Teguh Faluvie Profile picture
Jun 1, 2022 160 tweets 88 min read Read on X
"Mereka" menunggu, mengajak hingga memaksa aku untuk mati... setelah siksaan itu datang, hampir dapat kupastikan, semua itu tidak akan pernah berakhir...

[A Thread]

"Darah Penghantar Kematian"

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror #threadhorror Image
@bacahorror @IDN_Horor Desclaimer :
Cerita kali ini sedikit banyaknya akan berbeda dengan judul cerita yang pernah saya bagikan, membuat saya cukup dan sangat berhati-hati dalam proses penulisannya, maka dari itu
@bacahorror @IDN_Horor jika terdapat kesalahan, mohon di maafkan. Seperti biasa, segala kesamaan nama, tokoh, dan tempat sudah saya samarkan.
-----
@bacahorror @IDN_Horor Sejatinya dalam hidup selalu berdampingan dengan “Kematian” perihal itu sudah aku dengar, maupun aku baca, dalam semua agama percaya bahwa hal itu akan datang dan terjadi, atas nama takdir dari sang pencipta.
@bacahorror @IDN_Horor Tapi, bagaimana jika kematianku sudah ada yang menunggu, mengajak, hingga memaksa.
Setelah malam itu ketukan pintu berbunyi, menjadi awal “Tamu” itu datang, kemudian “Mereka” perlahan membuat teror yang semakin membabi buta, tanpa alasan.
@bacahorror @IDN_Horor Sebuah malam jika bisa terulang dalam hidup, malam itu ingin sekali kaki ini tidak bisa melangkah dan tangan ini tidak bisa bergerak, agar semuanya tidak terjadi.
Kenyataannya, aku tidak lagi mencari sebab dari pada akibat, melainkan aku tidak ingin mati sebelum waktunya tiba,
@bacahorror @IDN_Horor apalagi untuk mencari jawaban akan siapa yang mengirim kematian itu kepadaku, bahkan suami dan dua anak perempuanku yang tidak mempunyai dosa sama sekali, harus ikut menerima.
@bacahorror @IDN_Horor Semua berawal dari pertanyaan dan kemudian selama tiga tahun lamanya, jawaban yang ingin aku ketahui, malah membuat aku tidak percaya, bahwa sejatinya yang paling berbahaya bukan lagi Iblis, melainkan manusia.
@bacahorror @IDN_Horor “Arumi, kenapa jadi seperti ini... kenapa nasib kamu sebegininya Rum…”
“Sudah satu minggu sebenarnya Adit menyaksikan perubahan Arumi Mah, bahkan kelakuannya kepada Cio dan Kia anaknya di luar nalar, pernah hampir mau di cekik oleh Arum… -
@bacahorror @IDN_Horor - tapi Mah, Adit ingat, setelah hujan deras malam itu, Arumi membuka pintu, seperti bicara dengan seseorang, Adit melihat seseorang samar-samar penuh darah. Namun, setelah Adit pastikan, malah tidak ada apa-apa… -
@bacahorror @IDN_Horor - setelah kembali tidur di sebelah Adit, baunya seperti orang yang meninggal…”
“Rum… Arumi, jika memang ada kaitanya dengan bisnis Mamah dan Bapak tiri kamu, coba bicara…”
“Bukan Mah, malah Adit curiga…”
“Tidak mungkin Dit! Tidak!”

-----
@bacahorror @IDN_Horor Saya lanjut besok malam atau sore sampai selesai Part 1, teman-teman bisa retweet dan like terlebih dahulu thread ini, agar yang lainnya ikut membaca. semua kumpulan thread horror di twitter ada di profil – klik tab like.

