Di tengah situasi zaman yang bergerak dinamis, menimbulkan banyak galau. Munculnya fitnah dan persoalan yang membelit seseorang, lazimnya setiap orang Islam mendekatkan diri pada Allah Subhanahu wa ta'ala.
Maulana Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, Rais Am Jam'iyyah Ahlith Thariqah Mu'tabarah An-Nadliyah (JATMAN) memberikan pesan-pesan penting agar umat Islam terhindar dari fitnah zaman.
Berikut 5 pesan Maulana Habib Luthfi bin Yahya:
1. Jangan Tinggalkan Teladan Ulama Salafus Shalihin
Dahsyatnya cobaan akhir zaman seharusnya menjadi pecutan bagi kita untuk kembali meneladani akhlak nabi, sahabat, dan ulama salafus salihin.
“Sekalipun Anda jatuh miskin, pegang teguhlah teladan salafus salihin bila ingin selamat dan mendapat ridha-Nya,” nasihat Habib Luthfi pada para jamaah.
2. Mengedepankan Iman daripada Akal
Allah memang memerintah hamba-Nya untuk selalu menjadi orang yang kritis dan berpikir
dalam merespon fenomena masyarakat yang terjadi di sekitar kita. Namun, sekritis apa pun akal kita dalam berpikir, tetaplah akal memiliki keterbatasan.
Hanya iman yang dapat menguatkan akal atas permasalahan-permasalahan yang tidak dapat kita jangkau. Oleh karena itu,
Habib Luthfi menegaskan bahwa kita harus berhati-hati menanggapi orang-orang yang mengedepankan akal daripada iman, karena hal tersebut membuat kita rugi dunia akhirat. Selain itu, menurut beliau, akal kita ini tidak dapat menerima semua kebesaran Allah SWT
3. Ziarah ke Ulama yang Saleh
Habib Luthfi menyampaikan nasehat ketiga agar selamat dari fitnah akhir zaman. Nasehat tersebut adalah memperbanyak mengunjungi ulama-ulama saleh, baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal.
Menurut beliau, mengunjungi ulama itu banyak sekali manfaatnya, di antaranya adalah jauh dari musibah, penyakit, dan diberi kelancaran rezeki. Namun, beliau menegaskan mengunjungi ulama jangan karena ada maksud tertentu saja. Ketika maksud tersebut sudah terpenuhi,
kita tidak pernah berkunjung lagi ke ulama.
4. Jangan Merasa Benar Sendiri
Yang Maha Tahu dan Maha Benar hanyalah Allah. Namun, penyakit orang zaman akhir ini merasa benar sendiri baik secara individu mau pun organisasi. Tidak jarang,
kita temukan saat ini kelompok yang merasa benar sendiri, sehingga kelompok menyalahkan lain.
Kita semua ini sama di mata Tuhan, hanya takwa yang membedakannya. Kita tidak boleh membeda-bedakan satu dengan yang lain atas nama agama, partai, suku, mazhab, dan lain sebagainya.
Itu nasihat Habib Luthfi yang keempat.
5. Jangan Tinggal Membaca Al-Quran dan Shalawat
Saya sudah mengulas terkait tradisi ulama salaf dalam mengkhatamkan Al-Quran di tautan ini. Ada ulama yang mengkhatamkan Al-Quran satu hari sekali, dua hari, satu minggu,
dan yang paling lama dua bulan sekali. Selain itu, kita juga harus memperkuat bacaan Al-Quran itu dengan bacaan shalawat.
Membaca shalawat sangat mudah.
Cukup membaca:
صَلَّى اللّٰهُ عَلَى مُحَمَّدْ
Hal itu sudah termasuk dalam membacanya.
Mudah, bukan???
Selain itu, tentu kita harus mengamalkan isi kandungan Al-Quran.
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran ) fitnah bagi orang - orang kafir
(tertutup hatinya dari kebenaran ajaran - Mu) . Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al -Mumtahanah : 5).
Wallahu'alam.
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد
_______________________
Tulisan Muhammad Abid Muaffan
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Saya NU, tapi NU-nya Mbah Hasyim
Bukan NU seperti SEKARANG
KH. Marzuki Mustamar Bungkam Gerombolan Kelompok yang Tuduh Liberal kepada Gus Dur, Kyai Sa'id dan NU.
