Peraturannya seperti biasa; matikan lampu, tutup kamar tidur dan nikmati sensasinya.
*****
Oh iya, aku tak pernah menulis cerita gantung. Jadi kalau cerita yang kalian baca berhenti begitu saja, tolong refresh atau beli hape baru :)
Nanti di ending akan aku taruh penanda selesai.
*****
Kalian pasti sudah membaca ceritaku yang keluarga ilmu hitam. Belum? Silahkan cek di Pinned. Cerita ini masih berhubungan denganku, seorang lelaki yang berhasil lepas dari kost itu dan tinggal di rumah orang kaya. Di sini tak ada kejadian aneh seperti yang kalian harapkan.
Tapi setelah bekerja disini, entah bagaimana hidupku berjalan lancar. Awalnya dari seorang pembantu, berubah menjadi pegawai kantor swasta. Biarpun cuma tukang seduh kopi, fotocopy dan ngepel. Setidaknya aku yang tamatan SD ini bisa bekerja dengan sepatu pantofel.
Setelah menjadi pegawai, aku memutuskan mencari kost baru. Dekat dengan tempatku bekerja di Denpasar. Kost yang bagus dengan harga yang wajar untuk daerah perkotaan. Sudah pasti tanpa gangguan makhluk halus dan ilmu hitam. Tapi daerah ini terkenal keangkerannya.
Tapi siapa perduli, aku hanya tinggal sendiri tanpa beban. Aku mempunyai pacar namun kita berhubungan jarak jauh. Seminggu sekali mengirim surat, dari Denpasar ke Surabaya. Pacarku seorang pembantu rumah tangga yang umurnya terpaut jauh 12 tahun denganku.
Aku berniat menikahinya saat dirinya pulang ke Bali nanti. Maka dari itu gajiku yang hanya 7.500 rupiah aku simpan dengan baik. Bercanda? Tidak. Memang betul gajiku hanya 7.500 saat tahun 1984. Tapi tenang saja aku akan mengurangi jatah makanku untuk persiapan menikah.
3 Tahun kemudian, aku berhasil meminang pacarku. Di Tahun 1987 kami menikah dengan sederhana dan tak menunggu waktu lama kami langsung kembali ke Denpasar. Awalnya aku mengajak di kost, tapi setelah pikir-pikir kenapa kami tak mengontrak saja.
Pulang kerja, aku jemput istriku dan kuajak ia berkeliling desa. Sambil singgah makan rujak, aku iseng bertanya pada salah satu dari warga. Kira-kira disini ada yang mengontrakkan tanah atau rumah tidak. Awalnya mereka tak mengetahui tentang hal apapun.
Tapi salah satu dari pelanggan berkata bahwa di dekat sungai A**** ada tanah kosong. Kami pun senang mendengarnya dan bergegas menuju ke lokasi. Tidak cukup jauh dari warung tadi, hanya melewati jalan tanah setapak dan hutan rindang, akhirnya kami sampai.
Kenapa kami tau? Karena disana ada tulisan “Di kontrakan.” Dan ada bapak-bapak yang sedang membawa rumput untuk makan sapinya.
“Permisi pak, siapa yang punya tanah disini ya?” Tanyaku.
Bapak ini menaruh aritnya dibelakang celananya sambil menjawab.
“Oh ini punya saya, kenapa pak?”
Nah darisanalah kami bertiga saling nego harga. Cukup alot sampai kami berpindah tempat ke rumah bapak ini. Nama bapak ini pak Made, seorang PNS yang nyambil jadi peternak sapi. Rumahnya tak jauh dari lokasi tanah.
Karena beliau melihat kami pasangan muda dan pekerjaanku yang bisa dibilang dibawah standar, jadi diberikanlah harga yang murah dengan catatan kami sendiri yang membersihkan tanah tersebut. Karena jujur saja masih ada pohon dan ilalang disekitar sana.
Aku menyetujuinya dan pulang dengan perasaan yang senang. Kebetulan saat itu sisa waktu kost kami tinggal 10 hari, kami berharap setelah kost selesai, rumah itu juga selesai. Rumah yang akan dibuat bukanlah rumah megah, tapi hanya bertembok batako sampai 1 setengah meter.
Sisanya akan aku tempel triplek saja. Karena jujur uang kami sangat terbatas. Esoknya aku izin pulang cepat dan langsung ke rumah Pak Made. Tanpa pikir panjang aku sudah membawa arit dan kapak. Sesampai disana aku melunasi pembayaran kontrak rumah selama 10 tahun.
Kontrak sudah dibayarkan dan aku tak perlu memikirkan pindah kemana lagi selama 10 tahun kedepan. Setelah itu aku langsung ke lokasi dan membersihkan rerumputan berdua dengan istri. Itulah yang membuat cinta kami kuat dan tetap bertahan sampai cerita ini ditulis.