-----
@bacahorror @IDN_Horor Part 1 – Ketukan

Uluran tangan itu hadir untukku... Namun bukan untuk membantu... Uluran tangan itu mengajakku agar segera menjemput kematianku... Aku sekuat tenaga menolak dan menghindar, namun aku gagal.
@bacahorror @IDN_Horor Kini, saat petaka demi petaka itu datang... kutau ini hanyalah sebuah awal dari siksaan kekal yang akan membunuhku perlahan lahan...
...
@bacahorror @IDN_Horor Agustus tahun 2009, empat tahun lamanya setelah menikah dengan suamiku Adit dan langsung diberikan sebuah titipan dari tuhan, dua anak perempuan yang bernama Cio anak pertamaku dan hanya berbeda dua tahun, lahirnya Kia.
@bacahorror @IDN_Horor Aku ikut hidup bersama Ibu dan Bapak tiriku, untuk mengurus bisnis yang bergerak di bidang bahan-bahan bagunan di ibu kota, bahkan sampai mempunyai beberapa cabang.
Hingga hari ini, aku sedang dalam perjalan untuk kembali ke kampung,
@bacahorror @IDN_Horor setelah meninggalkan rumah di kampung selama 7 tahun lamanya, tentunya bukan tanpa alasan, melainkan keputusan terbaik, yang di dukung juga oleh keadaan.
“Rum… sebentar lagi kita sampai, apa sudah pasti Kang Etis siapin rumahnya?” ucap Adit, tatapanya masih ke depan.
@bacahorror @IDN_Horor Adit duduk di depan, bersebelahan dengan Pak Rizki, supir kepercayaan Ibu dan Aku, selama hidup di ibu kota.
“Harusnya sudah Dit, beberapa minggu ke belakang bahkan Kang Entis sudah mengecat ulang, sama benerin semua saluran air, bagunan toko juga di kecamatan -
@bacahorror @IDN_Horor - sudah hampir beres…” jawabku, sambil mengelus kepala Kia, sudah tertidur dari tadi di pangkuanku, sementara Cio tidur menyandar ke bagian lenganku.
“Kamu kelihatan cemas, sudahlah Rum… kejadian itu sudah lama, jangan kamu pikirkan lagi” ucap Adit, sambil melihat ke belakang.
@bacahorror @IDN_Horor Anehnya Pak Rizki yang melihat ke arahku, dari spion tengah mobil, malah memasang tatapan cemas kepadaku, apalagi 7 tahun kebelakang Pak Rizki lah yang menjemput aku seorang diri, di rumah yang akan kembali aku tempati.
@bacahorror @IDN_Horor Namaku Arumi Aulia, anak perempuan satu-satunya dari pasangan yang sudah bercerai, ketika aku baru saja memahami arti dalam tentang keluarga, malah di tahun itu juga ketika usiaku menginjak 18 tahun, hidup benar-benar berubah,
@bacahorror @IDN_Horor apalagi setelah kepergian Ibu dan Pak Arsa, Bapak tiriku ke ibu kota, aku hampir saja gila, karena apa yang seharusnya menjadi hak yang Ibu berikan kepadaku, melalui di titipkannya aku pada adik-adik Ibu, malah berbalik menjadi sebuah awal penyiksaan tahun itu
@bacahorror @IDN_Horor dan sekarang aku sedang tidak yakin dengan ucapan Ibu “Semua orang bisa berubah Arumi... tolong percaya sama Ibu”.
Sebuah ucapan yang membawa aku pada perjalanan pulang kampung, selain untuk keperluan bisnis Adit, memperlebar bisnis Ibu, di kecamatan ini.
@bacahorror @IDN_Horor “Arumi… dari tadi melamun terus, kenapa lagi” tanya Adit, sangat cemas.
Aku hanya mengelengkan kepalaku, sambil berpikir apa mungkin adik-adik Ibu sudah berubah.
“Sudah Neng, jangan terlalu dipikirkan, nanti Pak Arsa dan Ibu Dahlia juga sama Bapak -
@bacahorror @IDN_Horor - akan sering-sering main kesini… lagian sekarang di rumah ada Non Nesa, teh Tita juga, bisa nemenin Ibu Dahlia, selain Mba Nunung...” ucap Pak Rizki perlahan, sambil fokus mengemudi mobil, namun dari suaranya itu, jelas aku menangkap sebuah kecemasan.
@bacahorror @IDN_Horor Aku hanya menganggukan kepala saja, sambil terus melihat ke samping jendela mobil, apalagi alasan selanjutnya aku menyetujui kepulangan ini, karena Tita anaknya Teh Yuni adik Ibu, sudah bekerja di rumah selama empat hari, setelah dengan anehnya Ibu bisa menerima begitu saja,
@bacahorror @IDN_Horor padahal perlakukan Teh Yuni kepadaku, Ibu sudah mendengar ceritanya, tapi tetap saja sangat percaya dengan adik kandungnya itu, walaupun aku sudah menolaknya dari obrolan dengan Ibu secara baik-baik sampai sebaliknya, karena sebuah kecemasan tanpa alasan.
...
@bacahorror @IDN_Horor Sudah hampir tujuh jam perjalanan dari ibu kota menuju kampung akan tiba, berbarengan dengan matahari kuning keemasan mulai turun dari arah barat, sementara hamparan pemandangan sawah, sudah menyambut kedatanganku.
@bacahorror @IDN_Horor “Dulu lewat kesini pas berangkat di jemput Pak Rizki aku sedang nangis kejang, bukan karena pergi, melainkan sakit hati pada kejadian itu…” ucapku dalam hati.
Sebuah rumah tua yang baru saja di cat ulang menjadi hal yang aku rindukan, sedikit terobati,
@bacahorror @IDN_Horor walaupun di rumah yang sekarang aku lihat ini, sesuatu buruk pernah terjadi. Halaman hijau yang luas, serta tanaman teh-tehan sudah terpotong rapi menjadi pagar rumah.
“Alhamdulilah sampai juga Pak” ucap Adit.
“Iyah Pak Adit, walaupun cukup capek yah, -
@bacahorror @IDN_Horor - sudah lama tidak perjalanan jauh saya ini, eh itu tuh...” jawab Pak Rizki, sambil menunjuk ke depan.
Seorang lelaki yang tidak terlalu tua sedang berjalan dengan cepat ke arah di mana mobil sudah berhenti, tepat di depan rumah, diikuti perempuan yang hampir sama usianya,
@bacahorror @IDN_Horor Kang Entis dan Bi Ihat, orang yang Ibu dan aku percayai mengurus rumah, setelah aku pergi di tahun itu.
“Cio bangun Nak, tuh sama papah di gendong, ayo sudah sampai ini” ucapku, sementara Kia langsung terbangun mendengarkan obrolan Adit, Pak Rizki dan Kang Entis.
@bacahorror @IDN_Horor “Neng Arum...” ucap Bi Ihat, setelah pintu mobil Adit buka dari luar.
“Bibi, apa kabar sehat” jawabku, sambil bersalaman, langsung saja Cio di gendong Bi Ihat, apalagi tulang punggung rasanya sudah lepas, saking pegalnya.
@bacahorror @IDN_Horor Untungnya Cio dan Kia dua anak perempuan yang terbilang mudah akrab dengan siapapun, membuat aku tidak terlalu cemas, untuk anak 5 tahun dan 3 tahun berpindah pangkuan.
“Dari kemarin Teh Yuni sama Teh Diah, dua adiknya Ibu sudah telpon akang terus Neng, -
@bacahorror @IDN_Horor - nanyain Neng Arumi kapan datang, aneh saja tiba-tiba... malah Bibi sudah masak di dalam, untuk makan bareng sore ini” ucap Kang Entis sambil menurunkan semua barang-barang di mobil.
Ketakutan yang selama ini sudah aku kubur dalam-dalam perlahan begitu saja bangkit kembali,
@bacahorror @IDN_Horor selanjutnya kecemasan yang aku rasakan, seolah luka yang sudah kering terkelupas perlahan.
“Terus mereka bilang apa lagi Kang?” tanyaku, perlahan.
Adit, Pak Rizki, dan Bi Ihah sudah baru masuk ke dalam rumah, setelah melewati dua pintu tua.
“Cuman tanya-tanya, mungkin -
@bacahorror @IDN_Horor - sudah tahu juga bangunan toko di kecamatan Neng... soalnya dapet cerita dari Pak Mumuh mandor bangunanya, beberapa kali Teh Yuni datang kesana...” ucap Kang Entis.
“Serius?!” ucapku sedikit keras.
Membuat Kang Entis sangat kaget, melihat ke arahku dengan cemas.
@bacahorror @IDN_Horor “Maaf Neng kalau salah, tapi... memang seperti itu... Ibu Dahlia juga di kota bilang titip Neng Arum...” ucap Kang Entis, menaruh barang-barang di ruang tamu.
Aku langsung duduk di sofa yang terasa masih bagus, untuk ukuran yang sudah lama tidak ditempati,
@bacahorror @IDN_Horor sementara terlihat dari tatapan lurus aku, semua sudah duduk di meja makan.
“Apa benar sudah berubah...” ucapku perlahan, walaupun aku merasa aman sekarang sudah mempunyai Adit sebagai suamiku.
“Ayo Neng makan dulu, kasin pasti laper, mulai sekarang Bibi bantu urus Cio dan Kia -
@bacahorror @IDN_Horor - sampai menginap juga itung-itung nemenin Neng Arum yah, sudah jangan cemas...” ucap Bi Ihat, yang tiba-tiba ada di dekatku.
Memang dari dulu hanya Bi Ihat dan Kang Entis saja yang notabennya bukan siapa-siapa, bahkan tidak ada ikatan saudara, yang sudah dekat denganku,
@bacahorror @IDN_Horor apalagi dulu juga orang tua Kang Entis sudah lama bekerja pada almarhum Nenek, yang mempunyai bisnis tanah di kampung ini, “Juragan tanah” orang-orang menyebut Nenek dan Kakek seperti itu.
“Sudah-sudah lanjut saja makan, barusan Teh Yuni telpon Akang, -
@bacahorror @IDN_Horor - katanya nggak jadi datang sore ini... paling besok bareng sama Teh Dyah...” ucap Kang Entis.
...

“Maaf yah Neng soal tatapan Bapak ketika di jalan, cuman bapak cemas saja... tidak ada maksud apapun” ucap Pak Rizki sambil berjalan denganku ke depan rumah.
@bacahorror @IDN_Horor Apalagi aku tahu betul, Pak Rizki sudah seperti saudaraku sendiri, dengan segala kebaikannya.
“Iyah Pak tidak apa-apa, Bapak juga pahamkan dulu aku seperti apa...” ucapku.
“Iyah Neng, tapi...” ucap Pak Rizki langsung terhenti, seperti menahan apa yang akan diucapkannya.
@bacahorror @IDN_Horor “Kok enggak di lanjut Pak, tapi kenapa?” tanyaku.
“Tapi... memang benar Neng manusia itu bisa berubah, kalau kata Mbah saya di kampung, yang berubah itu harus dengan hatinya, bukan kelakuan nya saja...” ucap Pak Rizki, sambil menundukan kepalanya.
@bacahorror @IDN_Horor Aku langsung terdiam, apalagi kecemasanku terhadap dua adik perempuan Ibuku bukan hanya akan kembali menimpa aku, namun Adit suamiku juga Cio dan Kia dua anak perempuanku, yang sedang bermain dengan asiknya bersama Bi Ihat.

