1998 Pasca kerusuhan mendera negeri ini, tersirat derita kelam ditanah Ibu Pertiwi, tak terkecuali dengan ku, kehidupan nan damai hanya kenangan yang tinggal ada diangan, neraka nyata mungkin sesuatu yang pasti harus ditapaki.
Perkenalkan saya Karina.
Karina Yustika, anak tunggal dari seorang tukang Sol Sepatu dan anak dari seoarang Ibu Rumah Tangga yang membantu prekonomian keluarga dengan menjadi tukang jahit rumahan.
Kelurga kami merupakan keluarga sederhana bahkan dapat dikatakan tak berada, namun saya Bahagia memiliki kedua orang tua yang selalu berusaha memberikan hal tebaik kepada anaknya>>>
>>bahkan mengkuliahkan saya dengan segala keterbatasan mereka. Abah merupakan warga asli Ibu Kota, sedangkan Ibu merupakan wanita jawa dari tanah Sragen.
Abah sudah berumur 55 tahun, dan ibu saat ini berumur 53 tahun, konon kehadiran saya menjadi hal yang paling dinanti oleh mereka, bila mendengar cerita Ibu dulu, butuh waktu hampir 15 tahun, baru Tuhan meridhoi aku turun ke rahim ibu tercinta.
Saat ini aku sudah menyelesaikan pendidikan sarjana di salah 1 fakultas Jakarta, dan bukannya sombong, aku merupakan murid terpintar di tahun itu, dengan Indeks kelulusan terbaik >>>
>>sampai disitu, dipenghujung masa kuliah yang hanya menunggu wisuda, akupun telah dipinang oleh salah satu RS dengan jabatan yang lumayan.
Terasa bahagia itulah yang ku rasakan.
Namun takdir berkata lain, seketika kebahagian itu hanya kenangan didalam memori, seiring Ibu yang mulai bertingkah aneh, tepatnya 5 bulan sebelum acara wisuda itu.
Entah apa yang terjadi kepadanya. Ibu lebih sering termenung, menangis bahkan bertingkah diluar akal sehat. Tak hayal kadang aku merasa dia bukan lagi sosok wanita yg kukenal jiwanya. Pernah satu kejadian, ibu begitu histeris mmandang ku, tangisnya pecah diantar keheningan mlm
Dewudo ... Dewudo...
Begitulahlah ibu berteriak ke arah ku.
Tak jarang dia juga melempari aku dengan benda benda yang ada disekitar, bahkan puncaknya Ibu sempat berusaha menusuk dengan pisau dapur dikala aku terlelap dalam tidur, untung saja aku masih terselamatkan dengan kehadiran Abah yang menghentikan ibu tepat pada waktu nya.
Melihat perubahan Ibu membuat Abah seperti orang pesakitan, Abah jadi gampang emosi dan tersinggung, namun aku tau, dia sangat mencintai ibu, Abah sudah berusaha menyembuhkan Ibu.
Tak terhitung sudah berapa kali Abah membawa Ibu untuk melakukan pengobatan. Ibu sudah beberapa kali diperiksakan kejiwaanya, namun nihil hasil, segala cara dia lakukan dari yg dpt dinalar hingga diluar batas kewajaran.
Keluarga ini semakin dekat dengan kemusrikan, aku sudah beberapa kali mencoba mengingatkan Abah akan salahnya cara ini, tapi melihat Ibu yang mulai menunjukan pningkatan kearah yang lebih baik, suka tidak suka aku mulai musrik dan mempercai pengobatan yang jauh dari ajaran agama.
Setelah beberapa kali pengobatan, aku berpikir kisah ini akan segera berakhir, seiring dengan kelakuan ibu yang tidak lagi seperti orang gila. Ibu sudah kembali berkativitas membaur dgn warga lainnya, bahkan dia mnjhitkan sendiri kebaya yg akan aku gunakan di acara wisuda nanti.
Tapi ini mungkin hanya sebatas anggan ku, hingga tragedi itu akhirnya bangkit dari lahat nya, Yap tepat sehari sebelum wisuda itu tiba, cerita ini akhirnya memasuki babak baru yang mengubah jalan takdir Ku.
Masih tergiang dengan jelas kisah pilu yang mengantarkan pada takdir yang harus ku tapaki. Sore itu aku masih bercanda gurau bersama mereka, sedikit perselisihan sudah pasti terjadi diantara kami.
