Waktu sudah pagi. Setelah Dusril, ada empat orang yang ngomong panjaaang sekali. Makanya saya usul untuk bikin Space ulang dengan mengajak Dusril berbicara lebih lama.
Akmal itu nganggep aku menutup diskusi (padahal tidak). Untuk diskusi, harusnya di MK (bukan di Twitter).
*sampai halaman 13 pencarian Google di Rubrik News, masih belum nemu Amerika harus studi ke Timur Tengah untuk belajar penanganan kasus kekerasan di sana*
Santri Gayeng (@gayengco) juga pingin bikin animasi (makanya saya ambil kelas online desain grafis & motion graphic).
Sayangnya pendapatan adsense & sponsor cuma cukup untuk makan bulanan. Dan bulan inipun telat, karena invoisnya masih antrean untuk dibayar.
😂
Gus Baha tidak pernah sekalipun menanggapi Buya Syakur. Tapi channel lain bisa sangat kreatif memanfaatkan isu viral ini untuk mengunggah pengajian Gus Baha.
Penontonnya banyak. Dan @gayengco masih buncit karena gak berani melangkah sejauh itu.
Jadi nDak usah digiring ke “ntar kalau consent apakah diperbolehkan?”, karena permen tentang kekerasan artinya CUMA tentang perlindungan terhadap kekerasan.
Jami’-Mani’
Sekarang tinggal ributin saja: sikap negara terhadap perzinahan diKUHP perzinahan.
👍🏻
Kubu masih ada dua:
Pertama, perzinahan harus dikriminalisasi, meskipun consent.
Kedua, selama ada consent, negara tidak bisa mengkriminalisasi pelaku perzinahan.
Yuk, mulai~
Kubu Pertama:
Indonesia adalag negara relijius, landasannya Pancasila (Sila Pertama). Tolok ukurnya ialah kesepakatan imani bahwa perzinahan—meskipun consent—harus diurus negara (pidana) karena semua agama melarangnya.