***
@bacahorror @IDN_Horor Di kala langit baru saja berganti dengan malam, setelah Pak Rizki menolak untuk menginap malam ini di rumah, aku dan Adit mengantarkan Pak Rizki sampai halaman depan, untuk pergi kembali ke ibu kota. Apalagi tidak menyangka Cio dan Kia cepat akrab dengan Bi Ihat,
@bacahorror @IDN_Horor membuat bebanku sedikit berkurang hari ini setelah perjalanan jauh.
“Dit!” ucapku perlahan.
“Sudah Rum... sudah aku pastikan rumah aman, masih layak di huni, palingan bagian dapur, harus segera diperbaiki sebelum musim hujan tiba... mudah-mudahan yah... percayakan sama aku, -
@bacahorror @IDN_Horor - malam itu kita sudah sepakat Arumi...” ucap Adit, sambil memegang tanganku dengan hangatnya.
“Siapa...” ucapku tiba-tiba, karena ketika akan membalikan badan ke arah rumah, aku melihat seorang perempuan berjalan cepat ke arah belakang rumah.
@bacahorror @IDN_Horor “Siapa ah kamu ini, nggak ada siapa-siapa juga... sudah kamu lelah ini, tumben kaya begitu” ucap Adit, sambil merangkul bahu aku.
Padahal aku melihat jelas, perempuan berbaju daster merah polos, berjalan cepat ke arah dapur.
@bacahorror @IDN_Horor Karena penasaran, aku langsung berjalan ke dapur dengan cepat, apalagi pintu dapur terakhir yang menjadi penutup ke halaman belakang, sudah terbuka.
“Kang...” ucapku perlahan, karena yakin Kang Entis ada di dapur.
@bacahorror @IDN_Horor Pemandangan gelap malam yang perlahan mulai pekat sudah aku lihat dengan kedua bola mataku, hanya ada tumpukan kayu-kayu kering dan kebun pisang saja yang aku lihat.
“Tidak ada Kang Entis, perempuan tadi siapa” ucapku, perasaanku semakin di buat takut,
@bacahorror @IDN_Horor apalagi baru pertama kali aku melihat rambut panjangnya terurai begitu saja di punggungnya.
“Harusnya tidak ada jalan lagi kesana, dari dulu ini rumah paling ujung...” ucapku dari belakang.
“Arum...”
“Arum...”
“Ayo ikut, kamu akan mati...”
“Hahaha...”
@bacahorror @IDN_Horor Suara itu bukan dari arah samping yang aku lihat ketika penampakan wanita di depan rumah, malah dari arah sebaliknya, membuatku kaget sambil membalikan badan, dengan sangat cepat, tiba-tiba munculah kepala perempuan yang aku cari, dari tembok samping rumah,
@bacahorror @IDN_Horor dengan wajah yang menakutkan.
“Neng!”
“Astagfirullah Kang!!!” ucapku, langsung memegang dada, apalagi terasa jantungku seperti akan lepas.
“Maaf Neng, Akang panggil beberapa kali, Neng malah melamun, lihat apa emangnya?” tanya Kang Entis.
“Emangnya dari mana Akang?” tanyaku,
@bacahorror @IDN_Horor sambil bertanya-tanya pada diriku sendiri, akan kejadian barusan.
“Astagfirullah, itu Akang baru ganti lampu samping Neng biar terang, nggak kuning kaya barusan...” jawab Kang Entis.
@bacahorror @IDN_Horor Padahal dari pertama aku melihat pintu terbuka, lalu memanggil nama Kang Entis, sama sekali aku tidak melihatnya, malah wajah dan ucapan yang menyeramkan yang sekarang aku ingat.
“Rum!”
“Pak kayanya Neng Arum lelah, mending ajak istirahat di kamar...” ucap Kang Entis.
@bacahorror @IDN_Horor Aku tidak menjawab lagi, apalagi detak jantungku saja belum kembali normal, sambil mengingat kejadian beberapa menit barusan.
Adit langsung menuntun tanganku, sedikit menarik, agar aku mengikuti langkah Adit masuk ke dalam kamar.
@bacahorror @IDN_Horor “Bukan gara-gara kejadian di depan barusankan Rum?” tanya Adit, sambil mengajak aku duduk di kasur, menghadap ke arah cermin besar.
Sebuah cermin yang dulunya selalu menjadi temanku ketika sedang menangis kejang, merekam semua yang terjadi di satu-satunya tempat,
@bacahorror @IDN_Horor yang aku rasa sangat aman.
“Percuman Dit, aku jelasin kejadian barusan kamu tetap akan tidak percayakan?” tanyaku.
“Sudah... sudah hal itu tidak penting Rum, anak-anak biar aku yang urus yah sampai tidur, tempatnya sudah di siapkan juga sama Bi Ihat tuh...” ucap Adit,
@bacahorror @IDN_Horor sambil menunjukan dua Box tempat tidur yang terbuat dari kayu, aku ingat, pernah menyuruh Kang Entis untuk membelinya hari itu.
Aku hanya mengangguk saja, terus mencoba menghilangkan ingatan barusan, menjatuhkan badan secara perlahan di atas kasur,
@bacahorror @IDN_Horor sementara bantal sudah menopang kepalaku.
“Iyah aku hanya lelah saja...” ucapku, perlahan mencoba membuat diriku untuk semakin tenang, walaupun wajah sangat pucat perempuan barusan, tidak mudah aku lupakan.
“Semoga ucapan Ibu benar, tentang dua adiknya itu”
...
@bacahorror @IDN_Horor “Dit, bangun Dit... itu ada yang mengetuk pintu” ucapku perlahan, dengan samar-samar penglihatanku, sambil menguap karena sangat mengantuk.
“Tumben sejak kapan tidur pakai baju putih gitu...” ucapku dalam hati, memperhatikan punggung adit.
@bacahorror @IDN_Horor Beberapa kali aku menepuk badan Adit yang tertidur membelakangi aku, terlihat Cio dan Kia masing-masing sudah berada di dalam box tidurnya, sementara cahaya kuning lampu tidur sudah menyala.
Suara ketukan pintu depan terus aku dengar, bahkan perlahan menjadi kencang,
@bacahorror @IDN_Horor terdengar jelas, bukan seperti ketukan tangan manusia pada pintu kayu, melainkan benda, apalagi pintu kamar sedikit terbuka.
“Adit! Bangun itu buka, berisik” ucapku, kembali menepuk badan Adit cukup kencang.
Namun aku baru sadar, dari samar-samar penglihatanku ke arah pintu kamar
@bacahorror @IDN_Horor sudah berjalan dengan perlahan wanita berwajah pucat, yang aku lihat di halaman belakang, langkahnya bahkan di seret, dengan kaki yang aku lihat penuh luka dan darah, melihat ke arahku dengan tersenyum.
Aku terdiam, mataku begitu saja terbuka untuk memastikan
@bacahorror @IDN_Horor apa yang aku lihat sekarang, benar-benarnya nyata wujudnya.
“Ayo ikut...”
“Adit!!! Adit!!! Bangun!!!” teriakku kencang mengguncang-guncang badan Adit, sambil memperhatikan wanita itu semakin mendekat, tidak melihat ke arah Adit, suami yang sedang tidur di sebelahku.
@bacahorror @IDN_Horor Perlahan semakin mendekat wanita itu berjalan ke arahku, mengeluarkan bau yang semakin aneh, seperti bau bangkai, atau hewan yang sudah lama meninggal, lalu dikerubungi lalat.
Aku paksakan dengan perlahan untuk berbalik badan melihat ke arah Adit,
@bacahorror @IDN_Horor dari samping aku melihatnya dengan jelas.
“Aaaaa....!!!!” teriakku sekencang-kencangnya, bahkan urat di leherku sangat tegang.
Wajah pocong yang terbungkus dengan kain putih sudah kusut bahkan kotor, dua lubang hidungnya masih tertancap dua kapas,
@bacahorror @IDN_Horor sementara wajahnya sudah berlumuran darah yang tidak sedikit, terlihat merah kental, terasa di bagian kakiku berubah menjadi dingin, sebuah tangan pucat sudah menempel, perlahan merangkak diantara dua kaki aku, sambil meneteskan darah
“Ikut, sekarang... sudah waktunya kamu mati”
@bacahorror @IDN_Horor Anehnya sudah ada seseorang sosok hitam besar, bahkan hanya tangannya saja yang menembus jendela, sedang mengusap-usap Cio dan Kia.
“Adit!!!!! Tolong!!! Dit!!! Anak kita Dit bangun...” teriakku sangat kencang, sementara bau amis sudah aku cium dari arah pocong,
@bacahorror @IDN_Horor yang terbaring di sebelahku, bercampur dengan bau bangkai sosok wanita.
“Ikut, sekarang...”
Dengan perlahan, pocong itu menghadap ke arahku, wajahnya sangat dekat sekali.

