Bu Lois: Covid-19 tidak ada, yg meninggal di RS karena asidosis laktat akibat interaksi antar obat?
- Utas
Banyak pembela Bu Lois yg menganggap tidak ada yang mampu membantah secara ilmiah Bu Lois, tapi malah menyerang personalnya.
Gak tanggung-tanggung, pengikutnya sampai mensejajarkan dengan Nabi yg dulu sering dianggap gila oleh musuhnya.
Padahal Bu Lois yg suka nyerang personal, bodoh-bodohin orang.
Begini ya, tidak ada tanggapan secara ilmiah, justru karena pernyataan beliau itu jauhhhh dari ilmiah. Sehingga debunk cukup dengan pikiran jernih tanpa referensi ilmiah pun bisa.
Tapi kalau mau bantah pakai referensi ilmiah, ya jelas jauh lebih bisa lagi.
Baik, kita tanggapi video pernyataan bu Lois yg dishare sampai ratusan ribu kali ini bahkan sudah beredar luas di WA:
1. Pandemi covid tidak real, banyak yang sakit sebabnya karena stres
👉 Masak iya mendadak di tahun 2020-2021 orang stress berbarengan? Please, gunakan common sensenya.
Dan juga bagaimana bisa ritual tahunan India dibilang Bu Lois banyak yg meninggal karena kecelakaan padahal sebelum-sebelumnya tidak terjadi??
2. Tidak ada covid, pemeriksaan harusnya berdasarkan anamnesa dokter, bukan alat. Masak OTG dibilang sakit hanya karena positif PCR?
👉 Pernyataan ini sangat aneh, dokter itu bukan dukun yg (mengaku) bisa menerawang.
80% penyakit untuk menegakkan diagnosa memang didapatkan dari anamnesa, tapi sisanya tetap butuh alat untuk mendiagnosa secara akurat.
Makanya kita kenal banyak alat yg diperlukan seperti PCR, MRI, CT scan, USG, dll. Apa iya semua alat itu dianggap ga perlu?
OTG perlu ditetapkan positif, karena berpotensi menularkan.
Ini sudah terbukti di banyak penelitian. Bahkan banyak orang patuh protkes, tapi tertular karena lengah bertemu OTG dari kerabat & kenalan terdekat.
3. PCR hasilnya bisa berubah semaunya. Bu Lois bahkan merasa bisa mengganti-ganti PCR dari positif hingga negatif terus positif lagi.
👉 Saya yakin Bu Lois kemungkinan besar tidak pernah pegang PCR, karena tidak paham cara kerjanya.
Begini ya, ingat kenapa dulu Indonesia terkesan lama tidak mengumumkan kasus COVID-19? Ini semata karena Indonesia SAAT ITU BELUM BISA MENDETEKSI COVID-19.
Padahal RT-PCR itu sudah ada di Indonesia sejak lama jauh sebelum covid.
Tapi saat itu kita belum punya PROBE covid yg merupakan bagian penting RT-PCR untuk bisa menetapkan & membedakan apakah virus corona yg diperiksa benar-benar SARS-Cov2 penyebab covid.
Ingat, virus corona itu ada banyak, bahkan jauh sebelum covid, tapi kita butuh spesifik untuk bisa mendeteksi SARS-Cov2 yg lebih ganas dari virus corona yg pernah ada.
Probe didapat dari sequencing genom, alias membaca urutan genetik kode RNA virus, & diambil bagian yg merupakan ciri penanda.
Selanjutnya probe ini berguna seperti template, kalau ada sample yg mengandung virus, dia akan mencocokkan urutan RNA nya apakah sesuai dengan probe yg spesifik SARS-Cov2 tadi.
Makanya akurasi PCR itu > 95% (hampir seakurat whole genome sequencing, cuma lebih murah):
Kalau memang pemerintah bikin-bikin, harusnya dari awal heboh COVID-19 di dunia, negara kita sudah bisa mengumumkan kasus covid tanpa impor reagen & probe dari luar negri.
4. Yang meninggal karena dari RS, mereka meninggal karena interaksi antar obat yang diberikan RS.
👉 Ini tuduhan berat ke semua RS di seluruh dunia.
Faktanya, banyak juga yang meninggal di rumah bukan di RS.
Bahkan prosentase yg sembuh dari RS jauuhh lebih banyak daripada yg meninggal, banyak yg meninggal juga karena telanjur parah ga segera dibawa ke RS akibat masifnya hoax RS mengcovidkan pasien.
Kalau ini cuma plandemi, kenapa semua RS di dunia melaporkan kesembuhan covid-19 ini 80%? Kenapa tidak dibuat 0% sekalian?