Saat tabayyun di Lirboyo, Kyai Said menjelaskan semua tuduhan yang dialamatkan kepada Kyai Said di hadapan Mbah Idris, Mbah Anwar Mansur, Gus Imam dan Masyayikh Lirboyo lainya.
Mulai tuduhan Syi’ah, tuduhan makelar Seminari, tuduhan liberal, tuduhan antek Wahabi, semuanya dijelaskan dihadapan para masyayikh Lirboyo saat itu, dan clear bahwa tuduhan itu adalah fitnah yang keji
"Kuncine ngaji al-Quran iku ono telu (Kuncinya ngaji al-Qur’an itu ada tiga):
1) Ojo nyawang sopo gurune (Jangan melihat siapa gurunya),
2) Ora usah isin karo umur (Jangan malu karena umur), dan
3) Suwe waktune (lama waktu tempuhnya)."
***
Begini ulasan selengkapnya:
1. Faktor Pangkat
"Ora gelem ngaji al-Quran mergo pangkat/kedudukan gurune luwih rendah? Gusti Kanjeng Nabi Muhammad Saw. iku muride Malaikat Jibril As. ing babakan wacan al-Quran.
Beliau ora isin ngaji al-Quran (musyafahah) marang Malaikat Jibril senajan secara pangkat derajat/kedudukan Malaikat Jibril iku luwih rendah." (Tidak boleh ada lagi alasan tidak mau mengaji al-Quran karena kedudukan guru lebih rendah.
Wong iku iso ketularan karek sepiro senenge. Mbah Kung (KH. Maimoen Zubair), riyen nate ziarah dateng makame Imam Syadzily, bareng ziarah Mbah Kung ketularan, amergi olehe ziarah tenanan, ziarah iku (jusuman wa arwahan) yo awake yo atine.
(Seseorang itu bisa ketularan (Wali Allah) dilihat seberapa besar rasa cintanya. Mbah Maimoen dahulu pernah ziarah ke makam Imam Syadzili, dan saat itu juga Mbah Maimoen ketularan (keshalehan Imam Syadzili), karena saat berziarah begitu khusyuk, ziarah lahir dan batin.)
Imam Syadzily, niku Imam ingkang Kramat, ben tahun berangkat Haji, Imam Syadzily nate dungo nyuwun marang Gusti Allah, supados di paringi sedo nek tanah sek gak tau di gawe maksiat, Imam Syadzily sedo wekdal berangkat ibadah Haji, teng daerah asmane Humaisiroh.
Ini Jawaban Habib Luthfi
Sejarah Wali di Pekalongan
Pada jaman dahuluuu.....
Salah satu wali di Tapanuli Ahmad Syah Jalal (cucu Raja Naser abad India) menikah dengan putri raja Champa (Indocina, Vietnam-Kamboja)
yang kemudian melahirkan Syekh Jamaludin Husen, memiliki 11 anak. Itulah kakek dari wali 9.
Syekh Jamaludin inilah yang melakukan perjalanan -beserta rombongan para ulama yang dari Timur Tengah dan Maroko, hingga sampai ke Indonesia.
Rombongan tersebut disebut sebagai al-Maghrobi (sebutan daerah Maghrib, Maroko). Setelah bertemu di Pasai, Aceh, rombongan tersebut langsung menuju ke pulau Jawa, tepatnya di Semarang. Dari Semarang mereka meneruskan perjalannya ke Trowulan-Mojokerto.
[Utas] Diantara pesan guru kami, Gus Baha'uddin Nur Salim, sangat penting bagi kita memiliki dan mengkaji kitab2 fiqih yang ditulis ulama perseratus tahun. Karena fikih itu dinamis, sesuai dengan perkembangan zaman,
dan tidak semua masalah yang muncul hari ini bisa diselesaikan dengan zhohir pendapat atau tulisan Ulama berabad-abad yang lalu, seringkali justru membutuhkan kontekstualisasi, oleh karenanya dalam sebuah Hadits disabdakan bahwa setiap seratus tahun akan ada mujaddid.
Syaikhina KH. Sa'id Abdurrahim, Pengasuh PP. MUS Sarang, pun pernah berpesan kepada kami, jangan sampai meninggalkan kitab2 turats, kitab2 karya ulama salaf terdahulu, tapi kaji juga kitab2 para ulama zaman sekarang, walau bagaimana pun mereka lebih luas pandangan dan