Sriana Profile picture
11 Apr, 543 tweets, 123 min read
Gajah Mada bisa jadi berasal dari Lamongan, Mojolangu, Bali, Bima, Lampung, Batak, atau bahkan Kalimantan sekalipun. Tergantung kepada siapa Anda bertanya. Sebagai tokoh besar yang ketenarannya sering jauh mengungguli raja-raja Majapahit junjungannya, Image
Nama besar dan kualitas kepemimpinannya masih laku hingga kini, masih dijadikan acuan tauladan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Jadi jangan heran bila banyak kalangan saling berebut klaim.
Masyarakat merasa bangga memiliki identitas sebagai pewaris budaya yg hebat. Potensi historiografi masa lalu yg demikian ini mmg diperlukan untuk memperteguh eksistensi identitas mereka.
Berikut 4 sumber tulis naskah sastra yg bisa mendukung interpretasi ttg asal-usul Gajah Mada:
NASKAH USANA JAWA

Menurut naskah ini, Gajah Mada dilahirkan di Pulau Bali.

Dikisahkan bahwa Gajah Mada lahir dengan cara memancar dari buah kelapa sebagai penjelmaan dari Sang Hyang Narayana (Visnu) sehingga Gajah Mada dipercaya lahir tanpa ayah dan ibu, namun ia lahir Karena
kehendak dewa-dewi (Yamin 1977:13).

Naskah tradisional nusantara sering menegaskan legitimasi tentang kelebihan pada diri seseorang  melalui mitos, sehingga tokoh yang dimaksud memang pantas dijunjung tinggi dan dihormati. Sang tokoh biasanya digambarkan sebagai anak seorang
dewa atau bahkan penjelmaan dewa sendiri yang diturunkan ke dunia secara tidak lazim. Keajaiban demi keajaiban adi kodrati selalu mengiringi sejak hari kelahiran, masa kanak-kanak, dewasa, bahkan hingga hari kematiannya.
Penggambaran seperti ini umum berlaku pada sistim kepercayaan masyarakat Hindu/Buddha pada masa itu sehingga tafsir atau rasionalisasinya diperlukan agar isi naskah dapat dijadikan rujukan.
BABAD GAJAH MADA

Merupakan karya sastra Bali di masa selanjutnya. Diceritakan bahwa ada seorang pendeta muda bernama Mpu Sura Dharma Yogi yang memiliki istri bernama Patni Nari Ratih, istri yang diberikan oleh gurunya Mpu Raga Gunting atau yang dijuluki Mpu Sura Dharma Wiyasa.
Mpu Sura Darma Yogi membuat huma di sebelah selatan Lembah Tulis sedangkan Patni Nari Ratih tetap tinggal di pertamanan, hanya sesekali ia menengok sang suami di huma yang baru dibuat.
Dewa Brahma jatuh cinta kepada Patni Nari Ratih karena parasnya yang cantik. Hingga suatu ketika Nari Ratih diperkosa oleh Dewa Brahma di gubuk yang sepi.
Peristiwa tersebut Nari Ratih adukan kepada sang suami. Sehingga akhirnya mereka pergi mengembara selama berbulan-bulan lamanya. Ketika sang bayi yang ada dalam kadungan sudah waktunya untuk lahir, mereka tiba di desa Mada yang terletak di kaki Gunung Semeru.

Lahirlah sang bayi
laki-laki dengan diiringi peristiwa alam yang menandakan bahwa sang bayi kelak akan menjadi tokoh penting. Bayi laki-lai tersebut diasuh oleh kepala Desa Mada, sedangkan kedua orangtuanya pergi bertapa di puncak Gunung Plambang untuk memohon keselamatan dan kejayaan bagi sibayi
Dewata mengabulkan permohonan tersebut dengan mengatakan bahwa kelak si bayi akan menjadi orang yang dikenal di seluruh nusantara.
Bertahun-tahun berlalu, Mahapatih Majapahit datang ke desa Mada dan mengajak anak kepala desa bernama Mada yang sekarang beranjak remaja untuk ikut ke Majapahit dan mengabdi kepada raja. Mahapatih Majapahit kemudian menikahkan Mada dengan putrinya yang bernama Ken Bebed, lalu
membantu Mada untuk menggantikan kedudukannya sebagai Mahapatih Amangkubumi Majapahit. Berkat Mahapatih Amangkubumi Mada, Majapahit berhasil mengembangkan kekuasaannya hingga banyak raja dari luar Pulau Jawa yang tunduk kepada Raja Majapahit (Muljana 1983:175).
BABAD ARUNG BONDAN

Kitab Jawa Pertengahan Babad Arung Bondhan menawarkan penjelasan berbeda mengenai asal-usul Gajah Mada. Dalam kita tersebut dikisahkan bahwa Gajah Mada merupakan anak dari Patih Lugender (dikenal dengan nama Logender dalam cerita Damarwulan dan Menakjingga).
Dalam cerita tersebut dinyatakan bahwa Logender menjadi Patih Ratu Majapahit bernama Ratu Kenya (Kencanawungu).

Terjemahan kitab adalah sebagai berikut:
1. “Telah lama sang raja (memerintah)
kedua orangtuanya telah meninggal

Patih Lugender dikemudian hari

dan Patih Udara

yang menggantikan kedudukannya

Patih Lugender setelah mangkat

putranya yang menggantikan
2. Gajah Mada namanya
disayangi oleh raja

pekerjaannya selalu cekatan

cukup lama tidak menikah

dengan manusia biasa

istrinya makhluk halus

oleh karena itu tidak menikahi manusia.
J.L.A. Brandes pernah mengatakan bahwa kisah Damarwulan dan Menakjingga terjadi dalam masa pemerintahan Ratu Suhita di tahta Majapahit. Menakjingga yang dimaksud dalam kisah tersebut setara dengan Bhre Wirabhumi, penguasa kedaton timur yang berperang melawan Majapahit.
Sehingga jika tafsiran ini diikuti maka Gajah Mada anak dari Patih Logender baru ada setelah Majapahit melewati masa kejayaannya. Sedangkan dalam berbagai prasasti dan Kakawin Nagarakrtagama
Sebagai bukti yang otentik disebutkan bahwa Gajah Mada  berperan dalam masa awal dan masa kejayaan Majapahit dalam periode kekuasaan Hayam Wuruk.
Hal yang paling menarik dalam kitab Babad Arung Bondan dan dapat dijadikan interpretasi lebih lanjut adalah pernyataan bahwa Gajah Mada merupakan anak dari seorang Mahapatih. Adapun nama patih yang menjadi ayah Gajah Mada masih belum akurat, Image
sebab dalam kisah-kisah tradisional nama tokoh sering berganti karena diceritakan secara berulang-ulang dalam kurun waktu yang berbeda. Image
PARARATON

Krtarajasa Jayawardhana, atau dalam Pararaton dikenal dengan Raden Wijaya disebutkan memiliki beberapa pengikut yang setia. Merekalah yang mengiringi Raden Wijaya dalam pengungsian dan kemudian membuka hutan Trik sebagai cikal bakal Majapahit.
Pengikut-pengikut tersebut diantaranya adalah Lembusora, Nambi, Ranggalawe, Gajah Pagon, Pedang Dangdi, dan lainnya.
Dikisahkan bahwa salah satu pengiring Raden Wijaya bernama Gajah Pagon, terluka karena terkena tombak di pahanya ketika berperang melawan pengikut Jayakatwang dari Kadiri. Namun walaupun dalam kondisi terluka, Gajah Pagon tetap mampu berkelahi melawan orang-orang dari Kadiri yg Image
mengejar-ngejar rombongan Raden Wijaya.

Setelah tentara Kadiri dapat dihalau, rombongan Raden Wijaya memasuki hutan di daerah Talaga Pager. Setelah itu mereka memutuskan untuk menuju ke Desa Pandakan dan disambut oleh kepala desa bernama Macan Kuping. Di desa ini, Raden Wijaya
disuguhi kelapa muda yang setelah dibuka berisi nasi putih. Kemudian perjalanan berlanjut menuju Pulau Madura dan meminta bantuan kepada Arya Wiraraja. Namun, karena luka yang diterimanya, Gajah Pagon harus ditinggalkan di Desa Pandakan (Hardjowardojo 1956:39-40).
Mengenai tokoh Gajah Pagon Kitab Pararaton menyatakan:
Gajah Pagon tidak dapat berjalan, berkata Raden Wijaya: ‘Penghulu Desa Pandakan saya titip seorang teman, Gajah Pagon tak dapat berjalan, agar ia tinggal di sini’.

Berkatalah orang Pandakan: ‘Hal itu akan membuat buruk taunku, juka Gajah Pagon ditemukan di sini, sebaiknya jangan
ada pengikut tuanku yang diam di Pandakan. Seyogyanya ia berdiam di tengah kebun, di tempat orang menyabit rumput ilalang, di tengah-tengahnya dibuat sebuah ruangan terbuka dan dibuatkan gubuk, sepi taka da orang yang tahu, orang-orang Pandakan membawakan makanannya setiap hari
Gajah Pagon lalu ditinggalkan di situ….” (Hardjowardojo 1965:40).
Gajah Pagon tidak diceritakan lebih lanjut oleh Kitab Pararaton, namun dapat ditafsirkan bahwa keadaan Gajah Pagon berangsur-angsur membaik dan sembuh dari lukanya. Kemungkinan lain yang terjadi adalah ia dinikahkan dengan anak perempuan dari Macan Kuping.
Setelah kepala desa Desa Pandakan meninggal dunia, Gajah Pagon menggantikan tugasnya sebagai kepala desa. Selain itu, Majapahit dapat didirikan dengan menunjuk Raden Wijaya sebagai raja. Saat itulah para pengikut setia Raden Wijaya masing-masing diberikan kedudukannya,
Walaupun dalam berbagai sumber menyatakan bahwa ada yang tidak puas dengan kedudukan yang diberikan. Namun, Gajah Pagon tetap menjadi kepala desa Desa Pandakan.

Tafsiran selanjutnya yang terjadi adalah Gajah Pagon memiliki putra dari perkawinannya dengan anak Macan Kuping.
Anak lelaki yang tumbuh gagah seperti ayahnya yang diberi nama Gajah Mada.

Gajah Mada dilahirkan dan dibesarkan di Desa Pandakan. Kemudian, ia mendapat pendidikan kewiraan oleh ayahnya. Nama desa Pandakan sendiri mungkin berlokasi di wilayah Pandakan sekarang, salah satu
Kabupaten di utara Malang. Apabila hal ini benar adanya, maka dapat disimpulkan bahwa Gajah Mada lahir di Jawa Timur, di dataran tinggi Utara Malang, sebagai daerah awal mengalirnya Sungai Brantas.

Diawal berdirinya Majapahit, orang yang cukup disegani dan menggunakan nama
“Gajah” hanya Gajah Pagon. Jika sang ayah, Gajah Pagon dikenal pada masa pemerintahan Raden Wijaya, maka Gajah Mada mulai dikenal pada masa pemerintahan Raja Jayanegara. (AGU)

(Sumber: Gajah Mada, Biografi Politik- Agus Aris Munandar. Gambar sampul karya Pramono Estu)
Menelusuri dan mengkaji AGAMA KAPITAYAN (Agama asli Nusantara), @agama_nusantara
Sesaat sebelum meninggalkan Bhre Kertabhumi, Sabdapalon berpesan, kelak, 500 th lagi ia akan kembali. Perpisahan antara sang pamomong yang bijak dan Brawijaya V itu menarik untuk dikaji lebih lanjut. Image
Lazimnya, sengkalan “sirna ilang kertaning bumi,” yang mengacu ke angka waktu 1400, merupakan pepenget tentang runtuhnya Majapahit. Akan tetapi,  saya memiliki pemaknaan lain soal angka waktu itu. Image
Tak hanya Sabdapalon yang ternyata memilih meninggalkan Brawijaya V. Kettu Wijaya, seorang punggawa Majapahit, memilih pula untuk meninggalkannya dan mengasingkan diri, membangun basis kekuatan di daerah Wengker, yang kini dikenal sebagai Ponorogo.
Saya melihat ada kekecewaan pada 2 mantan punggawa Majapahit itu. Pada kasus Ki Ageng Suryangalam, hal itu berkaitan dengan lemahnya wibawa Brawijaya V sehingga dapat didikte oleh seorang isterinya,
Dilambangkan dengan topeng singobarong yang menyunggi seekor merak yang tengah mekar ekornya

Foto penulis di dekat arca Sabdo Palon Image
Para prajurit Majapahit pun tak luput untuk digarap dengan melambangkan mereka sebagai jathil, para lelaki penunggang kuda kepang yang bertingkah anggun dan ayu—di mana di hari ini karakter jathil itu diperagakan oleh para dara betulan.
Kettu Wijaya sendiri menjadi Pujangga Anom atau bujangganong yang memiliki karekter jenaka, lincah dan suka ngece sang singobarong. Bujangganong ditemani oleh para warok yang berpakaian hitam-hitam, gagah dan bersuara lantang penuh semangat.
Sabdapalon saya kira juga memendam kekecewaan pada Brawijaya V. Dalam Serat Dharmagandul dikisahkan bahwa ia terdesak oleh berbagai kebijakan sang raja.

Sabdapalon merupakan representasi “kekuatan lama” yang terancam kemapanannya. Adapun Brawijaya V Image
bimbang untuk menyikapi masuknya “kekuatan baru,” yang dalam beberapa serat digambarkan sebagai “kekuatan Islam.”

Negosiasi antara Sabdapalon dan Bhre Kertabumi yang pembimbang itu mengalami titik buntu. Maka, Sabdapalon memilih moksa dan menyatakan bahwa 500 lagi ia akan
kembali menguasai Nusantara. Dus, sengkalan “sirna ilang kertaning bumi” berarti pula gambaran pemerintahan Brawijaya V yang tengah mengalami krisis kepercayaan—sing sapa was bakale tiwas. Image
Ketika menyeksamai kisah dan arca Sabdapalon di Candi Cetho, saya teringat oleh sosok Semar. Dalam kisah pewayangan Jawa, titisan Bathara Ismaya itu dikenal sebagai salah satu hasil local genius yang tak ada dalam versi aslinya di India. Image
Semar merupakan gubahan khas para pujangga Nusantara. Ia adalah simbol ketuhanan orang-orang Nusantara sebelum kedatangan Islam.

Banyak deskripsi tentang “ketunggalan” pada sosok Semar, tempat segala paradoks bertemu. Ia dewa (Ismaya) sekaligus hamba (Semar), ImageImageImageImage
bertetek (lambang perempuan) tapi berkuncung (lambang lelaki). Image
mengepal tapi tangan kanannya menuding (Kisah Semar dan Syaikh Subakir di Belukar Tidar, Heru Harjo Hutomo alif.id).

Dan memang, Semar merupakan anak pujaan Sang Hyang Tunggal atau dalam bahasa sansekerta disebut sebagai “Taya.”

Taya itulah yang kemudian menjadi
akar kata dari kapitayan. Di masa awal kemerdekaan kapitayan kemudian dialihbahasakan menjadi kepercayaan.
Sesungguhnya, UUD 1945—melalui pasal 29—secara kebahasaan mengakuinya sbg “kepercayaan” yg berbeda dari “agama.” 2 istilah itu selalu dipisahkan, “agama & kepercayaan.” Image
Pada kasus Sabdapalon, kapitayan itulah yang disebut sebagai “kekuatan lama” yang terdesak oleh kedatangan “kekuatan Islam.” Tapi sejatinya kisah relasi antara kapitayan dan Islam tak melulu mengalami jalan buntu. Gunung Tidar di Magelang, secara semiotis, merupakan titik
Singgung dua kekuatan itu.

Tentu, Islam yang berkembang di Tidar bukanlah sebentuk Islam puritan dan radikal yang maunya menang-menangan. Tak mungkin Syekh Subakir, seorang ulama asal Turki menumbal dan memiliki pusaka kyai Sepanjang, sebentuk kebiasaan yang menurut penganut
Islam puritan sarat dengan TBC (takhayul, bid’ah, dan khurafat).

Hanya seorang sufi yang mampu bernegosiasi dan akomodatif terhadap berbagai kepercayaan setempat. Syekh Subakir itulah yang dalam Kitab Musarar disebut sebagai Maulana Ngali Samsu Jen (Maulana Syamsu Ali Zain).
Oleh karena itu, bagi saya, Tidar merupakan lambang titik singgung sekaligus titik sambung risalah keesaan (ketauhidan) antara penganut kapitayan dan tasawuf, antara Eyang Ismaya Jati dan Syekh Subakir.
Seonggok tugu yang tegak menuding ke atas merupakan tugu peringatan atas suksesnya sebuah negoisasi antara kapitayan dan tasawuf. Perlambangnya, burung garuda dan tiga aksara Jawa “SA” yang dapat diartikan sebagai sapa salah seleh (siapa yang salah akan kalah).
Kapitayan itulah yang kini dikenal sebagai “Aliran Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.”
Memohon Yth @Kemenag_RI
Gus @YaqutCQoumas
Presiden @jokowi
@nahdlatululama untuk kiranya mengakui KAPITAYAN sebagai Agama resmi Ke-9 di NKRI.
Terimakasih 🙏. ImageImage
Bagi saya (setelah) mengkaji dan menganalisa selama 20 th,
Agama KAPITAYAN berbeda dengan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME,
Dalam banyak tatanan & sejarah nya yang akan saya jadikan Thread panjang disini yg tentunya akan menjadikan pemahaman pada publik. @agama_nusantara ImageImageImage
Warta dari berbagai Nara sumber sebagai masukan dan juga kajian hubungan antara Situs Gunung Padang dengan Agama KAPITAYAN
Menurut saya setelah melalui beberapa pengamatan dan pencermatan, ImageImage
Situs Gunung Padang digadang-gadang sebagai salah situs tertua di dunia. Situs berusia 10 ribu tahun ini disebut semasa dengan situs Göbekli Tepe di Turki. ImageImageImageImage
Situs ini diperkirakan pertama kali dibangun pada 8000 SM. Usianya bahkan lebih tua dari Piramida di Mesir yang dibangun sekitar 2500 SM, peninggalan kota tua Mahenjo Daro dan Harrapa di India yang berusia 3.000 tahun, dan budaya Mesopotamia yang berada di era yang sama. ImageImageImageImage
"Ini penting untuk sejarah Indonesia. Karena di sejarah disebut peradaban kita mulai tahun 600 masehi di Kutai. Sebelumnya tidak ada peradaban besar, itu salah," jelas Danny Hilman Natawijaya,
peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI kepada CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon, Jumat (7/12).
Sebab dalam sejarah tertulis kalau di Indonesia masa 10 ribu tahun lalu masih dalam masa bercocok tanam dan belum memiliki peradaban tinggi. ImageImageImageImage
"Kalau dibilang ada bangunan masif advance (di masa itu), itu berarti tidak cocok dengan sejarah yang kita kenal [...] Jadi, kalau terungkap bisa mengubah sejarah dunia," tuturnya lagi. ImageImageImageImage
Danny menyebut situs megalitikum Gunung Padang tidak dibangun pada satu era. Tapi struktur tersebut dibangun berkelanjutan dalam tiga masa dari 8.000 SM hingga 1.000 SM. ImageImageImageImage
Lapisan tertua yang berusia 10 ribu tahun tertimbun di bawah tanah. Sementara lapisan termuda berusia 3.000 tahun. Denny menyebut anehnya struktur bangunan candi ini seperti sengaja disamarkan.