*Sudah kamu pikirkan saja dulu matang matang Rin,Yang pasti Ibu dan Abah mu sudah tua, terus disana juga tidak ada saudara yang kita kenal, namun bila memang sudah kehendak mu, Abah sama Ibu mau bagaimana lagi*.
*Kamu istirahat saja besok kan kita mau merayakan wisuda mu. Baju mu sudah ibu siapkan dilemari ya. Ibu sama abah mau antar jahitan ke bu Ratna dulu*.
Yah bu..
Kan sudah malam ga bisa besok besok saja ketus ku menjawab.
Ga bisa toh nak, ibu sudah janji akan antar hari ini, lagiankan uang nya lumayan buat besok kamu wisuda.
Ibu sama abah berangkat dulu. Kamu jangan kemana mana, Jaga rumah.
*Baik buk* Jawab ku sambil menyalim kedua malaikat tersebut.
Tepat pukul 7 malam, hujan mulai turun dengan derasnya, kuintip kedaan diluar melalui jendela rumah.
Sepi, jalanan tampak terkendali tanpa kehadiran sosok Mak mak rempong yang biasanya bergibah ria didepan sana.
Hawa yang dingin malam itu membuat mata ku hanyut dalam rasa Lelah, apalagi sedari tadi aku juga tida henti beraktifitas dengan kebersihan rumah yg sudah menjadi tanggung jwb
Sigap aku mengunci pintu rumah dan menuju kekamar tidur tuk sejenak melepaskan Lelah ini.
Belum lama rasanya tubuhku terlelap pada mimpinya, aku terpaksa harus terbangun saat ku dengar bunyi klaskson motor berbunyi berkali kali. Ku pandangi jam dinding yang terus berpacu, pukul 20.30, Ibu dan Abah langsung pikir ku dalam hati.
Aku melompat bergegas dari kamar untuk membuka pintu rumah, seketika langkah ku terhenti, Kenapa tiada salam dari Abah dan Ibu, atau setidaknya memanggil nama ku (pikir ku sejenak), apalagi Abah tidak pernah memanggil dengan membunyikan Klakson saja.
Aku melangkah pelan hendak mengintip melalui jendela, ku sibakkan korden jendela dan seketika tubuh ku bergetar dengan hebat, jantung ku berdetak hebat seirinh bulu tengkuk yg jua bergedik.
Bukan Abah dan Ibu yang ku dapati malam itu melainkan sosok makhluk halus setinggi 2 Meter, kulit tubuhnya berwarna merah seperti menyala oleh Api, ditanggan kirinya ku lihat dia memegang rantai dan mahkluk itu telanjang tanpai sehelai pakaian.
Aku terduduk lemas disamping jendela itu, terlintas diingatakan akan ucapan yang selalu dikatakan ibu bila sedang histeris,
Dewudo?
Ku coba untuk menenangkan diri, dengan membaca doa melawan rasa takut didalam jiwa, ditengah kekusyukan lantunan doa yang kulafalkan, samar terdengar suara yg jua ikut melantunkan ayat yg sama.
Suaranya syahdu melantunkan ayat suci itu, sontak membuat aku terkaget dan menoleh kearah suara, Seorang Pria tua, dgn wajahnya tampak bercahaya sedang menatap ku sembari tersenyum tipis.
*Aaaaaaaaaaaaaaaa* teriak ku histeris.
Rasa takut membuat seluruh badan ku kaku, tanpa dapat digerakan, keringat membasahi kening di tengah hujan yg masih turun kala itu.
Suara ku seperti tertahan, lantunan ayat suci seperti tertahan di tengorakan dantanpa kusadari aku merasakan sosok tersebut lebih dekat dengan posisi ku.
Aku dapat merasakan hembusan nafasnya, suara Dzikir itu seperti langsung diucapkan nya tepat pada daun telinga ku.
Pikirian ku menjadi buyar, hanya tangisan terseduh yg mampu terucap, walau aku merasa sudah berteriak sekuat yang aku mampu.
Dalam kepasrahan, terdengar sayup suara ibu memanggil,
*Nak. Rin .. Rina! Bangun.. Bangun Nak, kamu kenapa?* ucap ibu pada ku.
Ku buka mata, batin ku sedikit tenang melihat beliau ada disini.
*Buk, ada setan* kata ku dengan masih menangis terseduh.
Ku peluk beliau erat, sembari menenangkan jiawa.
*kamu kenapa kok nangis?* tanya ibu pada ku.
*Gak buk, hanya mimpi buruk* Jawab Ku.
