Catatannya sejak tahun 2012-2020, pare warga dan rurukan/padi yang ditanam di lahan pertanian warga serta di huma jumlahnya terbilang stabil.
Pada 2015, ungkap Susilo, produksi pare warga pada tahun itu mencapai 2,1 juta pocong. Satu pocong itu antara 3-5 kilogram. Jumlah ini melonjak tajam dibandingkan tahun-tahun lainnya yang berkisar antara 694.429-1.041.533 pocong.
"Pada tahun 2015 itu ada El Nino ternyata produksi malah tinggi sekali, perlu penelitan lanjut yang pasti ketika orang ramai-ramai terdampak El Nino, justru melonjak di sini," ujar Susilo pada 12 Oktober 2020 lalu.
Susilo memandang, warga Kasepuhan Ciptagelar mengedapankan relasi ruang dan waktu terkait budaya tanamnya. Kegiatan menaman padi, disesuaikan dengan waktu yang disesuaikan dengan wanci atau momennya.
Pengetahuan soal wanci dan penentuan tempat menanam ini yang dipegang secara turun-temurun.
"itu pengetahuan lokal dan biarkan itu jadi ilmu pengetahuan mereka yang sangat berharga," kata Susilo.
Dosen pasca sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran, Rini Soemarwoto, memandang konteks perubahan iklim itu bisa diadaptasi oleh tradisi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar.
Kebiasaan menanam secara berpindah menjadi cara masyarakat adat beradaptasi dalam perubahan iklim.
Bedasarkan data, rata-rata konsumsi beras antara 2008-2019 itu, sekira ada sebanyak 400 ton. Sementara cadangannya sampai 2019 mencapai 40 ribu ton.
Rorokan pamakayan atau juru pertanian Kasepuhan Ciptagelar, Aki Koyod, menjelaskan tidak ada perubahan dalam proses penanaman. Mereka masih berpegang teguh pada tradisi yang diwariskan.
"Selaku warga adat, tata cara menanam padi tidak semau kita. Ada proses meminta, mengambil, dan berterima kasih," ujarnya.
Prosesi penanaman dimulai dengan ngaseuk yang dipimpin langsung oleh pimpinan adat Abah Ugi Sugriana Rakasiwi. Bersama abah, warga menuju ke huma dan melubangi tanah yang akan ditanami benih.
Satu pekan selepasnya masuk ritual salamat sapangjadian atau syukuran satu pekan masa tanam benih.
Aki Koyod menjelaskan, secara umum prosesi dilanjut dengan persemaian yang memakan waktu bisa hingga 70 hari.
Selanjutnya, prosesi tandur atau penanaman di sawah yang diawali dengan sawah abah baru di lahan warga.
Nanti, sambungnya, ada salamet pare nyiram atau momen padi sudah bunting yang direspon dengan perayaan hingga panen.
Aki Koyod juga memaparkan bahwa penetapan waktu juga disesuaikan dengan musim. Patokannya pada kemunculan rasi bintang di langit. Dia memberi contoh, saat rasi Bintang Waluku hilang, maka itu momen datengnya hama.
Ada juga istilah tanggal kerti turun wesi, posisi bintang kerti saat muncul berarti sudah waktunya petani menyiapkan perkakasnya.
"Kalau semua dipatuhi, perubahan (pada hasil panen) tidak akan terasa. Kita juga menyesuaikan bibit yang akan ditanam dengan ketersediaan air,"
Badai pandemi Covid-19 yang belum reda, membuat ancaman dan krisis ekonomi dan pangan di depan mata menjadi keniscayaan. Namun, hal itu tidak terjadi di Kasepuhan Ciptagelar.
Pasalnya di sana dilarang untuk menjual padi hasil panennya. Tradisi ini pun telah berjalan turun-temurun.
"Aturan disini itu padi yang panen tidak boleh dijual karena itu merupakan simbol kehidupan kami. Kalau padi dijual, bagaimana dengan kehidupan anak cucu kita nantinya,"
Mereka juga sadar bahwa sistem menjual-belikan beras tidak selamanya menguntungkan. Karena itu mereka lebih memilih menabung beras untuk dikonsumsi sendiri. Karena itulah dalam urusan pangan di Ciptagelar, sampai lima tahun ke depan pun akan tetap terjamin ketersediaannya.
Memang setelah padi dipanen, bakal ada gelaran prosesi seren taun, yaitu ritual ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang telah dilakukan.
Selanjutnya hasil panen akan disetorkan ke lembaga adat untuk disimpan di leuit--lumbung tempat menyiman padi dalam bentuk gabah yang berasal dari benih lokal.
Setiap leuit mampu menampung kurang lebih 1.000 ikat padi kering, atau sekitar 2,3 sampai 3 ton padi. Bentuk leuit sedemikian rupa & unik, berpintu satu, berbentuk rumah panggung, lantai & dinding menggunakan kayu, dgn atap dan ijuk agar tidak bocor dan tidak mudah dimasuki tikus
Karakteristik penting lain Leuit adalah dengan menyimpan cadangan pangannya dalam bentuk gabah kering, sehingga dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan beras.
Bentuk penyimpanan cadangan seperti ini bisa diadopsi oleh Badan Urusan Logistik (Bulog), untuk mencegah terjadinya kerusakan beras, seperti yang pernah terjadi.