"(Seperti) sengaja ditimbun pakai tanah dan didirikan megalith sederhana di atasnya ImageImageImageImage
Ini masih jadi misteri, kenapa dibuat seperti itu. Kecenderungannya sih disamarkan biar tidak dijarah orang," ujar Ketua Koordinator Penelitian Gunung Padang itu. ImageImageImageImage
Danny juga mengungkap kalau mereka telah melakukan berbagai studi untuk membuktikan bahwa ada struktur dibawah situs megalitikum itu.

"Studi melibatkan berbagai ahli studi sudah lengkap. Kami juga sudah melakukan enam pengeboran sedalam 30 meter dan penggalian 11 meter."
Namun, Denny menyayangkan sikap pemerintah yang seakan tidak peduli dengan situs yang digadang-gadang sebagai situs tertua di dunia. Sebab, sejak berakhirnya pemerintahan SBY, proyek pemugaran situs ini tak lagi berlanjut.

"Nasibnya agak terkatung-katung, kurang diperhatikan.
Padahal merupakan warisan Indonesia yang besar. Bukan hanya untuk ilmu pengetahuan, tapi bisa jadi ikon pariwisata yang tidak kalah dengan piramida Iza," tandasnya.
Keputusan untuk melakukan pemugaran sebelumnya telah dituangkan dalam Perpres nomor 148 tahun 2014 tentang Pengembangan, Pelindungan, Penelitian, Pemanfaatan, dan Pengelolaan Situs Gunung Padang.
Permen Kemendikbud tentang pelestarian dan pengelolaan Gunung Padang, dan Pergub Jawa Barat tenteng penelitian Gunung Padang. (eks/evn) Image
MENINJAU KEMBALI EKSISTENSI KAPITAYAN BESERTA KONTEKS SOSIAL BUDAYA YANG MELINGKUPINYA ImageImage
Agama agama purba di Nusantara
I.Kapitayan
Para sejarawan Belanda menafsir, bahwa jauh sebelum Hindu dan Buddha serta Islam masuk, di Nusantara terdapat agama kuno yang disebut Animisme-Dinamisme, yang sejatinya merupakan sebutan tidak tepat untuk agama Kapitayan, di mana sisa Image
sisa peninggalan agama yang berkembang di Nusantara yang disebut Kapitayan itu, dikenal dalam arkeologi sebagai peradaban Paleolithikum, Messolithikum, Neolithikum, dan Megalithikum.
Secara definitif Kapitayan adalah sebuah kepercayaan yang memuja sesembahan utama yang disebut
“Sang Hyang Taya”, di mana di dalam Bahasa Jawa Kuno, Sunda Kuno dan Melayu Kuno kata “Taya” bermakna Kosong, Tidak Ada, Hampa, Suwung, Awang-uwung yang inti mutlaknya adalah Sesuatu Yang Tidak Terdefinisi tetapi orang Jawa mendefinisikan Sang Hyang
Taya dalam satu kalimat, yaitu “tan kena kinaya ngapa” yang bermakna tidak dapat diapa-apakan Keberadaan-Nya.

Ulasan saya :
Suwung/Kosong di ibaratkan/lambangkan dengan puncak gunung
(Piramida) pucuknya sebagai filosofi Tuhan YME Penguasa tertinggi. ImageImageImageImage
Sistem ajaran kapitayan yang begitu sederhana waktu itu, Sang Hyang Taya tidak bisa dikenali kecuali ketika muncul dalam bentuk Kekuatan Gaib bersifat Ilahiyyah yang disebut “TU”. “TU” adalah bahasa kuno yang artinya seutas benang atau seutas tali yang menjulur. “TU” dianggap
Sebagai keniscayaan dari Pribadi Sang Hyang Taya yang bersifat adikodrati. “TU” diketahui memiliki dua sifat utama, yaitu sifat baik dan sifat tidak baik. TU bersifat baik begitu terang disebut TUHAN dan TU tidak baik begitu gelap disebut HANTU tetapi baik Tuhan maupun Hantu
bersifat gaib yang tidak bisa dikenal dan didekati langsung dengan indera. Untuk memuja-Nya dibutuhkan sarana-sarana yang bisa didekati pancaindera dan alam pikiran manusia. Itu sebabnya, di dalam ajaran Kapitanyan dikenal keyakinan yang menyatakan bahwa kekuatan gaib dari Sang
Hyang Taya yang disebut TU itu ‘tersembunyi’ di dalam segala sesuatu yang memiliki sebutan TU. Para pengikut ajaran Kapitayan meyakini adanya kekuatan gaib pada wa-TU, TU-gu, TU-k, TU-ban, TU-rumbuk, TU-tuk, TU-nggul, TU-lang, TU-nggak, TU-buh, TU-nda, TU-ngkup. Dalam melakukan
bhakti memuja Sang Hyang Taya, orang menyediakan sesaji berupa TU-mpeng, TU-mbal, TU-mbu, TU-kung, TU-d kepada Sang Hyang Taya melalui wa-Tu, TU-gu, TU-k, TU-ban, TU-rumbuk, TU-nggul, dan sesuatu yang diyakini memiliki kekuatan gaib.
Seorang hamba pemuja Sang Hyang Taya yang dianggap saleh akan dikaruniai kekuatan gaib yang bersifat positif (TU-ah) dan yang bersifat negatif (TU-lah). Mereka yang sudah dikaruniai TU-ah dan TU-lah itulah yang dianggap berhak untuk menjadi pemimpin masyarakat. Mereka itulah yang ImageImageImageImage
Disebut ra-TU atau dha-TU. Mereka yang sudah dikaruniai TU-ah dan TU-lah, gerak-gerik Kehidupannya akan ditandai oleh PI, yakni kekuatan rahasia Ilahiyyah dari Sang Hyang Taya yang tersembunyi. Itu sebabnya, ra-TU atau dha-TU, menyebut diri dengan kata ganti diri: PI-nakahulun.
Jika berbicara disebut PI-dato. Jika mendengar disebut PI-harsa. Jika mengajar pengetahuan disebut PI-wulang. Jika memberi petuah disebut PI-tutur. Jika memberi petunjuk disebut PI-tuduh. Jika menghukum disebut PI-dana. Jika memberi keteguhan disebut PI-andel. Jika menyediakan
sesaji untuk arwah leluhur disebut PI-tapuja lazimnya berupa PI-nda (kue tepung), PI-nang, PI-tik, PI-ndodakakriya (nasi dan air), PI-sang. Jika memancarkan kekuatan disebut PI-deksa. Jika mereka meninggal dunia disebut PI-tara. Seorang ra-TU atau dha-TU, adalah pengejawantahan ImageImageImageImage
kekuatan gaib Sang Hyang Taya. Seorang ra-TU adalah citra Pribadi Sang Hyang Tunggal.

Ulasan, disini saya amati bahwa Antara Agama KAPITAYAN & situs gunung Padang tampak saling berkaitan
Dari pemaparan yg banyak diunggah oleh para penulis yg saya rangkum
Yth @agama_nusantara ImageImageImageImage
Dengan prasyarat-prasyarat sebagaimana terurai di muka, kedudukan ra-TU dan dha-TU tidak bersifat kepewarisan mutlak. Sebab seorang ra-TU yang dituntut keharusan fundamental memiliki TU-ah dan TU-lah, tidak bisa diwariskan secara otomatis pada anak keturunannya hanya berdasar
unsur genetika. Seorang ra-TU harus berjuang keras untuk mampu menunjukkan keunggulan diri yang ditandai TU-ah dan TU-lah, dengan mula-mula menjadi penguasa wilayah kecil yang disebut wisaya. Penguasa wisaya diberi sebutan Raka. Seorang raka yang mampu menundukkan kekuasaan
raka-raka yang lain, maka ia akan menduduki jabatan ra-TU. Dengan demikian, ra-TU adalah manusia yang benar-benar telah teruji kemampuannya, baik kemampuan memimpin dan mengatur strategi maupun kemampuan dalam memperoleh TU-ah dan TU-lah yang dimilikinya. ImageImage
Kaitan Gunung Arjuno/Arjuna
Gunung Padang
Dan arca Eyang Semar yang ada di Gunung Arjuno, Jawa Timur
Dengan Agama KAPITAYAN,
Menurut beberapa narasumber yang saya rangkai untuk edukasi,
Yth @agama_nusantara @Kemenag_RI Gus Men @YaqutCQoumas
Sebagai wawasan & kajian pengetahuan ImageImageImageImage
Semar adalah nama tokoh utama dalam punakawan di pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan wiracarita lakon pewayangan di Indonesia. ImageImageImageImage
Nama lain Semar :
Janggan Smarasanta
Ki Lurah Badranaya
Ki Lurah Nayantaka
Bathara Ismaya,
Seorang Dewa yang diturunkan ke bumi untuk ngemong para satria pandawa yang memberikan wejangan serta membimbing adab dan lelaku keilmuan raga ImageImage
Semar konon menurut orang jawa sebagai danyang abadi di Pulau Jawa yang bertugas menyelamatkan orang Jawa. Dalam lingkungan istanapun, Semar dianggap sebagai titisan dewa yang bertugas momong keturunan para raja Image
Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar. Image
Dalam naskah Paramayoga dikisahkan, Sanghyang Tunggal adalah anak dari Sanghyang Wenang. Image
Fakta lain dari isu penemuan benda purbakala sebesar Candi Borobudur adalah pernyataan dari peneliti sejarah dan arkeolog Universitas Negeri Malang, M Dwi Cahyono. 

Menurut Dwi, jika tahun 1980-an sedikit situs yang ditemuka, namun dua dasawarsa terakhir cukup banyak situs Image
baru yang ditemukan di kawasan Arjuna, yang sebelumnya tertutup tanah dan tumbuhan.

Temuan terbanyak ada di Blok Tambakwatu yang masuk wilayah Kabupaten Pasuruan, mencapai lebih dari 20 situs.
”Penemuan terjadi secara tak sengaja. Kadang terjadi karena kebakaran lahan, kadang karena tanah longsor. Arjuna ini, kan, dikenal banyak memiliki alang-alang sebagaimana disinggung dalam Prasasti Katinden (1395 M). Alang-alang mudah terbakar saat kemarau. Gara-gara kebakaran
Terkadang ditemukan situs baru,” ucapnya. 

Dwi Cahyono, mengatakan, Arjuna yang ada di perbatasan Malang, Batu, dan Pasuruan, menjadi salah satu gunung yang dianggap suci pada masa lalu.

Gunung lainnya, antara lain Lawu, Wilis, Penanggungan, Kelud, Semeru, dan Kawi.
Benda-benda purbakala yang ditemukan kebanyakan merupakan peninggalan Majapahit dan Singosari.

Dwi mencontohkan, konsentrasi situs terbanyak yang telah ditemukan ada di Tambakwatu.

Di kawasan itu terdapat deretan situs di sepanjang punggung gunung hingga lereng tengah.
Wujudnya mulai dari punden sampai arca megalitik yang dibuat pada masa Majapahit akhir. Dwi pun memperkirakan jumlah situs yang tersebar di Arjuna masih banyak dan belum semuanya ditemukan.
”Rupanya saat Majapahit akhir ada kecenderungan memunculkan kembali tradisi megalitik. WF Stutterheim, arkeolog Belanda, menyebut sebagai neomegalitik,” ucap Dwi.

Arjuna sebagai surga situs sebenarnya tidak kalah dari Penanggungan di sisi utara yang telah lama dikenal sebagai
gudang situs. Bedanya, Penanggungan sudah lama dieksplorasi dan diteliti.

”Kalau saya menilai, situs-situs di Arjuna lebih besar bentuknya dibandingkan dengan Penanggungan. Unik dan lebih lengkap,” katanya.
Senada dengan Dwi, arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)
Trowulan Mojokerto, Nugroho Harjo Lukito, membenarkan jika kemungkinan di Arjuna masih terdapat banyak situs dan sejauh ini baru sedikit yang ditemukan.
Catatan BPCB sendiri masih kurang dari 10 situs di Arjuna.

”di Arjuna banyak, ttp blm tereksplorasi semua. Hanya 1-2 di sisi jalur pendakian yg sudah ditemukan. Mungkin yg lain masih tertutup ilalang. Arjuna bisa dikatakan sbg kiblat ke2 di Jatim setelah Penanggungan,” ujarnya.
Menurut Nugroho situs yang ada di Arjuna tidak hanya peninggalan masa Majapahit dan Singosari, tetapi juga ada masa Airlangga Kediri (abad ke-11 Masehi) yang lebih tua.
Masyarakat masa lalu mengonsepsikan gunung sebagai tempat suci istana para dewa dan leluhur. Karena itu, mereka banyak mendirikan tempat-tempat pemujaan di gunung.
Sekilas Tentang Gunung Arjuno

Dengan ketinggian 3.339 mdpl, Gunung Arjuno menjadi gunung tertinggi kedua di Jawa Timur setelah Gunung Semeru sekaligus tertinggi keempat di Pulau Jawa setelah Slamet dan Sumbing.
Gunung Arjuno berada di bawah pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo yang sudah dirintis sejak 1992.

Gunung Arjuno memiliki dua puncak, yaitu Puncak Arjuno dan Puncak Ogal-agil.

Sebagai gunung berapi, Gunung Arjuno terakhir kali erupsi pada 1952.
Legenda

Konon pada jaman dahulu Arjuna pernah melakukan pertapaan yang sangat lama di sebuah gunung Jawa Timur.

Di tengah-tengah pertapaannya, Arjuna mendapatkan kekuatan yang sangat besar, cahaya keluar dari dalam dirinya
Saking besarnya, kekuatan itu mampu membuat bumi berguncang, halilintar menggelegar di siang bolong, Kawah Condrodimuko menyemburkan laharnya, hujan turun dengan sangat deras hingga mengakibatkan banjir di tanah Jawa dan gunung tempat ia bertapa naik ke atas langit.
Dunia kacau balau kala itu.

Kabar kekacauan itu sampai ke kahyangan.

Merasa khawatir, akhirnya para dewa mengutus satu dari mereka, yaitu Batara Ismaya atau kita kenal dengan sebutan Semar.

Dengan kekuatan saktinya, Semar memotong puncak gunung tempat pertapaan Arjuna dan
membangunkan Arjuna dari pertapaannya.

Setelah terbangun dari pertapaannya, kemudian Semar memberikan nasihat kepada Arjuna untuk tidak meneruskan pertapaannya.

Dunia kembali tentram, gunung yang dijadikan tempat pertapaan Arjuna diberi nama dengan serapan dari namanya, yaitu
yaitu Arjuno dan puncaknya yang dipotong Semar diberi nama gunung Wukir.

Demikian adalah asal-muasal nama gunung Arjuno, diambil dari nama salah seorang tokoh wayang yang melegenda, yaitu Arjuna.
Mitos

Spt kebanyakan g Arjuno juga menyimpan mitos & ceritanya sendiri.

G Arjuno menjadi salah satu gunung yg kerap menjadi bahan pembicaraan karena berbagai cerita mistisnya.

Selain itu, G Arjuno dipercaya memiliki banyak tempat petilasan sehingga terdapat berbagai pantangan.
Di kawasan Gunung Arjuno memang terdapat cukup banyak petilasan peninggalan Kerajaan Majapahit dan Singasari.

Menurut mitos, petilasan tersebut digunakan oleh orang zaman dulu untuk melakukan ritual atau pertapaan.
Tidak hanya itu, banyak juga yang memercayai bahwa petilasan itu dijaga oleh anak Arjuna dan Bathari Dresnala, yaitu Bambang Wisanggeni.
Masyarakat percaya, bahwa orang yang melakukan pertapaan itu adalah moksa atau menghilang dengan jasadnya.

Orang-orang yang moksa tersebut dipercaya oleh masyarakat masih berada di tempat itu untuk menjaganya sampai waktu yang tidak diketahui.
Pasar Setan atau Pasar Dieng di Gunung Arjuno juga memiliki cerita mistisnya sendiri.
Dibawah ini makam beberapa pendaki G Arjuno yang meninggal saat pendakian
Cc @RaniKancana Image
Pasar Setan itu terletak pada area yang sangat luas dan datar.

Di lokasi tersebut juga terdapat beberapa makam.

Beredar cerita dari para pendaki Gunung Arjuno bahwa mereka mendengar suara ramai seperti ketika sedang berada di sebuah pasar.
Namun jaket yang ia beli di pasar itu masih ada, sedangkan uang kembalian dari pedagang pasar berubah menjadi daun.
Tempat lain yang tidak kalah mistisnya adalah Alas Lali Jiwo.

Dalam Bahasa Indonesia, Alas Lali Jiwo berarti hutan lupa diri.

Sebelum mencapai puncak, setiap pendaki akan menemukan tempat ini. ImageImage
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, jika seseorang memiliki niat jahat ketika melewati Alas Lali Jiwo, maka ia akan dibuat tersesat dan lupa diri. ImageImage
Sedangkan para ahli spiritual mengatakan bahwa daerah tersebut memang dihuni oleh banyak mahluk halus dan para jin.

Beberapa pendaki juga mengaku pernah mendengar suara gamelan yang kemudian menghilang. ImageImageImageImage
Mitos terakhir yang paling populer adalah terkait ritual ngunduh mantu.

Suara-suara seperti ritual yang ada di acara ngunduh mantu atau pernikahan kerap terdengar di Gunung Arjuno. Image
Cerita seperti itu sering menjadi bahan pembicaraan masyarakat setempat baik yang tinggal dekat lereng gunung maupun para pendaki. Image
Para pendaki atau penambang belerang terkadang mendengarkan suara ritual ngunduh mantu berupa suara gamelan jawa yang biasanya digunakan untuk acara pernikahan.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, apabila ada pendaki yang mendengar suara tersebut maka sebaiknya ia menghentikan pendakian ke puncak Gunung Arjuno.
Jika memaksakan untuk naik, biasanya pendaki tersebut akan hilang atau tersesat.

