Edy Mulyadi bukan fenomena langka apalagi luar biasa pada dunia perpolitikan kita. Baru menjadi bahan perbincangan publik manakala sebuah peristiwa heboh dibuatnya. Padahal, orang-orang dengan karakter sepertinya,
berlimpah dalam jumlah tumpah ruah sebagai fakta manusia politik di negeri ini.
.
.
Mereka senang berbaju agama. Ada yang benar-benar beragama, ada pula yang mengenakan nya hanya demi kamuflase. Hanya demi meraih posisi politik. Target akhirnya selalu posisi untuk dirinya.
Berapa jumlah mereka yang sungguh-sungguh belang warna kulitnya, itu seperti fenomena gunung es. Terlihat kecil dipermukaan tapi menyembunyikan raksasa pada sisi yang tak terlihat.
Manusia-manusia seperti itu senang dengan menghalalkan segala cara. Dan itu baru terlihat ketika dia berulah. Pun pada sosok bernama Edy Mulyadi ini, belang warna dirinya mulai terlihat. Sebagai fenomena gunung es, dia muncul ke permukaan dan maka terlihat.
Belang pada dirinya terkuliti dan menampakkan wajah aslinya. Dia tak lebih dari hanya sekedar sosok pragmatis yang bukan mustahil akan segera menari manakala saudaranya terlibat baku hantam.
Dia terlihat senang dengan keributan hingga sensasi murahan dan maka fitnah serta tuduhan keji, konon sering dia buat. Rekam jejaknya mulai berbicara.
Ulahnya saat menyebut sebuah tempat yang kelak akan dijadikan Ibu Kota Negara sebagai tempat Jin membuang anak, jelas tak mungkin dia buat tanpa maksud. Itu dapat dirunut dari track record nya selama ini.
Dimulai dengan predikat sebagai wartawan senior yang dilekatkan pada dirinya, Edy ingin terlihat sebagai sosok yang bukan sembarangan. Citra yang sengaja dilekatkan dengan cara seperti itu mengingatkan kita pada pola yang sama terkait sosok yang mengaku lulusan Vatican,
mantan biarawati atau bahkan merupakan keturunan suci tertentu.
.
.
Itu semua mereka maknai sebagai intro atau pembuka. Itu sekaligus sebagai sebuah kebiasaan para pragmatis ingin memulai pekerjaannya. Menghalalkan segala cara demi target tertentu mereka pakai.
"Emang siapa sih Edy Mulyadi ini?"
Edy bisa menjadi apa saja. Dengan predikat wartawan seniornya, dia telah memikat banyak bahlul yang kita tahu sangat mudah silau. Tulisan-tulisannya yang banyak menyudutkan Jokowi memberinya tempat pada posisi seberang pemerintah.
Dia sukses memikat jutaan orang dengan investigasinya terkait para martir di KM 50 dengan channel YouTube nya.
Video reportase Edy Mulyadi dari KM 50 tol Jakarta-Cikampek, hanya dalam satu hari telah ditonton lebih dari 1 juta kali. Edy Mulyadi mengunjungi titik itu untuk mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada enam laskar efpei yang tewas Senin dinihari pada 7 Desember 2020.
Dia juga dapat menjadi Ustad. Aksi parade tauhid yang akan dilakukan pada tanggal 28 September 2019 dan kemudian diubah menjadi aksi mujahid 212 selamatkan NKRI, ternyata, Ketua Panitianya bernama Edy Mulyadi.
Entah bagaimana caranya, di depan namanya, tersemat gelar ustad.
.
.
Dia dapat pula menjadi Ketua GNPF Ulama. Tercatat sejak Juli 2019, Edy Mulyadi sudah menjadi Sekjen GNPF Ulama.
.
. gatra.com/detail/news/43…
Edy Mulyadi, ternyata dia juga salah seorang deklarator KAMI. Dia pernah berungkap bahwa deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang akan dilakukan pada 18 Agustus 2020 di Tugu Proklamasi, Jakarta disebutnya telah membuat rezim panik.
.
. jurnas.com/mobile/artikel…
Dan luar biasanya, ternyata dia seorang caleg dari PKS. Itu tercatat dalam pemilihan legislatif April 2019. Dia adalah caleg PKS nomor urut 8 daerah pemilihan Jakarta III yang meliputi Jakarta Barat Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu.
Dia gagal dan tak pernah duduk menjadi anggota legislatif.
.
.
Dan bila benar dia berasal dari PKS, kita hanya mampu geleng kepala saja sambil bergumam, "pantesan saja..".
"Bukankah sudah diklarifikasi dan ditolak oleh PKS?"
Buang badan seperti itu jelas bukan cerita yang baru sekali ini saja terjadi. Yang jelas, bila dia berprestasi, pasti akan diakui sebagai kadernya bukan?
Pernah dengar nama Machiavelli?
Machiavelli adalah seorang filsuf masa Renaissance. Sekaligus dia adalah seorang diplomat dan seniman drama yang lahir di Florentina tahun 1467.
Karyanya yang berjudul Sang Pangeran yang sangat berpengaruh pada perilaku politisi jahat sehingga namanya melekat sebagai sebutan politik yang menghalalkan segala cara demi meraih tujuan. Machiavellianism, konon dengan cara itu kita menyebutnya.
Secara kekinian apa yang berkembang dan menjadi fenomena adalah konsep pragmatisme. Dia mengacu pada tujuan praktis semata. Dia mengesampingkan nilai-nilai dalam proses pencapaiannya.
Gejala seperti inilah yang kini kita rasakan dalam berbagai dimensi kehidupan termasuk dalam dunia politik. Cerita Edy Mulyadi hanya fenomena gunung es.
