Vietnam, yg mulai reformasi ekonomi pada 1986 mempunyai pendapatan per kapita $ 95 AS pada 1990. Sekitar 16 % dr pendapatan per kapita RI, sebesar $ 585 AS. Kini, Vietnam, menyusul dgn cepat. Pendapatan per kapita mencapai 2.715 dolar AS (2019)/66 persen dr Indonesia.
Dalam waktu tidak lama lagi diperkirakan Vietnam akan lebih maju dan sejahtera dari Indonesia. Yang lebih mengkhawatirkan, pertumbuhan ekonomi RI semakin lama kian melemah. Untuk periode Lima-tahun pertama sejak reformasi, 1999-2004, pendapatan per kapita tumbuh 71,4 persen.
Sedangkan, periode lima-tahun kedua (2004-2009) dan ketiga (2009-2014) masing-masing tumbuh 96,6 persen dan 54,4 persen. Tetapi, pada periode lima-tahun keempat, 2014-2019, pendapatan per kapita Indonesia hanya mampu tumbuh 18,4 persen saja, ini pun pertumbuhan semu.
Semakin melemahnya ekonomi Indonesia tercermin dari defisit neraca transaksi berjalan yang membengkak. Selama periode 2014-2019, defisit neraca transaksi berjalan mencapai 111,7 miliar dolar AS. Artinya, dolar AS mengalir deras keluar dari Indonesia.
Hal ini seharusnya membuat kurs rupiah melemah. Tetapi, berkat intervensi atau “rekayasa”, kurs rupiah bahkan tampak menguat sepanjang 2019. Penguatan kurs rupiah ini bersifat semu. Dibiayai oleh utang, untuk membuat kurs rupiah terkesan menguat.
Penguatan kurs rupiah secara semu ini membahayakan ekonomi nasional. Nilai rupiah menjadi terlalu tinggi dari nilai sebenarnya (fundamental), atau overvalued. Dampaknya, membuat nilai utang luar negeri dalam rupiah menjadi terlalu rendah (undervalued) dari nilai fundamentalnya.
Penguatan kurs rupiah secara semu ini membahayakan ekonomi nasional. Nilai rupiah menjadi terlalu tinggi dari nilai sebenarnya (fundamental), atau overvalued. Dampaknya, membuat nilai utang luar negeri dalam rupiah menjadi terlalu rendah (undervalued) dari nilai fundamentalnya.
Rekayasa kurs rupiah bagaikan bom waktu yg siap meledak setiap saat. Kebijakan moneter BI tersandera. Suku bunga cenderung bertahan tinggi agar surat utang negara terlihat seksi. Mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, dan tidak kompetitif.
Defisit neraca transaksi berjalan akan semakin menggelembung, membuat ekonomi semakin tertekan. Pada saatnya, kurs rupiah akan tergelincir & mengalami koreksi tajam. Ketika itu ekonomi RI akan mengalami kejutan, tjd resesi. Inflasi meningkat tajam. Suku bunga pinjaman naik.
Apabila fundamental ekonomi tdk segera diperbaiki & ekonomi RI terus dikelola secara artifisial& penuh rekayasa keuangan, masa depan bangsa dipastikan akan semakin suram. Menuju bangsa yg gagal. Masihkah kita akan terus teralihkan oleh isu2 murahan yg diusung media berbayar?
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sepanjang sejarah Indonesia, baru di era pemerintahan presiden Jokowi angka kemiskinan single digit." Wow ?
Jika mengacu berdasarkan data BPS & World Bank, memang benar. Lalu pertanyaan-nya, apakah hal tersebut adalah hasil kerja pemerintahan Jokowi saja?
Berdasarkan data, pada bulan maret 2018, BPS merilise jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 25,9 juta jiwa atau setara dengan 9,82 persen, terjadi penurunan sebesar 633,2 ribu jiwa dibandingkan September 2017 sejumlah 26,58 juta jiwa, atau setara 10,12. Persen .
Artinya, dalam kurun waktu 2017 hingga 2018 terjadi tingkat penurunan kemiskinan sebesar 0,3 persen. Tentunya sulit untuk mengatakan hal tersebut adalah prestasi yang patut untuk dibangakan.