Ada juga 10 tempat yang dikeramatkan di Gunung Arjuno, di antaranya:
1. Onto Boego, masyarakat setempat meyakini bahwa tempat ini dijaga ketat oleh seekor ular naga. Hanya kalangan tertentu yang dapat bersemedi di tempat ini. ImageImageImageImage
ImageImageImageImage
2. Candi Madrim, memiliki bentuk punden dengan 3 teras yang berbeda, dibungkus dengan kain putih, salah satu terasnya menjadi tempat pemujaan. ImageImage
3. Sendang Dewi Kunti, terdapat sumber air dan tempat diadakan sebuah ritual. ImageImageImageImage
ImageImageImageImage
ImageImageImageImage
Image
4. Situs Eyang Semar, tempat moksanya (menghilang dari kehidupan) Eyang Semar, seorang dewa penasihat Arjuna. Di tempat ini terdapat patung Semar. ImageImageImageImage
6. Hyang Sakri, sebuah tempat bersemedi atau pemujaan. Image
7. Situs Eyang Abiyoso, situs berbentuk punden yang berundak dan telah dipasang pagar di sisi-sisinya ImageImage
8. Candi Sepilar, sebuah situs arkeologi yang terletak di bagian yoni dan lingga ImageImageImageImage
9. Mangkutoromo, merupakan situs arkeologi terbesar yang bisa kita jumpai di jalur pendakian, letaknya tidak jauh di bawah Candi Sepilar ImageImage
10. Candi Telih ImageImageImageImage
DALAM MENYEBARKAN AGAMA ISLAM APAKAH WALISONGO MENGADOPSI KAPITAYAN?

Memang Kapitayan ini diadopsi oleh Wali Songo untuk menyebarkan Islam.

Karena selama 850 tahun Islam tidak bisa masuk pada kalangan pribumi yang mayoritas penganut Kapitayan. Karena apa? Karena para saudagar
muslim Arab (yang belum paham ilmu tafsir dan takwil Al-Qur’an secara lengkap), menceritakan bahwa Allah itu duduk di atas singgasana bernama Arsy. Lho, itu kan seperti manusia?. Orang-orang pribumi yang memahami Kapitayan tidak bisa menerima logika seperti itu.
Bagaimana Tuhan duduk, itu kan sama seperti manusia?
LALU PRINSIP AJARANNYA BAGAIMANA ?

Dalam ajaran Kapitayan tidak mengenal dewa-dewa seperti Hindu dan Budha.

Nah, pada jaman Wali Songo, prinsip dasar Kapitayan dijadikan sarana untuk berdakwah dengan menjelaskan kepada masyarakat bahwa Sanghyang Taya adalah laisa kamitslihî
syai’un, berdasarkan dalil al-Quran dan Hadis yang artinya sama dengan tan kena kinaya ngapa, sesuatu yang tidak bisa dilihat, juga tidak bisa diangan-angan seperti apapun.

Wali Songo juga menggunakan istilah ‘sembahiyang’ dan tidak memakai istilah shalat.
Sembahiyang adalah menyembah ‘HYang’. Di mana? Di sanggar. Tapi, bentuk sanggar Kapitayan kemudian diubah menjadi seperti langgar-langgar di desa yang ada mihrabnya. Dilengkapi bedhug, ini pun adopsi Kapitayan. Tentang ajaran ibadah tidak makan tidak minum dari pagi hingga Image
sore tidak diistilahkan dengan ‘shaum’ karena masyarakat tidak ngerti tapi menggunakan istilah ‘upawasa’ kemudian menjadi puasa.

Orang-orang dahulu jika ingin masuk Islam cukup mengucapkan syahadat, setelah itu selamatan pakai tumpeng. Jadi, Kapitayan selalu menyeleksi atas
semua yang masuk. Jangan harap bisa diterima oleh Kapitayan bila ada agama yang Tuhannya berwujud seperti manusia. Karena, alam bawah sadar mayoritas masyarakat Nusantara akan menolak.
Dari kasat mata
Arca eyang Semar yang bentuknya masih sederhana ini
Bisa menjadi acuan bahwasanya dasar dari filosofi dan bukti agama KAPITAYAN juga muncul di Jawa Timur disamping situs Gunung Padang, Jawa Barat. ImageImageImageImage
masyarakat kita dahulu ( sebelum datangnya agama agama yang kita kenal sekarang ) sudah mengenal konsep ke-Tuhan-an ( beragama yaitu yang disebut agama Kapitayan. Jadi bukan sekedar kepercayaan animisme atau dinamisme Image
Bagi masyarakat awan pemeluk agama Kapitayan cara beribadahnya seperti sembahyang dalam kepercayaan animisme. Berbeda dengan rohaniwan ( pemuka agama ) Kapitayan yang melakukan ritual sembahyang dengan ketentuan yang sedikit menyerupai gerakan Sholat dalam agama Islam.
Mengutip Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo, halaman 13-15.
Pak Agus Sunyoto adalah Ketua LESBUMI NU
Lembaga seni Budaya muslimin NUsantara
Badan Otonomi NU dalam kajian adab, adat, tradisi serta seni Budaya Nusantara 🙏.
NU menjunjung seni Budaya dan adat istiadat serta Tradisi. Image
Agama Kapitayan secara sederhana dapat digambarkan sebagai suatu ajaran keyakinan yang memuja sembahan utama yang disebut Sanghyang Taya, yang berarti Hampa, Kosong, Suwung, atau Awang-Uwung. Taya bermakna Yang Absolut, yang tidak bisa dipikir dan dibayang-bayangkan. Tidak bisa Image
didekati dengan pancaindra. Orang jawa kuno mendefinisikan Sanghyang Taya dalam satu kalimat “tan kena kinaya ngapa” alias tidak bisa diapa-apakan keberadaan-Nya.

Kata Awang-uwung bermakna ada tetapi tidak ada, tidak ada tetapi ada. Untuk itu, supaya bisa dikenal dan dapat
disembah manusia, Sanghyang Taya digambarkan mempribadi dalam nama dan sifat Ilahiah yang disebut Tu atau To, yang berarti “daya gaib “ bersifat adikodrati. ( Jadi inilah konsep ke-Tuhan-an bagi agama Kapitayan ).
Tu atau To adalah tunggal dalam Zat. Satu pribadi. Tu lazim disebut dengan nama Sanghyang Tunggal. Dia memiliki dua sifat, yaitu kebaikan dan ketidak-baikan. Tu yang bersifat kebaikan disebut Tu-han yang sering disebut dengan nama Sanghyang Wenang.
Sedang Tu yang bersifat ketidak-baikan disebut dengan nama Sang Manikmaya. Image
Demikianlah, Sanghyang Wenang dan Sanghyang Manikmaya pada hakikatnya adalah sifat saja dari Sanghyang Tunggal. Karena itu, baik Sanghyang Tunggal, Sanghyang Wenang, maupun Sanghyang Manikmaya pada dasarnya bersifat gaib, tidak dapat didekati dengan pancaindra maupun dengan Image
akal pikiran. Sanghyang Tunggal hanya diketahui sifat-Nya saja.

Oleh karena Sanghyang Tunggal dengan dua sifat gaib tersebut, maka untuk memujanya dibutuhkan sarana-sarana yang bisa didekati pancaindra dan alam pikiran manusia. Sarana sarana itu dilambangkan pada benda benda
yang merupakan wujud nyata yang ditangkap dengan panca indera , misalnya benda benda yang terkait dengan kata " Tu " , misalnya watu , tugu , tungkup ( bangunan suci ) , tuban ( air terjun ) , tulang dan lain lain. ImageImageImage
Dalam rangka melakukan puja bakti kepada Sanghyang Tunggal, penganut Kapitayan menyediakan sesaji berupa Tu-mpeng, Tu-mpi (kue dari tepung), tu-mbu (keranjang persegi dari anyaman bambu untuk tempat bunga), Tu-ak (arak), Tu-kung (sejenis ayam) untuk dipersembahkan kepada
Sanghyang Tu-nggal yang daya gaib-Nya tersembunyi pada segala sesuatu yang diyakini memiliki kekuatan gaib seperti Tu-ngkup, Tu-nda, wa-Tu, Tu-gu, Tu-nggak, Tu-k, Tu-ban, Tu-rumbukan, Tutu-k. Para penganut Kapitayan yang punya maksud melakukan Tu-ju (tenung)
Atau keperluan lain yang mendesak, akan memuja Sanghyang Tunggal dengan persembahan khusus yang disebut Tu-mbal.
Penangkal/penawar adanya Marabahaya/ bencana/ Petaka/
Sifatnya adalah Tolak Bala'
Media/sarana untuk kedamaian dan ketentraman bagi masyarakat luas Image
Berbeda dengan pemujaan terhadap Sanghyang Tunggal yang dilakukan masyarakat awam dengan persembahan sesaji-sesaji di tempat-tempat keramat, untuk beribadah menyembanh Sanghyang Taya langsung, amaliah yang lazim dijalankan para rohaniwan Kapitayan, berlangsung di suatu tempat
bernama Sanggar, yaitu bangunan persegi empat beratap tumpang dengan dengan Tutu-k (lubang ceruk) di dinding sebagai lambang kehampaan Sanghyang Taya.
Dalam bersembahyang menyembah Sanghyang Taya di sanggar itu, para rohaniwan Kapitayan mengikuti aturan tertentu: Image
~ mula-mula, sang rohaniwan yang sembahyang melakukan Tu-lajeg (berdiri tegak) menghadap Tutu-k (lubang ceruk) dengan kedua tangan diangkat ke atas menghadirkan Sanghyang Taya di dalam Tutu-d (hati).
~ Setelah merasa Sanghyang Taya bersemayam di hati, kedua tangan diturunkan dan didekapkan di dada tepat pada hati. Posisi ini disebut swa-dikep (memegang ke-aku-an diri pribadi). Proses Tu-lajeg ini dilakukan dalam tempo yang relatif lama.
~ Setelah Tu-lajeg selesai, sembahyang dilanjutkan dengan posisi Tu-ngkul (membungkuk memandang ke bawah) yang juga dilakukan dalam tempo yang relatif lama.
~ Lalu dilanjutkan lagi dengan posisi Tu-lumpak (bersimpuh dengan kedua tumit diduduki).
Yang terakhir, dilakukan posisi To-ndhem (bersujud seperti bayi dalam perut ibunya).
~ Selama melakukan Tu-lajeg, Tu-ngkul, Tu-lumpak, dan To-ndhem dalam waktu satu jam lebih itu, Rohaniwan Kapitayan dengan segenap perasaan berusaha menjaga keberlangsungan Keberadaan Sanghyang Taya (Yang Hampa) yang sudah disemayamkan di dalam Tutu-d (hati).
Seorang hamba pemuja Sanghyang Taya yang dianggap saleh, akan dikaruniai kekuatan gaib yang bersifat positif (Tu-ah) dan yang bersifat negatif (Tu-lah). Mereka yang sudah dikaruniai Tu-ah dan Tu-lah itulah yang dianggap berhak menjadi pemimpin masyarakat. Mereka itu digelari
Sebutan: ra-Tu atau dha-Tu.

Dalam keyakinan Kapitayan, para ra-Tu dan dha-Tu yang sudah dikaruniai Tu-ah dan Tu-lah, gerak-gerik kehidupannya akan ditandai oleh Pi, yakni kekuatan rahasia Ilahiah dari Sanghyang Taya yang tersembunyi. Itu sebabnya, ra-Tu atau dha-Tu,
Menyebut diri dengan kata ganti diri: Pi-nakahulun.
Jika berbicara disebut Pi-dato.

Jika mendengar disebut Pi-harsa.

Jika mengajar pengetahuan disebut Pi-wulang.

Jika memberi petuah disebut Pi-tutur.

Jika memberi petunjuk disebut Pi-tuduh.

Jika menghukum disebut Pi-dana.

Jika memberi keteguhan disebut Pi-andel
Jika menyediakan sesaji untuk arwah leluhur disebut Pi-tapuja yang lazimnya berupa : - Pi-nda (kue dari tepung), - Pi-nang, - Pi-tik, - Pi-ndodakakriya (nasi dan air), - Pi-sang.
Jika memancarkan kekuatan wibawa disebut Pi-deksa.

Jika mereka meninggal dunia disebut Pi-tara.

Seorang ra-Tu atau dha-Tu adalah pengejawantahan kekuatan gaib Sanghyang Taya.

Seorang ra-Tu atau dhatu adalah citra Pribadi Sanghyang Tunggal. Image
Kalau menurut saya agama kapitayan ini merupakan akar dari ajaran asli orang jawa yg sdh dipraktekkan sejak jaman dulu , kemungkinan pula yg menjadi awal mula ajaran / kepercayaan yg dianut oleh masyarakat Baduy - Banten Kidul & Cigugur Kuningan , yakni yg disebut Sunda Wiwitan.
Jadi kalau kita kembali pada pertanyaan semula , " Apakah Agama Kapitayan itu Benar Benar Ada ? " , maka jawabannya adalah benar ada di masyarakat kita khususnya di Jawa. Image
Organisasi ini didirikan oleh R. Soekandar Sastroatmodjo pada tanggal 17 Desember 1979. Yang menjadi tujuan organisasi Kapitayan adalah terwujudnya bentuk kultur Kapitayan yang nasional serta terwujudnya kebudayaan Pancasila yang nasional.
Organisasi Kapitayan mengajarkan kepada para pengikutnya untuk berpegang teguh kepada Yang Maha Esa yakni Sang Hyang Taya. Sang Hyang Taya memiliki daya kesaktian sebagai hukum abadi (angger-angger langgeng).
Perwujudan ibadah dari penganut kepercayaan Kapitayan ini berupa penghormatan - sembah sungken, semadi, dan pelayanan sembah bekti kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang waktu pelaksanaannya pada saat sebelum matahari terbit, sebelum senja, dan sesudah matahari terbenam.
Keyakinan Kapitayan di tanah Jawa

Sejak jaman purba, di Tanah Jawa telah bersemi kebenaran Ilahiyah, yang disampaikan oleh Dang Hyang Semar. Ajaran itu disebut Kapitayan (ajaran berkenaan dengan Sang Hyang Taya). Dalam tradisi lisan seperti yang masih bisa ditemui di ImageImage
di Desa Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, dikenal istilah Agama Semar. Hakikat dari ajaran ini, terlestarikan dari generasi ke generasi, oleh para empu, pujangga, dan kyai sejati.
Mengenai Sang Hyang Taya.
Sang Hyang Taya adalah sumber segala kejadian yang tak bisa dilihat dengan mata, tidak bisa didengar dengan telinga, tidak bisa diraba dengan tangan, tidak bisa dibayang-bayangkan, tidak bisa dipikirkan, tidak bisa dibanding-bandingkan dengan sesuatu.
Dia adalah Taya (hampa, suwung, awung-uwung). Dia tidak dilahirkan. Tidak berawal. Tidak berakhir. Tidak satupun makhluk yang bisa mengenal keberadaan-Nya yang sejati.
Manusia mengenal-Nya melalui pengejawantahan kekuatan dan kekuasaan-Nya di alam ini sebagai Pribadi Ilahi yang menjadi Sumber segala sumber kehidupan yang tergelar di alam semesta, yakni Pribadi Ilahi yang memiliki Nama dan Sifat sebagai pengenal keberadaan diri-Nya.
Penyembah Sejati (Penganut ajaran Kapitayan)
Penyembah Sang Hyang Taya sejati, menyembah-Nya secara sempurna melalui sarana tubuh: duduk bersila, dengan tangan swadikep, mengamati keberadaan tubuh, meresapi gerak-gerik tubuh, mengamati kecenderungan jiwa, menata pikiran, mengatur
pernafasan, menyatukan kiblat hati dan pikiran guna mencari keakuan di dalam diri dengan meresapi dan menghayati ‘rasa suwung’ di dalam hati yang ada pada diri manusia. Mereka yang telah mengetahui dan mengenal ‘rasa suwung’ di dalam hati adalah sama dengan mengenal Sang Hyang
Tunggal, yaitu Sang Suwung: Sang Hyang Taya.
Mereka adalah manusia-manusia yang sudah tidak mengenal pamrih kehidupan duniawi. Hati dan pikiran mereka hanya terarah kepada Sang Hyang Taya, yang citra Ilahiah-Nya tersembunyi secara rahasia sebagai ‘rasa suwung’ di dalam diri
manusia. Jk mereka mati, maka jiwa mereka akan menyatu dgn alam Kehampaan Taya yg tak terbandingkan dgn sesuatu. Sbg pribadi2 suci, mrk memancarkan kekuatan Ilahiah, yg disebut Tuah (kekuatan penghadir kebaikan) & Tulah (kekuatan penghadir kehancuran) tanpa kehendak pribadi mrk
Agama yang Akan Lestari di tanah Jawa
Setiap ajaran di Tanah Jawa, hanya akan lestari jika selaras dengan dasar-dasar ajaran dari Sang Hyang Taya yang disampaikan melalui Dang Hyang Semar (Kapitayan/Agama Semar). Ajaran-ajaran yang tidak sesuai, akan ditolak oleh penghuninya.
Bahkan pengikut ajaran-ajaran demikian, terancam oleh penghuni purwakala (alam ghaib) di negeri ini.
Catatan:
1. Kalimat-kalimat di atas adalah dialog antara Dang Hyang Semar dengan Syeikh Siti Jenar, sebagaimana termaktub dalam buku Suluk Sang Pembaharu, karya Agus Sunyoto, Yogyakarta: Penerbit LKIS, 2008 (Cetakan V)
2. Sementara itu, dalam Jangka Jayabaya, terdapat ramalan yang sebagian isinya adalah sebagai berikut:
“….waspadalah dan ingatlah, tegakkan imanmu, jadilah pengikut Ratu Adil penegak kebenaran. Carilah ‘senjatanya’ (trisula wedha; tentang budi pekerti luhur) sampai ketemu, ikuti
jalannya kemanapun perginya, jadilah, ibaratnya sebagai pasukannya Ratu Adil, tidak lama akan tampak tanda tanda datangnya ratumu yang mendapat kemuliaan agung, datangnya tiba-tiba secepat kilat, diiringi berjuta-juta “malaikat” (berjuta leluhur bumi nusantara), berdiri dengan
Payung kuning (kebenaran sejati), maknanya ‘bang-bang’ timur keinginannya (gerakan dari wilayah timur nusantara), maka terbitlah sinar yang terang.
(kebenaran sejati), maknanya ‘bang-bang’ timur keinginannya (gerakan dari wilayah timur nusantara), maka terbitlah sinar yang terang.
…umbul-umbul ditingkahi ‘bendera pare anom’ itulah pertanda pangeran pati, tunggangannya kuda nafas, cambuknya tunggak rotan,
membawa panah berupa tekad suci yang sangat tajam ujungnya, sangat elok kharismanya, sangat berwibawa wajahnya, lengannya rampng tetapi amat kokoh, …
…ada perang yang lebih besar, saking besarnya, makhluk halus genderuwo, hantu, jin, berbagai macam iblis laknat, semua buyar lari tunggang langgang menyingkir, di sembarang tempat makan korban orang-orang yang tidak peduli dan tidak mengerti kepada Ratu Adil petunjuk kebenaran.
…tidak berapa lama segera datang Ratu Adil duduk menjadi pemimpin dan suri tauladan di wilayah tersebut, sehingga menjadi makmur diibaratkan sawah yang sangat luas pajaknya sangat kecil, diibaratkan tidak ada lagi yang harus dilakukan negara,
Sebab saking adil makmurnya nusantara, ibaratnya kegiatan orang-orang tinggal terfokus untuk sembahyang kepada Tuhan saja, serta memanjatkan puji-pujian tanpa henti. ImageImageImageImage
…itu yang membuka mata hati manusia yang memaknai agama secara tidak karuan, tetapi kalian harus waspada dan selalu ingat, sebab sebelum Ratu Adil datang, di tanah Jawa ada setan berkedok manusia berbulu lebat seolah sebagai penegak agama, bertempat tinggal di ‘glagah wangi Image
sehingga mengakibatkan manusia berganti tatanan, berakibat hilangnya petunjuk dan tata krama kehidupan, sebab banyak orang meninggalkan syariat (sebelumya), sehingga menjadi terlantar hidupnya sejak kecil.
Keterangan; menungsa rewa-rewa anggawa agama maksudnya manusia dengan Image
wajah penuh ditumbuhi bulu-bulu menyeramkan yang (mengaku-aku) sebagai penegak dan pembela agama. Tetapi perilakunya justru sebaliknya tidak simpatik, tidak tampak aura kasih sayang kepada sesama manusia, dapat diumpamakan menyerupai karakter ‘setan’ yang membawa kerusakan di ImageImageImage
mana-mana, kerusakan baik lahir/fisik maupun kerusakan batin (fanatisme), pikiran (irrasional), egois (negative thinking) dan kerusakan hati, menjadi penuh dengan kedengkian dan nafsu angkara murka. Image
Yuuuuuu' mengkaji kelanjutan perjalanan sejarah Bangsa Indonesia
Jangan lupa tekan tombol "subscribe like suka suka"
Bangsa yang cerdas adalah punya kehormatan dalam penalaran nya" ImageImage
ANALISIS SULUK LINGLUNG

