Bang Beben Profile picture
Jun 12, 2022 44 tweets 7 min read Read on X
Parang Maya : Perang Santet di Tanah Dayak

Bab 17 : Nenek di Atas Atap

Jangan lupa reply, retweet dan quote tweet ya.
Selamat membaca, tabe 🙏

@IDN_Horor @P_C_HORROR @ceritaht
#ceritaserem #ceritahoror #bacahoror Image
Kulihat, ada puluhan patung kayu ulin yang bergerak-gerak di tiang penopangnya. Satu-satu mereka berhasil lepas dan mengelilingiku sehingga tidak ada celah untuk kabur.

Aku benar-benar gila, tidak bisa membedakan antara mimpi atau kenyataan.
Yang paling mengerikan, patung prajurit Dayak yang menghunus mandau terus bergerak mendekat.

Aku ingin lari tapi rasa takut lebih menguasai. Rasa takut membuat kakiku tidak bisa melangkah. Tubuhku terdiam, berdiri dengan lutut gemetar.
Aku meyakinkan diri bahwa semua hanyalah mimpi, tapi prajurit itu tanpa ekspresi langsung menebaskan mandau ke perut.

Sreeet....!

Ujung mandau yang tajam membelah perutku, merobek kulit sangat cepat dalam sekali tarikan nafas.
Aku benar-benar kesakitan luar biasa. Aku hempas, tersungkur bersimbah darah di atas tanah. Tanganku meraba perut, ada luka menganga yang cukup lebar. Kurasakan ada yang menonjol keluar, sepertinya ususku terburai.
Darah segar membanjiri telapak tanganku, juga keluar dari mulut dan hidung. Tubuhku mulai kejang dan nafasku terasa sesak. Ini bukanlah mimpi, tapi peristiwa nyata.

Sreek...
Samar-samar, kulihat ada seorang nenek tua menyeret tubuhku entah kemana. Kakiku ditarik dalam kegelapan, meninggalkan jejak darah di jalan desa. Dari hutan, suara burung hantu semakin memekakan telinga. Terdengar sangat riuh dan tanpa henti, mengiringi ajal yang menjemput.

*
Aku terbangun dengan rasa perih teramat sangat di perut. Kulihat, ada perban melingkar di situ.

"Sudah dijahit dan diperban pak Mantri. Juga sudah kuolesi minyak bintang. Untung sempat, telat sedikit nyawamu melayang."
Rupanya yang bersuara adalah pambakal Bahat. Aku terbaring di ruang tamu, di atas kasur kapuk.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Dini hari tadi kau gedor-gedor pintu rumahku. Saat kubuka, kau langsung terkapar bermandikan darah," kata pambakal Bahat.
Aku masih lunglai di atas kasur, dikelilingi istri serta tiga orang anak pambakal yang terheran-heran. Rupanya aku tidak bermimpi, tidak pula berhalusinasi. Luka di perutku adalah nyata. Hanya saja, aku masih tidak terlalu ingat apa yang terjadi dini hari tadi.
"Istirahat aja dulu mas. Jangan pikirkan yang lain. Nanti pak Salundik sama pak manti kemari juga. Mereka masih mengobati Sarunai dan Agau," ujar istri pambakal.

Aku hanya mengangguk, terbaring lesu di atas kasur. Bagian leher terasa pegal karena terlalu lama telentang.
Tapi yang lebih sakit adalah bagian perut. Rasanya lukaku bergerak-gerak, seolah menutup sendiri.

Lewat tengah hari, pak mantri datang memeriksa lukaku. Terasa perih saat ia membuka perban.
Aku bahkan sampai menggigit bibir, karena darah kering yang menempel di kulit ikut terangkat.

"Ternyata lukanya cepat menutup. Untung saja pambakal menyimpan minyak bintang. Walau tidak tahu bagaimana cara kerjanya, yang penting lukamu cepat pulih," tutur mantri Anton seraya-
membersihkan lukaku dengan alkohol antibiotik.

Lelaki berusia akhir 40 tahun ini lantas menceritakn alasannya tidak jadi memeriksaku tadi malam. Kata beliau, semalam ia dan pak Brusli sudah sampai di teras rumah dinas guru.
Lelaki berusia akhir 40 tahun ini lantas menceritakn alasannya tidak jadi memeriksaku tadi malam. Kata beliau, semalam ia dan pak Brusli sudah sampai di teras rumah dinas guru. Waktu itu keadaan sangat gelap lantaran pemadaman listrik.
Baru saja turun dari motor dan berjalan beberapa langkah, tiba-tiba sebuah benda kecil menimpuk keningnya. Mantri Anton tidak tahu dari mana arah datangnya lantaran keadaan sekitar tidak terlalu jelas.
Cahaya lampu yang berasal dari rumah dinasku hanya remang-remang, sedangkan sekeliling tidak ada cahaya sama sekali. Pak mantri Anton dan Pak Brusli lantas celinguk-celinguk mencari tahu asal lemparan, karena timpukan tidak berhenti.
"Sewaktu cahaya senter menyorot ke atas atap rumahmu, aku dan Brusli langsung takut setengah mati. Ternyata di atap rumahmu ada nenek-nenek yang sedang duduk.

