Suatu ketika....
Hari raya tinggal menghitung hari, Hasan dan Husein bersedih karena mereka belum memiliki pakaian baru menjelang hari raya.
Rumah tangga sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib tidak seperti sahabat-sahabat yang lain.
Mereka termasuk barisan keluarga yang miskin kala itu,
Sekalipun mereka keluarga Rasulullah ﷺ
Kesedihan Hasan dan Husen bertambah ketika melihat teman-teman seusia mereka di seluruh penjuru Madinah sudah memiliki pakaian baru untuk menyambut hari raya.
Mereka pun tak tahan lagi untuk menahan kesedihannya hingga mereka pun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya ;
“Wahai, Ibu....! Anak-anak di Madinah telah dihiasi dengan pakaian hari raya kecuali kami, mengapa ibu tidak menghiasi kami...?,” kata Hasan dan Husein.
Fatimah pun hanya mampu menjawab:
“Sesungguhnya pakaian kalian masih di tukang jahit...” katanya.
Inilah Jawaban yang selalu diberikan Fatimah setiap hari ketika Hasan dan Husein kembali bertanya.
Hingga malam hari raya pun tiba, Hasan dan Husein masih bertanya tentang pakaian baru mereka.
Fatimah pun menangis, sebab sebenarnya ia tak punya uang untuk membelikan pakaian baru bagi mereka.
Tiba-tiba ada seorang yang mengetuk pintu rumah.
Kemudian Fatimah bertanya,
“Siapa...?”.
Orang itu menjawab;
“Yaa putri Rasulullah, aku adalah tukang jahit, aku datang membawa hadiah pakaian untuk putra-putramu”.
Fatimah pun membukakan pintu dan tampak seseorang membawa sebuah bingkisan hadiah dan diberikan ke Fatimah.
Fatimah kemudian membuka isi bungkusan tersebut.
Ternyata isinya adalah sepasang gamis, celana, mantel, surban, dan sepatu hitam yang sangat bagus.
Kemudian ia membangunkan Hasan dan Husein yang sedang tertidur. Setelah bangun ia pakaikan hadiah tersebut pada mereka.
Betapa senangnya kedua cucu kesayangan Rasulullah ﷺ itu tatkala keinginan mereka terpenuhi.
Tapi Fatimah masih penasaran, siapakah tukang jahit itu, tiba-tiba datang dan memberi hadiah..?
Penasaran? Tunggu jawaban ba’da dhuhur 🙏🏿🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Di suatu pagi Hari Raya Idul Fitri. Rasulullah Saw seperti biasa tiap hari lebaran, mengunjungi rumah demi rumah untuk mendo’akan kaum Muslim agar merasa gembira dan bahagia pada hari raya itu.
Semua terlihat merasa gembira dan bahagia, terutama anak-anak. Mereka bermain sambil berlari-lari ke sana ke mari dengan mengenakan pakaian yang bagus serta mainan-mainan ditangannya.
Namun tiba-tiba Rasulullah Saw melihat di sebuah sudut jalan ada seorang gadis kecil sedang duduk bersedih sambil menangis. Ia memakai pakaian yang sangat lusuh serta rambut yang acak-acakan dan sepatu yang telah usang. Rasulullah pun bergegas menghampirinya.
Pada saat malam Takbiran, Sayyidina Ali ibn Abi Thalib terlihat sibuk membagi-bagikan gandum dan Kurma. Beliau bersama istrinya, Sayyidah Fathimah az-Zahra, Sayyidina Ali menyiapkan tiga karung gandum dan dua karung Kurma.
Terihat, Sayyidina Ali memanggul gandum, sementara istrinya Sayyidah Fatimah menuntun Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein. Mereka sekeluarga mendatangi kaum fakir miskin untuk disantuni.
Esok harinya tiba Shalat ‘Idul Fitri. Mereka sekeluarga khusyuk mengikuti Shalat jama’ah dan mendengarkan khutbah. Selepas khutbah ‘Id selesai, keluarga Rasulullah Saw itu pulang ke rumah dengan wajah berseri-seri.
Ayo, bersama membeli bangunan MASJID INDONESIA PERTAMA di pusat Eropa, di Belgia!
Tanah dan bangunan di St Pieters Leeuw, Brussels, Ibukota Uni Eropa.
🔳 Luas tanah 532m2 dan luas bangunan 530m2
🔳 Harga bangunan Rp. 9 miliar
🔳 Dana yang ada Rp. 6 miliar
🔳 Kurang Rp. 3 milyar!
🔳 Deadline pelunasan: 30 Juni 2021
Cukup berwakaf Rp.50.000,- per orang!
Kirimkan ke nomor rekening Bank BNI
Nomor rekening 863842139
Atas nama PP LAZIS NU
Mohon tulis di keterangan transfer: “infak/sedekah/wakaf utk pembangunan masjid di Belgia”
Narahubung untuk konfirmasi melalui WhatsApp:
NU CARE – LAZISNU
▪️ a.n. Nur Fadlan
▪️ +62 822-2143-7487
“Assalamualaikum, Bu,” ucapnya pelan. Nada merendah karenanya. “Maaf ... Adam baru sempat jenguk, Ibu,” lirihnya. Napasnya tersengal, tangis pun akhirnya pecah! “Ibu apa kabar? Adam ada kabar gembira buat, Ibu.” Setengah tawa bercampur tangis.
Anak kecil bernama Adam, tersendu pilu memeluk kedua lututnya. “Maaf ...,” lirihnya tertahan. Air matanya kian berlinang. “Aaa ... Adam ... Adam.” Sesak! Dadanya kian bergemuruh. “Adam puasanya lancar, Bu. Hiks ... hiks.” Adam, anak yang malang.
“Semua teman Adam di kasih hadiah, Bu,” lirihnya, seiring dengan tangan mengusap wajahnya. “Adam istimewa ya, Bu? Kata Nenek, Adam spesial di mata Allah.” Ia curahkan semua kepada ibunya. Entah dengan sang ibu. Apakah ia mendengarnya?