Tasawuf Islam Jawa

Sunan Kalijaga sebagai pelaku spiritual telah melakukan tirakat dan mendapatkan bimbingan Guru Mursyid yaitu Sunan Bonang. Dalam tirakatnya Sunan Kalijaga telah mendapatkan pencerahan spiritual (asrar ilahiyah) ImageImageImageImage
Dan bertemu juru kunci ruhani Nabi Hidir untuk menerima perintah dakwah Islam yang berbasis pada ajaran spiritual di Jawa. Image
Sunan Kalijaga sebagai sufi Jawa berhasil mentransformasi pengalaman spiritualnya melalui Serat dan Suluk dengan menggunakan Bahasa Jawa dan terminologi arab. Image
Teks Suluk Linglung merupakan salah satu karya Sunan Kalijaga yang berisi ajaran tasawuf dan spiritual yang sangat cocok dan relevan dengan masyarakat Jawa.

Relasi dengan Tasawuf Islam

Masyarakat Jawa pra Islam dikenal sebagai penganut Hindhu, Budha, Animisme dan Dinamisme.
Ajaran-ajaran tersebut lebih menekankan pada aspek esoteric atau spiritualitas. Namun spiritualitas mereka terjebak pada aspek mistis seperti pemujaan kepada dewa, makhluk ghaib dan kesaktian.
Kehadiran Sunan Kalijaga sebagai salah satu pendakwah Islam era Walisangan meluruskan penyimpangan spiritualitas masyarakat Jawa dari animism dinamisme menjadi spiritual islam yang berpegang pada ajaran tauhid, syariat dan akhlak.
Ajaran tasawuf yang dikembangkan oleh Sunan Kalijaga merupakan hasil integrasi ajaran tasawuf Islam sebagaimana ajaran para sufi di dunia Islam dan Nusantara dipadu dengan budaya Jawa sehingga menghasilkan ramuan spiritual yang bercorak Jawa.
Substansi Ajaran Suluk Linglung

Ajaran yang terkandung dalam Suluk Linglung termasuk tasawuf falsafi sebagaimana ajaran tasawuf Ibn Arabi.
1. Asal mula kejadian (Birahi ananireku)
Aranira Allah jati

كنت كنزا مخفيا فأحببت ان اعرف فخلقت الخلق فبي يعرفني

اول خلق الله نور نبيك محمد صلى الله عليه وسلم
2. Tauhid al-Wujud
Tanana kalih tetiga

Sapa wruha yen wus dadi

Ingsun weruh pesti nora

Ngrani namanireki

لاموجود الا الله
3. Tajalli sifat Jamal
Sipat jamal ta punika

Ingkang kinen angarani

Pepakane ana ika
4. Bersumber Hadits Nabi Muhammad
Iya Allah angandika

Maring Muhammad kang kekasih
5. Fana’
Yen tanana sira iku

Ingsung tanana ngarani

Mung sira ngarani ing wang

Dene tunggal lan sireki iya ingsung iya sira

Aranira aran mami
6. Manusia sebagai sirrullah
الانسان سري وانا سره

Tauhid hidayat sireku

Tunggal lawan Sang Hyang Widhi

Tunggal sira lawan Allah

Ugo donya uga akhir

Ya rumangsana pangeran

Ya Allah ana nireki
7. Ruh Idhofi
Tingkatan ruh: ruh idhafi, ruh nurani, ruh hayati, ruh hayawani, ruh rahmani, ruh akli,

Ruh idhofi neng sireku makrifat ya den arani

Uripe ingaranan Syahdat

Urip sujud rukuk pangasonya

Ruku pamore Hyang Widhi
8. Hakikat Mati
Sekarat tananamu nyamur

Ja melu yen sira wedi

Lan ja melu-melu Allah

Iku aran sakaratil

Ruh idhafi mati Tanana

Urip mati mati urip
9. Mematikan Nafsu
موتوا انفسكم قبل ان تموتوا
Liring mati sajroning ngahurip
Iya urip sajroning pejah
Urip bae selawase
Kang mati nepsu iku
Badan dhohir ingkang ngelakoni
Katampan badan kang nyata
Pamore sawujud, pagene ngrasa matiya

Syekh Malaya den padhang sira nampani

Wahyu prapta nugraha.
Sebelum mendalami, mengkaji dan menafsirkan ajaran filosofi dari KANJENG Sunan Kalijaga,
Kita harus punya Dasar dan dari sinilah akan saya tafsirkan menurut pemahaman "Saya" dalam beberapa proses pemaparan saya. Image
Allah Swt. berfirman, menceritakan kekafiran Fir'aun, kedurhakaan, keingkaran, dan keterlewatbatasannya; yang hal ini tergambarkan melalui ucapannya yang disitir oleh firman-Nya:
{وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Siapakah Tuhan semesta alam itu? (Asy-Syu'ara': 23)
Demikian itu karena ia mengatakan kepada kaumnya, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:

{مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي}

aku tidak mengetahui tuhan bagi kalian selain aku. (Al-Qasas: 38)
Dan firman Allah Swt.:
{فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ}
Maka Fir’aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu), lalu mereka patuh kepadanya. (Az-Zukhruf: 54)
Mereka mengingkari adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, dan meyakini bahwa tiada tuhan bagi mereka selain Fir'aun.
Setelah Musa berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku adalah utusan Tuhanku, Tuhan semesta alam." Maka Fir'aun bertanya kepada Musa, "Siapakah Tuhan yang kamu duga bahwa Dia adalah Tuhan semesta alam selainku?" Demikianlah menurut penafsiran ulama Salaf dan para imam Khalaf.
Sehingga As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini sama maknanya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{قَالَ فَمَنْ رَبُّكُمَا يَا مُوسَى * قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى}
Berkata Fir’aun, "Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?” Musa berkata, "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.” (Taha: 49-50)
Orang dari kalangan ahli logika dan lain-lainnya menduga bahwa pertanyaan, ini menyangkut jati diri. Sesungguhnya dia keliru. Karena sesungguhnya Fir'aun tidaklah mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha Pencipta, yang karenanya dia menanyakan tentang jati diri-Nya. Bahkan Fir'aun
Adalah orang yang sama sekali ingkar terhadap keberadaan-Nya, menurut pengertian lahiriah ayat, sekalipun semua hujah dan bukti telah ditegakkan terhadap dirinya. Pada saat itu Musa menjawab, setelah Fir'aun bertanya tentang Tuhan semesta alam:
{قَالَ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا}

Musa menjawab, "Tuhan Pencipta langit dan bumi, dan apa-apa yang ada di antara keduanya (itulah Tuhan kalian).” (Asy-Syu'ara': 24)
Musa menjawab, "Tuhan Pencipta langit dan bumi, dan apa-apa yang ada di antara keduanya (itulah Tuhan kalian).” (Asy-Syu'ara': 24)
Yakni Dia Pencipta kesemuanya, Yg memilikinya, Yg mengaturnya & Yg menjadi Tuhannya, tiada sekutu bagi-Nya. Dia adalah Pencipta seluruh Alam seisinya
Yang selanjutnya adalah :
- Malaikat dan Bidadari (Tak bisa terlihat kasat mata oleh mata)

- Iblis (setan, dedemit, dsb) bisa tampak dan terlihat dengan cara lelaku sebagai pembuktian serta kajian.

- Ruh manusia/leluhur yang telah meninggal (jasadnya saja yang dikubur)
terakhir adl Ruh sebelum waktunya mati namun takdir berkata lain:
- Bunuh diri
- dibunuh
- kecelakaan
- di gugurkan

Dari sinilah akan saya paparkan kenapa dan apa yang disebut ruh gentayangan,
Yth @NogoSosroAsli @RaniKancana @GagakNew @AhlulQohwah @Karinawung @_yuugureRINN69_
Melalui malaikat Mika'il, Tuhan akan meniupkan :
- Nyawa
- Jenis Kelamin
- Rejeki
- Apes
- Jodoh
- Kembali kepada Illahi,
Jam berapa, hari apa serta tahun berapa.
Misal tertakdir 70 th & usia 20 sudah bunuh diri,
Maka sisanya : 50 th akan tak tentu arah (Gentayangan) -
Sambil menunggu waktu yang ditentukan kembali kehadirat Nya 🙏.
Ada ungkapan pengibaratan dari Masyarakat Jawa bahwa :
Ruh orang yang bunuh diri,
Tidak diterima oleh bumi,
Nempel di daun pun tak akan diterima oleh alam,
Bisa jadi ruh yang gentayangan ini dimanfaatkan oleh -
Seseorang yang ahli dibidang dunia lain untuk dijadikan sebagai media/sarana kekuatan atau hal lain yg dilarang oleh agama,
Misalnya :
Santet untuk balas Dendam,
Pesugihan,
Juga tumbal kesaktian,
Mereka yg ahli gituan akan memberikan japa mantra serta sesajen yg mereka perlukan.
Cuma :
Yg ahli beneran dengan yg baru belajar ilmu gituan akan lebih heboh serta sesumbarnya seperti geledek yang belum paham tentang hal tersebut,
Lebih angker lagi bagi yg paham level tinggi,
Mereka mempergunakan ruh dari janin yg digugurkan (bukan) yg keguguran dgn sendirinya
Ruh janin yg di gugurkan adalah media atau sarana untuk sebuah misal : balas dendam yg tiada tanding,
Dikarenakan ruh tersebut dari hasil zina dan tidak dikehendaki kelahiran nya,
Biasanya dilakukan diam diam oleh pasangan terlarang,
Dari situlah ruh yg tidak tersempurnakan -
Direngkuh oleh para ahlinya untuk diberikan puja puji doa dan dikoleksi
Sampai ada klien yang membutuhkan keperluan "Edan" bagi kepentingan duniawi atau kesaktian dan hal lainnya yang agama manapun mengharamkannya.
Orang yang terkena jenis ini sulit sekali disembuhkan Image
Sebetulnya Ruh itu ada 2
- yang memang sejak diciptakan oleh Tuhan dan tidak tampak kasat mata
- yang tampak oleh mata (kita) manusia

Kuda lumping makan beling,
Ayam mentah
Nguliti kelapa pakai gigi
Kalau orang waras apa mau?

Jelas itu golongan ruh yg bisa dimanfaatkan.
Itu salah satu pembuktian jika ruh sesat (iblis beserta kaumnya)
Dedemit
Pocong
Sundel bolong dll
Bisa di pergunakan untuk hal diluar ajaran agama,