Cuma membutuhkan waktu setengah hari, kami sudah membersihkan ilalang dan memasang patok. Selama seminggu penuh aku selalu izin kantor untuk membangun rumah ini. Kadang aku sangat lelah sampai tak bisa menggerakan tubuhku. Tapi target tetaplah target.
Di hari ke 9, Tembok batako dan triplek sudah terpasang. Pintunya juga sudah dan lantainya sudah aku rabat dengan semen. Tinggal atap saja yang belum. Tapi seingatku di hari ke 9 dan 10 aku izin 2 hari tak ke kantor. Aku fokus membangun rumah dan pindahan.
Kami hanya tinggal berdua, hidup dengan satu buah kompor, satu panci, satu pengorengan, satu lemari kecil, satu kasur dua bantal, tiga buah piring dan mangkok. Hanya itu saja. Kami tak membutuhkan mobil, cukup 3 kali angkut diatas motorku dinas kantor dan semua selesai.
Hari ke-10, barang-barang sudah aku pindahkan dari kost dan hari itu sudah izin ke ibu kost bahwa kami tak akan tinggal disana lagi. Tapi kalian tau? Rumahku belum terpasang atap. Jadi hari itu juga aku memasang kuda-kuda kayu sederhana sendirian sampai siang hari.
Menjelang sore, aku dan istriku mengangkat seng untuk dipasang diatas. Setelah itu istirku membersihkan rumah dengan upacara seadaanya. Intinya semua pekerjaan kami selesai pukul 8 malam. Oh ya, kami belum membuat kamar mandi, saat itu menumpang mandi di Pak Made.
Di malam harinya istriku langsung tertidur karena kelelahan, sedangkan aku baru masih merapikan alat-alat perkakas diluar. Aku tengok istriku dan kulihat ia sedang terlelap. Tanpa banyak bergerak aku keluar dan duduk di bangku kayu depan rumah yang aku bawa dari kantor.
Aku duduk sambil berfikir, betapa jahatnya aku mengajaknya susah. Ia adalah wanita yang cantik, kulitnya putih dan rambutnya hitam lebat sampai pinggang. Aku tak bisa menerima diriku melihatnya berkeringat karena mengangkat batako dan semen. Apakah aku suami yang jahat?
Semalam suntuk aku ditemani sebatang rokok sambil memaki diriku sendiri. Tiba-tiba dari kejauhan terlihat bayangan pria yang mengawasi kami. Bayangan itu dari balik pohon besar yang berada di dekat tebing sungai. Aku langsung mengunci pintu dari luar dan mengambil kapak.
“Siapa itu!” Teriakku dalam kegelapan.
Oh ya aku lupa memberi tahu kalian, saat itu belum ada listrik. Jadi kami menggunakan pelita. Kami mempunyai dua pelita, yang bisa dibawa dan yang khusus ditaruh saja. Kau bisa lihat gambar di bawah ini jika penasaran.
Oke kembali lagi. Aku membawa pelita seperti di gambar pertama di tangan kiri dan sebilah kapak kecil di tangan kanan. Aku berjalan perlahan melewati semak-semak menuju ke arah pohon itu. Tapi saat sampai di pohon itu, aku tak menemukan sesuatu.
Aku menoleh ke kanan dan kiri namun hanya semak-semak saja yang aku lihat. Aku menoleh ke atas pun tak ada apa. Dengan hati-hati aku kembali ke rumah, tapi aku terkejut mendengar suara langkah kaki menuju ke arahku. Dengan cepat aku ayunkan kapak ke belakang.
Ternyata tak ada apapun. Posisiku terjaga sambil memegang kapak. Jika ada yang mendekat ke arahku, dengan cepat akan aku penggal. Kalian mungkin tak tau, aku adalah ahli bela diri di kampung dan pernah menumbangkan lawan hanya dengan sekali tendang.
Cukup lama posisiku bertahan tapi tak ada suara lagi. Saat aku berjalan pelan menuju ke rumah, tiba-tiba muncul sosok bayangan dari ujung pohon lain. Aku awalnya terdiam, tapi terdengar suara tertawa laki-laki.
“Wah maling ni!” Teriakku.
Bayangan itu berlari menjauh ke dalam kegelapan. Aku yang menemukannya langsung berlari ke arahnya. Bayangan itu lumayan cepat menjauh tapi aku juga cukup cepat membelah semak-semak sambil membawa pelita dan kapak. Aku berlari seperti singa kelaparan.
Tapi langkahku terhenti saat aku tak sengaja menendang sesuatu. Aku kira itu untuk pijakan kaki. Kenapa sangat kecil? Pikirku. Setelah aku lihat dengan baik, ternyata batu ini berbentuk kotak dengan tulisan,
“SARJONO BIN SOEMITRI"
"LAHIR …. WAFAT….”