***
@bacahorror @IDN_Horor “Rum! Arum... bangun rum...”
“Dit!” ucapku, langsung memegang tangan Adit dengan sekuat tenaga.
Terlihat olehku Kang Entis dan Bi Ihat sudah memangku Cio dan Kia.
“Kenapa Rum, ini sudah mau pagi, sebentar lagi subuh... kamu teriak kencang sekali, -
@bacahorror @IDN_Horor - lihat Cio sama Kia terbangun...” ucap Adit, mengelap keringat yang ada di dahiku, setelah Bi Ihah memberikan handuk kecil.
Tangan Cio tiba-tiba menunjuk paksa ke arah pintu, padahal sedang di pangku oleh Bi Ihah, aku melihatnya dengan jelas.
“Itu Dit!!!! Pergi!!!! Pergi!!!”
@bacahorror @IDN_Horor teriakku kencang sambil menunjuk ke arah pintu, yang sedang di belakangi oleh Kang Entis dan Bi Ihah.
Seketika pandangan Adit, Kang Entis dan Bi Ihat melihat ke arah pintu dengan cepat.
“Arumi sadar, tidak ada apa-apa sadar... istighfar Rum...” ucap Adit,
@bacahorror @IDN_Horor langsung memeluk badanku dengan erat.
“Neng ini minum dulu... tenang Neng, nyebut Neng...” ucap Bi Ihat, sangat cemas.
Adit langsung membimbing aku untuk mengucapkan istighfar dengan perlahan, setelah satu gelas berisikan air minum melewati tenggorokan.
@bacahorror @IDN_Horor “Harusnya bukan...” ucap Kang Entis, melihat ke arahku, aku hanya melihat dari gerakan mulutnya yang perlahan terbuka.
“Kang, apa karena rumahnya sudah lama tidak terisi?” tanya Adit tiba-tiba sambil mengelus rambut panjangku.
@bacahorror @IDN_Horor “Selama Neng Arum pergi dari sini ke kota tinggal sama Ibu Dahlia, Akang yang merawatnya Pak... kadang sering juga tidur disini, di kamar sana... lihat saja tidak ada barang-barang yang rusak, semuanya normal...” jawab Kang Entis menjelaskan.
@bacahorror @IDN_Horor Aku masih mengatur nafas, sementara keringat terus membasahi seluruh badanku.
“Kalau begitu benar Arum kamu memang terlalu cemas, sudah waktu itu tidak akan terulang...” ucap Adit.
Ucapan Adit membuat Kang Entis dan Bi Ihat hanya menganggukan kepala saja,
@bacahorror @IDN_Horor seolah setuju dengan ucapan logis Adit, namun apa yang sudah aku lihat, tidak membuatku mudah percaya begitu saja.
Perlahan Bi Ihat dan Kang Entis keluar kamar, sambil tetap menggendong Cio dan Kia, untuk makan, karena setelah ditawari olehku tidur kembali, Cio dan Kia menolaknya
@bacahorror @IDN_Horor “Sudah Dit jangan terlalu dipikirkan kejadian tadi, tolong kamu fokus saja sama bagunan toko baru di kecamatan yah, jangan gara-gara aku begini...” ucapku perlahan, memaksakan ucapan itu keluar dari mulutku, agar membuat Adit tenang.
@bacahorror @IDN_Horor Setelah waktu ibadah subuh berkumandang, setelah mandi membersihkan seluruh badan, aku melaksanakan satu-satu cara agar membuat aku bisa tenang dengan menjadi makmum Adit, apalagi kiblat membelakangi cermin, membuatku sedari tadi merasa di perhatikan banyak mata,
@bacahorror @IDN_Horor dari arah cermin itu.
“Rum... tidak salah kamu shalat barusan, memang tidak sadar?” ucap Adit, sambil membereskan tempat tidur.
“Lah kenapa emangnya Dit, aku kan barusan sudah mandi juga” jawabku, sambil melepas mukena dan membereskan sajadah.
@bacahorror @IDN_Horor “Iyah, makanya aku tanya Arumi...” ucap Adit.
“Iyah nggak salah dong... ah aneh kamu ini Dit” jawabku, sambil berdiri.
“Lihat ini...” jawab Adit, sambil menunjuk ke arah sprei yang berwarna putih.
Seprai putih di bagian tempat tidurku dari arah bawah, sudah terlihat bercak darah,
@bacahorror @IDN_Horor apalagi di atas seprai putih, darah merah itu semakin jelas aku dan Adit lihat.
“Kirain kamu tembus, makanya aku tanya Rum...” ucap Adit, kemudian perlahan melepas masing-masing ujung sprei.
Seketika aku mengingat kejadian dalam mimpi itu, bagaimana perempuan itu merangkak,
@bacahorror @IDN_Horor mengajak aku untuk mati, nafasku perlahan tidak tenang kembali.
“Bukan Dit... waktu haid aku malah dalam hitungan itu masuknya minggu depan... percayakan sekarang Dit?!” tanyaku.
“Lah terus?! Darah apa ini...” ucap Adit.
Aku hanya menggelengkan kepala berkali-kali,
@bacahorror @IDN_Horor tidak percaya bahwa semua itu kini nyata aku lihat, berbekas bukti.
“Neng, Pak... ayo sarapan dulu, Kang Entis, Cio dan Kia sudah di meja makan...” ucap Bi Ihat tiba-tiba, sudah berada di dekat pintu.
“Sudah jangan bahas Rum, kasihan Kang Entis dan Bi Ihat, -
@bacahorror @IDN_Horor - semoga bukan hal-hal aneh, walaupun aku sedikit cemas soal ini...” ucap Adit, memegang tanganku, tiba-tiba mengecup keningku, terlihat matanya Adit penuh kecemasan pagi ini.