Simak pernyataan WHO:
"Most people (about 80%) recover from the disease without needing special treatment"
5. Interaksi antar obat bisa menyebabkan asidosis laktat yg menyebabkan kematian pasien
👉Nah, ini bagian yang paling sering diulang-ulang Lois.
Padahal yang benar, asidosis laktat adalah salah satu efek yang ditimbulkan dari infeksi virus COVID-19.
Asam laktat atau asidosis laktat ini diproduksi ketika kadar oksigen dalam darah rendah, terutama dalam sel.
Mari kita lanjut lagi.
Lagipula, interaksi obat apa dengan apa? Sebagian yg diberikan di RS adalah vitamin. Dan penelitian obat itu jalurnya lama & panjang untuk menjamin keamanannya.
Berbagai obat digabung justru untuk saling menguatkan efeknya, bukan sebaliknya. Dan tentu saja gabungan obat tidak bisa dengan mudah menyebabkan kematian.
Penelitian justru menemukan level acid dalam darah itu justru INDIKATOR AWAL keparahan covid, artinya ini bisa dideteksi sejak dini sebelum menuju parah, bukan dibalik.
Sindrom pernapasan akut merupakan akibat SARS-CoV-2 berikatan dengan reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) untuk memasuki sel target.
Penelitian telah menunjukkan reseptor ACE2 memiliki peningkatan aktivitas di cholangiocytes di mana SARS-COV-2 dapat menyebabkan kerusakan paru-paru yg bisa menyebabkan asidosis, ini karena efek hipoksia (kadar oksigen rendah dlm sel & jaringan tubuh)
👉 Halooo masih ingat wabah SARS 2003 dan MERS? Itu sudah sampai dibikin vaksinnya tapi tidak jadi dilepas di pasaran.
Kok bisa?
(Salah satunya) Karena tidak ada OTG, sehingga penularan tidak tinggi dan wabah berhasil dikontrol tanpa vaksin.
Jadi tidak benar pandemi ini untuk jualan vaksin!
7. Pakai masker ga masuk akal, krn ga menutup telinga. Kalau virus bisa masuk hidung mulut, bisa masuk telinga jg donk?
👉 Virus hanya bisa infeksi sel yg ada di membran mucus, sedang telinga & salurannya ada ear wax, & itu bkn membran mucus, Ibuu. Di FK dulu ga belajar anatomi?
Penutup
Jadi masih ada yang mau membela Bu Lois? Beliau ini :
- Dokter umum lulusan 2004, tapi STR sudah lama expired alias tidak ilmunya lagi diupgrade dan tidak punya izin praktek.
Belajar anti-aging hormon di Malaysia, penyakit menular bukan keahliannya, tidak mengobati pasien secara langsung, tidak pernah memegang pasien COVID-19.
- Di (Fakultas) Kedokteran tidak belajar (mendalam) lab & farmasi, bagaimana bisa beliau asal mengklaim interaksi obat tanpa pernah memegang obatnya apalagi menelitinya?
- Pernyataan beliau itu tidak ada satupun yang sesuai rujukan ilmiah, malah bertentangan.
- Menuduh seluruh RS di dunia ini 'membunuh' pasien covid dengan obat-obatan? Mengaku ngajari Trumps, bisa membubarkan IDI, dll. Oh wow?
Nama Lois lagi rame yah di twitter? Sudah saya & beberapa orang lain bahas Januari lalu di FB, eh ternyata makin menjadi2.
Oke, mari kita bahas ulang pembahasan di FB di sini.
Lois ini kalau kita netralpun bisa melihat dari status-statusnya kalau yang bersangkutan ada kelainan.
Dari yang mengaku punya kuasa penuh, rapat dengan para pemegang kebijakan luar negri, bicara dengan Trump, mengaku paling jenius sedunia mengalahkan Einstein, dll.
STR nya juga sudah expired, sejak 2017, jauh sebelum pandemi Covid-19. Bisa dilihat di sini:
INDONESIA TEMPATI POSISI PERTAMA KASUS HARIAN COVID-19 DUNIA
- Utas
Tahun lalu mungkin kita agak sedikit beruntung meskipun lengah, karena belum bertemu varian Delta.
Akhirnya kita sampai juga pada masa ini, masa yang udah diperingatkan para ilmuwan dari setahun yang lalu. Tapi ga terlalu diindahkan oleh pemerintah dan rakyatnya.
Saat ini RS penuh, nakes terpaksa memberi skala prioritas.
Dipasang ventilator artinya harapan hidup tinggal 20%, jika probabilitasnya menurun (meski masih hidup) akan dicabut untuk diberikan pasien lain yang mengantri yang harapan hidupnya lebih tinggi. Sudah di tahap itu, prioritas pilih-pilih pasien karena banyaknya antrian.