Kain hijau penutup keranda jenazah berlafadz 'Laa ilaa ha illallah' (tauhid) tergeletak di rumah duka Pak Nawi yang ibunya meninggal karena diabetes akut.
Lupa gak dikembaliken di tempat asalnya yaitu ke rumahnya pak Modin.
Beruntun sehari 2 orang meninggal dunia.
Yang pertama anak bayi dan yang kedua adalah nek Gipuk, ibunya pak Nawi.
Rumah Pak Nawi sabtu pagi itu didatangi pak Tarji ... "Maaf pak Nawi ... ada penutup keranda kemarin ketinggalan disini?" dengan napasnya yang ngos ngosan.
"O, pak Tarji ... masuk masuk masuk pak ..." ujar pak Nawi mempersilahken takmir masjid itu masuk dulu.
"I i iya pak ..." dengan wajah gugup.
"Ada apa sih pak, kok kayak gupuh (tergesa-gesa) gitu ...?" tanya pak Nawi, "sebentar, tak ambilken dikamar dulu.
Pak Tarji pun masuk kedalam rumah langsung duduk dikursi anyaman rotan sambil menjawab,
"Itu loh ... dirumah pak Modin ... Nunung lagi sakit demam ... katanya sih kemarin malem anaknya dihantui sosok anak kecil masuk kedalam rumahnya lewat pintu dapur."
"La terus, apa hubungannya dengan tutup keranda ini?" sambil menyerahken kain hijau tersebut ke pak Tarji.
"Anaknya nggigil, sambil nyebut nyebut bapaknya ..." jelas pak Tarji, "wah! ini pasti ada perlengkapan jenazah yang tertinggal ... harus segera diambil, kata pak Modin kepada bu Modin kudengar pagi tadi.
Bu Modin kemarin kan memandiken jenazah nek Gipuk, berarti ketinggalan di rumah pak Nawi anaknya mbah (nek) Gipuk ... langsung saja pak Modin nyuruh saya ngambil kesini"
"Oo .. gitu ..." jawab pak Nawi, "kemarin emang dibawa anak saya sepulang dari kuburan ... maklum, si Tini sangat dekat sekali dengan neneknya ....sampai sampai didekapnya itu tutup kerandanya setelah dilipat orang-orang yang mengantarken ke kuburan."
"Baiklah kalau gitu pak, saya bawa ke pak Modin dulu ya ...?"
"Gak ngopi dulu? Ini barusan sudah dibikinken kopi sama ibu ..."
Bu Nawi muncul dari dapur sembari membawaken kopi yang masih nampak mengepul, aromanya menyeruak masuk hidung pak Tarji.
Kopi langsung ditaruhnya di meja tamu depan pak Tarji, "Minum dulu pak Tarji .." ujar bu Nawi mempersilahken
Segera pak Tarji menuangkan kopi hitam ke lepek biar agak dingin ...
Meniupnya lalu segera menyeruputnya, "Ah! Nikmat banget buk ... jadi ngrépotin"
"Ah, saya yang jadi merepotkan pak ...mbawa mbawa kain keranda kerumah segala."
"Ah, ndak buk ..."
Setelah kopi tandas segera ia pamit, menstater motor bebeknya kembali ke rumah pak Modin.
Bu Modin mengkompresnya dengan air hangat, sembari disuapinya ia dengan bubur abang (merah).
"Hak hak hak nduk ... hak" mulut bu modin sedikit ikutan menyonyo saat menyuapi Nunung dengan sendok.
"Ahem ... Hmm ..." mulut Nunung menerima suapan jenang abang (bubur merah) hanget tersebut dengan agak malas ...
Hingga akhirnya, 'Nyam nyam nyam ...' nampak mulut Nunung mengunyah walau dengan wajahnya agak meringis.
"Makan nduk, biar lekas sehat kembali ...dipaksa." hibur ibuk.
"Udah datang kah buk pak Tarjinya?" Tanya Nunung kepada ibunya sambil mengunyah itu jenang abang.
"PAAAKK ..! UDAH DATANG A PAK?!" Teriak bu Modin ke suaminya yang nampak berdiri diluar.
"Belom keliatan tuh buk ... sebentar lagi kayak é ..."
....
E, tak berapa lama suara motor bebek Tarji nongol.
Langsung diberikannya kain hijau tersebut ke pak Modin.
Pak Modin segera mengembaliken kain keranda tersebut ke koper perlengkapan jenazah.
