Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka kembali ke jalan yang benar.
[2:18]
Pandangan seorang Sufi terhadap orang-orang yang menganiaya dirinya,
selalu dalam bingkai pandangan Ilahi.
Aniaya yang dilakukan orang jahat
padanya, akan mengantarkannya berpikir pada kuasa Ilahi, tak kan berpikir
tentang alat yang digunakan si orang jahat itu.
Seperti kata Bayazid Basthami, “Sudah tiga puluh tahun saya bercakap-cakap
dengan Tuhan, dan mendengarkan sesuatu dariNya. Namun orang-orang
menyangka saya berbicara dengan mereka dan mendengarkan mereka.”
Kata Maulana Rumi dalam Matsnawi, kitab 5, bait 1675 – 1690:
Jangan pernah berpikir untuk memohon,
kecuali pada Raja penyayang nan adil itu.
Saya adalah abdi perintah,
tak mungkin mengabaikan perintahNya,
laut jadi kering karena perintahNya.
Tak kan kudengar baik dan buruk, bahkan dari jiwaku sendiri,
selain dari Sang Pencipta telinga, mata, dan kepala.
Telingaku tuli dari semua kata kecuali Dia,
Bagiku Dia lebih manis bahkan dari jiwaku sendiri.
Jiwa datang dariNya, bukan Dia dari jiwa,
Dia beri cuma-cuma ratusan jiwa.
Siapa jiwa yang mesti kupilih daripada Yang Mulia?
Siapa kutu yang mesti kubakar karpet karenanya?
Tak kutahu yang baik selain kebaikanNya,
Aku tuli, bisu, dan buta dari semuanya kecuali Dia.
Telingaku tuli atas ratapan orang-orang yang meratap,
karena aku bagai tombak di tanganNya.
Sungguh bodoh mencari belas kasih dari tombak,
Memohonlah pada Raja yang ditangannya ada tombak.
Mengapa kau bermohon pada tombak dan pedang?
Sementara kedua alat itu tertawan di tangan Yang Mulia.
Dia bagai pembuat keramik, aku seperti tanah liat,
Bentukku sebagaimana yang dia inginkan.
Jika Dia menjadikanku cawan, saya cawan.
Jika Dia menjadikanku belati, saya belati.
Jika Dia menjadikanku mata air, aku memberi air.
Jika Dia menjadikanku api, aku memberi panas.
Jika Dia menjadikanku hujan, saya memberi rerumputan.
Jika Dia menjadikanku panah, saya melesat ke dalam tubuh.
Jika Dia menjadikanku ular, saya memberi bisa.
Jika Dia menjadikanku seorang kawan, aku menjadi pelayan.
Saya seperti pena di antara dua jariNya,
Aku tak kan pernah goyah dalam ketaatan.
✍~Muh. Nur. Jabir ~
Dir. Rumi Institute
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Agus adalah tipe orang yang berpikir simple dan cenderung meremehkan teori bahkan tak jarang mencemooh analisa dan segala pernyataan ilmiah dengan menyebutnya ruwet, lebay, sok ilmiah, sok filosofis, tidak aplikatif, tidak praktis dan ucapan-ucapan senada.
Suatu hari setelah menerima gaji awal bulan Agus mengambil keputusan membeli sebuah alat elektronik merek ternama yang belakangan ini diiklankan secara gencar di televisi.
Kisah Bule Australia Masuk Islam karena Maulid Nabi
✍Gus Nadirsyah Hosen
Tanggal 5 Februari 2000, Mr. Ian Cameron Robertson saya bimbing mengucapkan dua kalimah syahadat di Masjid UNE (University of New England).
Ini salah satu peristiwa unik dalam hidup saya bertemu dengan Robo, begitu ia biasa dipanggil.
Robo merupakan kawan lama Mr Ian Lewis (Pak Usman), yang terlebih dahulu memeluk agama Islam dengan menikahi Mbak Ratna Wijayanti (Rina).
Suatu saat Robo berkunjung ke kediaman Pak Usman dan Mbak Rina di Uralla satu kota kecil di dekat Armidale, NSW. Karena merupakan sahabat lama, Robo sudah hafal betul sikap dan sifat Pak Usman dulunya.
Ada seorang pemuda datang menemui salah satu seorang Waliyullah yang hidup fakir miskin.
Pemuda itu bertanya:
"Wahai tuanku, tolong beritahu aku bagaimana caranya agar aku bisa mengetahui bahwa diriku tergolong orang yang beruntung atau orang yang celaka?"
Beliau menjawab:
"Wahai putraku, tanda yang membedakan antara kelompok orang yang beruntung dan orang yang celaka adalah shalawatnya kepada Baginda Nabi SAW."
"Koreksilah dirimu sendiri, jika engkau istiqamah bershalawat kepada Nabi SAW, ketahuilah bahwa engkau tergolong orang yang beruntung di dunia dan akhirat.
Anas bin Malik berkata, “Ketika kami selesai mengkuburkan Nabi saw, Fathimah as mendatangiku sambil berkata, ‘Wahai Anas, bagaimana hatimu tega menaburkan tanah ke wajah Rasulullah saw,’ kemudian beliau (Fathimah) menangis dan berkata,