Tepat hari ini 20 tahun yang lalu #GusDur mengambil langkah besar dalam mempertahankan persatuan bangsa Indonesia. Ia mundur dari presiden demi memperjuangkan idealismenya: yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan.
Sejarah mungkin mencatat bahwa pada masa itu Gus Dur dilengserkan. Namun prosesi yang catat hukum sama sekali tidak layak disebut upaya pelengseran. Gus Dur bahkan tidak berupaya mempertahankan jabatannya dengan segala cara.
Meski pun sebenarnya Gus Dur tidak perlu keluar istana dengan memakai celana pendek dan kaos abu polos untuk menenangkan pendukungnya. Gus Dur bisa tetap menjadi presiden jika mau berkompromi.
Kompromi bagaimana? Bagi-bagi jabatan! Para petinggi partai menuntut Gus Dur untuk membubarkan kabinet yang ada dan memberi kursi pada petinggi partai yang menentangnya. Hal itu disampaikan Mahfudh MD setelah bertemu beberapa petinggi.
Mendengar hal itu Gus Dur pun menggebrak meja. "Tidak bisa. demokrasi itu bukan pasar!” ucap Gus Dur dengan nada tinggi. Gus Dur sangat marah dengan kenyataan bahwa partai-partai hanya mengincar jabatan.
Ada pula suara dari kelompok relijius yang berjanji mendukungnya. Syaratnya, Gus Dur harus jadikan ‘NKRI Bersyariah’. Jika skenario ini dijalankan, Gus Dur akan aman. Tentu saja opsi-opsi di atas ditolak sepenuhnya.
Beberapa bulan sebelumnya Gus Dur ditekan kanan kiri dengan kasus yang diada-ada seperti Buloggate dan Bruneigate yang tidak pernah terbukti, sebagaimana diputuskan oleh Kejaksaan Agung. Perseteruan dengan parpol dan elite Polri-TNI membuatnya semakin berada di posisi sulit.
Gus Dur melakukan langkah politik tidak biasa. Beberapa pengamat menyebutnya ugal-ugalan. Misalnya, ia hobi melakukan reshuffle pada menteri yang dianggap tidak bisa bekerja sama. Ia juga mengembalikan tentara ke baraknya dan menghapus dwifungsi ABRI.
Gus Dur juga kerap bersitegang dengan Kapolri Bimantoro. Hubungan itu dimulai bahkan sebulan setelah sang Jenderal dilantik. Pemicunya, Kapolri menentang pengibaran bendera Kejora di Papua yang sudah diperbolehkan oleh Gus Dur.
Hubungan semakin memburuk ketika pendukung Gus Dur tewas ditembak saat berunjuk rasa di Pasuruan. Gus Dur menilai Kapolri tidak becus menangani aksi unjuk rasa. Ia pun menonaktifkan Kapolri Bimantoro dan mengangkat Irjen Chairudin Ismail sebagai pejabat sementara Kapolri.
Bimantoro pun menolak pemberhentian itu. Ia didukung oleh 102 jenderal. Sementara Gus Dur memerintahkan Menko Polsoskam dan Kapolri sementara untuk menangkap Bimantoro. Namun hal ini justru membuat MPR ingin segera makzulkan Gus Dur.
Dinamika politik yang semakin ruwet membuat Gus Dur kehilangan dukungan dari mayoritas kekuatan politik, termasuk yang mengusungnya menjadi Presiden.
Pada 23 Juli 2001 Gus Dur mengeluarkan dekrit. Isinya ada 3: pembubaran DPR/MPR, kembalikan kedaulatan di tangan rakyat, dan bekukan Golkar sebagai upaya perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR.
Setelah dekrit itu, Gus Dur dimakzulkan secara inkonstitusional pada siang harinya. Hal ini memicu kemarahan para pendukung Gus Dur. Banyak yang menyerukan untuk melawan. Ribuan orang bergerak menuju ke ibu kota siap mempertaruhkan nyawa.
Namun Gus Dur meminta agar para pendukungnya tetap tenang. Ia tidak ingin hanya karena jabatan terjadi pertumpahan darah. Toh, Gus Dur sering bercanda bahwa ia menjadi presiden hanya dengan modal dengkul. Dengkulnya orang lain pula.
Hari-hari terakhir di istana sangat mencekam. Bahkan di dalam Istana sekalipun sebagai tempat yang mestinya jadi tempat yang paling aman. Sementara di seberang Istana, di lapangan Monas, moncong panser dan tank milik tentara disebut mengarah ke Istana.
Diceritakan Mbak @AlissaWahid, di dalam istana kondisi tak kalah genting. Sebelum pelengseran, Gus Dur sudah meminta ajudan dan keluarganya untuk meninggalkan istana dan berdiam di Ciganjur.
Gus Dur melihat situasi akan semakin memburuk. Ia bersikeras bertahan, mempertahankan negara bangsa dari pembajakan demokrasi, oleh kelompok-kelompok lama yang enggan menjalankan reformasi seutuhnya. Tapi ia ingin keluarganya tidak ikut menghadapi risiko.
Meski demikian putri-putri Gus Dur enggan meninggalkannya karena teringat bagaiaman Soekarno diperlakukan saat rezim Orde Baru membawanya keluar dari istana. Keluarga BK pun sulit menemui Beliau. Mereka khawatir Gus Dur bernasib sama buruknya dengan presiden pertama.
Tak berselang lama dari pemakzulan inkonstitusional tersebut, Gus Dur memutuskan untuk keluar dari istana. Perubahan ini dipicu laporan tentang rakyat yang bergerak ke Jakarta untuk membelanya. Pasukan Berani Mati, kata mereka.