Apalagi dalam konteks pandemi Covid-19 saat ini, ketika pemerintah menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT), terdapat potensi cadangan beras di gudang penyimpanan Bulog akan menumpuk.
Pengelolaan cadangan berbasis lokal ini bisa menjadi pilihan solusi untuk terus dijaga, dan dikembangkan dalam menghadapi ancaman krisis pangan.
Yuk yang mau tahu tentang ketahanan pangan masyarakat kasepuhan, klik artikelnya yaaa
LIPI Temukan Katak Pucat Super Langka di Hutan Jawa
@lipiindonesia menemukan dan mengidentifikasikan katak pucat Pantai Selatan dari hutan dataran rendah Jawa. Jenis katak pucat yang berhasil ditemukan tersebut berasal dari marga Chirixlus Boulenger.
📷: Alexas_Photo/Pixabay
Hasil penelitian spesies baru ini telah diterbitkan dalam Raffles Bulletin of Zoology, dengan judul A new species of Chirixalus Boulenger, 1893 [Anura: Rhacophoridae] from the lowland forests of Java, karya Misbahul Munir, Amir Hamidy, Mirza Dikari Kusrini, dan kolega
Dikarenakan ditemukan di hutan dataran rendah wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, maka spesies baru katak-pucat yang satu ini diberi nama Chirixalus pantaiselatan.
Sambut Kemerdekaan RI, Astra Hadirkan Gerakan Semangat Saling Bantu
Pada Selasa (3/8/2021), Astra meluncurkan gerakan media sosial melalui tagar #SemangatSalingBantu mengajak masyarakat di seluruh Indonesia saling membantu
Kepada sesama yang sedang kesulitan dan membutuhkan bantuan di tengah situasi pandemi yang masih terjadi hingga saat ini.
Melalui gerakan tersebut, semua lapisan masyarakat diharapkan dapat bersama-sama turut mewujudkan Indonesia yang tangguh agar dapat terus tumbuh, selaras dengan tema HUT ke-76 Kemerdekaan RI tahun ini, yakni “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh”.
Peringkat BWF Tunggal Putra Usai Kejuaraan Olimpiade Tokyo 2020
Kejuaraan bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020 resmi berakhir Senin (2/8). Viktor Axelsen berhasil meraih medali emas setelah mengalahkan Cheng Long. Sedangkan Anthony Sinisuka Ginting meraih perunggu.
📷: Olyimpic
Pasca olimpiade, Badminton World Federation (BWF) kembali merilis ranking dunia terbaru Selasa (3/8/2021). Secara umum, tidak ada perubahan yang signifikan.
Kendati harus tersingkir di babak penyisihan Olimpiade Tokyo, Kento Momota masih menjadi penguasa tunggal putra. Koleksi poin pemain Jepang ini masih unggul dari beberapa pesaing terdekatnya seperti Viktor Axelsen dan Anders Antonsen.
Hucap, Ketempling, dan Makanan Tradisional Khas Kuningan
Kuningan juga memiliki deretan kuliner tradisional yang menarik untuk dicoba. Ada beberapa di antaranya yang masih jarang ditemukan di daerah lain, seperti berikut ini:
📷: Kang Omang
1) Hucap
Hucap merupakan singkatan dari tahu kecap, sebagai dua bahan utama dalam makanan ini.
Penampilannya mirip kupat tahu Jawa Barat, tetapi rasanya lebih manis karena menggunakan banyak kecap.
📷: Indonesiakaya
2) Nasi kasreng
Nasi kasreng mirip dengan nasi kucing. Nasi putih dibungkus kertas nasi, kemudian untuk lauk-pauknya bisa dipilih sesuai selera pembeli.
Biasanya ada ikan paray goreng, pepes ikan, udang rebon, gorengan, telur ceplok, sambal, dan lalapan.
Guru SMP Asal Gunungkidul Jadi Wasit Bulu Tangkis Terbaik di Olimpiade Tokyo 2020
Wahyana, mencuri perhatian setelah menjadi wasit yang mempimpin jalannya pertandingan final bulu tangkis tunggal putri antara Chen Yu Fei dari China dengan Tai Tzu Ting dari Taiwan
📷: Kumparan
Setelah ditelusuri, sosok Wahyana nyatanya bukanlah nama baru dalam dunia wasit maupun kepemimpinan pertandingan bulu tangkis, baik di Indonesia maupun kompetisi dunia.
Sosok Wahyana diketahui merupakan guru olahraga di SMP Negeri 4 Patuk, Gunungkidul. Selain itu, dirinya juga menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum.
Rumah Oksigen Gotong Royong Siap Tampung Pasien Bergejala Ringan
Di tengah situasi pandemi yang masih terjadi bertambah lagi fasilitas kesehatan yang dihadirkan oleh berbagai pihak mulai dari pemerintah maupun swasta.
Kali ini, satu fasilitas kesehatan yang bertambah yaitu Rumah Oksigen Gotong Royong (ROGR), sebuah fasilitas kesehatan semi permanen yang berlokasi di Pulo Gadung, Jakarta Timur, dan sejatinya sudah secara resmi beroperasi mulai tanggal 2 Agustus 2021 lalu.
Sesuai namanya, ROGR merupakan fasilitas kesehatan yang dalam pelaksanaannya siap menampung pasien yang membutuhkan oksigen dengan gejala ringan, dengan catatan kondisi saturasi di atas atau sama dengan 90 persen, serta tidak memiliki komorbid, atau memiliki komorbid terkontrol.