Seseorang yang semasa kecilnya selalu mendapat perlakuan Silent Treatment akan menumbuhkan pola pikir Mind Reading.
Sibuk membuat asumsi tentang apa yang orang lain pikirkan, entah terhadap ide atau sikapnya. Padahal belum tentu orang lain berpikir demikian.
"Nanti kalo aku posting, orang bakal mikir lebay ga ya" - padahal medsos tempatnya berekspresi
"Mereka ngeliatin terus, kayaknya bajuku ada yang aneh deh" - padahal dia terlihat menawan
"Kok dia diem terus, kayaknya dia bosen temenan sama aku" - padahal temannya sedang lelah
Hah gimana konsepnya deh?
Jadi gini, ketika orangtua memberikan respon marah dengan 'diam', anak tentu tidak memahami mengapa orangtuanya demikian
Anak akhirnya mencoba menebak dgn 'membaca pikiran' dan maksud diamnya orangtua, sehingga anak dapat bersikap dan diterima lagi
"Pacarku juga suka nge silent treatment, apa mungkin dia juga pernah ada di situasi seperti itu ya?"
Bisa jadi, dan ada 2 kemungkinan penyebab 1) ia tau silent treatment menyakitkan, shg ia menggunakannya sebagai hukuman 2) ia berpikir silent treatment adlh hal wajar dilakukan
Kamu tau kan kalau semua itu punya titik cerahnya? Begitu juga dengan situasi mind reading
Kemampuan ini seringkali membantu kita untuk memahami orang lain dalam diamnya, bahkan gak jarang orang lain mengagumi sikap empati dan kepekaan kita ☺️
Memang betul, silent treatment dapat berlaku & berdampak kapanpun dengan siapapun
Dalam konteks ini, jika situasi silent treatment dirasakan saat masa kanak-kanak (masa anak belajar cara bersosialisasi), itulah yang akan membentuknya di masa dewasa
Yap, ini pilihan tepat ☺️ Ketika emosi meluap, beri waktu diri untuk meredakannya. Jangan lupa juga untuk bilang, biar saling paham. "Maaf aku lagi pengen sendiri, nanti aku bakal chat kamu lagi kalo udah enakan"
Aku bisa merasakan seperti yang mbak sampaikan disini 🥺
That's why ketika kita tanya kejelasan, bukan berarti kita yang kehausan, tetapi itulah yang kita butuhkan. Namun sayangnya, ketika kita tidak menyampaikan kebutuhan, justru jadi sumber pikiran...
"Aku sekarang udah heal & sadar kalo silent treatment itu gak baik. Tapi kenapa kalo aku beneran marah atau capek malah ngediemin orang"
Ketika kita capek, terlarut marah, seakan kita tidak sepenuhnya mengendalikan kesadaran dan keputusan bertindak. So take your own time ☺️❤️
Banyak banget yang relate & membuktikan bahwa kamu gak sendirian ngerasain ini. Thread ini ku buat berdasarkan pengalaman & pemahaman dari pendidikan psikologi, jadi tentu berdasar keilmuwan. Ayo semangat, berjuang bareng!
Salam dari psikolog klinis tahun 2022 (aamiin 🥰✊)
Jujur, aku terharu sama reply temen-temen yang nyoba nulisin evaluasi terhadap dirinya, ada pula yang nge-tag sahabat/ pacarnya biar mereka ngevaluasi dirinya 😭✊
Makasih yaa udah reply, retweet, maupun like. Ini tweet pertama yang nyentuh puluhan ribu pembaca 😭❤️🙏
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Habis baca sebuah jurnal dan aku menemukan logika yang mindblown. Aku buat thread dikit biar bacanya bisa pelan-pelan.
Judul jurnalnya yaitu "Iri dalam Relasi Sosial", salah satu topik bahasan yang menarik adalah "Iri Popularitas"
Iri pada popularitas seseorang mungkin bisa dibayangkan seperti iri terhadap orang yang memiliki banyak teman.
Dalam konteks pendekatan psikoanalisis, ini adalah "kompleksitas oedipus".
Iri pada orang yang memiliki banyak teman = seorang bayi yang iri terhadap orangtuanya. Alasannya:
1) Punya banyak teman itu hal baik, tapi iri terhadap hal baik itu tidak memahami hal baik & buruk 2) Pertemanan anak kecil itu beda dengan ortu yang tentu lebih banyak jaringannya