar bisnisnya tumbuh dan maju.
Ibarat menanam pohon, pemerintah menggarap lahan, menyiangi rumput, menanam benih, menyiram, dan memupuk. Kelak ketika berbuah, sebagian saja diminta oleh pemerintah untuk dikembalikan ke publik dlm bentuk belanja APBN.
Hebatnya negara demokrasi, bahkan ketika uang pajak dikembalikan ke publik, rakyat sebagai warga negara dan pembayar pajak tetap punya hak politik untuk mengkritik, mengawasi, dan terlibat dalam penyelenggaraan negara.
Meski sederhana, ilustrasi ini tetap penting untuk memahami semesta perpajakan yang tak sesederhana hanya memungut pajak. Memungut dengan kaku-pucat dan seolah berjarak dengan realitas masyarakat.