HNW ini aneh. Sekolahnya tinggi, gelarnya banyak, strata di masyarakat bagus bahkan jabatannya di pemerintahan pun ga tanggung-tanggung.
Tapi saat memahami esensi sebuah kalimat sederhana saja, dia ternyata.., ya hanya segitu saja. Kadang sempat terpikir bahwa dia itu cenderung asbun atau yang penting terdengar kritis.
"Butuh Rp466 T Demi Pindah Ibu Kota Baru, Pemerintah Bakal Pungut Pajak Khusus, Refly H: Efektif atau Tidak?. Dan Apa Itu Prioritas Negara? Bukankah lebih prioritas atasi covid-19 dg segala dampaknya, juga laksanakan janji2 kampanye?."
Itu adalah cuitan beliau. Entah sebagai tanggapan sekaligus pertanyaan atas berita terkait Refly yang juga berkomentar soal pajak bagi pembangunan Ibu Kota Nasional atau justru booster kekonyolan, hanya mereka berdua yang tahu. Semoga saja hanya drama.
Bila itu fakta atau itu benar merupakan pernyataan yang berangkat dari kepakaran mereka, bangsa ini benar-benar sedang dalam masalah besar. Para orang pintar itu salah membuat interpretasi atas kalimat sederhana.
Mereka berdua berpikir bahwa pemerintah seolah sedang akan membuat aturan pajak baru untuk "support" pembangunan IKN yang butuh dana sangat besar yakni 466 triliun rupiah.
Dalam artikel itu, Refly menuturkan jika pajak tersebut dikhususkan untuk yang ada di IKN baru, otomatis pajak baru bisa diberlakukan ketika ibu kota baru itu sudah ada penduduknya.
Kecuali jika pajak khusus tersebut diberlakukan untuk seluruh masyarakat Indonesia, hal tersebut akan menjadi soal yang lain lagi.
"Apakah efektif atau tidak? Karena kalau pajak itu hanya diberikan kepada IKN itu, ya nanti kalau sudah ada penduduknya. Kecuali kalau pajak ini diambil dari seluruh rakyat Indonesia untuk membantu IKN itu soal lain," tutur Refly.
Refly berbicara menanggapi isu seolah pajak baru itu sengaja akan dibuat oleh pemerintah untuk biaya pembangunan IKN dan maka secara logis bisa bermakna akan menjadi masalah manakala seluruh rakyat Indonesia dilibatkan atau dipajaki.
Kenapa?
Karena IKN belum ada penduduknya dan maka ga mungkin akan dipajaki saat ini. Artinya, siapa lagi kalau bukan seluruh warga negara bukan?
Anehnya, HNW justru turut membenarkan anggapan salah itu dengan cuitan : "Butuh Rp466 T Demi Pindah Ibu Kota Baru, Pemerintah Bakal Pungut Pajak Khusus, Refly H: Efektif atau Tidak? dst."
Padahal, dalam RUU IKN jelas sekali tertulis bahwa pajak itu adalah terkait soal PENYELENGGARAAN bukan PEMBIAYAAN. Mereka terjebak pada dua materi berbeda namun dianggap saling terhubung.
Yang satu bicara tentang pembiayaan pembangunan IKN yang lain adalah tentang bagaimana pembiayaannya kelak bila sudah berdiri.
Berdasarkan Pasal 24 RUU IKN, pendanaan persiapan, pembangunan, hingga pemindahan ibu kota berasal dari dua sumber utama. Sumber pertama adalah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan sumber berikutnya ialah sumber lain yang sah dan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Untuk mendanai penyelenggaraan IKN, pemerintahan khusus IKN atau Otorita IKN dapat melakukan pemungutan pajak atau pungutan lain. Pajak dan retribusi daerah yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan berlaku secara mutatis mutandis sebagai pajak dan pungutan khusus IKN.
Itu jelas dua perkara yang berbeda. Satu bicara terkait dari mana dana kita dapat ketika kita akan bangun rumah, satu yang lain soal bagaimana kebutuhan harian kelak ketika rumah itu sudah jadi.
Kenapa perkara pajak juga harus ditulis disana bila hal itu baru relevan akan ada ketika IKN sudah terwujud, karena kewenangan yang selama ini diatur UU hanya untuk Pemda, termasuk DKI Jakarta sebagai ibukota saat ini.
Untuk otoritas IKN memang perlu dibuat antisipasinya agar kewenangan itu ada sehingga setara dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Dan maka, harus dibuatkan UU nya.