Ia duduk di ujung atap, menatap kami tanpa ekpsresi. Wajahnya buruk sekali, melepuh seperti dimakan api.
Aku dan pak Brusli langsung kabur saat itu juga."

Mantri Anton bergidik menutup kalimatnya. Istri serta anak pambakal yang turut mendengar jadi ikut-ikutan takut.

"Kamu yakin tidak salah lihat?" selidik pambakal.
"Kalau saya sendiri yang melihat, mungkin saja saya salah lihat. Tapi kalau berdua, apa salah lihat?" sahut pak Mantri.

Pambakal Bahat tercenung, lantas mengangguk-angguk.

"Rupanya benar yang dikatakan Salundik," seloroh pambakal seraya menarik nafas panjang.
Mendengar perkataannya, aku jadi penasaran. Mungkin ada kaitannya dengan kejadian yang kualami.

"Apa, pak, kata pak Salundik?"

Belum lepas kalimat dari mulutnya, pak Salundik tiba-tiba sudah ada di depan pintu. Tanpa banyak bicara, pak Salundik langsung duduk di sampingku.
Wajahnya tampak kelelahan hingga kantung matanya menebal.

"Kau sudah siuman rupanya. Apa yang terjadi semalam? Kau berkelahi dengan siapa?" cecarnya penuh curiga.

Di pembaringan, aku menggeleng lemah. Aku mencoba mengingat, hanya kelebatan saja yang terbayang.
"Entahlah pak, aku hanya ingat ada nenek-nenek bertubuh basah di dalam rumah. Seperti orang habis tenggelam. Namun yang aneh, baunya seperti daging terbakar.

Sewaktu nenek itu hendak menyerang, aku kabur duluan. Saat aku lari, aku langsung dihadang puluhan patung sapundu.
Salah satunya menebaskan mandau di perutku. Sesudah itu aku tidak ingat lagi," sahutku lirih.

Pak Salundik mengernyitkan dahi, jelas sekali ia tidak percaya dengan apa yang kuucapkan. Ia bahkan menoleh ke arah pambakal.
Pambakal hanya membalas dengan mengangkat kedua bahu seraya menekuk wajah.

"Mana mungkin patung sapundu bisa hidup dan bergerak. Apalagi melukaimu," bantah pak Salundik.

"Sumpah pak. Apa untungnya aku berbohong."
Pak Salundik tidak berkutik. Beberapa saat ia terdiam. Mantri Anton dan pambak dial hanya bisa saling pandang.

"Mina, tolong siapkan sejumput beras, kunyit, cobek, air putih, serta ember," pinta pak Salundik pada istri pambakal.
Selang beberapa waktu, istri pambakal dan anaknya telah kembali membawa barang di tangan. Pak Salundik dengan cekatan mengulek kunyit hingga lumat dan mengaduknya dengan beras dan jadilah beras kuning.
Beras kuning tadi kemudian ia masukkan dalam gelas berisi air putih. Pak Salundik membaca doa-doa selagi menunggu beras di dalam gelas turun semua.

"Minumlah!" kata pak Salundik.
Pambakal dan mantri cepat tanggap, mereka berdua lantas membantuku duduk. Aku sempat ragu sewaktu pak Salundik menyerahkan air itu, tapi tidak ada pilihan lain. Segera kuminum air beras kuning yang diserahkannya.
Ternyata rasanya tidak enak. Bikin mual dan pusing kepala. Apalagi baunya, sangat menyengat dan menusuk hidung. Karena tidak tahan, seketika aku muntah dalam ember yang rupanya sudah disiapkan untukku.
Aku muntah sangat banyak. Meski pak mantri memijat-mijat belakang leherku, tetap saja aku memuntahkan isi perut yang hanya cairan bercampur darah.

Tuk...tuk...

Aku merasa ngeri sewaktu memuntahkan benda asing dari mulutku.
Darahku berdesir, saat sepotong kayu ulin terjatuh ke dalam ember bercampur lendir dan darah.

Pak Salundik yang duduk di hadapan terus memperhatikanku dengan raut wajah tegang.

"Terus, muntahkan semua. Nanti kau akan baikkan" ujarnya
Aku lagi-lagi muntah, hingga potongan kayu ulin yang keluar dari mulutku totalnya ada tiga. Rasanya sangat menyiksa saat potongan kayu tajam itu melewati tenggorokan.