Kenapa masih diperlukan?
Untuk pembuktian dan juga kajian agar kita lebih dekat dengan ajaran agama melalui banyak ibadah
Nanti lanjut lagi okee plen
Contoh dari hal kecil dari masyarakat Jawa dalam mempergunakan Hal mistis untuk kepentingan (menurut beberapa tokoh masyarakat adat) masyarakat banyak adalah
Permainan Kartu Lintrik (Ceki)
Biasanya dipergunakan untuk membaca karakter serta kisah percintaan seseorang Image
Juga biasanya dipergunakan untuk misal :
Puter giling (anggota keluarga) yang pergi tanpa pamit (mengetahui) Keberadaan juga kondisi seseorang,
Untuk juga meluluhkan kebekuan hati seseorang dan bisa juga untuk menagih hutang biar katanya nggak dipersulit.
Cc @RaniKancana ImageImage
Dalam hal tersebut kekuatan lain (dipergunakan) sebagai media/sarana yang diperintahkan untuk membantu kepentingan (yang dihajatkan)
Karena menurut Filosofi nya
Manusia yg memerintahkan makhluk astral,
Bukan sebaliknya 🙏.
@NogoSosroAsli @RaniKancana Image
Ilmu lintrik adalah ilmu yang diturunkan/diwariskan oleh para pendahulu ahli lintrik tsb meskipun ada jg yg mempelajarinya, utk mendapatkan manfaat dari kartu ceki atau kartu lintriknya dlm membaca & mempelet seseorang tidaklah mudah, membutuhkan ritual khusus yang sangat berat.
Ilmu ini merupakan ilmu yang sudah banyak dikenal oleh orang jawa. Ilmu ini menggunakan media kartu. Kartunya bukan sembarang kartu. Bukan kartu remi, domino, kwartet, uno, kartu prabayar, dan sebagainya. Kartunya ada sendiri. Ini kartu ada yang menyebutnya kartu remi Belanda,
kartu ceki, dan ada juga yang nyebut kartu "lintrik". Katanya sih, orang - orang yang kerja di daerah lokalisasi banyak yang punya. Image
Buat apa? Pastinya untuk ilmu pengasihan. Biar gebetan, atau seseorang yang mereka suka bisa terpeleset. Loh? Eh maap. maksudnya terpelet gitu. Biar terbayang- bayang dan muncul selalu dalam pikirannya
Konon katanya, orang yg kena ilmu ini bakalan kepikiran terus, kalau tidak bertemu kepalanya akan pusing dan pikirannya serasa tertekan.
Kartu lintrik/Ceki tidak sembarangan dalam mempergunakan nya,
Beda dengan kartu tarot
Karena yang ahli dibidang nya
Digabung dengan japa mantra Image
Malahan katanya ilmu ini bisa memulaangkan orang yang lagi di luar negeri loh. WOW... keren ya. Kalah deh telepon. Telepon aja pake kabel atau signal bru nyambung. Lha ini, cuman pake kartu. ckckck..Okelah, lanjut ya.
Ilmu ini dipercaya sudah ada sejak jaman dulu. Image
Dari jaman Belanda kayaknya. Karna kartunya aja pake kartu remi Belanda gitu. Ilmu ini merupakan ilmu sihir atau ilmu hitam karna menggunakan bantuan setan / makhluk halus juga. Katanya ilmu ini gampang banget dipelajari, hanya butuh waktu kira-kira sebulanan untuk bisa mraktekin Image
Beberapa narasi diatas saya sitir dari Setyo Rini mulyaningsih dalam warta Kompasiana 14 Januari 2014 16:41 |Diperbarui: 24 Juni 2015 02:50
Selanjutnya kajian dan ulasan dari saya pribadi akan terlanjutkan setelah Shalat Isya' dan Tarawih ImageImage
Setelah keruntuhan Majapahit, Kesultanan Demak berdiri, juga kerajaan-kerajaan Islam di Jawa mulai tumbuh membesar, termasuk Kesultanan Cirebon. Setelah Demak runtuh muncul lagi Kerajaan Pajang dan kemudian disusul Kerajaan Mataram.
Berdirinya kerajaan Demak dilatarbelakangi olehmelemahnya pemerintahan Kerajaan Majapahit atas daerah-daerah pesisir utara jawa
Jauh sebelum berdirinya Kerajaan Islam di Demak, terjadilah kejadian yang menggemparkan di daerah Kudus. Peristiwa itu terjadi pada diri Kanjeng Sunan Sungging. Pada suatu hari Kanjeng Sunan Sungging bermain layang-layang tersiratlah niat beliau untuk melihat dan berkeliling Image
Wil Nusantara. Maka mulailah beliau merambat melalui benang layang2 yg sdg melayang di angkasa. Pd wkt Sunan Sungging sampai di tengah2 angkasa, putuslah benang tersebut dan melayanglah beliau bersama layang-layang tersebut hingga sampai ke Tiongkok, konon hingga di daerah Yunan.
Selang beberapa tahun, Kanjeng Sunan Sungging mempersunting seorang gadis Tiongkok. Dalam beberapa tahun kemudian hamil-lah istrinya itu dan melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama The Ling Sing. Setelah The Ling Sing menginjak dewasa, maka ayahandanya Kanjeng Sunan
Sungging memberi petuah kepada anak tersebut. Apabila engkau ingin menjadi orang yang mulia di dunia dan akhirat, maka ikutilah jejakku. Apakah yang ayahanda maksudkan? Pergilah kau ke Kudus yang termasuk wilayah Nusantara, di sanalah aku pernah berdiam.
Maka berangkatlah The Ling Sing ke Tajug. Setelah ia sampai ke tempat yang dituju, maka mulailah The Ling Sing menyiapkan diri untuk membenahi sekelilingnya dan berdakwah. Dimana pada waktu itu masyarakat Tajug masih kuat memeluk agama Hindu.
The Ling Sing, tiba pada sekitar awal abad ke-15. Konon, beliau datang ke Pulau Jawa bersama Laksamana Cheng Hoo. Sebagaimana disebutkan dlm sejarah Jenderal Cheng Hoo yg beragama Islam itu datang ke P Jawa utk mengadakan tali persahabatan & menyebarkan Islam melalui perdagangan.
Di Jawa, The Ling Sing cukup dipanggil dengan sebutan Kyai Telingsing, beliau tinggal di sebuah daerah subur yang terletak diantara sungai Tanggulangin dan Sungai Juwana sebelah Timur. Disana beliau bukan hanya mengajarkan agama Islam, melainkan juga mengajarkan kepada para
penduduk seni ukir yang indah. Sebuah seni mengukir kayu dengan gaya Sung Ging sebagai sebuah maha karya ukiran  kayu yang terkenal akan kehalusan dan keindahannya.
Banyak yang datang berguru seni ukir kepada Kyai Telingsing, termasuk Raden Ja’far Sodiq (Sunan Kudus), putra sahabatnya Raden Usman Haji (Sunan Ngundung). Dimana kemudian bersama-sama dengan Raden Usman Haji dikenal sebagai pendiri kota Ngundung (Undung) yang juga disebut Tajug
dan kemudian dikenal sebagai Kudus. Sehingga, ia pun kemudian dikenal sebagai Ki Ageng Kudus atau Kyai Gede Kudus.
Kyai Telingsing yang telah lama berdakwah telah lanjut usia dan ingin segera mencari penggantinya. Pada suatu hari Kyai Telingsing berdiri sambil menengok ke kanan dan ke kiri (atau dalam bahasa Jawa Ingak-Inguk) seperti mencari sesuatu. Tiba-tiba Ja’far Shoddiq (Sunan Kudus)
muncul dari arah selatan, dan secara tiba-tiba pula konon Sunan Kudus membangun masjid dalam waktu yang amat singkat, bahkan ada yang mengatakan masjid itu muncul dengan sendirinya. Berhubung dengan hal tersebut maka desa tempat masjid tersebut berdiri kemudian dinamakan desa
Nganguk dan masjidnya dinamakan Masjid Nganguk Wali. Akhirnya kedua tokoh tersebut bekerja sama dalam mengembangkan dakwah di Kudus & dengan taktik/siasat dari Kyai Telingsing dan Ja’far Shoddiq (Sunan Kudus) akhirnya berhasil-lah cita2 keduanya untuk menyebarkan Islam di Kudus.
Pada suatu hari Sunan Kudus akan kedatangan rombongan tamu dari Tiongkok. Maka dipanggillah Kyai Telingsing untuk membuat sebuah kenang-kenangan kepada tamu tersebut. Oleh Kyai Telingsing dibuatlah sebuah kendi yang bertuliskan kata-kata indah di dalamnya. Setelah kendi tersebut
Jadi, maka segera diberikan kepada Sunan Kudus. Sunan Kudus setelah melihat kendi yang menurutnya kurang bagus dan biasa-biasa saja yang tidak pantas untuk dihadiahkan kepada tamu dari Tiongkok tersebut, wajahnya berubah sinis dan menerimanya dengan kurang berkenan dan
dan dilemparkanlah kendi tersebut. Setelah kendi tersebut pecah, tampaklah lukisan yang indah, dimana ditengah-tengahnya tertulis kalimat syahadat.
Seketika itu terperanjatlah beliau menunjukkan kekagumanya, sehingga beliau menyadari, betapa Kyai Telingsing adalah seorang yang memiliki karomah. Diantara sabda dari Kyai Telingsing, “Sholat Sacolo Saloho Donga sampurna", artinya :
Sholat adalah sebagai do’a yang sempurna Lenggahing panggenan Tersetihing ngaji, artinya Menempatkan diri pada sesuatu yang benar, suci dan terpuji.
Beliau kini makamnya di kampung Sunggingan, Kudus. Ada sebagian orang yang mengatakan kalau beliau adalah seorang pemahat yang masuk dalam aliran Sun Ging. Dari nama Sun Ging inilah kemudian terjadi kata Nyungging
yang artinya memahat atau mengukir, dan dari kata Sung Ging itu pulalah terjadi namanya Sungingan sampai sekarang ini.
Konon, cucunya yang bernama Jaka Tarub atau Ki Ageng Tarub berhasil memperistri bidadari yang selendangnya ia curi, yakni Dewi Nawangwulan. Yang kemudian melahirkan Dewi Nawangsih yg lalu menikah dengan R Bondan Kejwan atau Lembu Peteng, yg adalah kakek moyang dari Ki Ageng Sela.
Konon, keahlian ukir dan pahat Kyai Telingsing menyebar ke daerah-daerah sekitar Kudus, seperti Jepara, Demak, Rembang, Pati bahkan Blora. Namun versi lain menyebutkan bahwa khusus di Jepara, seni ukir dikembangkan oleh seorang Cina yang bernama Tji Wie Gwan yang dibawa oleh
Raden Toyib setelah pulang dari berguru agama Islam di Campa selama lima tahun. Dimana kemudian Raden Toyib menikah dengan Ratu Kalinyamat dari Jepara.
Tji Wie Gwan sendiri kemudian berhasil membangun Masjid Mantingan pada tahun 1559 M, sehingga kemudian Ratu Kalinyamat dan suaminya menganugrahkan sebuah nama baru untuk Tji Wie Gwan menjadi Sungging Badar Duwung. Sungging artinya ahli ukir, Badar = batu & Duwung artinya tatah.
Sungging Badar Duwung inilah yang dikenal sebagai cikal bakal dari  seni ukir Jepara yang secara bertahap mulai dikenal diseluruh penjuru  tanah air dan dunia. Konon ia juga ikut ambil bagian dari pembuatan Masjid di Loram Kudus dan Masjid Menara Kudus.
Sungging Badar Duwung menurunkan ilmunya kpd masyarakat sekitarnya baik di daerah Jepara maupun di Kudus & memunculkan ahli2 ukir pilih tanding yg dr wkt ke wkt semakin bertambah jml nya. Keahlian tersebut scr langsung & tdk lsg jg bermanfaat dlm proses pembuatan rumah adat Kudus
Sedangkan nama The Ling Sing alias Kyai Telingsing, sampai sekarang diabadikan sebagai nama sebuah jalan di kota Kudus. Di seputar jalan tersebut juga terdapat sebuah kampung atau desa yang bernama Sunggingan yang diperkirakan berasal dari kata Sun Ging tersebut. Daerah tersebut
Dahulunya diperkirakan merupakan tempat tinggal para pengukir dan pemahat hasil didikan dari Kyai Telingsing. 
Pa’e Daffa
Walisongo menurut periode waktu

Menurut buku Haul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan,
[1] majelis dakwah yg secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun satu Image
sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya:
- Angkatan ke-1 (1404 – 1435 M), terdiri dari Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419), Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Maulana Malik Isra’il (wafat 1435),
Maulana Muhammad Ali Akbar (wafat 1435), Maulana Hasanuddin, Maulana ‘Aliyuddin, dan Syekh Subakir atau juga disebut Syaikh Muhammad Al-Baqir.
Angkatan ke-2 (1435 – 1463 M), terdiri dari Sunan Ampel yang tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq (wafat 1463), Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Sunan Kudus yang tahun 1435 menggantikan Maulana Malik Isra’il, Sunan Gunung Jati
Yang tahun 1435 menggantikan Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin (wafat 1462), Maulana ‘Aliyuddin (wafat 1462), dan Syekh Subakir (wafat 1463).
Angkatan ke-3 (1463 – 1466 M), terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Giri yang tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro (wafat 1465), Maulana Muhammad Al-Maghrabi (wafat 1465), Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang yang tahun 1462 menggantikan
Maulana Hasanuddin, Sunan Derajat yang tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin, dan Sunan Kalijaga yang tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir.
Angkatan ke-4 (1466 – 1513 M, terdiri dari Sunan Ampel (wafat 1481), Sunan Giri (wafat 1505), Raden Fattah yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra, Fathullah Khan (Falatehan) yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan Derajat, dan Sunan Kalijaga (wafat 1513).
Angkatan ke-5 (1513 – 1533 M), terdiri dari Syekh Siti Jenar yang tahun 1481 menggantikan Sunan Ampel (wafat 1517), Raden Faqih Sunan Ampel II yang ahun 1505 menggantikan kakak iparnya Sunan Giri, Raden Fattah (wafat 1518), Fathullah Khan (Falatehan), Sunan Kudus (wafat 1550),
Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang (wafat 1525), Sunan Derajat (wafat 1533), dan Sunan Muria yang tahun 1513 menggantikan ayahnya Sunan Kalijaga.
Angkatan ke-6 (1533 – 1546 M), terdiri dari Syekh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu) yang ahun 1517 menggantikan ayahnya Syekh Siti Jenar, Raden Zainal Abidin Sunan Demak yang tahun 1540 menggantikan kakaknya Raden Faqih Sunan Ampel II, Sultan Trenggana yang tahun 1518 menggantikan
Ayahnya yaitu Raden Fattah, Fathullah Khan (wafat 1573), Sayyid Amir Hasan yang tahun 1550 menggantikan ayahnya Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati (wafat 1569), Raden Husamuddin Sunan Lamongan yang tahun 1525 menggantikan kakaknya Sunan Bonang,
Sunan Pakuan yang tahun 1533 menggantikan ayahnya Sunan Derajat, dan Sunan Muria (wafat 1551).
Angkatan ke-7 (1546- 1591 M), terdiri dari Syaikh Abdul Qahhar (wafat 1599), Sunan Prapen yang tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak, Sunan Prawoto yang tahun 1546 menggantikan ayahnya Sultan Trenggana, Maulana Yusuf cucu Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1573
menggantikan pamannya Fathullah Khan, Sayyid Amir Hasan, Maulana Hasanuddin yang pada tahun 1569 menggantikan ayahnya Sunan Gunung Jati, Sunan Mojoagung yang tahun 1570 menggantikan Sunan Lamongan, Sunan Cendana yang tahun 1570 menggantikan kakeknya Sunan Pakuan
dan Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos) anak Sayyid Amir Hasan yang tahun 1551 menggantikan kakek dari pihak ibunya yaitu Sunan Muria
Angkatan ke-8 (1592- 1650 M), terdiri dari Syaikh Abdul Qadir (Sunan Magelang) yang menggantikan Sunan Sedayu (wafat 1599), Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi yang tahun 1650 menggantikan gurunya Sunan Prapen, Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) yang tahun 1549 menggantikan Sultan Prawoto,
Maulana Yusuf, Sayyid Amir Hasan, Maulana Hasanuddin, Syekh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani yang tahun 1650 menggantikan Sunan Mojoagung, Syekh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri yang tahun 1650 menggantikan Sunan Cendana, dan Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos)
Tokoh pendahulu Walisongo
Syekh Jumadil Qubro
Syekh Jumadil Qubro adalah Maulana Ahmad Jumadil Kubra bin Husain Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin
bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Syekh Jumadil Qubro adalah putra Husain Jamaluddin dari
Isterinya yang bernama Puteri Selindung Bulan (Putri Saadong II/ Putri Kelantan Tua). Tokoh ini sering disebutkan dalam berbagai babad dan cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa.

Makamnya terdapat di beberapa tempat yaitu di Semarang,
Trowulan, atau di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul merupakan kuburnya.[3] [4]
Teori keturunan Hadramaut
Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang
sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman):
L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l’archipel Indien (1886)[5] mengatakan:
”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan
golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):
”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai
jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW).
Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya.”
Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya,
Yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.
Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia.
Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi’i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar,
Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber
Yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi’i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga
besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara,
dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.
Teori keturunan Cina
Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Walisongo adalah keturunan Tionghoa Indonesia.[6] Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat
yang berpendapat bahwa Walisongo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.[rujukan?]
Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Walisongo berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan
Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck Hurgronje dan L.W.C.
van den Berg. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van Bruinessen, bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.
Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman
Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan [7].
Cara Dakwah Walisongo yg Profesional

Islam di Nusantara tdk terlepas dari peran dakwah para da’i. Di nusantara yg lebih dikenal dakwahnya walisongo. Pada tulisan ini akan menerangkan cara2 dakwah para wali yg profesional yg mampu memikat masyarakat Nusantara untuk masuk Islam. Image
Syekh Maulana Malik Ibrahim

Ia berasal dari Samarkand, Asia Tengah. Setelah merasa cukup berdakwahnya di Campa, Kamboja, ia merantau ke pulau Jawa, yakni desa Sembalo yang ada di Gresik. Pada waktu itu merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit. Aktivitas dakwah pertamanya
Membuka warung  dengan menyediakan bahan-bahan pokok yang murah. Ia juga menyediakan pengobatan secara gratis dan mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia pun mampu merangkul masyarakat kasta bawah yang disisihkan dalam Hindu.
Pada waktu itu masyarakat sedang dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Memang tepat cara berdakwahnya Syekh Maulana Malik Ibrahim
Sunan Ampel

Nama aslinya adalah Raden Rahmat, ia merupakan anak tertua dari Syekh Maulana Malik Ibrahim. Ia pernah singgah di Palembang selama 3 tahun, lalu melanjutkan perjalanan ke Gresik. Sunan Ampel memiliki hubungan politik dengan kerajaan Majapahit sehingga ia dikasih
hadiah berupa daerah berawa, di Ampel Denta. Di sana ia membangun/mengembangkan pondok pesantren, menyebarkan para santrinya utk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa-Madura. Ia juga ikut membidangi berdirinya Kerajaan Islam Demak. Sultan pertamanya, R Patah, merupakan santrinya
Sunan Giri

Sunan Giri merupakan salah satu muridnya Sunan Ampel. Ia membuka pesantren di desa Sidomukti, selatan Gresik. Ia juga merupakan penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak.
Sunan Gunung Djati

Nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Ia merupakan saudara iparnya Sultan Trenggana Kesultanan Demak yang diutus untuk berdakwah di Jawa Barat. Ia dikenal sebagai pendiri Kesultanan Islam Cirebon dan Banten.
Sunan Bonang

Sunan Bonang : anaknya Sunan Ampel. Selain menjadi imam resmi pertama Kesultanan Demak, ia suka berkelana ke daerah2 sulit. Ia membuat beberapa karya dlm sastra & mengubah gamelan Jawa (nuansa Hindu) dgn memberi suasana baru. Tembang ‘Tombo Ati’ merupakan karyanya.
Sunan Drajat

Ia juga merupakan anaknya Sunan Ampel, lalu ditugaskan oleh ayahnya untuk berdakwah di pesisir Gresik. Dalam berdakwah ia mengambil cara ayahnya, tidak banyak mendekati budaya lokal. Ia mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, kini desa Drajat, Paciran-Lamongan.
Sunan Kalijaga

Cara dakwahnya sama yang dilakukan mentornya, Sunan Bonang. Paham keagamaanya cenderung ‘sufistik berbasis salaf’. Ia lebih memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana dakwahnya, karena ia sangat toleran dengan budaya lokal. Prinsip dakwahnya; masyarakat harus
didekati secara bertahap, mengikuti sambil mempengaruhi. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwahnya.
Sunan Kudus

Sunan Kudus banyak berguru kepada Sunan Kalijaga. Karena para wali kesulitan berdakwah di Kudus yang notabenenya masyarakat yang sangat taat pada ajaran Hindu dan Budha, maka diutuslah Sunan Kudus ke sana. Sunan Kudus cara berdakwahnya suka menggunakan simbol-simbol
Hindu dan Budha. Misal, untuk memancing minat masyarakat Kudus untuk pergi ke Masjid mendengarkan dakwahnya, ia sengaja menambatkan sapi (binatang yang dimuliakan dalam Hindu) di halaman masjid.
Masyarakat Hindu menjadi simpati, dan mendengarkan penjelasan Sunan Kudus tentang Qur’an Surat al-Baqarah yang kebetulan artinya adalah ‘sapi.’
Sunan Muria

Ia merupakan anaknya Sunan Kalijaga. Ia banyak mengambil cara dakwah ayahnya, namun lebih menyukai tinggal di daerah terpencil & jauh dari pusat kota utk berdakwah. Ia pandai bergaul dgn rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan bercocok tanam, berdagang- melaut
Hikmah

Kewajiban berdakwah bukan hanya tugas para ulama, tetapi setiap muslim. karena ada tuntutan untuk berdakwah walaupun hanya satu ayat. Menggabungkan cara dakwah dengan keahlian tertentu sangat dianjurkan,
sebagaimana dakwahnya walisongo disesuaikan dengan kondisi dan keahlian tertentu. Semoga tulisan ini bermanfaat.
(wartanusantara.id)
Dari sekian wali songo, Sunan Kalijaga merupakan sosok yang paling banyak diceritakan. Ia merupakan wali termasyhur dengan bidang garapan yang sangat luas. Cerita Sunan Kalijaga mengisi kisah legendaris di berbagai tempat di Jawa. Image
Agus Sunyoto dalam bukunya Atlas Walisongo (2017) menyebut Sunan Kalijaga memiliki nama asli Raden Sahid. Ia merupakan anak dari Bupati atau Tumenggung Tuban Arya Wilatikta.
Raden Sahid juga dikenal memiliki banyak nama antara lain, Lokajaya, Syaikh Melaya, Raden Abdurrahman, hingga Ki Dalang Sida Brangti. Setiap nama itu memiliki akar cerita masing-masing.
Riwayat hidup Sunan Kalijaga diwarnai kenakalan masa muda yang tidak lazim. Jika Sunan-sunan sebelumnya menempuh masa muda di pesantren, Raden Sahid ini justru berjudi, meminum arak, dan mencuri.
Buah perilakunya itu, keluarga Raden Sahid menanggung malu. Raden Sahid kemudian diusir dari rumah. Kisah ini termuat dalam Serat Walisana dalam Asmaradana pupuh XIX. Kenakalan Raden Sahid semakin menjadi-jadi.
Raden Sahid kemudian menjadi perampok. Bahkan, ia tidak segan untuk membunuh orang. Raden Sahid lalu mendapat sebutan Lokajaya.
Raden Sahid baru sadar ketika suatu hari merampok seorang laki-laki tua yang ternyata Sunan Bonang. Dikisahkan, saat itu Sunan Bonang mampu mengubah buah aren menjadi emas. Raden Sahid kemudian bertaubat dan berusaha menjadi manusia yang mulia.
Susilarini dalam Mengenal Sembilan Wali (2018) menyebutkan, tindakan itu R Sahid lakukan karena ia merasa tidak bisa menerima ketimpangan di Tuban. Para petani/rakyat jelata lainnya tercekik karena kemarau panjang. Namun, pemerintah kadipaten Tuban justru menarik pajak dr mereka.
Raden Sahid kemudian mencuri harta hasil pungutan pajak itu dan membagikannya kepada rakyat jelata. Tindakan itu ia lakukan hingga bertemu dengan Sunan Bonang yang mampu mengubah buah aren menjadi emas.
Sunan Bonang memahami niat baik Raden Sahid. Namun, perbuatan Raden Sahid tak ubahnya seperti membersihkan pakaian dengan air kencing.
Dua dosen Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Siti Maziyah dan Rabith Jihan Amaruli dalam Walisanga: Asal, Wilayah dan Budaya Dakwahnya di Jawa (2020) menyebut Sunan Kalijaga menyebarkan ajaran Islam melalui medium seni budaya secara halus.
Hal ini membuat ajaran Islam yang disampaikan bisa diterima masyarakat dengan baik. Menurut mereka, Sunan Kalijaga mampu memodifikasi lakon wayang dalam cerita Mahabharata dan Rahwana menjadi bernuansa Islam.
Sunan Kalijaga juga disebut suka menyamar, menampilkan diri sebagai orang biasa yang tidak menonjol. Bahkan, ia menunjukkan perilaku yang seolah-olah merupakan perbuatan maksiat. Sementara itu,
dalam Babad Cerbon disebutkan bahwa Sunan Kalijaga menjadi dalang yang berkeliling ke berbagai tempat. Ia berkeliling dari wilayah Pajajaran hingga Majapahit.
Guru Besar Ilmu Sejarah Kebudayaan Islam UIN Sunan Gunung Djati Sulasman mengatakan Sunan Kalijaga mengadakan pagelaran wayang di masjid. Orang yang hendak menonton diminta membaca syahadat sebagai tiket masuk. Kemudian, ketika gelaran wayang berlangsung disisipkan
ajaran-ajaran Islam dengan penyampaian yang mengesankan.