(Aku enggan menceritakan hal tersebut kepada ibu, karna aku takut ibu akan kepikiran dan aku tak mau Ibu kembali menjadi orang pesakitan).
Setelah merasa tenang, ku rasakan sedikit keganjilam, karna sedari tadi mata ini belum melihat keberadaan abah.
*Abah dimana bu?*
*Sudah tidur, sepertinya kecapeaan rin, masuk angin. Itu uang nya dimeja ya. buat ongkos kita besok. Kamu cuci muka dulu sana, sholat lalu tidur* perintah ibu kepada ku*.
Dengan sigap ku jalankan perintah tersebut.
Setelah semua ku tunaikan, mati ini tajam menatap lampu kamar ibu yg sudah padam, namun ada yang menganjal di hati ini, bagaimana Ibu dan Abah bisa masuk rumah ?
"kan tadi aku kunci" pikir ku
*Tapi ya sudah lah mungkin aku memang lupa mengunci nya* pikir ku sembari beranjak menuju kamar, tatkala pintu kamar aku ttup, firasat tidak enak kembali menghampiri.
Kicauan burung jelas terdengar,yg semakin membuat bulu kuduk ku merinding, kicauan itu terus mengema seakan ingin menyampaikan sesuatu kepada diriku.
*Ya Allah, ada apa dengan hari ini? *
Jujur aku sangat takut malam ini, apalagi mengingat sosok yg ada di dalam mimpi tadi.
Benarkan sosok itu yg selama ini meneror ibu? trs kenapa dia kembali?
Lama aku berpikir membuat otak ini terasa lelah, mata seperti tidak bisa diajak bersahaja lg, aku terlelap dengan rasa takut, dan kembali terasa dalam alam bawah sadar ku, dimana blm sepenuhnya aku terlelap.
1 ketukan kembali membangun aku dari mimpi didalam mimpi saat itu.
Tok... Tokk... Tokk...
Rin ... Rina..
Aku kembali terkaget dan seketika membangunkan dari dunia fatamorgana.
Suara ketokan itu terdengar jelas memangil nama ku sedari tadi.
Tok... Tok.....
Rin....Rina....
Panggilan tersebut semakin intens, membuat diri ku yang belum seutuhnya sadar menjadi pusing, sempat ku pastikan bahwa ini bukan mimpi kembali, aku menampar wajah ku, dan kali ini nyata, terasa sakit.
Sigap aku menuju ke pintu depan.
*Iya, tunggu* teriak ku
Kurang lebih jam set 12 malam aku kedatangan tamu bernama Pak Jali bersama 2 orang warga lain (beliau merupakan RT di daerah kami),
*kenapa pak?* tanya ku bingung melihat kehadiran meraka, diwaktu yg tak lazim.
Pak Jali dan 2 org lainnya sempat terdiam, dan saling memandang satu dan lainnya, seperti berat untuk memberitaukan kepada diri ini.
"ada apa ya pak?" tanya ku kembali pada mereka.
Pak jali tampak mengela nafas.
*Anu rin, kamu yg sabar ya, sebaiknya kita segera bergegas, bapak antar kamu ke RS sekarang, orang tua kamu info nya sekarat, ditabrak mobil dijalan* Ucap Pak Jali pada ku.
Singkat kisah kehadiran diri ini beserta Pak RT kesana sudah terlambat, hanya tubuh kaku bersimbah darah dengan keadaan tubuh mengenaskan yg kudapati disana, yang aku dengar, abah tidak bisa mengendalikan sepeda motor nya dan menghajar truk dari arah yg berlawanan.
Baju wisuda yg telah dipesiapkan ibu dengan ke dua tanganya kini berganti kemeja hitam dihari pemakaman, tangis haru Bahagia akan wisuda berubah menjadi tangisan syahdu tepat diatas nisan ke dua malaikat ku, hari ini hari wisuda, >>
<<<wisuda kehidupan bagi mereka. Aku belum dapat berpikir jernih, pikiran ku masih diselimuti oleh rasa kehilangan yang teramat sangat.
Penuh nya rumah kontrakan oleh lalu lalang tetangga, kerabat hingga saudara yang dari tadi mencoba mengibur, tidak memiliki daya untuk sekedar menemani rasa kehilangan ini.