Aku juga tidak tahu bagaimana caranya potongan peti mati itu bisa berada di dalam perutku.
Hanya saja, kurasakan kondisi tubuhku sudah agak mendingan.

"Salundik, lihat ini," ucap pambakal.

Pak Salundik menggeser tempat duduknya ke belakangku. Kurasakan jari-jarinya meraba-raba tengkukku yang hangat.

"Apa ini, pahari?" tanya pambakal.
Pak Salundik diam beberapa saat, membuatku juga tidak sabar ingin tahu.

"Bekas cengkraman kamiyak. Dia telah ditandai," sahut pak Salundik dengan suara serak.

Aku langsung menoleh karena tidak percaya sekaligus penasaran.
"Ditandai? Ditandai bagaimana pak?" tanyaku tidak mengerti.

Pak Salundik menatap wajahku lekat-lekat. Aku tahu, ia serius dengan apa yang ia ucapkan.

"Yang melukaimu adalah Kamiyak. Kuku tajamnya yang merobek perutmu."

"Hah!? Ke-kenapa aku, pak? Apa salahku?"
"Aku dan pak mantir baru saja dari rumahmu. Dan kami menemukan ini, berserakan di dapurmu."

Pak Salundik mengeluarkan kantong kecil berwarna kuning dari saku celana. Setelah dibuka, di dalam kantung ada potongan rambut berwarna putih yang tercampur darah.
Rambut itu menggeliat seperti cacing, bergerak-gerak seolah hidup.

Melihat benda di depanku, seketika aku merinding, antara takjub sekaligus takut. Seumur hidup, baru kali ini aku melihat uban yang bergerak-gerak.
"Ini adalah rambut kamiyak. Aku belum pernah menemukan manusia yang bisa memotong rambut kamiyak.
Selain sangat kuat, juga diperlukan ilmu batin yang sangat tinggi."

Pak Salundik berhenti sejenak, menarik napas lalu menghela napas.
"Kau tahu, bagaimana benda ini bisa ada di tempatmu?" tanya pak Salundik.

Masih dicekam perasaan ngeri, aku mencoba mengingat-ingat kejadian sebelumnya.

"Pak, semalam lusa, aku melihat ada seorang nenek-nenek di dapur rumahku. Ia mengasah pisau dan sepertinya memotong sesuatu.
Setelah itu aku muntah darah. Kemudian...aku terluka dan sampai di rumah pambakal."

Pak Salundik hanya menatapku, seperti memikirkan sesuatu.

"Sebaiknya kau jangan pulang dulu, rumah dinasmu belum aman. Sementara menginaplah di sini, sampai aku tahu cara mengusirnya."
Aku mengangguk.

"Pak...kenapa mahluk ini mengincarku. Apa salahku?"

Lagi-lagi pak Salundik enggan buka suara. Mungkin karena kasihan melihatku yang dilanda kebingungan, ia akhirnya angkat bicara.
"Entahlah, Kasno. Aku juga tidak mengerti, kenapa Dehen sangat menginginkan kematianmu," balasnya tanpa ragu.

"De-Dehen? Kades Sei Bahandang?"

Pak Salundik mengangguk, "Iya...dan dia akan segera menerima upahnya," lanjut pak Salundik tenang.
Entah apa isi pikirannya. Bila dilihat dari gelagatnya, sepertinya pak Salundik akan segera menuntut balas, parang maya melawan parang maya.

...berpotato...

Sampai Jumpa malam Rebo ya. Makasih udah mau mampir di thread penuh kentang 😁

Tabe 🙏 Image

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Bang Beben

Bang Beben Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @benbela

Feb 1
-A Thread-

"Ritual Pesugihan Sate Gagak di Makam Massal Korban Kerusuhan"

Sebuah kisah dari seorang kawan yang kini mendekam di penjara.

@IDN_Horor @bacahorror @P_C_HORROR

#bacahoror #threadhoror #ceritaserem #malamjumat Image
-Bismillah, kita mulai...

30 menit menuju pukul 12 malam, kami berlima harap-harap cemas. Sejak magrib, kami memang berkumpul di sini, di komplek kuburan massal korban peristiwa berdarah belasan tahun silam.
Semakin malam, udara terasa semakin dingin, sementara suara serangga, burung hantu dan hewan-hewan malam semakin riuh. Pohon-pohon yang mengelilingi kumpulan nisan tanpa nama ini bergoyang pelan tertiup angin, membuat suasana malam ini terasa semakin meresahkan.
Read 134 tweets
Dec 28, 2023
Mantra Pengikat Roh Di Pedalaman Kalimantan

Bab 21 : Bawi Nyaring (Tamat)

cc @IDN_Horor @P_C_HORROR

Jangan lupa Repost, Kutip dan Reply yak. Selamat membaca.