Setelah itu, kata Sulasman, masyarakat mengamalkan ajaran-ajaran yang disampaikan Sunan Kalijaga.
"Masyarakat tidak terasa diislamkan dengan kalimat syahadat, kemudian diberikan pemaknaan wayang," kata Sulasman kepada CNNIndonesia.com, akhir pekan lalu.

(iam/ain)
Fakta sejarah menunjukkan bahwa kunci gerakan dakwah Wali Songo adalah damai, toleran, dan berpijak pada dua prinsip, yaitu bil-mau’izhatil-hasanah wajadilhum billati hiya ahsan dan prinsip al-muhafazhatu alal-qadimish shalih wal-akhdzu bil-jadidil-ashlah. Terkait, dakwah lengkap
dalam nasihat-nasihat yang bijak dan argumen yang kuat, disampaikan secara resmi dan tidak frontal, sambil melestarikan budaya-budaya lokal yang baik dan sudah ada, menyerapnya ke dalam Islam, dan mewarnainya dengan ajaran tauhid.
Sebagaimana dulu Islam masuk ke Indonesia dengan santun, damai, dan tidak saling menyalahkan. Islam berkembang dengan adaptasi. "Penyesuaian budaya namun tetap menjaga etika. tetap menghormati ajaran pendahulunya dan membenarkannya secara perlahan," Image
Sejarah wali songo patut menjadi referensi berdakwah bagi para dai. Baik di dalam negeri apalagi di luar negeri. Budaya saling menghargai satu sama lain untuk menciptakan toleransi yang sangat dianjurkan dalam Islam.
Yth @Kemenag_RI Gus men @YaqutCQoumas ImageImage
Almarhum KH Agus Sunyoto (Ketum Lesbumi @nahdlatululama )
Dalam kajian & pandangan nya tentang Perjalanan sejarah Bangsa dan Negara Republik Indonesia yg masih bertumpu pada kisah peninggalan Penjajahan Belanda,
Harusnya di urai dari banyak lagi acuannya.
nu.or.id/post/read/1284…
Pada suatu sore yang sejuk di Desa Grogol, Kecamatan Giri, saya bersilaturahmi ke kediaman KH. Nur Salim. Di usianya yang sudah 77 tahun, beliau masih cukup lancar berbicara. Ada banyak kenangan yang bisa diceritakan meski seringkali tak bisa mengungkapkan secara detil. ImageImage
Kenangan ttg aktivitasnya di NU tentu menjadi tema yang menarik bagi penulis. Lebih-lebih saat itu, ia juga menunjukkan sejumlah majalah kuno, dokumen, arsip, rekaman kaset & sejumlah foto lawas. Tambah membuat saya tak ingin beranjak dari rumahnya yg bercorak art deco itu.
Dari sekian itu, ada satu foto yang memantik saya untuk menulis ini. Yaitu , foto hitam putih di bawah ini. Sekelompok anak muda yang membawa beberapa alat musik. Di bagian belakangnya, tertulis: Lesbumi Sinar Laut Muntjar 1960
“Orkes dangdut Lesbumi,” ungkapnya saat saya tanya perihal foto tersebut. “Kadung wes tampil, akeh kang deleng,” imbuhnya.
Sayangnya, hanya seutas kenangan itu yg bisa dikorek dari beliau
Tak ada data lainnya. Namun, sepenggal keterangan itu, semakin menimbulkan tanda tanya besar: Lesbumi pada tahun 1960?
Sebagaimana kita ketahui, Lesbumi secara resmi dilahirkan pada 21 Syawal 1381 H atau 28 Maret 1962 sebagaimana tercantum pada Anggaran Dasar yang pertama. Pada saat itu, dipilihlah Djamaludin Malik sebagai ketua umumnya. Sedangkan Usmar Ismail dan Asrul Sani
wakil ketuanya. Empat bulan dari pertemuan tersebut, diselenggarakanlah acara Musyawarah Besar I Lesbumi di Bandung pada 25-28 Juli 1962. Fragmen berdirinya Lesbumi tersebut, sulit untuk mencari keterangan lebih lengkap.
Choirotun Chisaan yang mengangkat Lesbumi dalam tesis S2-nya di Sanata Dharma, Yogyakarta juga tak mendedah secara detail kronik kesejarahan dari Lesbumi sendiri. Tesis yang kemudian diterbitkan LKiS dengan judul
“Lesbumi: Strategi Politik Kebudayaan” itu, hanya mengurai latar belakang pendiriannya yang kental nuansa politis.
Lebih lanjut, Choirotun juga mengesankan pendirian Lesbumi bersifat “top down“. Yaitu, atas inisiatif aktivis seniman NU di pusat untuk menggelar mubes guna merespon situasi sosial-politik yang ada (133-9). Hal ini cukup janggal jika dibandingkan dengan proses berdirinya organ
organ di NU.
Pada umumnya, ada gerakan awal terlebih dahulu oleh pengurus NU di lingkup daerah. Karena terlihat efektif, kemudian diluaskan skalanya hingga kemudian menasional. Simak saja sejarah berdirinya GP Ansor, IPNU dan organ lainnya. Kebanyakan berawal dari bawah ke atas
Bisa jadi, sebelum Lesbumi diresmikan, secara lokalistik lembaga tersebut telah ada dan bergerak.

Dari keterbatasan literatur tentang Lesbumi yang saya baca serta temuan foto “Lesbumi Sinar Laut” ini, menimbulkan hipotesis dibenak saya. Bisa jadi, sebelum Lesbumi diresmikan, Image
secara lokalistik lembaga tersebut telah ada dan bergerak. Seperti halnya di Banyuwangi dengan membentuk Lesbumi yang salah satu produk kebudayaannya adalah Orkes Melayu Sinar Laut Muntjar.
Hipotesa ini, memang perlu penelitian lebih lanjut. Mencari arsip dan data-data pendukung ataupun pembantah, menjadi hal yang penting. Bisa jadi, nama Lesbumi muncul dari Banyuwangi, meski pada arsip Mubes I itu tak tercantum delegasi dari Banyuwangi. Dari 16 komisariat daerah
yang hadir, yang paling dekat hanya Singaraja dan Surabaya.

Akan tetapi, jika menyimak dinamika kebudayaan di ujung timur Jawa ini, hipotesa di atas memang perlu disimak lebih jauh lagi. Dari Banyuwangi muncul dua lagu yang saling berhadapan dan sama-sama populer pada dekade
60-an. Yakni, lagu Genjer-Genjer yang identik dengan Lekra-PKI dan Selawat Badar yang merupakan bagian dari Lesbumi NU.
Gambaran dinamika kebudayaan di tlatah Blambangan ini, juga terekam pada hasil bahtsul masail Muktamar NU tahun 1954. Saat itu, ada persoalan dari NU Banyuwangi yang dibahas. Pertanyaannya adalah tentang hukum sandiwara dengan propaganda Islam.
Sandiwara dengan propaganda Islam ini, dikenal dengan sebutan “drama”. Lakon yang ditampilkan biasanya tentang para sahabat Nabi. Hingga dekade 90-an akhir, seni drama ini masih populer. Saat ini, sudah sulit kita jumpai.

Dari pertanyaan tersebut, Muktamar NU memperbolehkannya
dengan syarat tidak ada unsur kemungkaran (menurut kaca mata syariat). Namun bukan soal hukumnya yang menarik dibahas dalam tulisan ini. Konteks sosial politik yang melatarbelakangi munculnya pertanyaan demikian itulah yang patut ditelisik lebih jauh.
Tahun 1954 merupakan masa-masa awal NU menjadi partai politik. Setahun kemudian, akan menghadapi pemilihan umum 1955. Untuk itu, semua organ NU digerakkan untuk memasok dukungan suara. Tak terkecuali pada sektor seni budaya. Potensi ini digarap penuh. Terlebih, lawan politik NU
masa itu (PKI) begitu masif menyasar seniman dan budayawan lewat Lekra (Lembaga Kesenian Rakyat).

Dalam konteks Banyuwangi, perseteruan politik kebudayaan antara NU dan PKI memang cukup dahsyat. Selain melalui Genjer-Genjer dan Selawat Badar, persaingan lainnya cukup ketat.
Mulai dari grup musik seperti Sri Muda (Lekra) vs O.M Sinar Laut (Lesbumi), tari-tarian seperti Gandrung yang kerap ditampilkan Lekra melawan Kuntulan yang sering dibawakan seniman Islam.
Ada satu cerita tutur yang penulis simak dari seorang tokoh NU lawas yang hidup di zaman itu, yang menarik tentang dinamika kebudayaan di Banyuwangi. Haji Ismail Ridwan, Ketua Lesbumi pada dekade 60-an, rela melakukan poligami dengan seorang penari gandrung. Hal ini tak lain
agar ia bisa masuk ke komunitas seniman gandrung yang banyak dikooptasi PKI pada masa itu.

Haji Ismail Ridwan, Ketua Lesbumi pada dekade 60-an, rela melakukan poligami dengan seorang penari gandrung. Hal ini tak lain agar ia bisa masuk ke komunitas seniman gandrung yang banyak
dikooptasi PKI pada masa itu.

Ada pula dengan cerita tari kuntulan. Secara historis, tari itu baru muncul pada dekade 60-an. Di dalam gerak tarinya sarat dengan simbolisasi ibadah dan amal sholeh. Hal ini sesuai dengan makna kuntulan yang merupakan
Penyerdehanaan dari lafaz “Kuntu Lailan” dalam bahasa Arab. Maknanya adalah berdiri di waktu malam (qiyamul lail).
Konon, awal munculnya tari kuntulan yang dibawakan oleh kaum hawa dengan iringan musik rebana dan selawat Nabi itu, mendapat penolakan dari para kiai sepuh. Seperti Rais Syuriyah PCNU Banyuwangi kala itu, KH. Harun Abdullah.

Namun, juga mendapat pembelaan dari ulama NU yang lain
Pembela yang paling getol adalah KH. Suhaimi Rafiudin Kampung Melayu. Dengan sederhana, kiai yang memiliki manuskrip tafsir Quran ini, mengajak para kiai yang keberatan menimbang dua kemudaratan. Satu sisi kemudaratan karena adanya potensi mengumbar aurat atau ikhtilat
dari tarian kuntulan atau kemudaratan banyak orang yang simpati pada PKI karena mengakomodir seni budaya.
Dari pertimbangan tersebut, akhirnya banyak ulama yang menyetujui. Setidaknya, tak mempermasalahkannya secara vulgar. Pandangan demikian tentu saja berangkat dari kaidah usul fiqh yang memperbolehkan memilih kemudaratan yang lebih ringan dari adanya dua kemudaratan.
Dari rangkaian fakta tersebut, sangat besar kemungkinan jika Lesbumi itu tak muncul dari atas, tapi berakar dari bawah terlebih dahulu. Merangkak dan tumbuh efektif hingga menjadi wadah nasional. Dan, bisa jadi pula, Banyuwangi jadi satu daerah yang
berkontribusi mengkreasi berdirinya Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama tersebut. Wallahu’alam. (*)
Malam ini sangat spesial :
Bulan Ramadhan
Malam Jum'at Legi
Malam Nuzulul Qur'an. Image
Dipercaya bahwa Alquran pertama kali diwahyukan kepada Muhammad selama bulan Ramadan yang telah disebut sebagai "masa terbaik". Wahyu pertama diturunkan di malam Lailatul Qadar yang merupakan salah satu dari lima malam dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.
Menurut hadis, semua kitab suci seperti Shuhuf Ibrahim, Taurat, Mazmur, Injil dan Alquran diturunkan masing-masing pada tanggal 1, 6, 12, 13 dan 24 Ramadan.

Di dalam Alquran, puasa juga wajib bagi agama-agama sebelum Islam, dan merupakan cara untuk mencapai taqwa pada Tuhan.
Akhir dari bulan Ramadan dirayakan dengan sukacita oleh seluruh muslim di seluruh dunia.

Pada malam harinya (malam 1 Syawal), yang biasa disebut malam kemenangan, umat Muslim akan mengumandangkan takbir bersama-sama.
Kenapa ada beberapa masyarakat muslim di Indonesia ALERGI SESAJI & Selamatan Kendurian?.
Akan saya ulas di malam ini
Karena Islam NUsantara adalah penentu kebesaran Islam di Indonesia & di Dunia melalui Jalan Budaya dalam Syiar dakwahnya,
Ya boss @haikal_hassan @ustadtengkuzul ImageImageImageImage
Menurut saya yg sejak 1992 mempelajari sejarah Walisongo
Bahwa TIDAK pernah SYEKH SITI JENAR,
Tokoh tersebut adl sebuah opsi pilihan dari dakwahnya Kanjeng Sunan KALIJAGA yg juga seorang Maestro Seniman, Pujangga, Filsuf, Budayawan juga Pencipta Tembang
nasional.okezone.com/read/2021/05/0…
Banyak versi cerita sejarah Tentang Syekh Siti Jenar,
Dari banyak ulasan tentang beliau yg penuh bahasa SANEPAN (kalimat perumpamaan)
/ pemaparan dari sebuah filosofi
Karena sesungguhnya tidak pernah ada tokoh syekh Siti Jenar,
Sebatas opsi dalam syiar
nasional.okezone.com/read/2021/05/0…
Banyak penebar syiar Dakwah Ukhuwah Islamiah yang tak terlihat (Rijalul Gaib)
Dengan santun, harmoni dan humanis,
Dengan keilmuan agama serta wawasan yang luas
Sehingga menjadikan Islam di Indonesia meneladankan Syiar yang rahmatan Lil Alamin
news.detik.com/berita-jawa-ti…
Banyak hal tentang pelurusan sejarah yang perlu kita kaji kembali kebenaran nya untuk disusun menjadi edukasi bagi keilmuan anak bangsa
Yth @nadiemmakarim @Kemdikbud_RI @SejarahRI
Presiden @jokowi
Menag @YaqutCQoumas @Kemenag_RI
m.republika.co.id/berita/qsim3g3…
Makna Sesaji – Dalam berbagai upacara tradisi budaya Jawa pastilah ada sesaji. Dalam sesaji tersebut ada yang disebut Cok Bakal. Cok bakal bermakna “cikal bakaling urip dumadining jagat sakalir, elingo marang Purwa Duksina Jantraning Gesang” –asal mula kehidupan terjadinya ImageImageImageImage
seluruh isi alam semesta, mengingatkan pada awal dan akhir perjalanan hidup. Mengawali Wedaring ilmu sangkan paran, guru sepiritual di Jawa biasanya melantunkan kalimat tadi. Cok bakal  merupakan sesaji inti dari budaya masyarakat Jawa.
Dan mengungkap  cok bakal sama denggan mengungkap isi alam semesta: atau ilmu sangkan paran itu sendiri.
Berasal dari pengertian cikal bakal, yaitu permulaan adanya manusia dan kawitan. Jasat manusia terdiri dari lima unsur alam.

Dalam setiap upacara, sejak jaman dulu, orang Jawa tidak pernah meninggalkan rerangken sesaji, yang disebut cok bakal.
Tetakan/raja swala, mendirikan  rumah, nyadran/leluhur, memetik padi, bedah bumi, membuat sumur, ngruak karang/nduduk pondasi, dll.
Makna Filosofis
Terbuat dari pohon pisang rangkap dua, membentuk segi empat, ditusuk dengan sada/biting dengan arah berlawanan, bersudut empat penjuru, membentuk sebuah takir/wadah tanpa tutup.
Daun pisang rangkap dua
– lapisaning gesang, dasaring urip
Segi empat
– jagad kang gumelar membentuk keblat empat

Dua sada/biting berlawanan – hidup ini selalu diliputi rwabhineda,  dua unsure yang saling berlawanan , namun saling  mendukung dan melengkapi; misalnya siang malam, pria wanita, besar kecil dsb.
Takir/wadah – simbol planet bumi, tempat menampung  perwujudan  benda-benda sekala (imanen)

Takir/wadah tanpa tutup – simbol langit tnpa batas/tanpa tepi (transenden). ImageImageImage
Isi Cok Bakal
Teri – ikan kecil, mewakili mahluk hidup di dalam air
Empon-empon (kunyit, kencur, jahe) – simbol tanaman yang berbuahnya ada di dalam bumi (umbi-umbian)
Biji-bijian (merica, pala, ketumbal, kacang, kedelai, dsb.) – simbol tanaman yang berbuahnya di daratan.
Keluwek, kemiri – simbol tanaman yang berbuahnya di atas/udara.