Artinya, nafas bagi hidup ibukota baru itu kelak memang akan dibiayai dengan pajak sama dengan banyak daerah yang lain.
Bila itu wajar sebagai sesuatu yang seharusnya tapi kenapa masih saja tetap ditulis, itu terkait dengan kondisi Ibukota itu yang kelak tak punya Gubernur atau Walikota sebagai proses pilkada dan berbeda dengan daerah lain tapi aturan mainnya harus tetap sama. Itu soal PENEKANAN.
Bukankah makna kata mutatis mutandis seharusnya sudah cukup benderang untuk menggiring nalar mereka yang biasa berkecimpung dalam pembuatan UU apalagi seorang ahli hukum tata negara agar cepat tanggap?
Bahwa bila kemudian dua sosok itu justru mencampuradukkan dua hal berbeda itu dengan pikiran seolah pajak yang akan dibuat oleh pemerintah adalah demi biaya pembangunan IKN,
itulah makna bangsa ini dalam masalah besar. Itu fakta bahwa orang yang kita anggap pintar ternyata bermasalah dalam hal membaca.
.
.
Bisa dibayangkan, bagaimana konyolnya orang-orang yang begitu mengidolakan mereka berdua bukan?
.
.
.
.
____________
Gambar & Video ambil dari mana-mana
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Anggap saja kejadian ini dimulai pada 19 Januari 2015. Satelit Garuda 1 yang telah diluncurkan sejak 12 Februari 2000 keluar orbit pada tanggal tersebut.
Satelit ini mengorbit di atas langit Sulawesi dan menempati posisi pada slot 123 Bujur Timur. Slot itu adalah 1 dari 7 slot yang dimiliki Indonesia.
Karena satelit Garuda 1 bergeser atau keluar dari orbitnya dan kemudian slot itu kosong, aturan yang ada adalah Indonesia harus segera mengisinya kembali.
WADUH...!
.
.
.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa cuitan Ferdinand Hutahaean soal 'Allahmu ternyata lemah'
merupakan berita bohong. "Jadi cuitan itu harus lengkap ya. Apa yang dikatakan oleh saudara FH (Ferdinand Hutahaean) dalam cuitan dengan menggunakan akunnya sendiri itulah alat buktinya.
.
.
Jadi teman-teman baca sendiri, dengar sendiri, itulah berita bohongnya," ujar Ramadhan saat ditemui di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (11/1/2022).
Ketika anda harus berkali-kali melakukan check lalu recheck, kemudian check lagi dan lagi sebelum tulisan itu anda share, itu pasti tentang makna tulisan penting.
Bisa saja karena tulisan itu terkait dgn kredibilitas anda atau justru karena tulisan itu sangat berbahaya dan maka data harus valid mutlak dibutuhkan. Bukan hanya itu, pilihan kata hingga tanda baca agar intonasi dan unsur penekanan mendapatkan target juga harus anda cermati.
Bisa jadi peristiwa hukum yang menimpa Ferdinand adalah tentang cerita seperti itu. Buktinya adalah faktor 21 saksi ahli. Itu terkait unsur check dan recheck. Check lagi dan lagi dan lagi....DAN ITU TAK DAPAT DISANGKAL MAKNA PENTING DAN URGENT BUKAN?
PEMERINTAH TELAH MENCABUT sebanyak 2.078 izin perusahaan penambangan minerba dengan alasan tidak pernah menyampaikan rencana kerja.
Izin yang telah mereka dapat selama bertahun-tahun ternyata tidak pernah dikerjakan, dan itu menyebabkan tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Selain itu, pemerintah juga telah mencabut 192 izin perusahaan di sektor kehutanan seluas 3.126.439 hektare.
“Le.. Tuhanmu tak akan marah bila kamu meminta kepadaNYA, tapi sering-seringlah menyapaNYA daripada kau meminta, karena temanmu akan lebih suka kau menyapanya daripada kau sering meminta, walaupun Tuhan, tidak sama dan sebanding dengan temanmu.”
Demikian seorang yang saya kenal melalui akunnya pernah mendapat nasehat dari almarhum ayahnya 30 tahun yang lalu.
Ungkapan-ungkapan kebanggaan untuk seorang Bapak yang tersampaikan apik di sebuah akun (akun sekarang adalah yang ke-4 setelah ketiga akun sebelumnya tewas)
Di sela kesibukannya menjadi diri sendiri lewat cuitan-cuitan yang mengajak kita untuk menempatkan manusia di atas agama. Kadang ia menyelipkan cerita tentang bagaimana keluarganya hidup dalam kebhinekaan.