"Sudah bapak kembaliken ke koper nduk ..." ujar bapak dari runng tamu ... sambil masuk ke kamar anak wédoknya (perempuan).
Duduk disebelah tempat tidurnya.
Nunung segera duduk bersender di kepala dipan (tempat tidur)
Bapaknya meng elus keningnya, "Sudah beres nduk ... gak ada yang perlu dirisaukan lagi."
"Pak, buk ... gak baiknya perlengkapan jenazah itu dibuatkan tempat tersendiri di dekat kuburan ... aku takut buk kalau ditaruh dirumah terus ..." ratap Nunung.
"Belum ada uangnya nduk ... biayanya besar buat ruangan di kuburan" terang ibuk, "kalau gak sekalian yang aman, ibuk bapak takut ... nanti ada yang ngambil ..."
"Masak, ada yang mau nyuri perlengkapan mayit buk?" Tanya Nunung dengan dahunya mengernyit.
"Ada" jawab bapak.
"Untuk pesugihan tah?" Tegas Nunung dengan masih menyimpan tanda tanya.
Kedua orang tua itu hanya saling pandang aja ... kok bisa anak wédoknya berfikiran ke arah situ ...? Batin keduanya.
"Ya macem macem nduk ... buat ilmu kebal juga bisa" jelas bapaknya.
"Emang siapa pak yang pingin kebal?"
"Ya siapa saja nduk ... kebanyakan sih orang luar desa kita ini ... kalau orang sini sendiri, kayaknya gak ada sih ..."
Nunung tidak ada gangguan lagi dalam rumahnya, hingga tengah malam mendadak perutnya krucuk krucuk laper ....
Ia pun keluar kamar menuju ke kamar kedua orang tuanya ...
Langsung masuklah, karena kamar gak pernah dikunci ...
Ia menggoyang goyangkan kaki bapaknya ..."Pak. Pak, pak, pak."
Bapak langsung bangun walau dengan mata yang masih kriyap kriyep, "Ono opo?" (ada apa?")
"Laper pak" sambil memegangi perutnya ...
"Di dapur tadi bapak dapat berkat ... masih utuh, cuman kalong (diambil) pisang ijonya aja."
Langsung Nunung ke dapur ... mencari itu berkat.
Ternyata ada di kotak bésék (tempat nasi dari anyaman bambu). lengkap dengan lauk ayamnya.
Nunung makan dengan lahapnya sampai mulutnya berkecepakan.
"Énak sekali! mie cambah kécap ini ... sama kayak dirumah nenek" batinya, "jadi kangen nenek. Sama osang oséng pepaya muda kecap. Uh!"
Kemudian, sayup sayup ia mendengar bunyi sirine mengaphone.
Mulutnya dihentikan dulu dari mengunyah ayam bakar.
"Hmm ... masak dini hari gini, sirine megaphone bapak bunyi?" Batinnya, "ah, mungkin bapak nglilir (terbangun tanpa sadar) tadi ... terus memencet tombol sirine?"
Segera ia berdiri, melangkah menuju kamar bapak.
Dilihatnya bapak masih tertidur pulas.
& dilihatnya pula, megaphone putih itu masih diatas koper perlengkapan jenazah.
"Ah, mungkin aku krungu krungu en aja (kedengar kedengar saja) ..." batinnua, "makan lagi ah ..."
Nunung pun kembali ke dapur ....
Melanjutkan sisa makan nyékér muluknya (makan dengan jemari tangannya) hingga tandas.
Kemudian terdengar lagi sirine itu berbunyi ...
'AAAUUUUUIWWWWAAAAHHHH ....
Langsung ia lari ke depan,
AAAUUUUUIWWWWAAAAHHHH ...
Pas sampai ruang tamu, bunyi sirine sudah berhenti, "Dua kali sirine bunyi ... bunyi sendiri ..."
Nunung langsung melangkah menuju kamar bapak ibuknya dengan sekujur tubuhnya merinding ....
Tengkuknya gak nyaman sama sekali, sama gak nyamannya saat mendengar bunyian 'Klotak kloték'! seminggu yang lalu.
Langsung ia ndusel (masuk paksa) diantara tubuh bapak ibuknya ...
Langsung ditutupinya dengan selimut.
Ia kuatkan pula tenggorokannnya habis makan gak minum tadi sampai menjelang keesokan harinya ....
Benar-benar sangat ketakutan sekali malam ini ....
***
Besoknya, speaker masjid berbunyi ....