***
@bacahorror @IDN_Horor Empat hari berlalu begitu saja, semenjak kejadian di hari pertama kedatanganku ke rumah ini, Adit dan Kang Entis mengganti semua lampu di dalam rumah, maupun luar rumah dengan yang lebih terang, tepatnya bercahaya putih,
@bacahorror @IDN_Horor membuat malam pertama di rumah ini tidak pernah terulang lagi.
Walaupun semua perkataan tentang ajakan “Mati” dari penampakan sosok dan bagaimana menyeramkanya pocong di kasur tidur itu, masih aku ingat betul, beberapa kali ingin aku ikuti rasa penasaran itu,
@bacahorror @IDN_Horor namun kemudian karena kesibukanku, membuat hal itu dilewatkan begitu saja.
Aku perlahan cukup tenang dan senang, perubahan Adit suamiku juga mulai cemas dengan kejadian itu, bahkan di setiap malam beberapa kali aku mengetahui Adit, sering berkeliling rumah
@bacahorror @IDN_Horor bagian dalam maupun luar, tepatnya tragedi darah di atas sprei, membuat Adit perlahan berubah, walaupun harus semakin sibuk dengan bagunan toko di kecamatan yang akan segera rampung.
Bi Ihat dan Kang Entis benar-benar bekerja di rumah dengan sepenuh hati, bahkan Cio dan Kia
@bacahorror @IDN_Horor sudah menganggap seperti Kakek dan Neneknya di kota sana, membuat aku lebih leluasa berkomunikasi dengan Ibu dan Nesa adik tiriku yang sekarang menggantikan posisi aku di gudang. Walaupun tidak jarang Ibu menanyakan kenapa dua adik perempuanya itu belum berkunjung menemui aku.
@bacahorror @IDN_Horor Sampai sore hari setelah kepulangan Adit membawa paket dari stasiun kota ini, berupa motor dari rumah di ibu kota, masuklah telpon dari Ibu, yang tidak biasanya sore hari telpon.
“Iyah Bu gimana? Itu motor sudah di terima Adit kok, lagian kalau mobil mau di anter kesini -
@bacahorror @IDN_Horor - jangan dulu deh Bu...” ucapku.
“Bukan itu Arum... taukan pekarangan sawah di pas mau masuk ke kampung, perbatasan loh itu” jawab Ibu.
“Hmm... dulukan tanah Nek Neni sama Kakek Endang, iyah ingat kenapa emangnya Bu, bagian Teh Yuni bukan?” tanyaku.
@bacahorror @IDN_Horor “Betul nah itu ingat, mulai besok sudah milik kita Arum, barusan Teh Yuni jual ke Ibu, katanya butuh buat keperluan Kang Hasan yang lagi bisnis sama suaminya Teh Dyah kang Romli...” ucap Ibu.
“Bu! Kenapa bilangnya pas udah di beli sih” ucapku sedikit keras.
“Arumi... sudahlah, -
@bacahorror @IDN_Horor - diantara adik-adik Ibu kita yang paling berada dan stabil, niatnya bantu, lagian kasian... sayang loh kalau dijual sama orang lain” ucap Ibu, perlahan.
“Bukan begitu Bu, beberapa kali jual beli dengan mereka tuh nggak bener, mana coba dua tanah yang mereka jual, -
@bacahorror @IDN_Horor - surat-suratnya emang sampai ke tangan kita, enggakan!” ucapku.
Adit yang mendengarkan ucapanku dengan Ibu di telpon, langsung duduk di sebelah, sementara dua anak perempuanku sedang bermain dengan Bi Ihah.
“Arumi... sudahlah mereka sudah berubah sekarang, -
@bacahorror @IDN_Horor - tuhan saja maha pemaaf masa kita umatnya tidak” ucap Ibu.
“Tidak Bu bukan begitu, satu dua kali tidak apa-apa ini yang ketiga loh...” ucapku.
“Besok mereka kesitu kasih surat-suratnya, lagian sudah Ibu melunasi semuanya ah, investasi aja itu...” ucap Ibu, sambil menutup telepon
@bacahorror @IDN_Horor “Kenapa ibu?” tanya Adit.
“Beli tanah Teh Yuni lagi...” ucapku lemas.
“Lah aneh, perasaan baru minggu kemarin janji tidak akan ada pengeluaran dulu, gudang aja belum stabil bulan ini, aneh...” jawab Adit.
Tiba-tiba masuklah pesan dari Nesa.
@bacahorror @IDN_Horor “Kak, kayanya ada yang harus gue bicarain serius sama lo deh... peting soal Tita, gue curiga... gila aja Mba Nunung dan Pak Rizki juga sama kaya gue, takut lu kenapa-kenapa”
Aku yang membaca pesan dari Nesa langsung terdiam, untungnya Adit langsung pergi ke kamar,
@bacahorror @IDN_Horor untuk mandi sore ini.
“Malem gue santai Nes, telpon aja” balasku singkat, sambil berpikir cemas, mau bagaimanapun Tita adalah anak Teh Yuni.
...