#bacahorror #threadhoror #horror #horor #ceritaserem #kalimantan #dayak #banjar #malamjumat Image
Braaak…!

Pak Wardoyo tersungkur bersimbah darah. Pinggangnya robek dengan luka mengangga. Ia menjerit kesakitan lalu terguling ke sungai. Ternyata Galih telah datang dengan sebuah mandau. Ia mengibas mandau ke sana kemari membuat yang lain gelabakan.
“Dibyo, lari!!!”

Galih menarik lenganku, kami berdua lantas berlompatan di atas batu, meninggalkan mereka yang terbengong di belakang. Sesampainya di pinggir sungai, kami berdua berlari sekencangnya hingga keringat membasahi tubuh.
Read 77 tweets
Dec 24, 2023
Mantra Pengikat Roh Di Pedalaman Kalimantan

Bab 20 : Ganti Badan

cc @IDN_Horor @P_C_HORROR

Jangan lupa Repost, Kutip dan Reply yak. Selamat membaca.

#bacahorror #threadhoror #horror #horor #ceritaserem #kalimantan #dayak #banjar Image
---Lanjut---

“Apa yang kalian lakukan di sini?!” sentak lelaki yang membawa senapan angin.

Mina Kurik merangsek ke depan, mengeluarkan buntalan kain berisi tombak. Si lelaki meraih dengan cepat dan membuka bungkusannya.
Begitu melihat isinya, si lelaki tercenung. Ia lantas melirik para lelaki lainnya yang dibalas anggukan.

“Nenek yang kalian cari telah mati terpangang di gubuknya tiga tahun lalu.”
Read 59 tweets
Dec 21, 2023
Mantra Pengikat Roh Di Pedalaman Kalimantan

Bab 19 : Rahasia Dibyo

cc @IDN_Horor @P_C_HORROR

Jangan lupa Repost, Kutip dan Reply yak. Selamat membaca.

#bacahorror #threadhoror #horror #horor #malamjumat #ceritaserem #kalimantan #dayak #banjar Image
--Lanjut--

Sontak kami menjadi kaget mendengar apa yang diucapkan oleh Retno. Terlebih lagi bu Lastri dan Pak Wardoyo, mereka benar-benar kebingungan. Mereka bersikeras bahwa baru pertama kali ke Kalimantan dan selama ini tak tahu keberadaan Retno dimana.
Semua menjadi jelas tatkala Retno menceritakan apa yang telah terjadi sebenarnya. Kala itu baru seketar enam bulan Retno berada di pedalaman Kalimantan dan bekerja di sebuah Bank milik pemda.
Read 51 tweets
Dec 17, 2023
Mantra Pengikat Roh Di Pedalaman Kalimantan

Bab 18 : Sungai Darah

cc @IDN_Horor @P_C_HORROR

Jangan lupa Repost, Kutip dan Reply yak. Selamat membaca.

#bacahorror #threadhoror #horror #horor #ceritaserem #kalimantan #dayak #banjar Image
Bilah mandau melesat di samping, menggores pelipis dan membelah kuping kananku jadi dua.

Aku menjerit sejadinya hingga suaraku serak. Rasa perih terasa menjalar ke seluruh badan. Hampir saja aku terkena serangan jantung demi melihat darah membasahi pipi, leher, dan baju.
Rupanya pak Wardoyo berhasil menarik lenganku, sepersekian detik sebelum mandau melibas kepala dan mengeluarkan isinya.

Mandau hanya menghujam tanah persis di samping kepala, mengiris kuping jadi dua. Berhasil berdiri, aku gelabakan menjauh sambil memegang kuping yang terbelah.
Read 71 tweets
Dec 10, 2023
Mantra Pengikat Roh Di Pedalaman Kalimantan

Bab 17 : Kariau

cc @IDN_Horor @P_C_HORROR

Jangan lupa Repost, Kutip dan Reply yak. Selamat membaca.

#bacahorror #threadhoror #horror #horor #ceritaserem #kalimantan #dayak #banjar Image
--Lanjut--

Malam terasa hening di desa ini. Hanya ada satu dua orang yang lalu lalang menyusuri jalan.

Tidak ada lampu penerang jalan dan hanya ada sinar lampu temaram di teras rumah warga membuat jarak pandang terbatas.
Aku sedikit tenang dengan telah kembalinya Galih dan Ilham. Setidaknya ada tambahan lelaki muda untuk mengawali jalannya ritual nanti.

Malam itu kami bertiga berbincang di teras, menikmati rokok, minuman hangat serta singkong goreng.
Read 66 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(