Aku langsung membuang batu itu dan melihat ke sekitar. Kabut tiba-tiba menghilang dan kulihan lusinan kuburan yang ditutupi oleh rerumputan liar. Dari kejauhan aku lihat gapura kecil, kemungkinan itu adalah Pura Dalem. Dan bisa dipastikan ini adalah Kuburan Desa.
AKU BERJALAN MUNDUR PERLAHAN, TIBA-TIBA ANGIN YANG BEGITU KERAS MENABRAK TUBUHKU SAMPAI TERSUNGKUR KEBAWAH. PELITA YANG AKU BAWA TADI LANGSUNG MATI DAN SAAT ITU BENAR-BENAR GELAP. SAMBIL BADANKU MASIH DIATAS TANAH TAPI AKU BERUSAHA MENGAYUN-AYUNKAN KAPAK KESEGALA ARAH.
KENAPA? AKU MERASA ADA BEBERAPA ORANG SEDANG MENYERANGKU, TAPI AKU TAU ITU BUKANLAH MANUSIA. KEPALAKU PUSING SEKALI, TAPI AKU TETAP BERUSAHA MELAWAN SAMPAI AKU MENYADARI BAHWA AKU HANYA MENGIBAS-NGIBASKAN KAPAK SAMBIL BERTERIAK DALAM KESUNYIAN.
Aku mengambil pelitaku dan berjalan menjauh menuju ke bawah pohon besar untuk bersandar. Nafasku masih ngosngosan dengan keringat dingin di sekujur tubuh. Aku berusaha mengeluarkan korek dari kantong celanaku untuk menghidupkan pelita.
Saat menghidupkan api dari korek batang,
“Crek..Crek..Cess”
Api itu hidup dan kalian tau? TEPAT DI DEPANKU ADA SOSOK WANITA TUA SEDANG TERSENYUM BEGITU DEKAT SEKITAR SATU JENGKAL DARI WAJAHKU. WAJAHNYA BEGITU JELAS TERKENA CAHAYA API. PADAHAL TADINYA TAK ADA APAPUN TERLIHAT.
AKU LANGSUNG MELOMPAT MUNDUR KE ARAH KANAN SAMBIL MENGAMBIL KAPAK DAN BERUSAHA MENGAYUNKANNYA KE DEPAN. TETAP SAJA NIHIL TAK ADA YANG TERKENA. TANPA PIKIR PANJANG AKU LANGSUNG BERLARI KE SEMBARANG ARAH. AKU TAK TAU JALAN KE RUMAH, TERLALU GELAP DAN BANYAK POHON SERTA SEMAK.
SAAT AKU BERLARI, SEPERTI ADA PULUHAN ORANG YANG MENGEJARKU DARI BELAKANG. AKU BERUSAHA MERAPAL BEBERAPA MANTRA DAN LANGSUNG BERBALIK MENGAYUNKAN KAPAK INI TAPI SEKALI LAGI, TAK SATUPUN ADA YANG TERKENA. SEPERTI MENGAYUNKAN KE ANGIN.
AKU BERDIRI DIANTARA SEMAK TINGGI YANG GELAP. TANPA PIKIR PANJANG AKU TUTUP MATAKU DAN BENAR SAJA, AKU LIHAT SEMUA MAKHLUK YANG MENGEJARKU. BENAR SEKALI, AKU MENGGUNAKAN MATA KETIGA. DENGAN MATA TERTUTUP AKU MENGAYUN-AYUNKAN KAPAK SAMBIL MENGUCAP MANTRA.
Perlahan makhluk itu menghilang. Tak kusangka makhluk itu sudah pergi dan tersisa hanya aku yang ngosngosan di tengah semak-semak. Sambil melihat ke sekitar, aku hidupkan korek batang untuk pencahayaan. Pelita tadi sudah aku tinggalkan di bawah pohon.
Jadi hanya berbekal batang korek, aku mencari jalan pulang. Baru beberapa langkah, ternyata aku sudah berada di jalan setapak yang menghubungkan rumahku dengan jalan raya. Aku langsung berjalan cepat menuju ke rumah. Tapi kali ini aku tak percaya apa yang kulihat.
SOSOK RAKSASA TANPA KEPALA SEDANG BERSANDAR DI RUMAHKU YANG HANYA SETINGGI TIGA METER. RAKSASA INI BERBULU LEBAT SERTA MENGGUNAKAN KAIN POLENG, DUDUK DI TANAH. BAYANGKAN SAJA BESARNYA SEBERAPA. AKU MELIHATNYA BUKAN HANYA TAKUT, TAPI EMOSI KARENA ADA ISTRIKU DI RUMAH ITU.