Setelah menjalani sebuah malam yang tidak pernah ingin aku lewatkan, yaitu bermain dengan dua anak perempuanku,
@bacahorror @IDN_Horor Bi Ihat dan Kang Entis juga Adit, menjadi rutinitas yang hangat aku rasakan akhir-akhir ini di rumah, seperti menemukan kembali keluarga yang sesungguhnya.
Kang Entis pamit malam ini untuk pulang dulu, agar bisa mengirim bekal untuk dua putranya yang sedang mengeyam pendidikan
@bacahorror @IDN_Horor pesantren di kota tetangga, kemudian malamnya Kang Entis seperti biasa akan kembali ke rumah, apalagi mulai sekarang memegang semua kunci bagian rumah, Bi Ihat sudah ke kamar setelah Cio dan Kia tertidur, hanya aku yang sedang bicara soal bisnis dengan Adit,
@bacahorror @IDN_Horor walaupun akhirnya Adit tertidur begitu saja, karena kelelahan dengan aktivitas hari ini.
“Nes, Hallo” ucapku di telpon, apalagi sudah jam 9 malam.
“Baru gue mau telpon lu Rum...” jawab Nesa.
“To the point Nes, gue penasaran...” ucapku.
@bacahorror @IDN_Horor “Hati-hati lu di situ, takutnya bener sangkaan gue disini sama Mba Nunung... gue nemu darah banyak di kamar Ibu Rum... saksinya Mba Nunung, takutnya ulah Tita” ucap Tita perlahan.
Tiba-tiba terdengar pintu dapur terbuka dengan sangat keras sekali, membuatku kaget.
@bacahorror @IDN_Horor “Heh suara apa barusan, gila keras banget...” ucap Nesa.
“Kang Entis, udah biarin aja nanti juga Bi Ihat istrinya bangun... eh yang tadi lu seriuskan Nes?” tanyaku, padahal suara barusan di dapur membuat bulu pundakku berdiri begitu saja.
“Buat apa gue boongin lu Arum, -
@bacahorror @IDN_Horor - gue sebaik itu kali, dulu inget yang ngeyel dan bawel agar lu hidup disini siapa? Sesayang itu gue sama kakak gue, walaupun tiri Arumi... elunya jangan bego!” ucap Nesa.
Anehnya tidak terdengar suara Bi Ihat melangkah melewati kamarku,
@bacahorror @IDN_Horor atau terdengar langkah Bi Ihat keluar dari kamarnya.
“Gue gak bisa lama, takut Adit denger, tau sendiri suami gue kaya gimana denger hal beginian, kasih info lagi yah Nes, please...” ucapku.
“Hati-hati, apalagi gue curiga Ibu bisa beli tanah Yuni karena hal yang dilakukan Tita”
@bacahorror @IDN_Horor ucap Nesa, langsung menutup telepon.
Tiba-tiba suara lebih keras dari pintu yang terbuka di dapur kembali aku dengar, jauh lebih keras.
“Siapa sih Rum...” ucap Adit, sambil berbalik badannya, tangannya memeluk badanku.
“Sudah tidur lagi, paling Kang Entis...” jawabku.
@bacahorror @IDN_Horor Beruntungnya suara barusan dari arah dapur, tidak membuat Cio dan Kia terbangun malam ini.
Sudah hampir tiga menit, aku hanya melihat jam yang menempel di dinding kamar bergerak, putaranya aku perhatikan dengan tajam, tapi Bi Ihat sama sekali tidak keluar, sama seperti barusan.
@bacahorror @IDN_Horor “Jangan sampai terulang lagi...” ucapku, sambil membenarkan posisi bantal, agar lebih nyaman.
Dari bayangan hitam di luar kamar yang terkena lampu, terlihat Bi Ihat berjalan dari dapur dengan perlahan, menunduk, melewati kamarku begitu saja.
“Mana Kang Entisnya...” ucapku,
@bacahorror @IDN_Horor bulu pundakku semakin berdiri, rasa kecemasan berbarengan dengan rasa takut kembali datang begitu.
“Tok... tok... tok...”
“Tok... tok...”
Tiba-tiba jendela samping cermin berbunyi begitu saja, seperti ada yang mengetuk di balik gorden dan kaca.
“Dit! Bangun! Dit!!!” ucapku.
@bacahorror @IDN_Horor “Kenapa lagi sih Arumi... yuk sudah tidur” jawab Adit.
“Dengarkan barusan?” tanyaku.
“Denger kamu telpon sama Nesa, udahlah Rum, buktinya hanya malam pertama sajakan” ucap Adit, kembali memeluk aku.
Bagaimana bisa Adit mendengar aku bicara dengan Nesa,
@bacahorror @IDN_Horor tapi sama sekali tidak mendengar suara yang begitu keras dari arah dapur, benar-benar aneh.
“Tok... Tok...”
Lagi-lagi ketukan itu aku dengar sangat jelas, rasanya ingin membuka gorden dan memastikan siapa di balik kaca itu, walaupun keberanianku perlahan kalah, oleh rasa takut.
@bacahorror @IDN_Horor “Apa benar, Tita melakukan hal segila itu, jika benar itu keterlaluan, apa tidak cukup hanya kepadaku saja dengan waktu yang lama itu...”