"Wes ikhlas no lungane wong tuo mu ndo, saiki wonge wes tenang neng alam kono,Seteruse kowe arep kepie? Koe melu bulek wae nang sragen gelem?">>>
<<<<(Sudah ikhlas kan kepergian orang tua mu nak , Kini mereka sudah tenang di alam sana, selanjut nya kamu mau bagaimana? Kamu ikut bule aja ke sragen mau?) Tanya Bule Rita pada ku
*Ndak bulek, Rina disini aja* Jawab ku pada beliau,
Bulek Rita merupakan adek semata wayang dari ibu ku. Beliau hidup dikampung halaman, diamanahkan ibu untuk merawat mba uti yang hidup sebatang kara, beliau datang beserta keluarganya dari kampung sesaat setelah mendapatkan informasi bawasaanya ke 2 orang tua ku meninggal dunia.
“Ya sudah seminggu kedepan bulek temani kamu disini dulu, biar nanti pak le dan yg lain balik duluan, sekalian ada yg mau bulek sampaikan juga pada mu!”
“Apa Bulek ? “ Tanya ku sembari masih menangis kepadanya
“Nanti saja, kalau kamu sudah tenangan nak ?” jawab nya pelan.
Malam hari makin terasa syahdu, hujan tidak berhenti mereda seolah turut menemani tahlilan hari pertama kedua orang tua ku.
Semula acara tersebut berjalan biasa seperti acara pada umumnya, namun ada hal yang mengangu ditengah acara tersebut berlangung, sosok kakek tua yang sempat datang di mimpi ku dihari kejadian na’as itu, tampak hadir ditengah Tahlilan tersebut.
Wajahnya tampak bersinar, suaranya terdengar berat dan tegas.
“Asaalammualaikum* suaranya terdengar sembari dirinya berjalan pelan mengambil posisi duduk.
Tampak kakek tua itu dijamu oleh Pakle (Suami tante Rita) yang kebetulan mengambil posisi duduk diteras, Dia duduk pas disamping Pakle, dan hal yg paling kubenci iyalah tatapan matanya langsung dia tujukan kepada ku.
Sosok itu tersenyum, hal itu membuat aku bergedik, dejavu dengan apa yg ku alami di dalam alam bawah sadar, sungguh aku merasa sangat tak nyaman.
Sesaat setelah kedatangan Sosok tersebut, insiden lain mulai terjadi.
*koe ojo ganggu anak ku, janjine dewe wes tak tepati nganggo nyawa ku. hubungane dewe wes pedot.wes pedot!!!* (kamu jangan gangu anak ku, janji kita sudan aku tepati dengan nyawaku. Ikatan itu sudah putus. Sudah putus!!). Teriak tante Rita yg mengagetkan semua orang yg ada.
Sontak teriakan bulek dari arah dapur, membuyarkan acara dimalam hari itu. Beberapa orang tampak memegangi bulek yang histeris dan mengamuk, >>>
<<<kelakuannya sangat mirip dengan apa yg dulu terjadi pada ibu, saat itu apapun yg ada didekat dirinya sudah pasti akan dia lemparkan, yg membuat orang yg datang berhamburan keluar rumah.
“Aku tidak kuasa menahan rasa malu, Ya Tuhan cobaan apa lagi ini, kenapa harus di saat ini semua terjadi” ucap ku sembari berdoa di dalam hati.
Bulek masih histeris dan berbicara semakin aneh, yang pasti nya membuat orang merasa ngeri mendegarnya. Orang orang semakin banyak yang memegang bule yang semakin tidak terkontrol.,
“Tenang… tenang… semua nya tenang” Terdengar suara pak mamat (Beliau merupakan Ust ditempat aku bernaung, yg kebetulan saat itu jua menghadiri tahlilan ke 2 orang tua ku.
“Bawakan saya air segera pintanya”.Aku langsung berlari, dan memberikan segelas air itu padanya, belum sempat tangan Pak Mamat meraih air minum itu.
Prang….. Kaki bulek menendang dan memjatuhkan air tersebut dari gengaman tangan ku.
“Jenengan Karina Yustika (kamu karina yustika).
Dengar kan ini baik baik, Utang ayah mu belum lunas!! Kau akan menepati nya!! Kau harus menepati nya!!!” Ucap Bulek kepada ku.
“Diam!!!” Suara pak mamat keras membentak, sosok ada yg ada ditubuh Bulek, Mulut beliau terdengar membacakan beberapa ayat, berusaha menyadarkan Bulek Rita.
*Koe!!! ojo ikut campur, Tak petenin “ Ujar sosok itu memelototi pak maman, yg semakin kencang membacakan ayat suci. Bulek semakin histeris, dirinya meronta hebat sebelum akhir nya beliau tergulai lemas dan pingsan.