AKU BERLARI SAMBIL BERTERIAK KE ARAHNYA, TAK LUPA KAPAK INI AKU ANGKAT TINGGI-TINGGI SEAKAN-AKAN INGIN MEMENGGAL KAKINYA. TAPI KALIAN TAU? BADANNYA TEMBUS. AKU LANGSUNG TERSUNGKUR DI TANAH. AKU BANGUN PERLAHAN DAN KULIAH SOSOK YANG DUDUK ITU SUDAH BERDIRI.
TINGGINYA SEKITAR 6 METER, TANGANNYA BERKUKU PANJANG. AKU BERUSAHA BANGKIT DAN MENGAYUNKAN KAPAK INI TAPI TEMBUS. AKU RAPAL MANTRA SAMBIL MELAWANNYA TAPI TETAP SAJA TEMBUS TAK TERLUKA. TIBA-TIBA IA BERJALAN MENGITARI RUMAHKU. AKU YANG TERKEJUT LANGSUNG MENGEJARNYA.
JADI KITA BERDUA MENGELILINGI RUMAH INI HAMPIR 11 PUTARAN. SELAMA ITU AKU TERUS MENGAYUNKAN KAPAK SAMPAI AKHIRNYA AKU TERJATUH DI DEPAN RUMAH KARENA KELELAHAN. PANDANGANKU BERKUNANG MELIHAT LANGIT YANG GELAP TANPA BINTANG. TIBA-TIBA SOSOK ITU MENDEKAT.
PARAHNYA, IYA BERJONGKOK DI HADAPANKU SEPERTI SEDANG MEMPERHATIKANKU YANG SUDAH LELAH MENYERANGNYA. BISA DIBAYANGKAN AKU TERLENTANG DI TANAH DAN IA BERJONGKOK DISEBELAHKU. SETELAH ITU IA LANGSUNG BANGUN, MELOMPAT DAN LANGSUNG HILANG.
Aku masih diatas tanah dengan posisi terlentang. Aku berfikir apa itu barusan, apa yang terjadi. Perlahan aku bangun dan mengambil air di gentong, lalu membersihkan tubuhku sedikit. Setelah itu aku masuk kamar dan melihat ke arah istriku. Ternyata ia masih bernafas.
Perlahan aku mendekatinya dan tidur di dekatnya. Aku tak mau menceritakan kejadian barusan dan mengingatnya lagi. Besok paginya aku ambil pelita itu di bawah pohon yang ternyata sangat dekat dengan rumahku. Aku curiga kemarin terkena “kurungan”
Dimana itu merupakan sihir hitam yang membuat kita merasa tersesat padahal berada di tempat yang sama. Aku kembali ke rumah dan bersiap untuk berangkat kerja. Saat keluar dari jalan setapak, aku bertemu Pak Made dan ia langsung menyapaku.
“Pak Man, kemarin saya lihat dari rumah kok bapak muter-muter di luar rumah sambil teriak-teriak. Pasti mabuk ya?” Ujarnya kepadaku.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman dan langsung menancap gass menuju ke kantor. Mulai semenjak malam itu aku menjadi agak penakut dan tak seberani sebelumnya. Padahal aku pernah melawan keluarga ilmu hitam, tapi kali ini bukan manusia lawanku.
Dan kalian tau? Ini adalah awal dari segala terror selama 10 Tahun.
Sekian cerita ini. Aku cuma berpesan, berhati-hatilah saat kamu bermain handphone di kamar yang gelap. Siapa tau ada nenek-nenek yang sedang memperhatikanmu. Suksma
Sebelumnya terima kasih kepada beberapa kontributor yang sudah mendukung saya melalui saweria.com 🙏
Jika temen² ingin menjadi bagian dari kontributor dan membantu saya lebih semangat lagi dalam hal menulis, caranya dengan ikut berpartisi dalam saweria.
Dengan minimal nominal 10rb kalian bisa membantu aku lebih banyak berkarya lagi untuk kedepannya.
Sebelumnya aku mau minta maaf, kemarin aku lupa kalau hari ini ada job dokumentasi event pernikahan dan bener-bener kelabakan karena satu temenku gak bisa berangkat jadi harus dibackup oleh aku sendiri :(
Namaku Luh De, sudah pasti ini nama samaran karena gila saja aku mengatakan yang sejujurnya di platform ini. Aku seorang perawat di rumah sakit swasta yang terkenal di Bali. Ah bukan terkenal di Bali, mungkin di wilayah Denpasar dan sekitarnya saja.
Seorang gadis muda yang baru saja lulus SMA akhirnya mendapatkan pengumuman bahwa dirinya lulus seleksi penerimaan pada salah satu kampus di Malang. Oh ya, kejadian ini terjadi pada tahun 2000, dimana belum ada aplikasi sosial media kecuali wartel dan telfon umum.