***

“Kan jangan mulai deh Rum, apa yang kita pikirkan bisa saja terjadi...” ucap Adit, sambil memanaskan mesin motor di depan rumah.
@bacahorror @IDN_Horor “Dit disana loh, aku dengernya...” jawabku, menunjuk jendela kamar.
“Kalau kamu denger harusnya aku juga...” ucap Adit.
Aku pergi begitu saja, berjalan ke dalam, apalagi pagi ini Cio dan Kia masih belum terbangun dari tidurnya, sudah terlihat juga Adit pergi meninggalkan rumah,
@bacahorror @IDN_Horor menuju bangunan di kecamatan, agar toko bangunan segera selesai, dan mulai beroperasi.
“Bi sini...” ucapku, sambil duduk di kursi membuka semua catatan persiapan untuk toko nantinya.
“Semalem Kang Entis emangnya nggak pulang?” tanyaku.
Bi Ihat langsung kaget mendengarkan ucapanku
@bacahorror @IDN_Horor “Anu Neng...” ucap Bi Ihat.
“Kenapa Bi?” tanyaku, semakin penasaran apalagi kejadian semalam masih aku ingat Bi Ihat berjalan dari arah dapur melewati kamarku.
“Bibi denger suara di dapur keras... setelah itu, ada bayangan hitam kaya Neng Arum, melewati kamar Bibi” ucap Bi Ihat,
@bacahorror @IDN_Horor perlahan memegang pundaknya sendiri, bulu di tangannya sudah berdiri.
Aku di buat kaget, ternyata yang semalam aku lihat sama di lihat juga oleh Bi Ihat.
“Bi...” ucapku.
“Bibi juga percaya malam pertama yang di tunjuk Cio bukan sembarangan atau asal Neng...” ucap Bi Ihat,
@bacahorror @IDN_Horor perlahan, penuh dengan kecemasan.
“Lalu Bi?” tanyaku, semakin merasa takut.
“Yah semoga aja bukan apa-apa Neng, mungkin cobaan Neng sudah cukup sebelum ke kota sama Bu Dahlia, masa iyah sekarang udah pulang tetap begitu atau lebih parah...” ucap Bi Ihat perlahan.
...
@bacahorror @IDN_Horor Hari yang aku lewati dengan kecemasan, apalagi dari Kang Entis bilang, sore ini Teh Yuni akan berkunjung, bahkan untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun aku akan melihat salah satu orang paling kejam kepadaku waktu itu, tidak kejam secara perlakuan,
@bacahorror @IDN_Horor tetapi sangat kejam secara ucapan menyakiti hatiku, bahkan sempat aku “Di adu dombakan” dengan Ibuku sendiri.
Bahkan sudah beberapa kali Ibu telpon agar memastikan aku nanti jika berjumpa dengan Teh Yuni bersikap biasa saja, untuk benar-benar memaafkan kelakuannya tempo hari.
@bacahorror @IDN_Horor Sore hari datang dengan cepat, apalagi setelah masuk mobil jeep punya Kang Hasan berhenti tepat di halaman rumah, Adit langsung berdiri membuka kedua pintu rumah.
“Itu sudah datang Rum...” ucap Adit.
“Yaudah disini aja... Bi tolong siapkan minum...” ucapku.
@bacahorror @IDN_Horor Anehnya Kang Entis yang melihat kedatangan Teh Yuni langsung menurunkan Kia, padahal sedang di pangku, berjalan dengan cepat ke dapur, seperti orang yang sangat ketakutan.
“Rum...”
“Eh Teh, silahkan masuk” ucapku, berusaha tersenyum.
@bacahorror @IDN_Horor Kang Hasan dan Adit terlihat sedang bicara dan duduk di depan.
“Nah begitu dong, lagian ngapain sama Dahlia terus, mending disini, sayang rumah gak di tempatin... ini loh Teteh kesini mau ngasih surat tanah sawah saja...” ucap Teh Yuni perlahan,
@bacahorror @IDN_Horor mengeluarkan map coklat dari tas yang dibawanya.
“Oh iyah Ibu juga sudah bilang Teh...” jawabku.
“Hmm... Ihat kerja disini sekarang yah?” ucap Teh Yuni melihat kaget Bi Ihat yang mengantarkan minum.
“Ah bantu-bantu saja inimah Teh Yuni...” jawab Ihat, namun anehnya lagi,
@bacahorror @IDN_Horor sikap Ihat sama seperti Kang Entis barusan.
“Baguslah, eh gimana kapan buka toko, disini kalau toko bagunan buka, bakalan rame Rum...” ucap Teh Yuni.
Baru saja aku akan menjawab tiba-tiba Adit izin mengantarkan Kang Hasan untuk ke kamar mandi.
@bacahorror @IDN_Horor “Kebiasaan nih Akang kamu itu Rum... dikit-dikit ke kamar mandi...” ucap Teh Yuni.
Padahal benar sesuai ucapan Ibu Teh Yuni terlihat jauh lebih baik kepadaku sekarang, walaupun aku belum terlalu yakin dengan sikapnya ini.
@bacahorror @IDN_Horor Anehnya Kang Hasan dan Adit kembali sangat cepat, untuk ukuran orang buang air kecil, bahkan terbilang sangat cepat sekali.
“Teteh tidak akan lama Rum... mungkin nanti malem dateng lagilah kesini, ini mau ke kota dulu soalnya...” ucap Teh Yuni,
@bacahorror @IDN_Horor sambil berdiri berjalan keluar rumah begitu saja, sambil tersenyum. Namun senyum yang aku terima dan rasakan benar-benar berbeda rasanya, seperti ada arti dan maksud tertentu untuk aku.
Setelah aku dan Adit mengantarkan sampai ke depan halaman rumah,
@bacahorror @IDN_Horor mobil yang di kendarai Kang Hasan perlahan mundur, lagi-lagi senyuman Teh Yuni dan Kang Hasan di dalam mobil melihat ke arahku dan Adit, membuatku berpikiran lain.
“Benarkan Teh Yuni biasa saja...” ucap Adit.
“Malah tumben kirain gak bakalan -
@bacahorror @IDN_Horor - kasih surat jual beli tanah sawah loh Dit” jawabku, kembali duduk.
Untuk pertama kali, sore ini angin benar-benar kencang, apalagi sudah mendekati waktu magrib yang tidak akan lama tiba.
“Kayaknya mau hujan malam ini...” ucap Kang Entis, berjalan ke luar memperhatikan awan.
@bacahorror @IDN_Horor Tadinya, ingin rasanya aku tanyakan langsung kenapa sikap Kang Entis begitu sangat ketakutan ketika Teh Yuni datang, namun di depan Adit dan Bi Ihah membuatku membatalkan niat itu.
“Bukanya musim hujan bulan depan Kang” sahut Adit.
“Neng, Pak, kayanya Bibi malam ini pulang dulu,-
@bacahorror @IDN_Horor - bener takutnya hujan, di rumah genteng pada bocor...” ucap Bi Ihat.
“Iyah Bi tidak apa-apa... lagian udah berapa malam Bibi belum pulang, Kang Entis juga?” tanyaku.
“Akang kalau malam hujan saja, biasanya awal hujan menuju musimnya tidak deres kok...” jawab Kang Entis,
@bacahorror @IDN_Horor beberapa kali menganggukan kepalanya.
Setelah Kia dan Cio di beri makan oleh Bi Ihat, Bi Ihat langsung pamit, apalagi angin sudah semakin kencang, dan gelapnya malam datang lebih awal, karena awan yang tiba-tiba berubah menjadi hitam.
@bacahorror @IDN_Horor “Aneh Rum, Pak Hasan ke kamar mandi cuman sebentar banget, malah aku curiga itu nggak buang air kecil” ucap Adit sambil memangku Kia.
“Teh Yuni juga, belum pernah sebaik itu” jawabku, kembali teringat informasi dari Nesa di rumah Ibu.
@bacahorror @IDN_Horor “Apa benar Tita seperti itu...” ucapku dalam hati.
...