Bila Niccolo Machiavelli berbicara konsep itu baru pada abad 15, konon hal serupa yakni pragmatisme manusia justru sudah pernah diungkap oleh Raja Kediri yang sekaligus seorang Pujangga,
Sri Maharaja Mapanji Jayabhaya 4 abad sebelumnya yakni pada abad 11. Beliau lebih dikenal dengan nama Joyoboyo.
.
.
Dalam kitab karya Joyoboyo, Serat Jayabaya Musarar dan Serat Praniti Wakya, Joyoboyo telah mengisyaratkan, "yen wis titi wancine jaman edan, sopo sing ora melu edan ora bakal keduman" (bila sudah waktunya jaman gila, siapa yang tidak ikut gila tidak bakalan dapat bagian).
Dan benar, apa yang dibicarakan Joyoboyo itu kini muncul dalam cerita versi Edy Mulyadi dan banyak Edy-Edy yang lain. Saat ini kondisi seperti itu benar-benar terjadi dalam berbagai aspek kehidupan dan terutama dalam politik kita hari ini.
Dalam cara ingin mencapai tujuan, kita terjebak pada cara tak pantas. Pragmatis cara kita telah membuat kita siap melakukan apapun asal tujuan kita tercapai.
Seharusnya, esensi dari proses perubahan adalah tujuan akhir untuk menjadi lebih baik bukan?
Bila ya, konsep Joyoboyo dengan teori "ngónó yo ngónó ning ojo ngónó" ternyata telah menyediakan jalan. Petuah itu memiliki makna yang sangat dalam.
"Gitu ya gitu, tapi jangan gitu dong", bermakna bahwa semua pihak harus bisa menahan diri dalam menghadapi setiap persoalan dan maka tak tepat bila hanya mengandalkan ego diri sendiri maupun kelompoknya.
Bangsa ini dibangun atas dasar komitmen bersama dari berbagai elemen yang sangat majemuk.
Dan Nusantara berbicara itu.
.
.
.
.
__________________________
Gambar ambil dari mana-mana
Koreksi : Dia dapat pula menjadi SALAH SATU Ketua GNPF Ulama.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Bukankah sia-sia belaka bila kita punya rumah tapi setiap ingin masuk rumah kita sendiri, kita harus meminta izin terlebih dahulu pada tetangga?
Sudah gitu, kudu bayar pula.
Bagaimana kalau kondisi kita sebagai bangsa ternyata memang seperti itu?
Kita mengaku telah merdeka sejak 17 Agustus 1945 namun faktanya, tidak sepenuhnya seperti itu. Pada halaman rumah kita sendiri yang berada di Natuna dan Kepulauan Riau,
berlaku aturan bahwa kita wajib minta izin pada tetangga kita Singapura. Pada dua wilayah itu masih dikuasai oleh Singapura dan luar biasanya, penguasaan itu diakui secara internasional.
.
.
Sudah sebulan lebih tiap akhir pekan di pintu kedatangan Schipol Airport itu ada seorang lelaki tua yg berdiri di antara para penjemput penumpang pesawat Garuda yg terbang dari Jakarta.
Matanya selalu tertuju pada setiap penumpang yg keluar dari pintu kedatangan, terutama penumpang perempuan.
Persis di depan pintu keluar itu ada sebuah cafe yg biasa dikunjungi para penjemput sambil menunggu kedatangannya.
Dan jika sudah lelah pak tua itu pesan kopi sebelum pulang.
Seorang mahasiswi cantik yang bekerja paruh waktu sebagai pelayan cafe itu tidak dapat menahan keingintahuannya.
Konon SpaceX perusahaan transportasi luar angkasa swasta Amerika Serikat yang didirikan oleh Elon Musk dikabarkan akan membangun fasilitas peluncuran di ibu kota negara yang baru, IKN Nusantara.
Hal itu disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa ketika dalam rapat Pansus IKN DPR dengan Pemerintah dan DPD, RI pada Kamis (13/1/2022).
"Serius?"
Serius hanya akan bikin heboh, IYA.
Ketika ramai kebijakan nikel kita ambil, cerita tentang rencana pendirian dan pembangunan pabrik mobil listrik hingga baterainya juga berhasil membuat kita heboh. Elon Musk dengan Teslanya konon dikabarkan akan turut hadir. Faktanya, tidak.
HNW ini aneh. Sekolahnya tinggi, gelarnya banyak, strata di masyarakat bagus bahkan jabatannya di pemerintahan pun ga tanggung-tanggung.
Tapi saat memahami esensi sebuah kalimat sederhana saja, dia ternyata.., ya hanya segitu saja. Kadang sempat terpikir bahwa dia itu cenderung asbun atau yang penting terdengar kritis.
"Butuh Rp466 T Demi Pindah Ibu Kota Baru, Pemerintah Bakal Pungut Pajak Khusus, Refly H: Efektif atau Tidak?. Dan Apa Itu Prioritas Negara? Bukankah lebih prioritas atasi covid-19 dg segala dampaknya, juga laksanakan janji2 kampanye?."
Anggap saja kejadian ini dimulai pada 19 Januari 2015. Satelit Garuda 1 yang telah diluncurkan sejak 12 Februari 2000 keluar orbit pada tanggal tersebut.
Satelit ini mengorbit di atas langit Sulawesi dan menempati posisi pada slot 123 Bujur Timur. Slot itu adalah 1 dari 7 slot yang dimiliki Indonesia.
Karena satelit Garuda 1 bergeser atau keluar dari orbitnya dan kemudian slot itu kosong, aturan yang ada adalah Indonesia harus segera mengisinya kembali.