Kelapa satu iris/sawawar/cikalan – sudah diwawar dan diakal atau diatur

Lombok, garam, gula, dsb – simbol sad rasa
Dalam kehidupan ini selalu ada rasa pedas, asin, pahit, manis masam dan gurih. Dan manusia tak mungkin terlepas dari suka dan duka.

Badeg – simbol kegelapan, nafsu dan emosi
Kaca, suri – simbol bahwa dalam kehidupan ini ada yang ditata dan menata agar rapi, indah dan harmonis ImageImageImageImage
Gedang – gedhe kang ginadang, besar cita-cita

Tebu – aruming kalbu, mantap pendirian (tidak mudah goyah)

Bunga – aruming gandha rasa, tulusnya kehendak

Gantal/kinangan – simbol wisesaning Hyang  Tri Murti (Brahma – Wisnu – Siwa) yang ngresepi jagad sakalir. ImageImage
Telur ayam – bebakalaning urip itu ada, namun masih terbungkus dalam cangkang  triloka

Uang/kepeng – menebus segala kekurangan

Beras – simbol Dewi Sri, kemakmuran, sandang pangan
Demikian makna filosofis cok bakal, sebagai penggambaran kelengkapan dan “miniaturnya” alam semesta, dipersembahkan kepada Sang Penguasa Alam, yang disebut Purwaning Jagad, cikal bakaling ana, ya Sangkan Paraning Dumadi.

Oleh:

KRAT. Sutrimo RB, SE., MM
Seluruh WALISONGO dalam Syiar Dakwah Ukhuwah Islamiahnya dengan mengedepankan Adab & melalui Jalan Budaya,
Hingga Islam di Indonesia mempunyai penganut terbesar di dunia.

Jangan Percaya Dakwahnya Golongan Kadrun yg merusak Citra Islam dengan Nyata.
detik.com/edu/detikpedia…
MANUNGGALING KAWULO GUSTI
Manunggaling kawula Gusti, adalah konsep Tatanan Kejawen,
Arti harafiahnya adalah "bersatunya abdi dengan Tuan",
Hal ini bisa pula diartikan secara sekuler, yaitu bersatunya abdi negara atau rakyat dengan pemerintah. ImageImageImageImage
MANUNGGALING KAWULO KELAWAN GUSTI
Menyatukan Jiwa Raga pada TUHAN YANG MAHA ESA
Bahwasanya Tuhan ada dalam setiap pikiran dan hati kita disetiap desah nafas manusia
Karena hidup dalam menjalani kehidupan sebagai ibadah
Ingat akan Kuasa dan Kebesaran Tuhan YME. ImageImageImage
Manunggaling kawulo Gusti, dikalangan orang jawa tentunya bukan sesuatu yang asing, karena ajaran itu menyertai sejarah perkembangan Islam di Pulau Jawa. Meskipun akhirnya kontroversial, dan berakibat dihukumnya syeh siti Jenar oleh para Ulama di jamanya, ImageImage
namun ajaran tersebut sampai kini ternyata masih ada dan menarik untuk di bahas. Image
Berdasarkan apa yang saya pahami, konsep manunggaling kawulo Gusti adalah suatu pencapaian dari lelaku sufi, sebuah fase spiritual yang tentunya menarik untuk kita pelajari dan kita capai.

Bagaimana mencapainya? Fase spiritual ini akan tercapai kalau hati,pikiran sudah pasrah,
berhenti menggugat, dan semua keinginan pribadi terkendali. Maka jiwa,raga, dan seluruh energi hidup hanya digunakan untuk mngabdi padanYa. Keinginan Tuhanlah yang selalu dimenangkan,keinginan pribadi ditundukan.
Manunggaling kawulo Gusti, terjadi ketika kita telah mampu menyerahkan seluruh hidup untuk Tuhan, hingga kita mampu membiarkan Tuhan bekerja mengurus ciptaanya melalui diri kita(kita menjadi salah satu instrument Tuhan ketika mengurus alam semesta ini). Manunggaling kawulo gusti
berarti ketika manusia mampu menangkap ruh Tuhan/ ruhul kudus kedalam dirinya. Selain syeh Siti Jenar, di dalam literatur islam, kita bisa belajar juga dari al halaj,
jalaludin rumi.Di kristen, konsep trsebut juga ada, makanya kita sering mendengar istilah pelayanan Tuhan
Bagaimana konsep manunggaling kawulo Gusti dalam fenomena sehari hari? Untuk mempermudah, saya akan memberikan sebuah Ilustrasi. Ketika kita sedang mendapat kesulitan, misal kesulitan keuangan. Saat kita bener bener butuh, namun kita kesusahan mau nyari kemana. Tiba tiba, secara
Kebetulan kita bertemu dengan teman yang baik, yang dengan segala kebaikanya itu kemudian dia secara ihlas memberi atau meminjami uang kepada kita. Hingga akhirnya kesulitan kita bisa teratasi.
Nah, begitulah cara Tuhan bekerja membantu kita. Dgn jalan mengutus teman kita tersebut bertemu & menyelesaikan kesulitan kita. Peran baik teman yg membantu kita trsebut, yg kemudian harus kita tiru sehingga kita juga bisa menjadi media bagi Tuhan untuk menolong hambanya yg lain.
Akhlak Tuhan adalah akhlak yg baik (dalam islam ada asmaul husna) dan akhlak tersebutlah yang harus kita tiru dan kita wujudkan dalam diri dan keseharian kita. Semakin banyak kebaikan yang kita bisa kerjakan, maka semakin sering Tuhan bekerja melalui diri kita, memberikan
kebaikan- kebaikan kepada hambanya yang lain. DAN karena diri kita memahami bahwa kita hanya media, sementara Tuhanlah yang sebenarnya telah bekerja, maka kita terhindar dari berbangga diri karena telah mengerjakan suatu kebaikan
Banyak contoh orang yang berhasil manunggaling kawulo gusti, yaitu orang dalam hidupnya lebih mementingkan diri untuk mengabdikan diri secara ihlas demi kepentingan umat, daripada mementingkan dirinya sendiri. Contoh : para nabi dan rosul.
Tokoh agama lain misal sidarta gautama, bunda teresa dan orang orang lainya yang membaktikan diri untuk kepentingan kemanusiaan.
Karakter nyata yang pernah dicatat sejarah untuk sosok manunggaling kawulo Gusti adalah Nabi Isa. Itulah sebabnya mengapa orang kristen menganggap nabi Isa sebagai Tuhan. Karena, melalui nabi Isa lah Tuhan banyak menunjukan kerja kerja baiknya.
Nabi Isa tidak memberi ruang bagi dirinya untuk menjadi dirinya yang manusia, ruang hidupnya hanya untuk mewujudkan kebaikan- kebaikan Tuhan. Nabi Isa hidupnya menyatu dengan Tuhan. Ketika nabi Isa memberikan kebaikan kepada umat,
Sesungguhnya pada apa yg diperbuat oleh nabi Isa tersebut Tuhan sedang dan telah berbuat. ( diberikan mukjizat)
Cuma yang harus hati hati, dari pengalaman seh siti jenar, dia kontroversial karena menganggap syariat menjadi tidak penting ketika sudah menemukan hakekat. Karena sareat menurutnya cuma jalan, cuma media untuk menuju ke Tuhan.
Karena pemahamanya inilah kemudian dia dianggap sesat, oleh para ulama islam dijamanya.
Manunggaling kawulo gusti adalah konsep sufi, yg kita pun bisa meraihnya. Dengan komitmen untuk menjadikan kebaikan selalu menjadi bagian dari diri kita, komitmen untuk menaklukan ego, komitmen untuk hanya berharap ridho Allah dan bukan lainya. Itulah, intinya kita berkomitmen
menjadi baik setiap saat hanya karena ridho Allah. (Bila karena komitmen kita ber-lelaku yang baik tersebut kemudian Tuhan memberikan pengalaman spiritual kepada kita, itu hanya Side Efek).
So, biarkan para manusia, hewan, dan seluruh alam menemukan kebaikan Tuhan melalui diri kita. Karena sejatinya, kita adalah bagian dari Tuhan. Manunggaling Kawulo Gusti=Menyatunya Hamba dengan Tuhanya.
Kanjeng Sunan Muria pun berdakwah dengan merangkul tradisi dan budaya masyarakat setempat yang disesuaikan dengan Islam Rahmatan Lil Alamin,
tirto.id/sejarah-hidup-…
Wayang dianggap berhasil sebagai media dakwah dan syiar Islam karena menggunakan pendekatan psikologi, sejarah, pedagogi, hingga politik. Dulu, wayang dipertunjukkan di masjid dan masyarakat bebas untuk menyaksikan. Image
Akulturasi merupakan sebuah bentuk perpaduan dua atau beragam kebudayaan. Menggunakan pendekatan Sejarah Kebudayaan. Penyebaran agama Islam di Demak dilakukan oleh Wali Songo dengan memodifikasi kesenian yang telah ada baik memodikasi cerita maupun menciptakan tokoh pewayangan ImageImageImageImage
baru yang sebelumnya (dalam masa hindu) tidak menonjol seperti penokohan pandawa dan filosofisme dan ponokawan yang telah dibahas diatas. Pandawa sebagai hasil akulturasi wayang, seperti tokoh ponakawan yang memiliki makna filosofis yang sangat mendalam. Karena wayang memiliki Image
Peran penting dalam dakwah Islam di Demak. Berikut merupakan hasil cipta, karya dan karsa filosof Jawa dengan menggabungkan antara wayang bertemakan Hinduisme dengan tokoh (pewayangan) baru pada masa Islam. Fungsi wayang kulit dalam kehidupan masyarakat Demak adalah sebagai media Image
Hiburan, pendidikan, penerangan, seni, pemahaman filsafat, media dakwah dan lain-lain. Wayang bagi sebagian besar orang bukan saja dipandang sebagai kesenian yang berfungsi seni atau hiburan semata, tetapi seni untuk barometer kehidupan masyarakat itu sendiri (reflektif). ImageImageImageImage
Gamelan, Tembang, Suluk, Sebagai Media Jalan Syi'ar dakwah Islamiah
Walisongo yang meneladankan Adab, Adat, Tradisi serta seni Budaya
detik.com/edu/detikpedia…
Catur Piwulang dari Kanjeng Sunan Drajat,
Yang mengedepankan pitutur dan Piweling sesuai Adab, adat dan tradisi kearifan lokal yang ada di NUsantara
detik.com/edu/detikpedia…
Macapat (bahasa Jawa: ꦩꦕꦥꦠ꧀) adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang disebut guru lagu.
Hasil penelitian membuktikan bahwa tembang macapat dari awal keberadaannya, abad XIV Masehi, hingga kini dimanfaatkan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, antara lain, sebagai hiburan, estetika, pendidikan, pementasan tradisional, sarana surat-menyurat, senandung teman bekerja
mantra penolak bala, upacara temu temanten adat Jawa, upacara kegiatan Pangestu & filosofi siklus kehidupan. Atas dasar fungsi sosial kemasyarakat tersebut menjadikan tembang macapat sbg karya sastra yg begitu urgen dalam kehidupan manusia sebagai tontonan, tuntunan, & tatanan.
Isi dari tembang macapat disampaikan Panggih mengandung pitutur luhur dan utama. Pun melestarikan tembang macapat Jawa berarti melestarikan budaya Jawa, ikut mendukung dan melestarikan Bahasa Jawa, serta berkarya untuk membangun bangsa Indonesia. Image
Pesan waspada bencana dalam tembang macapat

Sayangnya, tembang ini jarang dipelajari masyarakat karena dianggap kuno, bahkan syirik dan bid`ah. Image
Tembang Pangkur yang menerangkan bencana gempa bumi dan cara mitigasi bencana.

Bumi geter gawe rusak

Omah rubuh lemah bengkah tsunami

Iku ing aranan Lindu

Mergane ono tiga

Lemah Amblek, Longsor lan Vulkanik Gunung
Kisah Nyi Roro Kidul dan Tembang Macapat

Dikisahkan, Panembahan Senopati, pendiri kerajaan Mataram Islam, mendengar kabar bahwa ia akan diserang oleh pasukan Sultan Hadiwijaya dari Kerjaan Pajang. Ia dan sang paman pun sepakat mencari bantuan ke penguasa Laut Selatan dan
ke penguasa Gunung Merapi.

Oleh karena direstui, Gunung Api meletus lalu mengalirkan lahar yang menggagalkan pasukan Sultan Hadiwijaya. Panembahan Senopati juga mendapat dukungan Nyi Roro Kidul.

Menurut Babad Tanah Jawi, Panembahan Senopati bersemedi sebelum mendirikan
kerajaannya. Semedi itu memicu hawa panas yang menyebabkan gelombang besar. ImageImage
Bagaikan badai yang tak kunjung henti. Semuanya itu seperti sedang menyambut Senopati yang sedang bersamadi. Kangjeng Ratu Kidul sudah mengetahui apa sebab Laut Selatan begitu bertambah dashyat ombaknya seperti diputar saja. (Terjemahan Babad Tanah Jawa, Cap-capan II, Sadu Budi,
Solo, Wirjapanitra)

Penguasa Laut Selatan Nyi Roro Kidul akhirnya menemui Panembahan Senopati untuk memintanya berhenti karena gelombang itu mengganggu rakyatnya. Ia berjanji kepada Panembahan untuk menolongnya mendirikan kerajaan Mataram Islam.
Macapat adalah puisi Jawa bertembang. Dilihat dari periodisasinya, macapat masuk ke dalam puisi Jawa baru. Image
Bait ke-49, Pupuh Gambuh, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Sembah raga punika,
Pakartine wong amagang laku,
Sesucine asarana saking warih,
Kang wus lumrah limang wektu,
Wantu wataking weweton.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Sembah raga adalah,
Perbuatan orang yang baru memulai perjalanan,
Bersucinya memakai sarana dari air,
Yang wajib adalah lima waktu,
Bersifat menuruti aturan dan rukun.
Sembah (ibadah) raga (raga, tubuh) punika (itu adalah), pakartine (perbuatan) wong (orang) amagang (baru memulai) laku (perjalanan). Sembah raga adalah,Perbuatan orang yang baru memulai perjalanan.

Sembah raga adalah ibadahnya tubuh. Bahwa kita manusia diciptakan dengan tubuh
biologis, yang tunduk pada hukum-hukum materi. Tubuh adalah sarana kita untuk hidup di dunia materi ini, tanpanya niscaya kita tak dapat beraktivitas.

Walau kelak akan fana dan kita tinggalkan, tubuh juga berhak untuk mengungkapkan keagungan Allah Sang Pencipta.
Maka ada tatacara yg khusus bagi tubuh dalam menyembah Tuhan. Dlm agama Islam bentuk penyembahan itu adl shalat. Dlm shalat dilakukan penyembahan melalui tubuh/ jiwa. secara jasmani dlm shalat kita melakukan gerakan-gerakan sesuatu rukun tertentu, itulah yg disebut sembah raga.
Sembah raga ini adalah awal dari perjalanan, awal dari laku yang harus dijalani manusia. Setiap orang muslim yang hendak menjalankan agama pastilah sesudah akil baligh diwajibkan menjalankan shalat. Entah yang bersangkutan sudah paham atau belum mengapa harus shalat, entah yang
bersangkutan tahu/ tidak apa gunanya shalat, semua wajib melakukan itu. Karena sembah raga ini adl bentuk dari pengakuan kita akan kebesaran Allah. Pengakuan itu diwujudkan dlm ritual sujud & ruku’, merendahkan diri kita serendahnya di hadapanNya. Sembah raga adl ibadahnya tubuh.
Mengapa sembah raga disebut sebagai awal dari perjalanan? Karena sesungguhnya hakekat manusia bukanlah tubuhnya, tubuh hanya sarana untuk hidup di dunia. Kelak ruh kita yang akan abadi menghadap Allah di alam baqa. Tetapi pengenalan ruh tak dapat dilakukan serta-merta.
Kemampuan kita dalam mengenali hakekat diri takkan berhasil jika tidak melalui tubuh. Tubuhlah sarana kita mengenali alam sekitar, baru kemudian mengenali tanda-tanda yang tak tampak. Tubuhlah yang paling awal menemani ruh di dunia materi ini.
Maka ibadah atau sembah apapun yang dilakukan tubuh adalah awal dari sembah-sembah yang lain
Sesucine (bersucinya) asarana (memakai sarana) saking (dari) warih (air). Bersucinya memakai sarana dari air.

Syarat-syarat untuk melakukan ibadah shalat adalah bersuci dengan air. Ini sesuai watak dari tubuh yang bersifat materi, yang hanya dapat dibersihkan dengan materi juga.
Kang (yang) wus lumrah (sudah umum, wajib) limang (lima) wektu (waktu). Yang wajib adalah lima waktu.

Sembah raga yang wajib adalah lima waktu, yakni shalat wajib yang harus dilakukan oleh setiap orang. Di luar kewajiban lima waktu ada banyak shalat sunat yang dianjurkan kepada
Seorang muslim sesuai dengan kesanggupan dan keadaan masing-masing. Bersifat tidak wajib dan opsional, sesuai dengan situasai, kondisi dan kelonggaran masing-masing orang.
Wantu (berkala) wataking (bersifat) weweton (aturan, rukun). Bersifat menuruti aturan waktu dan rukun.

Shalat wajib yang lima waktu tadi tidak bisa dikerjakan secara sembarangan karena ada batasan waktu dan rukun-rukun, serta syarat-syarat untuk melakukannya. Waktunya harus
sudah masuk sesuai masing-masing shalat wajib, yakni shalat Subuh selepas fajar, shalat Dhuhur selepas tergelincir matahari, Shalat Ashar menjelang matahari turun, shalat Magrib sesudah terbenam matahari dan shalat Isya’ menjelang malam.
Juga ada rukun-rukun tertentu yang harus dipatuhi, dari takbiratul ikram sampai salam. Serta harus memenehi syarat-syarat tertentu. Untuk lebih detailnya dapat dilihat di buku-buku fikih, karena akan panjang jika diuraikan di sini.