Beberapa kali petir yang sangat kencang sudah aku dengar, di barengi dengan hujan yang turun, memang membuat suasana dingin menjadi lebih nyaman membuat Kia dan Cio tidak terlalu sulit untuk tidur malam ini.
@bacahorror @IDN_Horor Adit sedang sibuk membuka semua catatan toko, dengan kertas-kertas yang sudah berserakan banyak di atas kasur.
“Pak maaf...” ucap Kang Entis tiba-tiba membuka pintu kamar, tangannya sudah memegang payung.
“Kenapa Kang?” tanyaku.
“Saya cemas Bi Ihat sendirian di rumah, -
@bacahorror @IDN_Horor - apalagi ternyata hujannya sangat deras seperti ini... semua bagian rumah ini sudah Akang cek juga...” jawab Kang Entis.
“Iyah Pak, pulang dulu aja kasian bener Bi Ihat, nanti kesini lagi nggak?” sahut Adit.
@bacahorror @IDN_Horor “Tergantung gimana malamnya saja Pak, lagian saya pegang semua kunci rumah ini, jadi kalau Bapak dan Neng Arum istirahat juga tidak apa-apa...” ucap Kang Entis.
Bahkan Kang Entis langsung pergi begitu saja, terdengar pintu depan terbuka, lalu tertutup kembali.
@bacahorror @IDN_Horor “Tiba-tiba begini, tidak seperti malam biasanya...” ucapku, mengelus pundak berkali-kali.
“Kenapa lagi Rum, sini kalau mau tiduran sebelah sini... aku tanggung besok sudah pengen selesai semua pembayaran ke mandor” ucap Adit.
@bacahorror @IDN_Horor Di setiap suara hujan malam ini, seperti ada kecemasan yang berbarengan dengan suara itu, sementara waktu terus berputar, Adit beberapa kali sudah menguap, aku membantu semua pekerjaan Adit.
“Tidak mungkin juga Teh Yuni benar-benar kesini lagi Rum, tadi hanya basa-basi kali, -
@bacahorror @IDN_Horor - apalagi hujan begini...” ucap Adit tiba-tiba.
“Iyah bener Dit, sudahlah biarkan saja Dit... Eh ini kiriman dari ibu kota belum sampai?” tanyaku, melihat nota pembelian brankas.
“Itu sudah barangnya, berkas-berkasnya saja yang belum, -
@bacahorror @IDN_Horor - katanya mau di antar ke rumah dari kota ini, tapi nggak tau mungkin besok Rum...” ucap Adit kembali tatapannya serius, apalagi sedari tadi matanya fokus pada layar laptop yang ada di pangkuannya.
Sudah hampir jam 10 malam, sementara hujan baru perlahan reda,
@bacahorror @IDN_Horor berubah menjadi gerimis, membuat aku beberapa kali melihat Cio dan Kia, memastikan agar tidak kedinginan.
“Masih banyak yah Dit?” tanyaku, merapatkan badan ke Adit.
“Tuh liat... tanggung Rum, biar besok aku ke bank di kota, pengen melunasi semua, -
@bacahorror @IDN_Horor - setelah itu rekapan barang yang kamu kerjakan, bisa di kirim ke Ibu, minggu depan sudah pengen buka...” ucap Adit.
“Iyah sih bener, tabungan kita belum bertambah Dit, apalagi minggu ini penyesuaian banget di sini” jawabku.
Adit hanya mengangguk,
@bacahorror @IDN_Horor kembali tatapannya fokus pada layar laptop, kecemasan sedari tadi yang aku rasakan perlahan hilang begitu saja.
“baik-baik saja semua ini...” ucapku dalam hati.
Setelah beberapa menit membantu Adit agar rekapan datanya cepat beres,
@bacahorror @IDN_Horor tiba-tiba ketukan dari pintu depan terdengar keras, membuat aku dan Adit saling menatap.
“Kang Entis?” tanya Adit.
“Mungkin, tapikan bawa kunci” jawabku.
“Teh Yuni?” ucap Adit.
“Tidak mungkin, ini masih gerimis, hujan aja baru reda barusan Dit... -
@bacahorror @IDN_Horor - yaudah kamu lanjutin itu tinggal totalan setelah itu kita istirahat, sudah mau jam 11 ini ah... aku aja yang ke depan” jawabku, karena lagi-lagi suara ketukan pintu aku dengar, namun benar-benar seperti ketukan manusia pada umumnya, tidak membuat aku curiga.
@bacahorror @IDN_Horor “Enggak mungkin paket kamu kan Dit?” tanyaku, kembali berhenti berjalan di dekat pintu kamar.
“Bisa jadi sih Rum, soalnya penting, kan sudah aku lunasi pembayaranya...” jawab Adit.
Beruntungnya semua ruangan rumah benar-benar terang, membuat rasa takut tidak aku rasakan.
@bacahorror @IDN_Horor “Tok... tok... tok...”
“Tok.. tok...”
“Iyah sebentar...” ucapku semakin dekat dengan pintu.
Dua kali putaran kunci pintu aku putar, bersamaan dengan suaranya dan gemericik hujan masih aku dengar, perlahan satu pintu aku buka.
@bacahorror @IDN_Horor Seorang perempuan dengan baju merah yang sudah basah, berdiri tepat di luar halaman rumah, rambut panjangnya menutupi setengah wajahnya yang pucat, apalagi rambutnya sudah terkena air hujan.
“Cari siapa?!” tanyaku sedikit keras.
@bacahorror @IDN_Horor Sama sekali perempuan itu tidak menjawab, perlahan tanganya bergerak menunjuk ke arah dimana aku berdiri.
“Cari siapa!” tanyaku lebih keras.
Seketika aku baru ingat, ketika tangan perempuan itu mengusap perlahan rambut basahnya, yang menutupi wajah pucatnya,
@bacahorror @IDN_Horor bahkan aku baru sadar, di tangannya memegang plastik putih berisikan darah yang sangat merah, di tunjukan beberapa ke arahku, aku melihatnya sangat jelas, karena cahaya terang di halaman rumah.
“Hah! Perempuan itu lagi!” ucapku, seketika badanku langsung lemas.
@bacahorror @IDN_Horor “Ini... untuk kamu...”
“Darah...”
“Aku datang untuk mengantarkannya”
“Menjemput kematian kamu”
Gerakan mulut perempuan itu terbuka perlahan, langsung berjalan cepat ke arahku, dengan tatapan sayunya, berubah menjadi melotot, bahkan urat matanya aku lihat jelas.
@bacahorror @IDN_Horor “Adit!!!” teriakku sekuat mungkin, sambil berbalik badan.

(Bersambung...)
@bacahorror @IDN_Horor Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa sambutan kedatangan Arumi dan keluarganya di rumah yang sudah di tinggalkan lama itu, menjadi kedatangan “Mereka”.
@bacahorror @IDN_Horor Apakah Kang Entis dan Bi Ihah adalah saksi kunci utama? Atau... Musuh terbesarnya sekarang Arumi adalah orang yang paling dikenalnya sejak dulu, bahkan adik kandung dari Ibunya sendiri?

“Terkadang waktu menyiapkan hal paling buruk untuk kita...”
@bacahorror @IDN_Horor Sampai berjumpa kembali, Darah Penghantar Kematian Part 2 – Datang. Sudah bisa teman-teman baca duluan di @karyakarsa_id klik link dibawah.

Typing to give you a horror story, thanks for supporting me.

karyakarsa.com/qwertyping/dar…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Teguh Faluvie

Teguh Faluvie Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @qwertyping

Apr 4
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung.

[ Part 3 - Juru Keramat ]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut! Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan dibawah.
Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..

Par 1 – Janur Kematian


Par 2 – Tapak Sasar

Read 129 tweets
Mar 25
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung..

[ Part 2 - Tapak Sasar ]

@bacahorror @IDN_Horor @diosetta
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut! Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan dibawah.

Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..

Par 1 – Janur Kematian
[Info]

Download semua cerita horror dalam bentuk eBook, sambil memberikan support dan dukungan bisa langsung klik tautan KaryaKarsa. Kita tunggu yah, kunjungan teman-teman sangat berarti.
karyakarsa.com/qwertyping
Read 168 tweets
Mar 14
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung..

[ Part 1 - Janur Kematian ]

@bacahorror @IDN_Horor @diosetta
#bacahorror Image
Karena tidak semua luka akan berjumpa dengan sembuh. Maka selamat memasuki pagelaran sarebu lelembut, nikmati pagelaran yang akan segera berlangsung.
PROLOG

Alam hiburan mencuatkan nama yang tersohor masyhur dari balik hinggar binggar dan sorak riuh ketika sebuah pagelaran ronggeng berlangsung. Perempuan dengan usia yang tidak muda lagi itu tidak berbanding dengan kecantikan dan liuk tubuhnya
Read 175 tweets
Feb 24
KAMPUNG JABANG MAYIT 3

Sudah tidak terhitung, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk persembahan ritual.

“A THREAD”

[Part 7 Tamat]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Selamat mengakhiri Series Kampung Jabang Mayit. Untuk yang belum baca part sebelumnya, bisa langsung klik tautan dibawah agar mempermudah.

Bantu tinggalkan REPOST, QOUTE dan LIKE pada thread agar yang lain ikut membaca juga cerita ini yah..
Read 179 tweets
Feb 19
KAMPUNG JABANG MAYIT 3

Sudah tidak terhitung, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk persembahan ritual.

“A THREAD”

[Part 6]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Ritual atas nama kutukan itu kembali dibangkitkan. Tidak lagi menunggu dengan sabar. Amarah dan dendam telah benar-benar tiba.
Untuk yang belum baca part sebelumnya, bisa langsung klik tautan dibawah agar mempermudah.

Bantu tinggalkan REPOST, QOUTE dan LIKE pada thread agar yang lain ikut membaca juga cerita ini yah..
Read 179 tweets
Feb 8
KAMPUNG JABANG MAYIT 3

Sudah tidak terhitung, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk persembahan ritual.

“A THREAD”

[Part 5]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Penebusan bernama tumbal itu tak bisa lagi dihindari, jabang bayi yang mati bukan tanpa alasan, namun ada yang menghendaki.
Untuk yang belum baca part sebelumnya, bisa langsung klik tautan dibawah agar mempermudah. Bantu tinggalkan REPOST, QOUTE dan LIKE pada thread agar yang lain ikut membaca juga cerita ini yah..
Read 182 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(