" ... pak Karto ... tilar ndunyo ...."
Sorenya juga speaker masjid kembali dilanjut bunyi, "... bu Saidah ... tilar ndunyo ...."
Oleh pak Modin.
"Sirine nya pak, sirine megaphonenya buk ..." ujar Nunung kepada kedua orangtuanya.
"Kenapa nduk?"
"Megaphonenya angker buk pak ..." jawab Nunung singkat.
"Kamu ini ada ada aja nduukkk nduuukkk ..." imbuh bapak.
"Sirine megaphonenya bunyi 2 kali kemarin malam ... Nunung dengar, terus tadi yang mati 2 pak, buk. Bapak sendiri yang ngumumkan di masjid."
"Sudahlah nduk .. kau jangan meng ada ada ..." bujuk ibuknya menenangken.
"Beneran buk ...pak ... megaphone bapak itu sirinenya angker ... tau kalau nanti bakalan ada orang meninggal ... weruh sak déréngé winarah (tahu sebelum eaktunya), makanya bunyi ...."
Ibu mendekati bapak & menariknya masuk menuju ke dalam kamar.
"Pak, megaphonenya bapak dapat darimana?" Kok bisa bunyi sendiri tengah malam? Gak mungkinlah Nunung bohong kepada kita pak. Pak?"
"A a a a ... anu buk" jawab bapak tergagap gagap, "anu ..,"
"Anu apa pak?" Desak ibuk.
"Bapak dapet dari orang ngrombéng yang dulu pernah lewat depan masjid ..."
"Ngrombéng? Tanya ibuk ragu, "sejak kapan desa kita ada orang ngrombéng pak?"
Bapak sekali lagi nampak kebingungan menjelaskannya ....
Cepat cepat ia keluar rumah berlari menuju masjid ...
"Loh, pak pak ... loh pak?!" Teriak ibu kebingungan dengan tingkah bapak ....
~~~~BERSAMBUNG ke Part. 3~~~~~~
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Aku mengendarai motor pada jalanan, yang kiri kanannya masih tampak berupa tanah.
Entah mau kemana tujuanku, aku tak tahu pasti, hingga aku berpapasan dengan seorang pengendara motor yang aneh.
Lehernya penuh jahitan hitam seperti habis kena bacok.
Rambutnya cepak semrawut dan wajahnya berjambang.
-ASEM GONDORUWO!-
Besar ini, sebesar timun dengan berat sekitaran setengah kiloan.
Gondoruwo suka tinggal di pohon asem...dan asem jumbo ini, bisa di fantasikan punyaknya Gondoruwo....
Tatkala kami melewati lorong yang kiri kanan full burung di wahana Eco Green Park.
Tiba-tiba pas enak-enaknya melangkah, dikejutkan oleh sesuatu yang aneh!
-K A T E M I-
Katemi, istri guru ngaji yang dituduh sebagai dukun Santet oleh seorang yang mencintainya.
Hoax!
Dulu sudah ada muncul untuk menyingkirken lawan² atau siapa saja yang meng halang² ngi.
Ada yang mempunyai kenangan tersendiri tentang sosok ini?
Kenangan masa kecil yang sampek sekarang njanget ((lekat) gak ilang².
Maklum, dulu sosoknya selalu tayang horror muncul pada tayangan² anak² yang selalu menutupi wajahnya dengan telapak tangan dengan mata yang meng intip² malu, campur dag dig dug! jed derrrr...!
Dulu, dirumahnya Nenek Kakek ku yang di desa Pangganglele, ada tumbuh bambu kuning bergerumbul... sebelumnya gapura kemerdekaan 1945, jalan yang mau masuk ke pelataran rumah.
Kirinya jalan tanah, ada pagar tanaman hijau tua yang sangat disukai bekicot itu...
La...tepat di ladang yang agak meninggi...tanah disitu...? ada gerumbulan pohon bambu kuningnya.
"Kok ladang di depan sini ditanemin bambu kuning Kek?"
Entah kenapa mimpi basahku selesai, pas bersamaan pula dengan selesainya istirahat tidurku saat adzan subuh Pak War berkumandang...?
Kedua mataku terbuka dan langsung bangun beranjak menuju kamar kecil untuk mengambil air wudhu.
(eit eit eittttt...lo, lo...itu...itu, judulnya mimpi basah h h h h...? lo... kok langsung wudhu? hayooo...gak mandi besar duluuuuu......ta? mandi junub kek?)