Selain sebagai salah satu penyembahan, Image
Shalat juga dimaksudkan untuk mendisiplinkan manusia berkenaan dengan hubungan antara tubuh dan ruh. Juga ada konsekuensi logis dari pelaksanaan shalat pada tataran tubuh fisik. Contohnya seseorang yang shalat dengan tertib dan ajeg, pasti akan tampak berseri raut mukanya,
karena paling tidak dalam sehari lima kali dia harus membasuh muka. Masih ada banyak manfaat sampingan dari shalat ini, bait-bait selanjutkan serat Wedatama akan menguraikannya untuk kita pelajari bersama.
Pangeran Diponegoro yang seorang Muslim Taat,
Putra bangsa pejuang bagi kemerdekaan republik Indonesia,
Tetap menjaga Keris sebagai kebesaran Citra luhur Nusantara 🙏
nasional.okezone.com/read/2021/05/0…
Penamaan kue apem di Nusantara konon dipengaruhi oleh dua kebudayaan besar yakni India dan Arab. Istilah ini merujuk pada kata 'afuan, afwan, affan, atau afuwwun' dalam bahasa Arab yang berarti maaf atau pengampunan Image
“Dalam konteks ini, apem dipandang sebagai simbol permohonan ampun atas berbagai kesalahan. Image
apem adalah sebuah simbol bagi masyarakat Jawa untuk meminta ampunan. Harapan-harapan agar diampuni dari segala kesalahan dan dosa. ImageImage
Secara garis besar ada tiga jenis kue apem yang biasa kita temukan yakni kue apem kukus, panggang, dan selong.
Kue Apem kukus ImageImageImageImage
Kue apem panggang ImageImage
Kue apem selong ImageImage
Tradisi baju baru lebaran sebenarnya punya esensi bahwa umat Islam sebisa mungkin merayakan idul fitri dengan meriah. Karena pada dasarnya, lebaran merupakan hari raya di mana mereka yang telah berpuasa kembali suci seperti bayi, karena diampuni dosa-dosanya. Image
Sangkan paran adalah pengetahuan tentang dari mana kamu berasal dan kemana tujuan kamu. Atau lebih mudahnya adalah ilmu tentang jalan pulang. Sebenarnya dimana rumah asalmu maka kesanalah kamu akan pulang. Image
sesungguhnya tiap-tiap apa yang berasal akan kembali ke asal itu. Dirimu terdiri dari dua unsur, jasmani sebagai badan wadagmu dan rohaniahmu sebagai isi. Ibarat sangkar dengan burungnya. Jika sangkar sudah rusak maka burung akan terlepas.
Jasmanimu dan ruhanimu mempunyai asal masing-masing dan juga mempunyai jalan pulang sendiri-sendiri. Jasmanimu dicipta dari unsur alam ini. Tanah (bumi), udara (angin), api (panas) dan air. Karena asalnya dari bahan saripati alam maka kelak akan kembali ke alam lagi.
Yang tanah kembali kepada tanah, yang angin kembali kepada angin, yang api kembali kepada api dan yang air akan menyatu kembali kepada air.
Urut-urutannya adalah demikian. Saripati tanah, udara, panas dan air dihisap oleh tumbuhan kemudian diproses menjadi sari makanan. Tumbuhan tersebut ada yang dimakan hewan dan ada yang dimakan langsung oleh manusia. Hewan yang memakan tumbuhan itupun akhirnya juga dimakan manusia
Ahirnya saripati makanan yang berasal dari unsur alam tersebut diproses dalam diri manusia laki-laki menjadi air mani. Sedangkan pada manusia perempuan diproses menjadi sel telur.
Dari pertemuan antara air mani lelaki dan sel telur wanita itulah kemudian berubah menjadi tubuh jabang bayi. Semua proses itu adalah terjadi karena kekuasaan dan kehendak Tuhan.

Bayi tumbuh menjadi dewasa dan tua kemudian mati. Bahkan perkara mati ini ada yang mati waktu bayi,
waktu remaja maupun sudah tua. Itu terserah pada ‘jangka-Nya’ terhadap masing-masing individu. Ketika mausia mati maka tubuhnya ditinggalkan di alam dunia ini lagi. Bagi yang beragama Islam maka jasadnya dikubur dalam tanah.
Dengan berlalunya waktu maka jasad dalam tanah akan hancur, kecuali orang-orang khusus yang ditakdirkan Allah untuk jasadnya tetap utuh. Bagi yang jasadnya hancur akhirnya akan menjadi sari pati tanah lagi. Saripati tanah dihisap lagi oleh tetumbuhan menjadi saripati makanan.
Saripati makanan dimakan manusia lagi yang kemudian berproses menjadi air mani lagi bagi pria dan sel bagi wanita. Ketika terjadi pertemuan air mani dan sel telor, dengan kuasa-Nya terciptalah jabang bayi lagi.
Hal tersebut akan terjadi terus dalam alam semesta sampai pada batas waktu yang ditetapkan-Nya. Itu akan menjadi ‘cokromanggilingan‘, berputar terus sesuai dengan hukum alam. Itu jasmanimu.
“Unsur rohanimu adalah Dirimu yang sejati dengan beberapa pelengkap. Karena secara ruhani, disana ada Dirimu yang sejati yang juga dilengkapi akal dan nafsu. Hal yang terpenting adalah ‘Si Manusia-nya itu. Yaitu dirimu yang sejati itu”.
Kamu yang sebenarnya adalah kamu yang ‘merasa’ bisa melihat, mendengar dan merasa - merasa yang lainnya. Kamu adalah kamu yang bisa bermimpi kala tidurmu. Kamu adalah yang ‘merasa’ dan yang bisa ‘menyadari’ akan kesadaranmu sendiri. Jadi kamu yang sejati adalah yang mempunyai
Kesadaran itu. Kamu adalah kamu yang sadar atas dirimu.
Ingat ketika kamu tidur satu ‘turon’ (tempat tidur) dengan istrimu. Kemudian kamu bermimpi dikejar anjing. Kamu lari kecapekan. Kamu digigit anjing dan kamu menjerit. Tiba-tiba kamu bangun. Kamu marah-marah sama istrimu,
kenapa dia tidak menolong kamu. Ya jelas kamu ditertawai sama istrimu. Lha wong istrimu tidak tahu kalau kamu digigit anjing kok, bagaimana cara dia menolongmu. 
Menurut istrimu, setahunya kamu malah tidur lelap.
Nah yang tidur lelap adalah ragamu. Sedang yang merasakan sakit digigit anjing waktu kamu mimpi itulah dirimu yang sebenarnya. Karena itulah kesadaranmu.
Sekali lagi, kesadaranmu itulah hakekat dirimu. Nah, kesadaranmu sehari-hari itu lebih banyak dimana. Apakah pada keinginan-keinginan atau nafsumu. Atau pada akalmu semata yang kadang justru bisa akal-akalan,mengakali, mencari pembenar sendiri.
Atau justru bisa bertempat pada sang Ruh. Sedangkan Ruh itu adalah wilayah al ‘amr Tuhan. Asal dari alam ‘perintah’-Nya.”
“Bukankah memang Ruh itu milik-Nya dan selalu dalam genggaman-Nya. Ketika orang tidur Ruh ditahan-Nya kemudian ‘dilepas’ lagi ketika si manusia bangun. Dan bagi si mati Ruh itu tetap dalam genggaman-Nya. Berarti kan secara otomatis manusia pasti bisa kembali pulang, Guru ?” Image
“Nah ini dia ketemunya. Memang Ruh itu dalam kekuasan-Nya. Bahkan bukan Ruh saja, tetapi apapun juga dalam ‘genggaman’-Nya. Tetapi kesadaranmulah yang menentukan. Jika kesadaranmu dibelenggu nafsu maka kesadaranmu juga gak bisa ikut ‘pulang’. Karena ‘pulang’ itu tidak usah
menunggu ketika kamu mati. Kamu bisa mati sakjeroning urip, mati di dalam hidup. Jadi jalan pulang itu adalah jalan yang mulai ditapaki sejak sekarang. Sejak kamu ada di dunia gumebyar ini.
Sejak sekarang kamu sudah diseru untuk pulang. Untuk senantiasa kembali kepada-Nya. “….Irji’i ila Robiki….” kembalilah kepada Robb-mu, kepada ilah-mu, kepada Yang Maha ADA yang Mengadakan-mu.”
“Lalu sangunya (modalnya) apa dan apa yang dijadikan gandolan (pegangan) ?”
“Sangunya rasa rela atau senang. Rela kepada siapa ? Ya rela atau senang kepada-Nya. Rindu dan cinta akan Dia. Rela dan senang untuk kembali kepada-Nya.
Dan pegangannya adalah kita bersandar welas asih-Nya (bersandar pada sifat Rohman dan Rohiim -Nya). Karena memang itu adalah sifat dari pakerti-Nya (af’al-Nya).
Kalau sudah begitu, tinggal kamu ‘bersedia dipakai oleh-Nya‘ untuk menebarkan kasih sayang kepada alam. Meneruskan misi Sang Nabi Panutan, rahmatan lil ‘alamin. Memayu hayuning buwono. Menebarkan kesejahteraan dan kedamaian di alam ini.
Karena itu ada sebagian orang yang menyebut pengetahuan tentang hal ini dengan penyebutan ilmu sangkan paran. Ada lagi yang mengidentikkan dengan ilmu ‘inna lillahi wa inna ilaihi rojii’un. Ada lagi yang menamakan dengan ilmu sastro jendro hayuningrat pangruwating diyu.
Sastro adalah ilmu, jendro adalah adiluhung, hayuning adalah membangun dan rat adalah jagad. Jadi maknanya ilmu untuk membangun jagad. Jagad siapa, ya jagadnya si manusianya itu sendiri. Pangruwat artinya perbaikan atau pemulihan. Diyu bermaksud raksasa. Ngruwat atau memperbaiki
Raksasanya siapa ? Ya raksasanya si manusia itu sendiri.

Ingat, dalam hatimu itulah semuanya berada. Ada malaikat. Ada widodari. Ada widodoro. Ada jin setan priprayangan gendruwo ilu-ilu banaspati engklek-engklek waru doyong. Hatimu adalah jagadmu. Harus dibangun. Dibersihkan
Diruwat. Kalau sudah diruwat dan sudah bisa ‘jalan pulang’ maka biarkan DIA yang Maha Welas Asih yang bertahta di hatimu. Ingat ini : langit tidak akan cukup luas untuk Dia, bumi juga terlalu sempit untuk-Nya. Namun hati manusia ‘Insan al-kamil’ bisa menjadi ‘tahta’-Nya.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Sriana

Sriana Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @SrianaDevi

6 May
@RaniKancana @denyspam @Al_Shiyru @SonyaAmriani @DetaLewar @oetjoktheo12 @LinaMichael93 @IndoCora @Ariseptember2 @AyahHanita @jamzsay @satrio7108 @Herlin_673YP @FarishaZora @TinkyNad @BersamaSahabat4 @Rismaliez85 @Karinawung @janu_urdha @SPlandemic Gurita Mistis Hotel Niagara dan Villa Wisma Erni,
Kecamatan Lawang,
Kabupaten Malang (Malang Utara),
Provinsi Jawa Timur.
Jika ditarik garis horizontal maka antara letak Hotel Niagara dan Villa Wisma Erni sangatlah berkaitan (lurus berdekatan)
Namun kenapa tidak sedikit warga-
@RaniKancana @denyspam @Al_Shiyru @SonyaAmriani @DetaLewar @oetjoktheo12 @LinaMichael93 @IndoCora @Ariseptember2 @AyahHanita @jamzsay @satrio7108 @Herlin_673YP @FarishaZora @TinkyNad @BersamaSahabat4 @Rismaliez85 @Karinawung @janu_urdha @SPlandemic Warga masyarakat setempat menganggap nya angker, mistis dan Wingit,
Bukan hanya karena fisik bangunan namun hawa di area berdiri hotel Niagara dan Villa Wisma Erni memang bikin mengkorok tengkuk leher dan membikin merinding bulu Roma
Juga setelah berkali kali datang kesana
Read 17 tweets
5 May
Teladan Rasulullah Muhammad Saw,
Melindungi umat non muslim :
Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk menjaga dzimmi, bahkan mengancam akan menuntutnya di hari kiamat jika ada umat Muslim yang mengganggunya.

Dzimmi sendiri adalah kaum non muslim yang hidup di tengah
masyarakat muslim. Mereka mendapatkan perlindungan Allah SWT, rasulnya dan masyarakat Muslim.

“Barangsiapa mendzalimi dzimmi, melanggar haknya membebankan pekerjaan di luar kemampuannya atau mengambil sesuatu tanpa kerelaaannya, maka aku akan menuntutnya di hari kiamat”.
HR, Abu Daud, Al Baihaqi.

“Barang siapa membunuh dzimmi, ia tidak akan mencium wangi surga, padahal baunya tercium dari perjalanan 40 tahun”. HR Bukhari.

Nabi Muhammad SAW pernah berjanji kepada penduduk Kristen najran.
Read 4 tweets
29 Apr
@RaniKancana @denyspam @Al_Shiyru @SonyaAmriani @DetaLewar @oetjoktheo12 @LinaMichael93 @IndoCora @jamzsay @_Ayah_Hanita_ @satrio7108 @KomandanRmp @Karinawung @tyhon9 @semanisLambeku8 @FarishaZora @OMukinah @janu_urdha @RonnyYulianto7 @Ariseptember2 Pilihan manusia dalam menempuh banyak jalan
Ada yang sesuai takdir
Ada yang instan
Kita tidak bisa menyalahkan namun bisa mengkaji untuk kita jadikan edukasi,
PESUGIHAN judul kismis Malam ini
@RaniKancana @denyspam @Al_Shiyru @SonyaAmriani @DetaLewar @oetjoktheo12 @LinaMichael93 @IndoCora @jamzsay @_Ayah_Hanita_ @satrio7108 @KomandanRmp @Karinawung @tyhon9 @semanisLambeku8 @FarishaZora @OMukinah @janu_urdha @RonnyYulianto7 @Ariseptember2 (cerita nyata) berdasarkan ngantar teman yang terjerat hutang pada bank dan rentenir ratusan juta,
Banyak teman meninggalkannya karena dia kini sudah tidak punya apa-apa,
Hanya ada 4 yg masih tetap bersama nya termasuk saya
Yang pada akhirnya dimintai tolong untuk ngantar
@RaniKancana @denyspam @Al_Shiyru @SonyaAmriani @DetaLewar @oetjoktheo12 @LinaMichael93 @IndoCora @jamzsay @_Ayah_Hanita_ @satrio7108 @KomandanRmp @Karinawung @tyhon9 @semanisLambeku8 @FarishaZora @OMukinah @janu_urdha @RonnyYulianto7 @Ariseptember2 Kerumah salah satu orang ngerti di daerah lereng gunung Semeru,
Saya sudah kasih saran Berkali kali namun dia kukuh pada pilihan nya,
Sebagai teman saya hanya bisa mendampingi dimasa dia sulit agar beban dalam hidupnya ada semangat,
4 jam perjalanan dan sampailah pada tujuan
Read 16 tweets
28 Apr
Terkadang Peraturan Pemerintahan Desa bikin pertemanan "Berantem".
Mertua sahabat saya meninggal dan karena pendatang akhirnya saya menengahi untuk dimakamkan di dusun kelahiran saya.
Ada biaya 3 juta untuk tanah, 750 Rb untuk penggalian kuburan sedang mereka orang tak punya.
Perasaan Tanah +/- 4000 m² diwaqafkan alm kakek saya untuk pemakaman umum tanpa dikenakan biaya,
Akhirnya saya turun tangan WA Kasun, Kades dan Teman saya yang pengurus kematian dengan kalimat :
"Gimana jika tanah tersebut sebagai Ganti tempat saya mati kelak"?.
Bulan puasa gini meradang Rasanya saat ada teman yang buat makan besok saja masih nyari,
Ada mertuanya meninggal masih Dikenakan biaya tanah makam 3 juta ditambah biaya gali kubur 750 ribu,
Sesak rasanya ngikuti jaman yang jauh dari perikemanusiaan.
Read 4 tweets
27 Apr
Saya mengenal beliaunya sebagai Pejuang Budaya serta Sejarah dari Kalangan NAHDLIYYIN
Almarhum banyak mengajarkan kepada saya :
- Budaya melahirkan manusia yang beradab,
- Sejarah dan Budaya menjadikan @nahdlatululama menjadi ormas keagamaan terbesar di Dunia,
#JalanBudaya ImageImageImage
Alm menanamkan Adat, Tradisi serta Seni Budaya sebagai Adab dalam meneguhkan keilmuan,
Alm berpesan pada saya :
- Tebarkan Ahlussunah Wal Jama'ah An Nahdliyah melalui Jalan Budaya
#IslamNUsantara
Yth @nahdlatululama @noeruzzaman @adtaufiq @YaqutCQoumas @GagakNew @AhlulQohwah ImageImageImageImage
Ketika saya berbicara tentang #IslamNUsantara
Disitulah Peranan @nahdlatululama dalam meneladankan Syiar dakwah Islamiah melalui jalan Budaya seperti WALI SONGO menebarkan Kebajikan dengan mengedepankan Perikemanusiaan dan berbudaya,
Yth @robikinemhas @AlissaWahid @KhofifahIP ImageImageImageImage
Read 5 tweets
22 Apr
@RaniKancana @denyspam @Al_Shiyru @jamzsay @DetaLewar @oetjoktheo12 @Joshimakim @LinaMichael93 @IndoCora @satrio7108 @langityang7 @Bakulgodong1 @RonnyYulianto7 @RananTurnip Assalamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh 🙏,
Kismis Malam Jum'at Wage 22 Sapril 2021 ini judul nya masih kisah nyata :
"Noktah hitam sang Mempelai Perempuan"
@RaniKancana @denyspam @Al_Shiyru @jamzsay @DetaLewar @oetjoktheo12 @Joshimakim @LinaMichael93 @IndoCora @satrio7108 @langityang7 @Bakulgodong1 @RonnyYulianto7 @RananTurnip Sejak tahun 1991 saya sudah menggeluti dunia tata rias sambil kuliah semester III
Pagi ngikut ngajar di madrasah ibtidaiyah (setingkat SD) jam 2 masuk kuliah dan seminggu 3x kursus rias pengantin dan potong rambut,
Bulan Maret selepas ultah ke 17 th saya mulai kursus dan bulan
@RaniKancana @denyspam @Al_Shiyru @jamzsay @DetaLewar @oetjoktheo12 @Joshimakim @LinaMichael93 @IndoCora @satrio7108 @langityang7 @Bakulgodong1 @RonnyYulianto7 @RananTurnip Juli saya selesai tahap dasar + menengah.
Agustus ada job pertama dari tetangga seingat saya dulu tarif Rp 350 ribu sudah umum rias pengantin, 4 terima tamu dan dekorasi sederhana gebyok dengan pernik pernik bunga taman dari plastik.
Mempelai perempuan adalah adik kelas di SMP
Read 19 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(