Pagi2 ada yang tanya: apakah kita harus berjihad di zaman sekarang ini?
Jawab: ya, harus. Tapi jihad harus disesuaikan dengan konteks yang ada sekarang ini. Jihad bertujuan untuk menciptakan hidup yang lebih baik. Untuk diri sendiri dan untuk masyarakat.
"Tidak ada kebaikan sama sekali dalam wacana yang dibicarakan oleh manusia, kecuali orang yang memerintahkan untuk bersedekah, berbuat baik, dan pembicaraan yang mendamaikan sesama manusia...
Barangsiapa melakukan itu semua karena mengharap keridhoan Allah, maka pasti Kami berikan kepadanya pahala yang besar. (QS. An-Nisa': 114)
Inilah orientasi jihad yang benar di mata manusia dan diridhoi oleh Allah.
Jika ada orang teriak-teriak jihad tapi wajahnya sangar, provokatif, ngeyelan dan mengadu domba, itu bukan jihad, tapi jahat.
Kamu harus paham, Rangga!...😀🙏
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Dalam kitab adz-Dzakhiirah, Imam Qurafi menjelaskan bahwa kaidah seluruh hukum terbagi menjadi dua: tujuan (maqshad) dan instrumen (wasiilah). Hukum setiap instrumen sama dengan hukum tujuannya. Contoh: hukum shalat Jumat adalah wajib (maqshad).
Maka, hukum berjalan (instrumen) menuju tempat shalat Jumat adalah wajib juga. Hukum mencuri adalah haram. Maka, berjalan ke tempat pencurian hukumnya juga haram. Begitu pula dengan hukum lainnya: sunnah, makruh, dan mubah.
Yang menarik, dalam hal instrumen, Imam Qurafi (tentu imam-imam lainnya juga demikian) pun membagi dua. Ada instrumen dekat (wasiilah qariibah) dan ada instrumen jauh (wasiilah ba’iidah). Dengan demikian, tidak semua instrumen memiliki hukum yang sama dengan hukum tujuannya.
Theresia Geoshili, umur 80 tahun, tinggal di satu rumah sebatang-kara. Ia hanya ditemani oleh dua ekor burung kenari yang ia beri nama Paula dan Carla.
Carla dan Paula selalu berkicau menemani Theresia di rumah.
Suatu pagi, Theresia jatuh di dapur. Ia tidak berdaya dan merasa akan habis masa hidupnya. Dalam kondisi seperti itu, Theresia terpikir tentang Paula dan Karla. Jika ia mati, siapa yang akan mengurus keduanya. Maka, ia berusaha keras untuk bangkit membuka pintu sangkar.
Theresia berharap Paula dan Carla pergi meninggalkan sangkar agar mereka bisa bebas mencari makan.
Tapi apa yang terjadi? Paula dan Carla malah bertingkah aneh. Keduanya hinggap di kanopi rumah Theresia. Berkicau nyaring sekali. Berisik dan menarik perhatian orang yang lewat.
Dalam kitab Ihya Ulumiddin, Imam Ghazali menjelaskan bahwa salah satu sikap tercela adalah sikap tawashshul (pakai shad, bukan pakai sin).
Tawashshul adalah sikap sok kenal dan sok dekat (SKSD) pada orang lain atau bisa disebut sikap fanatik: mengaku mencintai seseorang atau menjadi pengikutnya, tapi tidak mencontoh keteladanan orang yang dicintai.
Contoh: mengaku cinta pada Nabi Saw., tapi tidak meniru keteladanannya sama sekali.
Sikap ini juga bisa dalam bentuk merasa dekat dengan Allah hingga merasa hanya dirinya yang punya hak mengatasnamakan Allah. Orang lain-bahkan-dianggap sebagai penentang Allah.
Halo Pak Taufik. Saya salah satu audiens waktu bapak ceramah di syukuran kantor baru saya di SCBD Mei lalu.
Ceramah bapak jadi awal saya mengenal Islam yang berbeda dengan apa yang saya tahu selama ini. Yang mana Islam seperti itu membuat saya mogok mempercayai Allah.
Setelah ceramah Bapak, saya jadi banyak baca kajian yang selow dan ilmiah seperti Pak Quraish, Gus Mus, alm.Gus Dur, alm. Nurcholis Majid, alm. Jalaluddin Rakhmat, dan Pak Haidar Bagir.
Menurut saya, kita harus tahu dulu siapa Ustadz Khalid Basalamah. Apa aliran keagamaannya. Kita tidak boleh menolak orang atas dasar tidak suka atau benci.
Khalid ini termasuk ustadz Salafi-Hijazi: prinsipnya adalah melakukan purifikasi Islam, tapi mereka tidak anti terhadap pemerintah. Jangankan menentang, nyinyir terhadap pemerintah saja haram menurut pandangan Salafi-Hijazi ini.
Sejak subuh tadi, saya teringat satu bait syair yang sangat saya hapal sejak di pesantren dulu. Bait syair ini ada di dalam kita Matan Zubad, karya Ibnu Ruslan Asy-syafii:
وَكُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ – أَعْمَالُهُ مَرْدُوْدَةٌ لاَ تُقْبَلُ
"Setiap orang yang beramal tanpa didasari ilmu, maka amal-amalnya akan ditolak, tidak akan diterima."
Dulu kami memahaminya sangat sederhana: bahwa orang ibadah tanpa ilmu, maka ibadahnya sia-sia.
Ternyata makna bait syair ini tidak sesederhana itu. Ini menunjukkan betapa pentingnya orang beragama didasari oleh ilmu-ilmu keagamaan yang benar.
Tapi didasari ilmu, keberagamaan menjadi gersang dan tidak menyenangkan.