Gus Dur tergugu. Kebenaran harus diperjuangkan melawan kebathilan. Tapi jabatan tidak layak dipertahankan dengan pertumpahan darah. Apalagi darah rakyatnya.
Istana Merdeka diserbu rakyat yg ingin menemani. Gus Dur pun meninggalkan istana dengan diiringi ribuan pendukungnya. Mereka berjalan bersama ke panggung rakyat di Monas. Upaya Gus Dur mendinginkan pendukungnya pun menjadikan situasi genting itu terhindar dari pertumpahan darah.
Gus Dur sangat mencintai negeri ini dan manusianya. Tak ada yang boleh terluka karena jabatan yang sementara. Saat mundur dari kursi presiden, Gus Dur seolah menyitir quote terkenal Tan Malaka: Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh MANUSIA.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
PP Muhammadiyah sudah menetapkan awal #Ramadan 1443 H besok 2 April 2022. Sementara NU, pemerintah, dan ormas Islam lain belum bisa memastikan karena harus memantau hilal (rukyatul hilal). Kemungkinan besar 3 April 2022.
Lha kok bisa?
Yang paling dasar adalah metode. Bagi Muhammadiyah, perhitungan sains (hisab) bisa digunakan untuk menentukan awal bulan. NU pun setuju dengan metode hisab. Namun khusus pada bulan-bulan tertentu, bulan tetap harus dipantau dengan mata.
Jika belum terlihat, termasuk karena tertutup awan dsb, bulan sebelumnya disempurnakan menjadi 30 hari. Hari ini (1 April) adalah tanggal 29 Sya'ban. Apabila sore nanti hilal belum terlihat, maka besok masih dianggap sebagai akhir bulan Sya'ban.
Di Indonesia, pemilik warung makan punya beragam cara untuk menghormati datangnya bulan suci Ramadhan. Ada yang menutup warung dengan tirai, ada yang buka jelang magrib, ada pula yang libur sebulan penuh.
Bagi yang tetap buka dan menutup dengan tirai, mereka mempertimbangkan banyaknya orang-orang yang butuh dan tidak terikat dengan kewajiban puasa: orang sepuh, perempuan hamil/menyusui, orang sakit, umat selain Islam, musafir, dll. Di sisi lain mereka menghormati yang berpuasa.
Bagi yang memindah jadwal, mereka merasa bahwa malam hari adalah waktu yang tepat karena melayani pelanggan membutuhkan waktu dan tenaga. Akan sangat letih apabila buka di siang hari. Apalagi bagi warung yang memang ramainya waktu malam. Pemindahan ini jauh lebih efektif.
Salah satu kegemaran #GusDur ketika sekolah di Yogyakarta adalah menonton wayang. Baginya, wayang sebagai medium komunikasi dan medium pembentuk perilaku memiliki bermacam fungsi.
Pertama, sebagai penghibur, yaitu membuat masyarakat terhibur, memperoleh makanan rohani atau memperoleh kepuasan psikologis.
Karena dengan begitu mereka bisa melarikan diri dari dera kehidupan sehari-hari atau rutinitas harian yang menjemukan.
Wayang dalam fungsi seperti ini tidak boleh disepelakan, karena sebagaimana jenis hiburan yang lain, di dalamnya terdapat unsur-unsur yang dapat menghubungkan sesama warga masyarakat.
Kisah #WadasMelawan mengingatkan Gusmin pada kisah bendungan Kedung Ombo yang menggenangi tiga kabupaten.
14 Januari 1989, warga kelabakan. Perlahan-lahan volume air mulai meninggi, menggenangi kampungnya. Tingginya tak lagi beberapa milimeter, karena sudah sampai semata kaki.
Warga pun berhamburan mencari perlindungan. Mereka berlari ke tempat yg lebih tinggi.
Beberapa waktu sebelumnya, utusan negara mendatangi warga. Mereka dipaksa pindah dengan uang ganti rugi yang sangat merugikan. Beberapa tak punya pilihan karena melawan = dicap PKI.
Warga yang bertahan adalah warga yang merasa bahwa tanah subur itu harus diperjuangkan. Mereka adalah petani. Namanya petani, hidup dari bertani. Jika lahan sesubur itu ditenggelamkan, bagaimana nasib ke depan?
Merebut Tafsir: Yang Tersisa dari Kontroversi Oki Setiana Dewi
Oleh: Lies Marcoes Natsir
Kontroversi “ceramah” Oki Setiana Dewi (OSD) meninggalkan beberapa catatan penting. Pertama, kesadaran tentang kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) telah “go public”.
Begitu potongan ceramahnya mengudara, reaksi pun muncul, dari yang tipis-tipis sampai yang teoretis. Tak hanya perempuan yang ahli di bidangnya, tetapi para lelaki yang merasa dipermalukan. Ini sebuah capaian hebat.
Ini sungguh buah dari kerja keras kampanye dan aksi anti kekerasan terhadap perempuan yang bergulir sejak era reformasi, terutama setelah terbentuknya Komnas Perempuan di era Presiden Habibie, dan keluarnya kebijakan Pengarusutamaan Gender di era Presiden Abdurrahman Wahid
Pertama-tama, kita harus melihat Gus Dur sebagai sosok yang utuh. Keutuhan Gus Dur terletak pada bermacam-macamnya ranah perjuangan yang dilakukan. Banyak orang merasa bahwa Gus Dur menjadi bagian darinya.
Ia adalah kiai, penulis, budayawan, aktivis, negarawan, dan beragam lainnya. Uniknya, kisah-kisah yang disampaikan oleh orang dengan beragam latar belakang itu pun tampak begitu dekat.