Sudah semua hari ini cukup sampai sini saja pinta pak mamat kepada para warga yg hadir, yg langung direalisasikan dengan pulangnya mereka semua.
Pak Mamat sempat berbincang dengan Pakle, sementara aku dan ke 2 sepupu ku siaga menjaga bulek di kamar, lama menanti akhirnya Pak Mamat pulang aku meninggalkan mereka semua dikamar ke 2 orang tua ku.
Bergegas aku memasuki kamar ku sendiri, ku coba menepiskan pikiran buruk akan apa yang telah terjadi hari ini.
Walau seribu tanya menghantui diri ini.
Siapa kakek tua misterius itu? yang mana aku tidak sempat melihat dia pulang, ingin rasanya aku menanyakan ke Pakle yang tadi duduk disebelah nya, namun ku urungkan niat, mengingat keadaan saat ini belum kondusif.
Dilain hal ada apa dengan Bulek? Utang apa yg belum dibayar orang tua ku? Adakah hubungan kakek itu dengan semua ini? Sudah lah malam ini aku terlalu capek untuk memikirkan semua, mungkin tidur merupakan jawaban terbaik untuk ku.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Berdasarkan cerita narsum, all tempat, nama disamarkan, no comot comot tanpa izin.
Jangan lupa bantu ramaikan.
Salam hi...hi ..hi ...
pemerintah menamai agenda Transmigrasi di era tahun 80 an, sebuah program yang
dirancang untuk meningkatkan ekonomi nasional, membuka lapangan pekerjaan seluas
mungkin dan jua untuk melakukan pemerataan populasi penduduk agar tak hanya
tersentral di pulau jawa.
Sasaran pemerintah pastinya terfokus pada penduduk di pulau jawa, karena
memang selain tingkat populasi yang sudah sesak tidak beriring sejalan dengan
lowongan pekerjaan yang masih minim, hal itu pula yang membuat banyak warga yang
hidup dibawah garis kemiskinan, ~~
Kau dengar? Tidak kah kau dengar? Kisah horor dalam secarik kertas buram, goresan singkat bertintakan darah, tentang hari dimana satu kesalahan membawa malapetaka.
Ku ceritakan pada mu dalam sebuah tulisan, yang mungkin hanya engkau anggap cerita fantasi semata.
Bukan... Bukan... Itu yang ku maksud, kau tak akan pernah percaya.
Pagi itu aku berada pada titik terendah, tanpa dapat menemukan satu hal yang mungkin bisa ku jadikan semangat dalam mengayomi sisa kehidupan.
Impian yang sudah beberapa tahun ku rancang terasa sia sia, lebur bersama dengan isak tangis yang sedari tadi tak dapat ku bendung.
Walau beberapa kali sanak saudara sudah mencoba menenangkan, tetap saja kaki ini seperti engan untuk beranjak, tangan ku terus memeluk erat tubuh Mbah Wir yang sudah terbujur kaku, terbungkus kain putih itu.
Hotel Darlawangsa dipenuhi oleh aparat berbaju coklat serta para pemburu berita, satu kejadian besar telah terjadi, Pembunuhan berencana wartawan senior menjadi Headline yang menghiasi halaman utama setiap media cetak.
Hasil rilis dari olah TKP yang dilakukan oleh pihak berwajib, mengindikasikan Cinta Segi 3 menjadi motif Si penguasa dunia Malam bernama Jhony untuk menghabisi Kirno.
Alkisah di tahun 80 an hidup seorang Janda, umur nya sudah menginjak usia 57 tahun, dirinya memiliki 4 orang anak, anak pertama bernama Rina memiliki 1 orang anak, sementara anak ke 2 nya Mukti memiliki 6 orang anak, dan Giman dengan 5 orang anak.
Satu anak lainnya yg bernama Evi sudah berpulang terlebih dulu menghadap Sang Maha pencipta.
Ok mari kita mulai, satu ketika Si Wanita uzur tersebut mengumpulkan 3 anak nya, untuk membagikan harta, ~~
~dengan harapan ketika dia telah tiada, ke 3 anaknya tidak akan meributkan perihal hartanya yg melimpah tersebut.
Singkar cerita semua sudah dibagi rata, dan hanya menyisakan rumah yg saat ini ditempati olehnya, Si wanita sebenarnya ingin memberikan rumah itu ke cucu nya dari ~~.